Claim Missing Document
Check
Articles

Found 24 Documents
Search

HAK WARIS LAKI-LAKI SETELAH PERCERAIAN DALAM PERKAWINAN NYENTANA DITINJAU DARI AWIG-AWIG DESA KUKUH, MARGA, TABANAN Mertha Sujana, I Putu Windu
Jurnal IKA Vol 11, No 1 (2013): Maret
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/ika.v11i1.1148

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) faktor-faktor penyebab terjadinya perkawinan dan perceraian dalam perkawinan nyentana di Desa Kukuh; (2) latar belakang terbentuknya awig awig desa adat kukuh yang mengatur tentang hak mewaris kembali di keluarga asal dari pihak laki-laki yang telah cerai dalam perkawinan nyentana; (3) hak waris laki-laki yang cerai dalam perkawinan nyentana ditinjau dari awig-awig desa adat Kukuh. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Subjek penelitian ditentukan secara Purposive, yang meliputi: (1) pasangan yang melakukan perkawinan nyentana; (2) laki-laki dan perempuan yang telah bercerai dalam perkawinan nyentana; (3) orang tua dari si laki-laki yang telah bercerai dalam perkawinan nyentana; (4) kelian banjar; (5) bendesa adat; (6) masyarakat etnis Hindu di desa Kukuh, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan. Data dikumpulkan dengan menggunakan: (1) metode wawancara; (2) metode observasi; (3) metode dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis data deskriptif kulitatif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa: (1) pada dasarnya perkawinan nyentana disebabkan oleh faktor eksternal dan internal baik yang datang dari wanita maupun laki-laki, sedangkan perceraian dalam perkawinan nyentana disebabkan oleh tidak punya anak, suami tidak memberi nafkah, suami senang berjudi dan mabuk-mabukan, dan timbulnya kecurigaan; (2) terdapat tiga hal yang mendorong untuk dirumuskannya ketentuan tentang hak mewaris kembali dikeluarga asal yang dialami oleh pihak laki-laki yang telah bercerai dalam perkawinan nyentana sesuai dengan pawos 68 ayat 6 yaitu: (a) faktor kemanusiaan; (b) hak asasi manusia; (c) untuk memberikan motivasi kepada laki-laki agar tidak takut untuk melakukan perkawinan nyentana; (3) pawos 68 (6) awig-awig Desa Kukuh yang mengatur tentang laki-laki dan perempuan yang telah bercerai dalam perkawinan mempunyai hak mewaris kembali dikeluarga asalnya, hal tersebut telah dilaksanakan oleh masyarakat Desa Kukuh termasuk di dalamnya dilaksanakan oleh laki-laki yang telah bercerai dalam perkawinan nyentana yaitu mereka mendapatkan minimal tempat tinggal dan selebihnya disesuaikan dengan kebijakan masing-masing keluarga.Kata-kata kunci: hak waris, cerai, Nyentana, Awig-awig
MENGGAGAS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN BERBASIS BUDAYA SPIRITUAL HINDU PADA PERGURUAN TINGGI Mertha Sujana, I Putu Windu
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha Vol 8, No 2 (2020): Mei, Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jpku.v8i2.25963

Abstract

Pemikiran-pemikiran praktisi kewarganegaraan telah memberikan inspirasi untuk memberikan gagasan bahwa dalam mencapai tujuannya mewujudkan warga negara yang baik dan cerdas (smart and good ctizen) salah satu sumber yang dapat dijadikan landasan adalah bersumber pada nilai-nilai budaya spiritual Hindu. Oleh karena itu sangat tepat sekali jika mengintegrasikan nilai-nilai budaya spiritual Hindu ke dalam mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pedoman bagi generasi muda Hindu dalam menjalankan Dharma Agama dan Dharma Negaranya. Selain itu juga ditujukan untuk meningkatkan kompetensi kewarganegaraan mahasiswa atau tercapainya hasil belajar kewarganegaraan mahasiswa yang utuh, yakni menjadi warga negara yang baik dan cerdas (to be smart and good citizenship) yang terintegrasi dalam civic knowlidge, civic disposition, civic skills, civic confidece, civic commitment, civic competence; yang secara  utuh dapat digunakan untuk mewujudkan budaya kewarganegaraan (civic culture) yang beriman, bertaqwa, bermoral, bermartabat, dan cerdas intelektual secara personal maupun sosial (humanis, holistik, dan religius). Nilai-nilai budaya spiritual Hindu yang dikolaborasikan pada substansi materi PKn diantaranya adalah Tri Kaya Parisudha, Karma Phala, Catur Purusha Artha, Tat Twam Asi, Yadnya, Tri Hita Karana, dan Moksartham Jagadhita Ya Ca Iti Dharmah.
PELAKSANAAN PERKAWINAN NYENTANA DALAM RANGKA MENGAJEGKAN SISTEM KEKELUARGAAN PATRILINEAL DI BALI Sujana, I Putu Windu Mertha
Widya Accarya Vol 7 No 1 (2017): Widya Accarya
Publisher : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Dwijendra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (75.58 KB) | DOI: 10.46650/wa.7.1.436.%p

