Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search

DISPARITAS PIDANA DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PENCURIAN BIASA DI PENGADILAN NEGERI KOTA SEMARANG Indung Wijayanto
Qistie Jurnal Ilmu Hukum Vol 7, No 1 (2014): Qistie
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31942/jqi.v7i1.1043

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk disparitas pemidanaan dalam putusan hakim dalam perkara tindak pidana pencurian biasa dan dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana yang menimbulkan disparitas pidana dalam tindak pidana pencurian biasa. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kriminologis. Data primer maupun data sekunder dikumpulkan melalui teknik wawancara, studi pustaka dan dokumentasi. Responden ditentukan dengan cara puporsive. Penelitian menghasilkan kesimpulan bahwa: (a) terdapat disparitas pidana dalam putusan Pengadilan Negeri Semarang mengenai tindak pidana yang diancam Pasal 362 KUHP, dimana disparitas itu berupa perbedaan lamanya pidana penjara yang dijatuhkan. dan hakim lebih menyukai penggunaan pidana penjara dibandingkan pidana denda, serta (b) Faktor penyebab disparitas dapat bersumber dari aturan-aturan hukum pidana, hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa, besarnya kerugian yang ditimbulkan, dan faktor hakim. Kata kunci : Individualisasi Pidana, Disparitas Pidana
AKOMODASI NILAI-NILAI KONSERVASI DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA (STUDI KASUS DI MASYARAKAT DESA MANDING, KELURAHAN SABDODADI, KABUPATEN BANTUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Cahya Wulandari; Indung Wijayanto
Pena Jurnal Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi Vol 30, No 1 (2016): Pena Maret 2016
Publisher : LPPM Universitas Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31941/jurnalpena.v30i1.402

Abstract

The society sometimes uses consensus in solving criminal case. The people of Manding villagge, Bandul district often solve the case of fornication or persecution through deliberation to reach consensus. The settlement contains the values of conservation in the form of fair vales and tolerant so it should be conserved. Based on those condition the statement of the problem is How the accomodation of conservation values in solving the crime in Manding village, Bantul district is? This research is a sociological juridical research. The data used are primary and secondary data. Primary data are obtained through interview, while the secondary data are obtained through literature study. The data obtained then are analyzed using interactive model of analysis. The result of the reseach shows that the accomodated conservation values in solving criminal case inManding village are religious, smart, tough, honest, caring, tolerant, democratic and polite values. Those eight values are reflected in the process of solving the case which prioritize and pay attention to the rights and obligations of the parties.
Pancasila Feminism: Gender Equality Based on Values of Pancasila Cahya Wulandari; Indung Wijayanto; Loso .
Pena Justisia: Media Komunikasi dan Kajian Hukum Vol 21, No 1 (2022): PENA JUSTISIA
Publisher : Faculty of Law, Universitas Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (255.311 KB) | DOI: 10.31941/pj.v21i1.1808

Abstract

AbstractFeminist are trying to fight for women in Indonesia to stand in line with men. However, these struggles are often based on liberal ideology. Gender equality based on liberal values can certainly be contrary to the values of Pancasila.  Based on this, it needs to be discussed related to Pancasila Feminism as a form of gender justice based on the values of Pancasila precepts. Feminism based on human rights must still respect the differences in culture, nation and religion embraced by each country. In Pancasila feminism, all gender equality struggles must be in accordance with the nature of Pancasila which includes awareness as a creature of God, awareness as a civilized and just human being, awareness as a social being, unity and nationhood, and the ability to consult consensus. The views of feminism should not be contrary to the values of Pancasila, especially, with the value of Godhead. Religion considers that the position of men and women is equal in God's eyes. However, equality does not mean in all things for example in domestic and inheritance affairs.Keywords:  Feminism, Gender Equality, Pancasila  AbstrakPara pemerhati feminisme berusaha memperjuangkan kaum perempuan di Indonesia untuk berdiri sejajar dengan laki-laki. Namun, perjuangan tersebut seringkali berpedoman pada ideologi liberal. Kesetaraan gender yang berlandaskan nilai-nilai liberal tentu dapat bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.  Berdasarkan hal tersebut, perlu dibahas terkait Feminisme Pancasila sebagai bentuk keadilan gender yang berbasis pada nilai-nilai sila Pancasila. Feminisme yang berdasar pada hak asasi manusia harus tetap menghormati perbedaan budaya, bangsa dan agama yang dianut masing-masing negara. Dalam feminisme Pancasila, semua perjuangan keseteraan gender harus sesuai dengan sifat Pancasila yang meliputi kesadaran sebagai makhluk Tuhan, kesadaran sebagai manusia yang beradab dan berkeadilan, kesadaran sebagai makhluk sosial, bersatu dan berbangsa, dan kemampuan bermusyawarah mufakat. Pandangan feminisme tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, terutama, dengan nilai Ketuhanan. Agama menganggap bahwa kedudukan laki-laki dan perempuan adalah sama di mata Tuhan. Namun, kesetaraan itu bukan berarti dalam segala hal misal dalam urusan rumah tangga dan waris. Kata Kunci: Feminisme, Kesetaraan Gender, Pancasila
Assistance and Establishment of an Anti-Corruption Legal Clinic in Puguh Village, Boja District, Kendal Regency Anis Widyawati; Indung Wijayanto; Dian Latifiani; Ardi Sirajudin Ra’uf; Annisa Suci Rosana
Jurnal Dedikasi Hukum Vol. 1 No. 2 (2021): Agustus 2021
Publisher : Universitas Muhammadiyah Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (629.401 KB) | DOI: 10.22219/jdh.v1i2.16829

