Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search
Journal : Locus: Jurnal Konsep Ilmu Hukum

Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Pengguna Layanan Branchless Banking Adi Gunawan; Nasution, Bismar; Sunarmi; Siregar, Mahmul
Locus: Jurnal Konsep Ilmu Hukum Vol 1 No 1 (2021): Desember
Publisher : LOCUS MEDIA PUBLISHING

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (268.527 KB) | DOI: 10.56128/jkih.v1i1.11

Abstract

Branchless Banking dalam penelitian ini akan berfokus pada layanan keuangan tanpa kantor dalam rangka keuangan inklusif (Laku Pandai) Versi OJK. Tujuannya untuk mengetahui hubungan hukum dan tanggung jawab BRI dan agen, perlindungan hukum terhadap agen dan nasabah. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif analitis. Data menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tertier serta didukung oleh data primer. Tehnik pengumpulan data menggunakan teknik studi pustaka dan studi lapangan dengan alat berupa pedoman wawancara. Analisis data menggunakan metode analisis data kualitatif. POJK No. 19/POJK.03/2014 telah memberikan perlindungan hukum terhadap nasabah branchless banking. Namun POJK tersebut belum efektif dinilai berdasarkan substansi hukum, struktur hukum, sarana dan prasarana serta budaya masyarakat yang belum mendukung. Praktik Laku Pandai di BRILink pada Bank BRI Unit Gebang Kabupaten Langkat menunjukkan bahwa masyarakat ataupun agen tidak mengetahui tentang perlindungan hukum yang mereka dapatkan melalui POJK tersebut, sehingga tidak pernah ada laporan yang diterima Otoritas Jasa Keuangan terkait keluhan nasabah atas layanan branchless banking. Kata Kunci: branchless banking, nasabah, keuangan inklusif , perlindungan hukum Abstract Branchless banking in this research will focusing for branchless banking of Otoritas Jasa Keuangan (Laku Pandai) from OJK. Purpose are for knowing about legal relations and responsibility of the parties, legal protection. This research using methods of normative law that are descriptive analytical. Data consist of secondary data consisting of primary, secondary and tetrtier legal materials and supported by secondary data. Data collection techniques using library study technique and field studies. Collected data is analyzed by qualitative data analysis methods. POJK No. 19/POJK.03/2014 about branchless banking for financial inclusion has provided legal protection for customers of branchless banking. But the POJK is not yet effective assessed based legal substance, legal structure, facilities and infrastructure as well as the culture of society that does not support. Research on practice branchless banking (Laku Pandai) of BRILink at BRI Unit Gebang, show that people or agents do not know about the legal protections they have through the POJK. So there is never a report received by the financial services authority regarding customer complaints of branchless banking services. Keywords: branchless banking, customer, financial inclusion, legal protection
Penerapan Prinsip Business Judgment Rule Terhadap Pertanggungjawaban Perdata Direksi Perseroan: Analisis Putusan No.915 K/Pdt/2017 dan No.83/Pdt.G/2016/PN.Sby Silitonga, Elia Fransisco; Sunarmi; Siregar, Mahmul
Locus: Jurnal Konsep Ilmu Hukum Vol 2 No 2 (2022): Juni
Publisher : LOCUS MEDIA PUBLISHING

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56128/jkih.v2i2.25

Abstract

Abstrak Peranan Direksi sangat dibutuhkan untuk meningkatkan penghasilan perusahaan sesuai tujuan dan maksud perusahaan. Sebagai organ Perusahaan, direksi dalam menjalankan tugasnya seringkali mengambil keputusan bisnis yang tidak sesuai dengan tugas dan fungsinya. Hal ini dapat dikualifikasikan sebagai pelanggaran yang dapat terjadi sebagai akibat dari adanya kelalaian dan/atau kesengajaan. Hal ini membawa dampak kepada pertanggungjawaban perdata direksi. Penerapan business judgment rule terhadap putusan Mahkamah Agung RI Nomor 915K/Pdt/2017 terhadap Direksi PT Pegadaian tidak dapat diterima sebab Direksi PT. Pegadaian tidak melaksanakan prinsip good corporate governance yang baik kepada pegawainya sehingga direksi PT Pegadaian wajib memberikan hak pegawainya atas pemutusan hubungan kerja dan melakukan pertanggungjawaban perdata dengan mengganti kerugian pegawainya. Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 83/Pdt.G/2016/PN.Sby menjadi legitimasi terhadap penerapan business judgment rule terhadap Direksi PT Santos Sanjaya, dimana penerapan prinsip ini juga tidak dapat diterima oleh pemegang saham minoritas disebabkan Direksi telah melanggar prinsip kepercayaan (fiduciary duty) yang diberikan padanya dan tidak bertindak dengan hati-hati. Kata kunci: Direksi, Business Judgment Rule, Perusahaan, Pertanggungjawaban. Abstract Director plays a very necessary role to improve the company’s profit related to the company purpose and objective. As a company organ, a director might conduct decisions which is not in accordance with its task and function. It could be qualified as a violation which is possibly happen as a result of intentionality and/or negligence. It subsequently would lead the director to personal liability. The application of Business Judgment Rule to the Supreme Court of Indonesian Repubic Decision No. 915K / Pdt / 2017 against the Director of PT Pegadaian is unacceptable because he did not implement the Principles of Good Corporate Governance to his employees so that the Director of PT Pegadaian was obliged to give their employees right as the consequence of the unemployment and to perform civil liability by indemnifying their employees. The District Court of Surabaya Decision No. 83/Pdt.G/2016/PN. Sby became a legitimacy to the application of the Business Judgment Rule against the Director of PT Santos Sanjaya, where the application of this principle was also unaccepted by the minority shareholders because the Director violated the principle of trust (fiduciary duty) given to him and did not act with caution. Keywords: Director, Business Judgement Rule, Company, Liability.
Penerapan Pasal 112 Dan Pasal 127 Ayat 1 Huruf A Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika: Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Rantau Prapat Nomor 1023/Pid.Sus/2018/PN.RAP; 762/Pid.Sus/2017/PN.Rap; 712/Pid.Sus/2017/PN.Rap Rambe, Naharuddin; Alvi Syahrin; Sunarmi; Mahmud Mulyadi
Locus: Jurnal Konsep Ilmu Hukum Vol 2 No 4 (2022): Desember
Publisher : LOCUS MEDIA PUBLISHING

