Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

PENAHANAN IJAZAH PEKERJA OLEH PEMBERI KERJA DALAM PERSPEKTIF TEORI KEADILAN BERMARTABAT [Detention of Diploma Certificates by Employers from the Perspective of the Dignified-Justice Theory] Ellora Sukardi; Debora Pasaribu; Vanessa Xavieree Kaliye
Law Review Volume XX, No. 3 - March 2021
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Pelita Harapan | Lippo Karawaci, Tangerang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19166/lr.v0i0.3107

Abstract

A diploma certificate is a document that has a value to a person has after he/she has completed one stage of education. A diploma certificate is useful for job applications depending on the qualifications that were acquired. However, there is a custom in society where employers withhold their workers’ diplomas for a specified period of service. Withholding diplomas sometimes gives workers disadvantages because of the lack of security guarantee and also it creates greater risk and responsibility for employers. This research is conducted with juridical-normative methods. In terms of the Dignified Justice Theory which was coined by Teguh Prasetyo, the theory focuses on the concept of humanizing humans (nge wongke wong), therefore detention of diplomas that is carried out unilaterally by the employer without any guarantee of security protection for the workers’ diploma is considered as unfair and violates the rights or harms workers. In this case, it is necessary to have detailed clauses set out in the work agreement. In addition, the employer must have a Standard Operating Procedure regarding the holding of diplomas to ensure the security as long as they are kept.Bahasa Indonesia Abstrak: Ijazah merupakan dokumen yang bernilai bagi seseorang setelah yang bersangkutan menyelesaikan satu tahapan pendidikan. Ijazah berguna untuk melamar pekerjaan sesuai dengan kualifikasi yang dimiliki pemegang ijazah tersebut. Namun, terdapat sebuah kebiasaan di masyarakat dimana pemberi kerja menahan ijazah pekerjanya dalam masa kerja yang ditentukan. Penahanan ijazah terkadang merugikan pekerja dikarenakan keamanan ijazah yang kurang terjamin serta menimbulkan risiko dan tanggung jawab yang lebih besar pada pemberi kerja untuk menyimpan dokumen berharga tersebut. Metode yang digunakan adalah yuridis-normatif. Ditinjau dari Teori Keadilan Bermartabat yang dicetuskan oleh Teguh Prasetyo, yang menitikberatkan pada konsep memanusiakan manusia (nge wongke wong), penahanan ijazah yang dilakukan secara sepihak oleh pemberi kerja tanpa adanya jaminan atas perlindungan keamanan bagi ijazah pekerja dinilai kurang adil dan melanggar hak atau merugikan pekerja. Dalam hal ini, perlu adanya klausul yang terperinci yang dituangkan di dalam perjanjian kerja. Selain itu, pemberi kerja harus memiliki prosedur pelaksanaan mengenai penahanan ijazah untuk menjamin keamanan ijazah pekerja selama ijazah tersebut disimpan oleh pemberi kerja.
BARCODING DIGITAL SIGNATURE AUTHENCITY SEBAGAI ALAT BUKTI PERKARA PIDANA Agus Budianto; Shinta Pangesti; Debora Pasaribu; Stephanie Faustina
Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum Vol 5 No 2 (2021): Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Kristen Satya Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (343.615 KB) | DOI: 10.24246/jrh.2021.v5.i2.p255-274

Abstract

Bisnis dan setiap layanan publik, dalam kondisi yang penuh ketidakpastian karena pandemi Covid-19, termasuk didalamnya konsep penggunaan cyber notary bagi pejabat pembuat akta otentik. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Perolehan data primer melalui focus group discussion, interview secara langsung atau melalui seminar online, dengan teknik non-random purposive sampling. Cyber notary diselenggarakan untuk membuktikan dokumen pendukung dari suatu akta yang wajib dilengkapi dengan tanda tangan elektronik yang terdaftar. Suatu digital signature telah memenuhi unsur secara yuridis, yaitu seseorang yang membutuhkan tanda tangan digitalnya dianggap mengakui apa yang ditulisnya secara keseluruhan dalam dokumen elektronik yang bersangkutan. Oleh karenanya mendesak bagi Kemenkumham untuk segera membuat peraturan tentang digital signature dalam akta otentik notaris, mengingat sah secara hukum sebagai alat bukti surat sebagaimana disebutkan dalam Pasal 184 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana.
PERAN KETUA MASYARAKAT HUKUM ADAT MEWUJUDKAN PEMILIHAN UMUM SERENTAK YANG BERMARTABAT PADA TAHUN 2024 Rizky Karo Karo; Debora Pasaribu; Dwi Putra Nugraha; Graceyana Jennifer
Jurnal Lemhannas RI Vol 10 No 1 (2022)
Publisher : Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (805.595 KB) | DOI: 10.55960/jlri.v10i1.271