Abstract

The cause of corruption in village funds is due to the lack of competence of village officials, lack of transparency and lack of government and community supervision as well as superior intervention in the implementation of physical activities that are not according to planning. A joint commitment from the Puguh Village Government and the community is needed in alleviating corruption at the village level. This paper describes and analyzes various efforts to increase anti-corruption awareness for the community and the Puguh Village Government. The method used in this program includes three things, namely: (1) exploratory; (2) topical; (3) evaluation and monitoring. The service team embodies a commitment to answer problems by establishing an anti-corruption legal clinic with programs including counseling on anti-corruption from the KPK Education Center related to transparent and corruption-free village fund management, computer and internet training from UPTTIK UNNES for the use of an online system in managing village funds and online marketing of village products, as well as assistance in resolving legal cases that occur in the community through a legal aid study center.   Pendampingan dan Pendirian Klinik Hukum Anti Korupsi di Desa Puguh, Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal. Penyebab korupsi dana desa adalah adanya intervensi atasan dalam pelaksanaan kegiatan fisik yang tak sesuai perencanaan, tidak adanya transparansi dan kurangnya pengawasan pemerintah dan masyarakat. Komitmen bersama dari Pemerintahan Desa Puguh dan masyarakat dibutuhkan dalam mengentaskan korupsi di tingkat desa. Tulisan ini mendeskripsikan dan menganalisis berbagai upaya dalam meningkatkan kesadaran anti korupsi bagi masyarakat dan Pemerintahan Desa Puguh. Metode yang digunakan dalam program ini  meliputi  tiga  hal,  yaitu:  (1) eksplorasi; (2) topikal; (3) evaluasi dan pemantauan. Tim pengabdi mewujudkan komitmen untuk menjawab permasalahan dengan membentuk klinik hukum anti korupsi dengan program antara lain penyuluhan mengenai anti korupsi dari Pusat Edukasi KPK terkait pengelolaan dana desa yang transparan dan bebas korupsi, pelatihan komputer dan internet dari UPTTIK UNNES untuk penggunaan sistem online dalam pengelolaan dana desa dan pemasaran produk desa secara online, serta pendampingan penyelesaian perkara hukum yang terjadi di masyarakat melalu pusat kajian bantuan hukum.
PENANGGULANGAN KEJAHATAN KEKERASAN SEKSUAL TEHADAP ANAK Rasdi Rasdi; Sonny Sapto Aji Wicaksono; Diandra Preludio Ramada; Indung Wijayanto
Hukum dan Politik dalam Berbagai Perspektif No. 2 (2023)
Publisher : Hukum dan Politik dalam Berbagai Perspektif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/hp.v1i2.159

Abstract

Anak merupakan tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita- cita perjuangan bangsa wajib dilindungi dari segala bentuk perlakuan tidak manusiawi, kekerasan maupun diskriminasi. Maraknya kejahatan/kekerasan seksual terhadap anak menuntut perhatian serius dari negara, pemerintah maupun masyarakat pemerhati anak untuk mengambil langkah strategis dalam penanggulangan terhadap kejahatan tersebut. Lahirnya UU No. 35 Tahun 2014 tentang tentang Perlindungan Anak dan UU No.12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual mempertegas keinginan serius Negara/Pemerintah melindungi anak dari kejahatan seksual yang bertujuan untuk memberikan efek jera pada pelaku. Penulisan artikel ini bertujuan mengkaji faktor-faktor yang memicu terjadinya kekerasan seksual terhadap anak serta menemukan model sarana penanggulangan yang tepat terhadap pelaku. Permasalahan mendasar penulisan artikel ini adalah apakah faktor-faktor yang mendorong perlunya penanggulangan kejahtan seksual anak dan bagaimana model sarana yang tepat untuk menanggulangi pelaku kejahatan tersebut. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa ada dua faktor internal dan eksternal yang memicu terjadinya kejahatan seksual anak dan model penanggulangan kejahatan seksual anak lebih diutamakan pada penggunaan sarana penal dan non penal secara simultan dengan melihat kondisi pelaku. Simpulan artikel ini menegaskan bahwa belum ada model yang tepat dalam penanggulangan kejahatan seksual terhadap anak, baik sarana penal maupun non penal, sangat tergantung pada kondisi pribadi pelaku.