Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

NILAI ORGANOLEPTIK BAKSO IKAN LAYANG (Decapterus russelli), IKAN KUNIRAN (Upeneus moluccensis) DAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) Thania Kahiking; Novalina Maya Sari Ansar; Eko Cahyono
Jurnal Ilmiah Tindalung Vol 6 No 2 (2020): Jurnal Ilmiah Tindalung
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat, Politeknik Negeri Nusa Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54484/jit.v6i2.301

Abstract

Bakso ikan merupakan produk berbahan dasar dari surimi yang terbuat dari lumatan daging ikan yang telah mengalami proses penghilangan tulang, dan sebagian komponen larut air dan lemak melalui pencucian dengan air, sehingga disebut sebagai konsentrat basah protein myofibril dari daging ikan layang, kuniran, dan nila. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui mutu bakso dari berbagai jenis daging ikan yang digunakan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental. Hasil uji ogranoleptik menunjukkan bakso dengan kategori-kategori berikut, kenampakan terbaik pada ikan nila (8,2), bau terbaik dari ikan kuniran (7,8), rasa terbaik pada ikan layang (8,8) dan tekstur terbaik pada ikan layang (8,8). Kesimpulan dari ketiga jenis bahan baku yang digunakan ikan kuniran merupakan bahan baku terbaik dalam pembuatan bakso. Fish ball is a surimi-based product made from ground fish meat that has undergone a bone removal process as well as elimination of water and fat soluble components through washing with water. Hence, it is called wet concentrated myofibril protein mainly derived from mackerel scad, goldband goatfish, and tilapia meat. The objective of this research was to determine the quality of fish balls from various types of fish (mackerel scad, mac). Organoleptic tests showed that the best appearance, smell, taste and texture categories were found in tilapia (8.2), goatfish (7.8), mackerel scad (8.8), and mackerel scad (8.8) respectively. As a conclusion, of the three raw materials used in this research, goldband goatfish proved to be the best source of raw material for fish balls.
KARAKTERISTIK SENSORI DAN KADAR AIR IKAN SELAR (Selaroides leptolepis) ASIN PADA KONSENTRASI KADAR GARAM YANG BERBEDA Jhon Robert Sasiang; Novalina Maya Sari Ansar; Ely John Karimela
Jurnal Ilmiah Tindalung Vol 6 No 1 (2020): Jurnal Ilmiah Tindalung
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat, Politeknik Negeri Nusa Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54484/jit.v6i1.357

Abstract

Ikan Asin merupakan ikan yang diawetkan dengan menambahkan garam dalam jumlah tertentu sehingga menghasilkan ikan asin dengan rasa, aroma dan tekstur khas. Kekurangan dari produk ikan asin saat ini adalah tampilan produk yang tidak menarik dan rasa terlalu asin karena takaran garam yang tepat belum diketahui. Sebagai salah jenis ikan dengan kandungan gizi cukup tinggi tetapi melimpah pada musim terntentu saja di Kabupaten Sangihe, ikan selar menjadi salah satu bahan baku utama ikan asin di kabupaten ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai sensori dan kadar air ikan selar yang diberi perlakuan garam dengan konsentrasi berbeda (5, 10 dan 15) %. Hasil pengujian organoleptik memperlihatkan nilai kenampakan 7.93, 8.2 and 9.0, bau (7.6, 8.2 dan 9.0) dan tekstur (7.53, 7.93 dan 8.93) pada konsentrasi (5, 10 dan 15)% berturut-turut. Dengan kata lain pengaruh perlakuan naik dengan bertambahnya konsentrasi dan nilai uji sensori tertinggi (9.0) terdapat pada perlakuan kadar garam 15%. Sebaliknya, hasil uji kadar air memperlihatkan nilai makin rendah dengan meningkatnya kadar garam dan kadar air terendah teramati pada perlakuan dengan kadar garam 15%. Meskipun begitu, nilai kadar air pada tiga perlakuan itu (25.7, 26.3 and 27.8)% masih memenuhi standar kadar air (40%) yang ditetapkan SNI 2016. Salted fish is fish preserved by adding certain amount of salt to produce salted fish with a distinctive taste, aroma and texture. One problem with localy produced salted fish is its unattractive appearance and overly salty taste caused mainly by the lack of knowledge on the right amount of salts used for preparing salted fish. Being a seasonally abundant species that also contains high nutrional value, scad fish has long become of one of the major source of salted fish in the region. This research aimed to study the sensory value and water content of scad salted fish treated with different salt concentration. Organoleptic test showed increasing values as salt concentration increased with the values of 7.93, 8.2 and 9.0 for appearance, 7.53, 7.93 and 8.93 for texture and 7.6, 8.2 and 9.0 for smell treated concentration of (5, 10 and 15)% respectively, with the highest sensory value (9.0) observed at the highest salt concentration (15%). In contrast, water content decreased as the concentration increased with the lowest water content (25.7) observed at the concentration of 15%. Nevertheless, all water content (25.7 to 27.8)% in this study met the standard value (40%) set by SNI 2016.
POTENSI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN DI KAMPUNG BEBALANG KABUPATEN KEPULAUAN SANGIHE Novalina Maya Sari Ansar; Frans Gruber Ijong
Jurnal Ilmiah Tindalung Vol 7 No 1 (2021): Jurnal Ilmiah Tindalung
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat, Politeknik Negeri Nusa Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54484/jit.v7i1.372