Abstract

Pemilihan Umum Serentak lanjutan pada tahun 2024 merupakan pesta demokrasi terbesar yang akan dinikmati oleh masyarakat Indonesia. Salah satu pemilih adalah masyarakat hukum adat, dan diharapkan partisipasi memilihnya meningkat serta berintegritas. Selama ini partisipasi masyarakat adat tidak terlalu besar, hal ini menurut peneliti disebabkan karena ketidak tahuan masyarakat desa akan pentingnya pemilu bagi peningkatan kehidupan mereka. Bagaimana peran Ketua Masyarakat Hukum Adat mewujudkan pemilihan umum serentak yang bermartabat pada tahun 2024?; Kedua, Bagaimana korelasi Ketua Masyarakat Hukum Adat dengan masyarakat hukum adat untuk menghindari penurunan partisipasi masyarakat dalam pemilu? Data penelitian adalah data sekunder (penelitiankepustakaan), dan dianalisis secara kualitatif. Hasi penelitian pertama, Ketua Masyarakat Hukum Adat (MHA) memiliki peranan penting, Ketua MHA menjadi panutan Masyarakat Hukum Adat (MHA). Ketua MHA wajib untuk memberitahukan untuk memilih sesuai integritas, memperingatkan MHA bahwa MHA dapat dikenakan pemidanaan apabila menyebarkan berita bohong ataupun ujaran kebencian. Kedua, Ketua MHA dapat berpartisipasi untuk mengingatkan agar MHA menjadi pemilih dalam Pemilu Serentak pada tahun 2024. Kesimpulannya adalah masyarakat hukum adat seyogyanya memilih calon yang berintegritas pada pemilihan umum.
PERAN KETUA MASYARAKAT HUKUM ADAT MEWUJUDKAN PEMILIHAN UMUM SERENTAK YANG BERMARTABAT PADA TAHUN 2024 Rizky Karo Karo; Debora Pasaribu; Dwi Putra Nugraha; Graceyana Jennifer
Jurnal Lemhannas RI Vol 10 No 1 (2022)
Publisher : Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55960/jlri.v10i1.271

Abstract

Pemilihan Umum Serentak lanjutan pada tahun 2024 merupakan pesta demokrasi terbesar yang akan dinikmati oleh masyarakat Indonesia. Salah satu pemilih adalah masyarakat hukum adat, dan diharapkan partisipasi memilihnya meningkat serta berintegritas. Selama ini partisipasi masyarakat adat tidak terlalu besar, hal ini menurut peneliti disebabkan karena ketidak tahuan masyarakat desa akan pentingnya pemilu bagi peningkatan kehidupan mereka. Bagaimana peran Ketua Masyarakat Hukum Adat mewujudkan pemilihan umum serentak yang bermartabat pada tahun 2024?; Kedua, Bagaimana korelasi Ketua Masyarakat Hukum Adat dengan masyarakat hukum adat untuk menghindari penurunan partisipasi masyarakat dalam pemilu? Data penelitian adalah data sekunder (penelitiankepustakaan), dan dianalisis secara kualitatif. Hasi penelitian pertama, Ketua Masyarakat Hukum Adat (MHA) memiliki peranan penting, Ketua MHA menjadi panutan Masyarakat Hukum Adat (MHA). Ketua MHA wajib untuk memberitahukan untuk memilih sesuai integritas, memperingatkan MHA bahwa MHA dapat dikenakan pemidanaan apabila menyebarkan berita bohong ataupun ujaran kebencian. Kedua, Ketua MHA dapat berpartisipasi untuk mengingatkan agar MHA menjadi pemilih dalam Pemilu Serentak pada tahun 2024. Kesimpulannya adalah masyarakat hukum adat seyogyanya memilih calon yang berintegritas pada pemilihan umum.
Upaya Penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga Akibat Covid-19 Perspektif Teori Keadilan Bermartabat Ellora Sukardi; Debora Pasaribu; Vanesia Ciayadi Kwang
Jurnal Lemhannas RI Vol 9 No 1 (2021)
Publisher : Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55960/jlri.v9i1.373