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56128/jkih.v2i4.34

Abstract

Peredaran dan penyalahgunaan narkotika merupakan salah satu permasalahan nasional yang dipandang serius oleh pemerintah, karena dapat menyebabkan rusaknya moral bangsa, Pelaku tindak pidana narkotika tidak jarang mendapatkan hukuman berdasarkan putusan pengadilan yang kurang memenuhi rasa keadilan dan kepastian hukum. Pada kasus-kasus narkotika, terdapat beberapa pasal yang sering digunakan untuk menjerat pelaku ialah Pasal 114, Pasal 112, dan Pasal 127 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Ketiga pasal tersebut, terdapat dua pasal yang multitafsir dan ketidak jelasan rumusan yaitu pada Pasal 112 dan Pasal 127 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Pasal multitafsir tersebut akan mengakibatkan para pelaku kejahatan narkotika (pengedar) akan berlindung seolah-olah dia korban kejahatan narkotika. Bahwa hal tersebut akan berdampak pada penjatuhan hukuman dengan hukuman yang singkat sehingga menimbulkan ketidakadilan pada proses pelaksanaannya. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini untuk menganalisa, mengidentifikasi formulasi dan perbedaan kualifikasi Pasal 112 dan Pasal 127 Ayat 1 huruf a Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika serta mengkaji dasar pertimbangan Hakim dalam menerapkan Pasal 112 dan Pasal 127 Ayat 1 huruf a Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dalam Putusan Nomor 1023/Pid.Sus/2018/PN.Rap Nomor 762/Pid.Sus/2017/PN.Rap, dan Nomor 712/Pid.Sus/2017/PN.Rap. Kata kunci: Formulasi, Kualifikasi, Pengeder dan Penyalahguna Narkoba. Abstract Drug traffic and drug abuse are one of the main national and serious problem because they can mar the people's morality. However, the perpetrators of drug criminal offense are treated unfairly in court for justice and legal certainty. In the cases of narcotics, the articles imposed on the perpetrators are Article 114, , Article 112, and Article 127 of Law No. 35/2009 on Narcotics. Of the three Articles above, two of them (Article 112 and Article 127) have multi-interpretation and unclearness of formula about narcotics which can cause the perpetrators (drug dealers) to get the alibi as if he were the victim. That it will cause the sentence will be reduced so that there will be injustice in its implementation. The objective of the research is to analyze and to identify the formulation and the difference of the qualification of Article 112 and Article 127, paragraph 1 letter a of Law No. 35/2009 on Narcotics and analyzed the judges' consideration in implementing of these two Articles in the Verdicts Number 1023/Pd.Sus/2018/PN.Rap, Number 762/Pid.Sus/2017/PN.Rap, and Number 712/Pid.Sus/ Pid.Sus/2017/PN.Rap. Keywords: Drag Dealers and Abuser, Formulation, Qualification.
Tanggungjawab Produsen Terhadap Kerugian Atas Produk Yang Dijual Melalui Sistem Penjualan Langsung (Direct Selling) Secara Multi Level Hutagalung, Gomgomie Andrew; Sunarmi; Devi, T. Keizerina; Dedi Harianto
Locus: Jurnal Konsep Ilmu Hukum Vol 3 No 1 (2023): Maret
Publisher : LOCUS MEDIA PUBLISHING