Abstract

Kampung Bebalang merupakan sebuah pulau kecil dengan luas wilayah 68,7KM2 yang secara administrative merupakan bagian dari Kecamatan Manganitu Selatan Kabupaten Kepulauan Sangihe. Kampung Bebalang memiliki potensi perikanan yang cukup besar khususnya untuk golongan ikan pelagis. Potensi perikanan di Kampung Bebalang belum dimanfaatkan secara maksimal untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk dapat mengidentifikasi potensi sumber daya perikanan, penanganan pasca tangkap serta potensi usaha pengolahan hasil perikanan dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat. Metode yang digunakan adalah metode survey dan observasi lapangan serta dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukan mayoritas penduduk Kampung Bebalang bermata pencaharian sebagai nelayan dengan berbagai hasil tangkapan yakni ikan tongkol, ikan julung-julung, ikan terbang dan yang paling dominan yakni ikan layang. Pada umumnya ikan hasil tangkapan dipasarkan dalam bentuk ikan segar dan sebagian diolah menjadi ikan asin, ikan asap utuh dan ikan asap pinekuhe. Proses pengolahan ikan dilakukan dengan cara yang masih sederhana dan bersifat tradisional serta belum menerapkan prinsip sanitasi dan hygiene serta belum menerapkan teknologi pengolahan. Bebalang village is a typically small island, covering an area of 68.7 km2 administratively is part of Manganitu Selatan District Sangihe Islands Regency. This village has a promising potential of pelagic fish, which has not been optimally used to improve the life of the people in the village who mainly work as fishermen. Therefore, this research aimed to identify fisheries potential in the village to improve their welfare. We applied survey and field observation methods and descriptive analysis. The results showed that the majority of people in Bebalang were fishermen mainly catching tuna mackerel, the halfbeak, flying fish and the most dominant one, scad fish. Generally, most of the catch was sold in form of fresh fish and others were salted, smoked as pinekuhe or other types of smoked fish. Fish product processing was conducted traditionally without sanitary and hygienic applications as well as fish processing technology support.
PENGOLAHAN KERUPUK IKAN BANDENG (Chanos Chanos Sp) DENGAN PENAMBAHAN PASTA TULANG IKAN BANDENG I Gede Hendi Sumadi; Novalina Maya Sari Ansar
Jurnal Pengolahan Pangan Vol 6 No 1 (2021)
Publisher : Fakultas Pertanian Universitas Alkhairaat Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31970/pangan.v6i1.47