Abstract

Sistem perkawinan yang berlaku di suatu daerah, dipengaruhi oleh sistem kekeluargaan yang berlaku di daerah tersebut. Masyarakat Bali menganut sistem ke bapaan atau patrilineal  (Vaderrechtelijk). Sistem ke bapaan atau patrilineal yaitu memperhitungkan hubungan kekerabatan melalui garis keturunan dari pihak laki-laki atau purusa. Berdasarkan hal tersebut terlihat bahwa anak laki-laki yang berperan dalam keluarga Hindu, ini berarti anak wanita tidak mempunyai tempat dalam keluarga dan selanjutnya tertutuplah kelanjutan keluarga tersebut bila hanya terlahir anak wanita atau anak-anak wanita saja. Keadaan demikian akan menimbulkan kecemasan dalam keluarga tersebut. Namun adat dan agama Hindu memberikan jalan keluar yaitu dengan melaksaakan perkawinan nyentana untuk anak wanitanya. Sehingga dapat dikatakan bahwa perkawinan nyentana dilaksanakan dalam rangka mengajegkan sistem kekeluargaan patrilineal di Bali, hal tersebut dapat dilihat dengan  dilaksanakannya perkawinan nyentana sebagai upaya untuk mengatasi ketidak hadiran anak laki-laki dalam suatu keluarga Hindu dan hanya dengan perkawinan nyentana akan dapat beralih kedudukan dan beralih hak dan kewajiban dari anak wanita menjadi anak laki-laki di dalam sistem kekeluargaan patrilineal. Kedudukan wanita yang tadinya sudah di sentana rajegkan akan berubah kedudukannya atau statusnya menjadi laki-laki. Kata-kata kunci: Perkawinan Nyentana, Mengajegkan,Patrilineal. 
CIVIC VIRTUE DALAM RANGKA MEWUJUDKAN PEMILU HARMONI DAN BERKEADILAN Sujana, I Putu Windu Mertha
Jurnal Media Komunikasi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol 1 No 2 (2019): Oktober
Publisher : Program Studi PPKn Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan Undiksha Singaraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jmpppkn.v1i2.47

Abstract

Secara naluriah manusia mendambakan Pemilu yang harmoni dan adil dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Tidak ada harmoni tanpa keadilan. Keadilan melahirkan harmoni, dan sebaliknya, harmoni mensyaratkan sekaligus memperkuat tumbuh suburnya keadilan. Namun, fenomena disharmoni dan ketidakadilan dalam Pemilu begitu sulit dihilangkan. Dominasi hawa nafsu terhadap akal, benturan kepentingan individu dan kelompok, kesenjangan sosial ekonomi, kepentingan politik, penegakan hukum diskriminatif, dan kepentingan nasional subyektif menjadi faktor penyebabnya. Civic virtue dapat menciptakan Pemilu yang harmoni dan berkeadilan. Sebagai ekspresi psikososial-kultural warga negara, civic virtue mengandung karakter: berkeadaban, bertanggung jawab, integritas, disiplin, peka, terbuka, kompromi, toleran, sabar dan taat, murah hati dan empati, setia pada bangsa dan negara serta komitmen terhadap penegakan hukum dan hak asasi manusia.
PENDIDIKAN KARAKTER UNTUK GENERASI DIGITAL NATIVE Windu Mertha Sujana, I Putu; Sukadi, Sukadi; Riyan Cahyadi, I Made; Widya Sari, Ni Made
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha Vol 9, No 2 (2021): Mei, Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jpku.v9i2.34229

Abstract

Generasi digital native yang kesehariannya selalu berdampingan dengan teknologi dan lebih banyak memanfaatkan waktunya untuk berselancar di dunia maya, ternyata kerap kali generasi ini berperilaku yang menyimpang dari nilai karakter bangsa. Oleh sebab itu diperlukan media pembelajaran yang tepat dalam menanamkan nilai karakter bangsa kepada siswa yang tergolong generasi digital native. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini mengemukakan bahwa media pembelajaran yang dipandang tepat digunakan dalam penanaman nilai karakter pada siswa adalah media satua audiovisual. Media ini dinilai efektif karena telah digunakan oleh SMP TP 45 Sukasada dan 81% audiens dari kalangan guru dan siswa SMP TP 45 Sukasada merasa sangat puas dengan penggunaan media satua audiovisual ini. Media satua audiovisual merupakan media pembelajaran yang mampu mengintegrasikan penanaman karakter bangsa dengan karakteristik dari generasi digital native. Media satua audiovisual juga dinilai sebagai media yang bersifat lokal- modern yaitu media pembelajaran yang mengkombinasikan antara budaya masyarakat lokal dengan teknologi modern saat ini.
Konsekuensi Yuridis Berlakunya Perjanjian Perkawinan Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 Ardhya, Si Ngurah; Mertha Sujana, I Putu Windu
Jurnal Komunikasi Hukum Vol 7, No 1 (2021): Februari, Jurnal Komunikasi Hukum
Publisher : Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jkh.v7i1.31493

