Bunyamin Alamsyah
Unknown Affiliation

Published : 12 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search
Journal : Legalitas: Jurnal Hukum

KEBIJAKAN PIDANA DALAM PENGATURAN ASAS PERADILAN CEPAT, SEDERHANA DAN BIAYA RINGAN DALAM HUKUM ACARA PIDANA Raden Achmad Syarnubi; Bunyamin Alamsyah; Amir Syarifuddin
Legalitas: Jurnal Hukum Vol 10, No 1 (2018): Juni
Publisher : Universitas Batanghari Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (490.378 KB) | DOI: 10.33087/legalitas.v10i1.156

Abstract

Hukum bertujuan untuk mewujudkan kepastian dalam hubungan antar manusia, yaitu menjamin prediktabilitas, dan juga bertujuan untuk mencegah jangan sampai hak yang terkuat yang berlaku. Salah satu bentuk penghormatan terhadap hak-hak selaku pelanggar hukum sebagai bagian dari warga negara, adalah  diaturnya ketentuan tentang asas-asas hukum acara pidana nasional, yang memuliakan harkat dan martabat manusia, yang disangkakan, didakwakan dan/atau dinyatakan terbukti bersalah melakukan pelanggaran hukum pidana. Untuk menjamin terselenggaranya proses peradilan yang cepat, KUHAP mengatur sejumlah ketentuan, antara lain mengenai batas waktu penahanan. Dengan adanya penetapan batas waktu penahanan, proses peradilan mulai dari penyidikan, penuntutan, pemeriksaan dan penjatuhan putusan oleh sidang pengadilan, diharapkan dapat berlangsung secara cepat, sederhana dan biaya ringan. Namun ditemui adanya norma yang kosong (vacuum of norm) di dalam KUHAP terkait pemenuhan asas peradilan yang cepat, sederhana dan biaya ringan, terdapat yang mengatur tentang batas waktu penyelesaian perkara pidana terhadap tersangka atau terdakwa yang tidak dikenakan penahanan. Kekosongan norma hukum tersebut sangat berpotensi melemahkan penegakan hukum karena menimbulkan ketidak-pastian hukum, ketidak-adilan hukum, dan ketidak-manfaatan hukum di tengah masyarakat.
KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR : 23 TAHUN 2004 TENTANG PKDRT DAN ISLAM Bunyamin Alamsyah
Legalitas: Jurnal Hukum Vol 2, No 1 (2012): Juni
Publisher : Universitas Batanghari Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (75.96 KB) | DOI: 10.33087/legalitas.v2i1.104

Abstract

Rumah tangganya tidak selamanya mulus akan tetapi kadang kadang dihadapkan pada tantangan baik dari dalam maupun luar. Akibat dari hal itu, rumah tangga tersebut sering terjadi keributan, bahkan mengakibatkan saling pukul, saling melukai, saling jambak. Banyak kasus-kasus yang terjadi di Negara kita tentang kekerasan rumah tangga, sehingga tulisan ini mengkaji Kekerasan dalam rumah tangga menurut Undang Undang Nomor 23 Tahun 2004 dan pandangan Islam.Kata Kunci : KDRT, UU Nomor 23 Tahun 2004, Islam
TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA YANG MENJADI ALASAN PUTUSNYA GUGATAN PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA JAMBI Ahmad Tarmizi; Bunyamin Alamsyah; Amir Syarifuddin
Legalitas: Jurnal Hukum Vol 9, No 2 (2017): Desember
Publisher : Universitas Batanghari Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (271.943 KB) | DOI: 10.33087/legalitas.v9i2.152