Abstract

Tulang ikan bandeng dapat dimanfaatkan sebagai sumber kalsium untuk pengayaan dan sebagai salah satu upaya fortifikasi zat gizi dalam makanan. Tulang ikan sebagai sumber kalsium pada makanan masih belum banyak digunakan. Penelitian ini mencoba menformulasi tulang ikan bandeng sebagai bahan tambahan pada olahan kerupuk upaya diversifikasi produk dari tulang ikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar air, kadar abu dan nilai organoleptik kerupuk tulang ikan bandeng (Chanos chanos) dengan perlakuan penambahan pasta tulang ikan dengan konsentrasi yang berbeda. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) untuk uji kadar air dan kadar abu, dan Rancangan Acak Kelompok (RAK) untuk uji organoleptik dengan 4 perlakuan 3 ulangan. Pelakuan yang dimaksud adalah P0 : Tanpa penambahan pasta tulang ikan, P1 : Penambahan pasta tulang ikan 10%, P2 : Penambahan pasta tulang ikan 20%, P3 : Penambahan pasta tulang ikan 30%. Penambahan pasta tulang ikan bandeng sebesar 30% menghasilkan nilai kadar air terendah dengan nilai 3,8. Penambahan pasta tulang ikan bandeng 30% memberikan nilai kadar abu tertinggi pada kerupuk tulang ikan bandeng. Penambahan pasta tulang ikan bandeng 20% memberikan warna,aroma,rasa dan tektur yang cenderung disukai oleh penelis. Berdasarkan kandungan mineral dan kadar air dari empat produk kerupuk tulang ikan bandeng, maka kerupuk dengan penambahan pasta tulang ikan bandeng 30% adalah produk kerupuk terbaik, sedangkan dari tingkat kesukaan uji organoleptik produk kerupuk yang terbaik adalah kerupuk dengan penambahan pasta tulang ikan bandeng 20%. Kandungan kadar air dan kadar abu dalam penelitian ini telah memenuhi standar nasional Indonesia (SNI).
KUKIS SAGU TINGGI KALSIUM FORTIFIKASI TULANG IKAN TUNA DAN RUMPUT LAUT Caulerpa sp. Novalina Maya Sari Ansar; Jimi Palawe; Trivonia Kerol Talete; Novelia Tatinting; Wendy Alexander Tanod; Jefri Antonius Mandeno; Frets Jonas Rieuwpassa; Eko Cahyono
EnviroScienteae Vol 17, No 3 (2021): ENVIROSCIENTEAE VOLUME 17 NOMOR 3, NOVEMBER 2021
Publisher : Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20527/es.v17i3.11758

Abstract

Calcium is one of the important minerals in the physiological regulation of the immune system. Until now, tuna bone waste has not been widely used to fulfill human health needs. This study aims to obtained a high calcium sago cookies formulation by utilizing local resources, like seaweed (Caulerpa sp.) and tuna bone. Research methods include 1). Production of tuna bone porridge; 2). Production of lahe (Caulerpa sp.) porridge; 3). Production of sago flour; 4). Production of sago cookies; and 5). We were testing the chemical and physical quality of sago cookies. The univariate analysis showed that formula 1 sago cookies was preferred by the panelists and was close to the control formula. The chemicals analysis of the formula 1 sago cookies showed carbohydrates (57.95 ± 0.06%); water (5.09 ± 0.04%); fat (25.93 ± 0.08%); ash (5.90 ± 0.04%); protein (5.14 ± 0.10%); total energy (485.67 ± 0.05 kcal/100 g); energy from fat (233.33 ± 0.70 kcal/100 g); insoluble dietary fiber (20.29 ± 0.01 %); calcium (998.64 ± 8.60 mg/100 g); and phosphorus (5765.35 ± 40.36 mg/kg). The present findings confirm that panelists prefer the formula 1 sago cookies with a chemical composition according to quality requirements Indonesia National Standard (SNI 2973:2011) and nutritional adequacy recommended for Indonesian people (AKG 2019). In addition, the chemical composition contained in prototype sago cookies of formula 1 has the potential to become a high-calcium snack.
Karakterisasi Tepung Semi Refined Carrageenan Dari Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Dengan Berbagai Pelarut Alkali Novalina Maya Sari Ansar; Eko Cahyono; Obyn Imhart Pumpente; Stevy Imelda Murniati Wodi; Frets Jonas Rieuwpassa; Jaka Frianto Putra Palawe; Wendy Alexander Tanod
Juvenil Vol 3, No 1 (2022)
Publisher : Department of Marine and Fisheries, Trunojoyo University of Madura, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21107/juvenil.v3i1.15013