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56128/jkih.v3i1.37

Abstract

Sejalan dengan bervariasinya barang dan/atau jasa yang ada, kegiatan pemasaran barang dan/atau jasa tersebut menjadi suatu kegiatan yang penting dari keseluruhan kegiatan pelaku usaha. Ada beragam bentuk metode pemasaran barang dan/atau jasa, salah satunya adalah bentuk multi level marketing yang merupakan bentuk pemasaran dengan sistem penjualan langsung (direct selling). Faktanya sistem penjualan multi level marketing dapat menimbulkan permasalahan hukum terkait perlindungan konsumen terhadap kerugian atas barang atau jasa yang diproduksi oleh perusahaan. Untuk itu penelitian ini berujuan untuk menganalisis mengenai tanggung jawab produsen terhadap produk yang dijual dengan sistem penjualan langsung secara MLM. Berdasarkan hasil penelitian tanggung jawab produsen terhadap produk yang dijual dengan sistem penjualan langsung secara multi level marketing memberikan tenggang waktu selama 7 (tujuh) hari kerja kepada mitra usaha dan konsumen untuk mengembalikan barang dan memberi kompensasi berupa ganti rugi, kemudian perusahaan dalam memasarkan produknya mengikuti peraturan perundang-undang yang berlaku yaitu peraturan tentang sistem penjualan langsung dan undang-undang perlindungan konsumen. Kata kunci: Kerugian atas produk, multi level marketing, sistem penjualan langsung, Tanggung jawab produsen. Abstract In line with the variety of existing goods and/or services, the marketing of these goods and/or services becomes an important activity of the overall activities of business actors. There are various forms of marketing methods for goods and/or services, one of which is a form of multi-level marketing which is a form of marketing with a direct selling system. In fact, the multi-level marketing sales system can cause legal problems related to consumer protection against losses for goods or services produced by the company. For this reason, this study aims to analyze the producer's responsibility for products sold with an MLM direct selling system. Based on the results of the research, the producer's responsibility for products sold with a direct selling system in multi-level marketing provides a grace period of 7 (seven) working days for business partners and consumers to return goods and provide compensation in the form of compensation, then the company in marketing its products follows the regulations. the applicable laws are regulations on direct sales systems and consumer protection laws. Keywords: direct sales system, multi level marketing, Producer responsibility, Product loss.
Transparansi Dan Akuntabilitas Dalam Kebijakan Penentuan Tarif Biaya Transportasi Dan Akomodasi Dalam Pendaftaran Tanah Pertama Kali Di Kantor Pertanahan Kabupaten Toba Samosir Butarbutar, Amudi H.; Lubis, M. Yamin; Syafruddin Kalo; Sunarmi
Locus: Jurnal Konsep Ilmu Hukum Vol 3 No 1 (2023): Maret
Publisher : LOCUS MEDIA PUBLISHING

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56128/jkih.v3i1.40

Abstract

Peraturan Pemerintah RI No. 128 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Tarif atas biaya pelayanan survei, pemeriksaan, pengukuran, serta pemetaan dibebankan kepada pemohon/wajib bayar. Dalam praktek, biaya tersebut hanya tertera dalam peraturan, sebab selalu saja ada dana tambahan yang dikutip oleh oknum petugas dengan dalih memperlancar urusan, yang nilainya bisa berlipat ganda dan tarif yang ditentukan dalam peraturan. Pemohon/wajib bayar juga dibebankan biaya akomodasi dan transportasi atas pelayanan survei, pemeriksaan, pengukuran, serta pemetaan yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Toba Samosir. Hal ini menjadi persoalan bagi pemohon sebagai pihak yang wajib membayar. Padahal, transparansi dalam kebijakan penentuan biaya akomodasi dan transportasi pendaftaran tanah untuk pertama kali diperlukan agar masyarakat dapat mengetahui lebih jelas, transparan, akurat, cepat dan pasti dengan biaya yang sesuai dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Dengan demikian, penelitian berjudul: “Transparansi dan Akuntabilitas Dalam Kebijakan Penentuan Tarif Biaya Transportasi dan Akomodasi Dalam Pendaftaran Tanah Untuk Pertama Kali di Kantor Pertanahan Kabupaten Toba Samosir)”, layak untuk dikaji dan dianalisis lebih lanjut. Kata kunci: Transparansi dan Akuntabilitas, Pendaftaran Tanah Pertama Kali, Kabupaten Toba Samosir. Abstract The Government Regulation of Republic Indonesia No. 128 of 2015 concerning Types and Rates of Non-Tax State Revenues Applicable in the Ministry of Agrarian Affairs and Spatial Planning/National Land Agency. Tariffs for a survey, inspection, measurement, and mapping service fees are borne by the applicant / must pay. In practice, these costs are only stated in the regulations, because there are always additional funds quoted by the officers on the pretext of expediting matters, the value of which can be doubled and the rates specified in the regulations. The applicant/obliger to pay is also charged accommodation and transportation costs for the survey, inspection, measurement, and mapping services carried out by the Land Office of Toba Samosir Regency. This is a problem for the applicant as the party who is obliged to pay. In fact, transparency in the policy for determining accommodation and transportation costs for land registration for the first time is needed so that the public can know more clearly, transparently, accurately, quickly, and with certainty at a cost that is by the principles of transparency and accountability. Thus, the study entitled: "Transparency and Accountability in the Policy for Determining Transportation and Accommodation Costs in Land Registration for the First Time (Study at the Land Office of Toba Samosir Regency)", deserves further study and analysis. Keywords: Transparency and Accountability; First Time Land Registration; Toba Samosir Regency.