Abstract

Philosophically PMK (Constitutional Court Decision) Nr. 69/PUU-XIII/2015 based on way of life, awareness, and legal ideals such as the mystical atmosphere and Indonesian Nation according Pancasila and The Constitutional of The Republic of Indonesia Article 28E Paragraph (2). Sociologically, based on legal needs society regarding the leniency when the marriage agreement was made that is the phenomenon of a husband and wife for some reason feels they needed to make a marriage agreement after the wedding day was held. Juridically, the issuance of PMK Nr. 69/PUU-XIII/2015 is not solely on the basis of unconstitutionality, but also on a conflict of norms between Article 29 Paragraph (1) of Act Nr.  Year 1974 with general provisions of the ageement in Book III Code of Civil Law. Referring to PMK No.69/PUU-XIII/2015 which was strengthened by Act Nr. 2 Year 2014, Notary has the right to ratified the marriage agreement into an authentic deed so that there is no justifiable reason for the Department of Population and Civil Registration and Office of Religious Affairs rejects the authentic nature of the deed which is validated bay notary. 
PENGUATAN KARAKTER GENERASI DIGITAL NATIVE DITENGAH ARUS GLOBALISASI Sujana, I Putu Windu Mertha; Gunawijaya, I Wayan Titra
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha Vol 10, No 1 (2022): Februari, Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jpku.v10i1.44949

Abstract

Generasi digital native diharapkan memiliki karakter yang mulia, namun kenyataan yang terjadi adalah generasi digital native terjerumus ke dalam perilaku yang salah. Jika perilaku menyimpang atau tidak mencerminkan karakter mulia ini selalu terjadi, maka negara akan menjadi ceos setiap harinya. Oleh karena itulah diperlukan solusi dalam memperkuat karakter generasi digital native ditengah arus globalisasi dewasa ini. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif metode deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik wawancara dan observasi. Penelitian ini juga menggunakan teknik analisis data model interaktif. Solusinya adalah dengan menginternalisasikan nilai spiritual Hindu ke dalam jenjang pendidikan. Pengintegrasian nilai spiritual Hindu ke dalam jenjang pendidikan diyakini sebagai solusi yang tepat untuk memperkuat karakter generasi digital native karena nilai spiritual itu memiliki makna sebagai roh, jiwa, semangat, dan sukma atau juga dikatakan sebagai sesuatu yang berkaitan dengan kejiwaan. Nilai spiritual ini juga menjadi dasar bagi tumbuh dan berkembangnya moral, rasa memiliki satu dengan lainnya, dan nilai-nilai yang ada dimasyarakat. Nilai spiritual yang bisa diintegrasikan seperti tri hita karana, tri kaya parisudha, Karma phala, samsara/punarbawa, konsep menyama braya, mulat sarira, puputan, paras paros sarpanaya, nyalanang jengah, segilik seguluk sebayantaka, saling asah, saling asih, lan saling asuh, dan metaksu.
Representasi Pendidikan Kewarganegaraan pada Jenjang Pendidikan Tinggi Dilihat dari Perspektif Generasi Millenial I Putu Windu Mertha Sujana; Cecep Darmawan; Dasim Budimansyah; Sukadi Sukadi
Jurnal Inspirasi Pendidikan Vol 10 No 2 (2020): Agustus 2020
Publisher : Universitas Kanjuruhan Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (492.678 KB) | DOI: 10.21067/jip.v10i2.4550