Abstract

Tujuan peulisan ini adalah: 1) Untuk memahami dan menganalisis pengaturan mengenai  kekerasan dalam rumah tangga  sebagai dasar hukum pengajuan cerai gugat  menurut peraturan perundang-undangan Indonesia; 2) Untuk mengajukan konsepsi Hukum Perkawinan tentang pengaturan kekerasan  dalam rumah tangga  sebagai dasar hukum pengajuan cerai gugat. Dari tujuan penelitian tersebut, disusun perumusan masalah:  1) Bagaimanakah pengaturan mengenai  kekerasan dalam rumah tangga  sebagai dasar hukum pengajuan cerai gugat  menurut peraturan perundang-undangan Indonesia?; 2) Bagaimanakah konsepsi Hukum Perkawinan tentang pengaturan kekerasan dalam rumah tangga  sebagai dasar hukum pengajuan cerai gugat?.   Dengan metode penelitian yuridis empiris, dan dengan pendekatan konseptual, pendekatan perundang-undangan, dan pendekatan sejarah,.
TINDAK PIDANA MELARIKAN PEREMPUAN DI BAWAH UMUR DAN PENYELESAIANNYA DI WILAYAH HUKUM KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR Ali Imran; Ferdricka Nggeboe; Bunyamin Alamsyah
Legalitas: Jurnal Hukum Vol 13, No 2 (2021): Desember
Publisher : Universitas Batanghari Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33087/legalitas.v13i2.285

Abstract

Marriage is an inner and outer bond between men and women that is entwined in a domestic relationship to create a household that is sakinah mawaddah warahmah. One of the condotiont that must be obeyed in the implementation of a marriage regulated by law is that the bride and groom must be of legal age. Every marriage that has not meet the marriage age limit, is essentially called a underage marriage is affirmed in article 7 of law Number 1 of 1974 and article 1 paragraph (1) of Law Number 23 of 2002 Concerning Child Protecdtion, that is child someone who is not yet 18 years old and is a pruning of the freedom of chldren’s rights in obtaining the rights to life as a teenager who has the potential to grow, develop and potentially positively according to what is outlined in religion. The problems discussed in this thesis are the intercourse of minors in marital relations and the effects arising from such marriages, because in fiqih view no punishman is given for this action. However, if viewed from the perspective of national law, underage marriages have violated several law and regulations. The factors that influence it’s  effectiveness are the subtance of the law Article 332 of the Criminal Code, Law Number 16 of 2019 and Law Number 23 of 2002. The conclusion of this thesis is that the aplication of sanctions against underage run away women in marriage in Tanjung Jabung Timur Regency has never been applied because the are no reports from the victims althought the criminal law regulates sanctions againts the perpetrators because it has caused harm to the victims (women)
KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENETAPAN PELAKU PEKERJA SEKS KOMERSIL PROSTITUSI ONLINE SEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG MENURUT HUKUM PIDANA INDONESIA (Studi Kasus di Wilayah Hukum Kepolisian Daerah Jambi) Suzanalisa Suzanalisa; Abadi B Darmo; Bunyamin Alamsyah
Legalitas: Jurnal Hukum Vol 11, No 2 (2019): Desember
Publisher : Universitas Batanghari Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33087/legalitas.v11i2.180

Abstract

Prostitusi online merupakan kegiatan yang dilaksanakan telah terorganisir dimana terdiri pekerja seks komersil, mucikari atau germo (pimp) dan pelanggannya (client) ditambah dengan kemajuan teknologi melalui internet dimana media ini memang lebih aman jika dibandingkan dengan langsung menjajakan di pinggir jalan ataupun tempat lokalisasi. Dengan adanya media ini seseorang bisa lebih leluasa dalam bertransaksi, tidak harus saling bertemu langsung antara seorang pelaku prostitusi dengan orang yang ingin memakai jasanya. Sebagaimana kasus prostitusi online yang marak terjadi di Indonesia cara kerja dimulai Pekerja seks komersial akan mempromosikan dirinya melalui media sosial oleh mucikari selanjutnya pria hidung belang menemukan iklan pekerja seks tersebut kemudian berhubungan melalui media sosial dan di sambungkan dengan BBM atau Whatsapp setelah ada kata deal ingin bertemu. Prostitusi online yang terus berkembang membawa dampak negative terhadap Negara Indonesia antara lain merusak moral bangsa terutama genrasi penerus bangsa sebagai estafet penerus bangsa sehingga  dapat mengancam kelangsunagn hidup bangsa dan Negara di masa mendatang, Lunturnya nilai-nilai Pancasila sebagai ideology bangsa yang dijadikan sebagai dasar pijakan berdirinya Negara Indonesia. Selanjutnya prostitusi online yang  telah diungkap oleh Kepolisian Daerah Jambi semenjak tahun 2015 sampai dengan tahun 2018  diperoleh pekerja seks komersil berjumlah 42 orang dari 19 kasus. Pekerja seks komersil dalam prostitusi online adalah perempuan yang berumur antara 19 tahun – 30 tahun. Selanjutnya oleh Kepolisian Daerah Jambi ditetapkan sebagai korban tindak pidana perdagangan orang, untuk itulah menjadi ketertarikan penulis mengetahui dan menganalisis penetapan terhadap pekerja seks komersial dalam prostitusi online oleh Kepolisian Daerah Jambi sebagai korban perdagangan orang, dan selanjutnya  penetapan yang telah dilakukan oleh Polda Jambi bukan merupakan penanggulangan dan pemberantasan prostitusi online.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA RUMAH TANGGA MENURUT PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN NOMOR 2 TAHUN 2015 DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF HUKUM INDONESIA Ismiatun Ismiatun; Bunyamin Alamsyah
Legalitas: Jurnal Hukum Vol 9, No 1 (2017): Juni
Publisher : Universitas Batanghari Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33087/legalitas.v9i1.144