Abstract

ABSTRAKSemi Refined Carrageenan merupakan salah satu produk carrageenan dengan tingkat kemurnian lebih rendah dibandingkan dengan refined carrageenan. Semi Refined Carrageenan merupakan tepung hasil ekstraksi rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii berwarna putih kekuningan, dapat membentuk gel sehingga sangat berperan dalam industri makanan dan obat-obatan. Tujuan penelitian untuk mendapatkan konsentrasi pelarut KOH dan NaOH yang tepat dalam proses ekstraksi tepung Semi Refined Carrageenan rumput laut Kappaphycus alvarezii. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental, yaitu mengekstraksi Kappaphycus alvarezii menggunakan larutan alkali KOH dan NaOH yang direndam selama 4 menit. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa rendemen tertinggi terdapat pada larutan KOH 5% (56,10%) dan larutan NaOH 3% (42,29%), kadar air pada larutan KOH 5% (15,45%) dan larutan NaOH 1% (16,50%), kadar abu larutan KOH  4% (4,85%) dan larutan NaOH 2% (3,50%), nilai pH terbaik terdapat larutan KOH 3% (8,14) dan larutan NaOH 3% (8,01) dan viskositas laju alir pada larutan KOH 3% (36,50 mL/detik) dan larutan NaOH 3% (38,10 mL/detik). Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa rendemen tertinggi terdapat pada larutan KOH 5% dan larutan NaOH 3%.Kata Kunci: alkali, carrageenan, KOH, Kappaphycus alvarezii, NaOHABSTRACTSemi Refined Carrageenan is a carrageenan product with a lower level of purity compared to refined carrageenan. Semi Refined Carrageenan is flour extracted from Kappaphycus alvarezii type of seaweed, yellowish white in color, can form a gel so that it plays a very important role in the food and medicine industry. The aim of the study was to obtain the correct concentration of KOH and NaOH solvents in the extraction process of Kappaphycus alvarezii seaweed Semi Refined Carrageenan flour. The method used in this study is an experimental method, namely extracting Kappaphycus alvarezii using an alkaline solution of KOH and NaOH soaked for 4 minutes. The results obtained showed that the highest yield was found in 5% KOH solution (56.10%) and 3% NaOH solution (42.29%), water content in 5% KOH solution (15.45%) and 1% NaOH solution ( 16.50%), ash content of 4% KOH solution (4.85%) and 2% NaOH solution (3.50%), the best pH values were 3% KOH solution (8.14) and 3% NaOH solution (8 0.01) and the viscosity of the flow rate in 3% KOH solution (36.50 mL/second) and 3% NaOH solution (38.10 mL/second). From the results of the study, it can be concluded that the highest yield is found in 5% KOH solution and 3% NaOH solution.Keywords : alkali, carrageenan, KOH, Kappaphycus alvarezii, NaOH
Pemberdayaan Masyarakat Nelayan Di Sekitaran PT. Perindo Unit Dagho Melalui Pembentukan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Eko Cahyono; Stevy Imelda Murniati Wodi; Wendy Alexander Tanod; Novalina Maya Sari Ansar
Pengmasku Vol 2 No 1 (2022)
Publisher : PT WIM Solusi Prima