Abstract

Penelitian ini mengkaji Pendidikan Kewarganegaraan pada jenjang pendidikan tinggi yang memiliki posisi dan peran yang strategis dalam membangkitkan perasaan kebangsaan Indonesia dan cinta tanah air Indonesia (dalam konteks nilai dan moral Pancasila, nilai dan komitmen Bhineka Tunggal Ika, komitmen terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan memiliki komitmen ber-Negara Kesatuan Republik Indonesia) pada setiap mahasiswa (generasi millenial). Di lain pihak representasi Pendidikan Kewarganegaraan harus sesuai dengan karakteristik dari mahasiswa (generasi millenial). Sehingga tulisan ini akan merepresentasi Pendidikan Kewarganegaraan pada jenjang pendidikan tinggi dilihat dari perspektif generasi millenial. Hal ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana persepsi mahasiswa serta penilaian mahasiswa terhadap mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode survey jenis deskriptif, dimana informasi dikumpulkan dari responden dengan menggunakan kuesioner melalui google form. Metode survei jenis deskriptif akan mencari tahu terkait representasi Pendidikan Kewarganegaraan di Universitas Pendidikan Ganesha dengan menggunakan 75 responden mahasiswa. Hasil penelitian menunjukkkan mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan memiliki posisi dan peran yang sangat penting (70,7%) dan masih diminati (50,7%) oleh mahasiswa (generasi millenial). Namun media pembelajaran (66,7%) masih perlu disesuaikan dengan karakteristik generasi millenial yang cenderung menggunakan teknologi. Media pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan juga perlu mengkombinasikan antara teknologi dengan nilai-nilai budaya masyarakat sebagai benteng penyanggah dampak globalisasi. Nilai budaya sebagai benteng penyanggah dampak globalisasi dimaksudkan agar generasi millenial dapat menyaring nilai dan budaya luar terutama yang tidak sesuai dengan nilai dan budaya Indonesia.
MENGGAGAS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN BERBASIS BUDAYA SPIRITUAL HINDU PADA PERGURUAN TINGGI I Putu Windu Mertha Sujana
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha Vol. 8 No. 2 (2020): Mei, Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jpku.v8i2.25963

Abstract

Pemikiran-pemikiran praktisi kewarganegaraan telah memberikan inspirasi untuk memberikan gagasan bahwa dalam mencapai tujuannya mewujudkan warga negara yang baik dan cerdas (smart and good ctizen) salah satu sumber yang dapat dijadikan landasan adalah bersumber pada nilai-nilai budaya spiritual Hindu. Oleh karena itu sangat tepat sekali jika mengintegrasikan nilai-nilai budaya spiritual Hindu ke dalam mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pedoman bagi generasi muda Hindu dalam menjalankan Dharma Agama dan Dharma Negaranya. Selain itu juga ditujukan untuk meningkatkan kompetensi kewarganegaraan mahasiswa atau tercapainya hasil belajar kewarganegaraan mahasiswa yang utuh, yakni menjadi warga negara yang baik dan cerdas (to be smart and good citizenship) yang terintegrasi dalam civic knowlidge, civic disposition, civic skills, civic confidece, civic commitment, civic competence; yang secara  utuh dapat digunakan untuk mewujudkan budaya kewarganegaraan (civic culture) yang beriman, bertaqwa, bermoral, bermartabat, dan cerdas intelektual secara personal maupun sosial (humanis, holistik, dan religius). Nilai-nilai budaya spiritual Hindu yang dikolaborasikan pada substansi materi PKn diantaranya adalah Tri Kaya Parisudha, Karma Phala, Catur Purusha Artha, Tat Twam Asi, Yadnya, Tri Hita Karana, dan Moksartham Jagadhita Ya Ca Iti Dharmah.
PENDIDIKAN KARAKTER UNTUK GENERASI DIGITAL NATIVE I Putu Windu Mertha Sujana; Sukadi Sukadi; I Made Riyan Cahyadi; Ni Made Widya Sari
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha Vol. 9 No. 2 (2021): Mei, Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jpku.v9i2.34229

Abstract

Generasi digital native yang kesehariannya selalu berdampingan dengan teknologi dan lebih banyak memanfaatkan waktunya untuk berselancar di dunia maya, ternyata kerap kali generasi ini berperilaku yang menyimpang dari nilai karakter bangsa. Oleh sebab itu diperlukan media pembelajaran yang tepat dalam menanamkan nilai karakter bangsa kepada siswa yang tergolong generasi digital native. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini mengemukakan bahwa media pembelajaran yang dipandang tepat digunakan dalam penanaman nilai karakter pada siswa adalah media satua audiovisual. Media ini dinilai efektif karena telah digunakan oleh SMP TP 45 Sukasada dan 81% audiens dari kalangan guru dan siswa SMP TP 45 Sukasada merasa sangat puas dengan penggunaan media satua audiovisual ini. Media satua audiovisual merupakan media pembelajaran yang mampu mengintegrasikan penanaman karakter bangsa dengan karakteristik dari generasi digital native. Media satua audiovisual juga dinilai sebagai media yang bersifat lokal- modern yaitu media pembelajaran yang mengkombinasikan antara budaya masyarakat lokal dengan teknologi modern saat ini.