Abstract

Pandemi Covid-19 sudah lebih dari setahun melanda seluruh dunia termasuk Indonesia. Hal yang sangat memprihatinkan adalah dampak ekonomi seperti banyak yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja. Kesulitan finansial ini menjadi pemicu terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) sebagai pelampiasan atas perasaan yang kesal, kecewa, stres, hingga depresi. Perempuan dan anak sebagai pihak yang lemah sering dijadikan sasaran kemarahan dari suami. Perlindungan hukum bagi perempuan dan anak-anak terdapat pada Undang-Undang Penghapusan KDRT. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis mengenai bagaimana perlindungan hukum dan pemulihan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga akibat Covid-19 serta upaya penanggulangannya yang tepat apabila ditinjau dari perspektif Teori Keadilan Bermartabat. Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis normatif, menggunakan data sekunder berupa bahan hukum primer yakni Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Perkawinan, Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dan Peraturan Pemerintah terkait serta bahan hukum sekunder. Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui studi kepustakaan. Analisis data bersifat deskriptif. Hasil penelitian menunjukan bahwa KDRT merupakan kejahatan yang bertentangan dengan teori keadilan bermartabat, hukum positif, serta dapat merusak ketahanan nasional. Untuk menanggulangi hal tersebut, perlunya penyuluhan/edukasi oleh pemerintah kepada masyarakat mengenai KDRT ini.
Memberantas Prostitusi Online pada Masa Pandemi Covid-19 Melalui Sosialisasi Hukum Perspektif Teori Keadilan Bermartabat Ellora Sukardi; Debora Pasaribu; Graceyana Jennifer; Vanessa Xavieree Kaliye
Jurnal Lemhannas RI Vol 9 No 1 (2021)
Publisher : Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55960/jlri.v9i1.380

Abstract

Covid-19 tidak mengurangi penyakit masyarakat, yaitu prostitusi. Pelaku (Pekerja Seks Komersial, Muncikari, Pengguna) memanfaatkan teknologi internet, media online untuk bertransaksi dan bertemu nantinya. Pasalnya, Prositusi Online adalah cara pelaku bertahan hidup di masa Covid-19, sekalipun prostitusi telah melanggar protokol kesehatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis relevansi antara prostitusi online dan pemberantasan Covid-19, serta menghasilkan suatu rekomendasi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif analitis dengan pendekatan hukum normatif, dimana Peneliti juga menggunakan data sekunder dan pendekatan peraturan perundang-undangan untuk mengambil suatu kesimpulan secara deduktif. Hasil penelitiannya ialah prostitusi online memang hanya menggunakan media online, whatsapp, facebook, instagram untuk perantara bertransaksi, namun tetap berujung pada suatu pertemuan dan kegiatan prostitusi secara langsung. Pada masa Covid-19 kegiatan amoral tersebut rentan dengan penularan penyakit kelamin dan penularan Covid-19 secara signifikan. Cara memberantasnya tidak cukup dengan memberikan pelatihan keterampilan, atau bimbingan moral, namun juga perlu sosialisasi hukum dan akibat hukum, baik dari denda dengan nominal yang besar maupun penjara dalam rentang waktu tertentu. Oleh sebab itu, sejatinya sosialisasi hukum adalah cara memanusiakan manusia (nge wong ke wong) sebagai tujuan dari teori hukum keadilan bermartabat, sebab dengan sosialisasi hukum maka pelaku akan memiliki budaya hukum yang lebih baik dan enggan untuk melakukan prostitusi.
Perlindungan Hukum dan Partisipasi Masyrakat untuk Menjaga Ketahanan Pangan di Masa Pandemi Covid-19 Debora Pasaribu; Rizky P.P. Karo Karo; Irene Puteri A. S. Sinaga
Jurnal Lemhannas RI Vol 9 No 3 (2021)
Publisher : Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55960/jlri.v9i3.403

Abstract

Seperti kita ketahui bersama, saat ini seluruh dunia termasuk negara kita Indonesia mengalami pandemi yang diakibatkan oleh wabah virus corona atau covid-19. Pernyataan Pandemi dinyatakan oleh Direktur WHO bahwa covid-19 ini merupakan pandemic. Pandemi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah wabah yang berjangkit serempak dimana-mana meliputi daerah geografi yang luas. Di Indonesia pandemic ini memicu adanya kedaruratan kesehatan masyarakat. Pandemic ini berakibat bukan hanya pada kesehatan, namun pada bidang sosial ekonomi, terutama pada penyediaan kebutuhan dasar masyarakat dalam bentuk penyediaan pangan. Kemudian bagaimana masyarakat dapat diberdayakan agar dapat mencukupi kebutuhannya sendiri? Tulisan ini bertujuan untuk menganalisa kebijakan Pemerintah dalam penyediaan pangan yang cukup bagi masyarakat menghadapi pandemic corona. Metode penelitian yakni metode yuridis normative. Peneliti menggunakan data sekunder berupa peraturan perundang-undangan, dan artikel ilmiah yang berkaitan dengan topik Penelitian dan akan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan pandangan kepada Pemerintah dimana kebijakan impor pangan dilakukan sebagai upaya terakhir. Pemerintah melalui Kementerian yang berwenang dan Pemerintah daerah wajib memberikan perlindungan hukum wajib diberikan ke petani dalam bentuk nyata, misalnya bantuan tunai untuk meningkatkan produktivitas pertanian.