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54957/pengmasku.v2i1.199

Abstract

Dagho Village is the center of fisheries industrialization in the Sangihe Islands, North Sulawesi. The only village that has a Coastal Fishery Port and a fishing industry is PT. Perindo Unit Dagho. The people of Kampung Dagho who live around PT. Perindo Unit Dagho especially fishermen's wives who do not have the ability to process fishery products and cannot generate money to help improve the welfare of their families. In general, they do not have more expertise in terms of skills in utilizing abundant fishery products. In Dagho Village, there are no Micro, Small and Medium Enterprises or similar businesses, both those engaged in agriculture, animal husbandry and fisheries. Small businesses in the village can be done by providing guidance and training to the village community and helping distribute products in the village. The method used in this research is a qualitative descriptive method with a series of stages arranged systematically. The stages are Research and Development, preliminary survey and Focus Group Discussion, problem identification, Kampung Dagho is a central industrialization, needs analysis, Target Audience Determination, Implementation Phase, and Program Evaluation. This activity was carried out at the Dagho Village Hall, Tamako District. The activity begins with a field survey for the stage of preparing a work plan, activity time and targets. In this activity, partners are given motivation to be able to carry out entrepreneurial activities so that they can increase group and individual income. The activity team from the State Polytechnic of North Nusa Tenggara provided material related to marketing strategies in selling products to the local market. flying fish. Kampung Dagho merupakan sentral industrialisasi perikanan yang ada di Kepulauan Sangihe Sulawesi Utara. Satu-satunya Kampung yang memiliki Pelabuhan Perikanan Pantai dan Industri perikanan yaitu PT. Perindo Unit Dagho. Masyarakan Kampung Dagho yang bermukim di seputaran PT. Perindo Unit Dagho khususnya istri-istri nelayan yang tidak memiliki kemampuan dalam melakukan pengolahan hasil perikanan dan tidak dapat menghasilkan uang guna membatu mensejahterakan keluarganya. Umumya mereka tidak memiliki keahliah yang lebih dari segi kertanpilan dalam memanfaatkan produk hasil perikanan yang melimpah. Di Kampung Dagho belum adanya Usaha Mikro Kecil Menengah ataupun usaha sejenisnya, baik yang bergerak dalam bidang pertanian, peternakan maupun perikanan. Usaha kecil diperkampungan bisa dilakukan dengan memberikan bimbingan dan pelatihan kepada masyarakat kampung dan membantu mendistribusikan produk di perkampungan. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan sebuah rangkaian tahapan yang disusun secara sistematis. Tahapnya adalah Research and Development, survey pendahuluan dan Focus Group Discussion, identifikasi masalah, Kampung Dagho merupakan merupakan central industrialisasi, analisis kebutuhan, Penetapan Khalayak Sasaran, Tahap Pelaksanaan, dan Evaluasi Program. Kegiatan ini dilaksanakan di Balai Kampung Dagho Kecamatan Tamako. Kegiatan diawali dengan survei lapangan untuk tahap penyusunan rencana kerja, waktu kegiatan dan sasaran. Pada kegiatan ini mitra diberikan motivasi untuk dapat melakukan kegiatan berwirausaha sehingga dapat meningkatkan pendapatan kelompok hingga perorangan. Tim kegiatan dari Politeknik Negeri Nusa Utara memberikan materi terkait strategi pemasaran dalam menjual produk ke pasar lokal. Berdasarkan hasil yang telah dicapai dalam kegiatan Program Kemitraan Masyarakat Stimulus dapat disimpulkan bahwa di Kampong Dagho terbentuk satu UMKM baru yang bergerak dalam bidang pengolahan hasil perikanan khususnya produk bakso ikan layang.
PROGRAM KEMITRAAN MASYARAKAT PEMBUATAN NUGGET IKAN DI KAMPUNG BENGKETANG KABUPATEN KEPULAUAN SANGIHE, SULAWESI UTARA Novalina Maya Sari Ansar; Jefri Anthonius Mandeno; Wendy Alexander Tanod; Eko Cahyono
Jurnal Ilmiah Tatengkorang Vol 6 No 2 (2022): Jurnal Ilmiah Tatengkorang
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Politeknik Negeri Nusa Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54484/tkrg.v6i2.449

Abstract

Pengolahan hasil perikanan di Kabupaten Kepulauan Sangihe masih terbilang bersifat tradisional karena dilakukan berdasarkan kebiasaan secara turun temurun. Pada umumnya produk yang dihasilkan hanya terbatas pada ikan asin atau ikan asap, belum ada pengolahan dengan menerapkan diversifikasi produk perikanan. Nugget ikan merupakan salah satu produk diversifikasi perikanan dari olahan daging ikan yang digiling halus dan dicampur dengan bahan pengikat, dengan menambahkan bahan dari sayuran untuk dapat melengkapi nilai gizi nugget serta diberi bumbu dan dikukus yang kemudian dicetak menjadi bentuk tertentu selanjutnya dilakukan pembaluran dengan tepung roti, pegemasan dan yang terakhir pembekuan. Tujuan dari Program Kemitraan Masyarakat Stimulus ini yaitu dapat memberikan nilai tambah bagi produk perikanan yang melimpah di Kampung Begketang. Metode yang digunakan meliputi diskusi, tanya jawab serta praktek pembuatan nugget ikan. Hasil yang diperolah dari kegiatan ini yakni masyarakat khususnya Ibu-ibu pengolah dan ibu-ibu kader Posyandu sangat memahami pentingnya mengkonsumi ikan serta dapat memanfaatkan hasil perikanan yang melimpah untuk dapat diolah menjadi produk yang lebih beranekaragam seperti nugget ikan. Nugget ikan secara umum dapat dibuat dari berbagai macam jenis ikan atau hasil perikanan dengan syarat dagingnya mudah didapat atau di ambil. Processing fishery products in the Sangihe Islands Regency is still considered traditional because it is carried out based on habits passed down from generation to generation. Generally, the products produced are only limited to salted or smoked fish. There is no processing by applying fishery product diversification. Fish nuggets are fishery diversification products from processed fish meat that are finely ground and mixed with binders. Nugget products are also added with ingredients from vegetables to complement the nutritional value of nuggets, seasoned, steamed, and molded into specific shapes. Then fish nuggets are covered with breadcrumbs, packaging, and finally freezing. The purpose of the Stimulus Community Partnership Program is to provide added value for the abundant fishery products in Begketang Village, Sangihe Islands. The methods used include discussions and the practice of making fish nuggets. The results showed that the Bengketang community, especially fish processing women and Posyandu cadres, understand the importance of consuming fish and can take advantage of the abundant fishery products to be processed into more diverse products such as fish nuggets. Fish nuggets, in general, can be made from various types of fish or fishery products, provided the meat is easy to get or take.
Efek Penggaraman Kering Terhadap Karakteristik Sensori dan Kadar Air Ikan Kuwe Asin (Caranx sp.) Obyn Imhart Pumpente; Novalina Maya Sari Ansar; Wendy Alexander Tanod
INSOLOGI: Jurnal Sains dan Teknologi Vol. 2 No. 2 (2023): April 2023
Publisher : Yayasan Literasi Sains Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55123/insologi.v2i2.1823

Abstract

Kuwe (Caranx sp.) is a captured fishery commodity in the Sangihe Islands. The abundant catch of fish makes it difficult for fishermen to market because the local market in the Sangihe Islands cannot absorb it, and there is no cold storage with a large capacity to maintain the quality of fish. One of the ways to increase the durability is if the production of kuwe fish is abundant, namely by the dry salting method. The dry salting technique is relatively straightforward, so the community can apply it. This study aimed to observe the sensory characteristics and moisture content of salted kuwe fish products using the dry salting method. The research method was cleaning and fileting the kuwe fish meat, then dry salting with a salt concentration of 10%, 15%, and 20%, and drying in the sun. The results showed that the sensory test for salted fish appearance, aroma, taste, and texture was best at 15% salt concentration, with panelist values of 8.65, 8.20, 7.95, and 8.50 (respectively). The water content of salted fish at a salt concentration of 15% is 28.20%. The sensory characteristics and water content of salted kuwe fish wih salt concentration of 15% have complied with SNI 8273:2016, namely a minimum of 7 and a maximum of 40%.
Growth Characteristics of Vibrio parahaemolyticus Isolated from Lobster (Panulirus sp.) Under Different Temperatures, pH, and NaCl Concentrations Novalina Maya Sari Ansar; Frans Gruber Ijong; Wendy Alexander Tanod; Eko Cahyono; Obyn Imhart Pumpente; Jaka Frianto Putra Palawe
Bioma : Berkala Ilmiah Biologi Vol. 25, No 1, Tahun 2023
Publisher : Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/bioma.25.1.74-87

Abstract

Vibrio parahaemolyticus is a bacterium found in estuaries and marine and is a pathogenic bacterium that harms human health. Vibrio parahaemolyticus can contaminate fishery products and potentially contaminate lobster products in North Sulawesi. This study was conducted to determine the presence of V. parahaemolyticus in lobsters collected in two shelters in North Sulawesi. This study also serves as a monitoring function and a means of information on the presence of V. parahaemolyticus. The samples used were lobsters (Panulirus sp.) taken from Malalayang and Tuminting shelters in North Sulawesi. Observations in this study include total bacteria, total Vibrio, and identified V. parahaemolyticus. Isolates of V. parahaemolyticus were characterized by their growth at different temperatures (5, 37, 43 oC); pH (5 - 9); and concentrations of NaCl (0, 1, 3, 5%). The results show total plates for lobster meat from Malalayang 4.3×104 ‒ 1.0×105 CFU/g, while from Tuminting shelter 1.4×104 ‒ 3.9×104 CFU/g. The total plate on lobster gills from Malalayang is 6.2×104 ‒ 1.2×105 CFU/g, while from Tuminting shelter 2.0×104 ‒ 6.7×104 CFU/g. Total Vibrio in lobster meat from Malalayang 6.2×103 ‒ 1.4×104 CFU/g, while from Tuminting shelter 5.2×103 ‒ 7.9×103 CFU/g. Total Vibrio in lobster gills from Malalayang 8.5×103 ‒ 4.6×104 CFU/g, while from Tuminting shelter 7.8×103 ‒ 9.5×103 CFU/g. The Gram staining analysis obtained 96 isolate strains with Gram-negative rods, and 42 strains showed characteristics as V. parahaemolyticus based on the biochemical assay. Vibrio parahaemolyticus can grow optimally at 37°C, pH 7‒8, and NaCl concentration 3‒5%.