Abstract

Peningkatan perbuatan diskriminasi pekerjaan, penghasilan yang layak sesuai dengan keahlian, ketrampilan dan kemampuan; dan kekerasan yang dialami Pekerja Rumah Tangga  sehingga menjadi korban tindak pidana, disebabkan anggapan Pembantu Rumah Tangga dimasukkan dalam lingkup pekerjaan sektor informal berdampak bahwa Pekerja Rumah Tangga kurang mendapatkan perlindungan hukum. Alasan yuridis mengenai perlindungan Pekerja Rumah Tangga  sebenarnya sudah tertuang dalam Pasal 27 UUD 1945, dinyatakan bahwa “tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Indonesia sebagai Negara hukum maka diberlakukannya Undang  Undang, sebagai hukum positif perlindungan hukum Pekerja Rumah Tangga yang berlaku adalah KUHP, KUHAP, Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang Undang Nomor 13 Tahun 2002 Tentang Ketenagakerjaan dan Undang Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan telah diterbitkannya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Indonesia (Permenaker)  Nomo 2 Tahun 2015 Tentang Perlindungan Rumah Tangga dalam rangka mengatur Lembaga Penyalur Pekerja Rumah Tangga, perlindungan dasar dan pemberdayaan bagi Pekerja Rumah Tangga dengan tetap menghormati kebiasaan, budaya dan adat istiadat setempat. Kebijakan-kebijakan yang telah diberlakukan tersebut belum memberikan perlindungan hukum terhadap pekerja rumah tangga masih memiliki kelemahan-kelemahan yaitu mengenai hubungan kerja, kemampuan keluarga sebagai tempat bekerja dianggap belum produktif,  Indonesia belum memiliki Undang Undang secara khusus tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan berkaitan dengan terbitnya Permenaker  belum juga diimplementasikan di masyarakat sedangkan perlindungan terhadap pekerja rumah tangga merupakan wujud nyata Negara dalam memberikan perlindungan sampai lingkup rumah tangga sekalipun. Secara yuridis normative Permenaker No. 2 Tahun 2015 jika diimplementasikan  memiliki kelemahan di masyarakat dikarenakan tidak mendelagasikan amanat Undang Undang yang berkaitan, masih diperbolehkan membuat perjanjian kerja dengan lisan, memberikan kesempatan berupa kesepakatan kedua belah pihak, lebih banyak mengatur LPPRT sebagai lembaga penyalur pekerja rumah tangga.
TINJAUAN YURIDIS TENTANG GRATIFIKASI SEBAGAI SALAH SATU DELIK TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA INDONESIA Suprabowo Suprabowo; Bunyamin Alamsyah
Legalitas: Jurnal Hukum Vol 10, No 2 (2018): Desember
Publisher : Universitas Batanghari Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (283.896 KB) | DOI: 10.33087/legalitas.v10i2.163

Abstract

Ada satu bentuk tindak pidana korupsi baru yang dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi), yakni tindak pidana gratifikasi.  Dengan perumusan secara khusus, perbuatan pemberian dalam lingkup yang lebih spesifik di dalam perbuatan gratifikasi, dapat dirasakan dengan jelas betapa negara melalui Undang-Undang ingin mengantisipasi lahirnya berbagai modus operandi baru dalam perbuatan korupsi. Di tengah makin ketatnya pengawasan terhadap kejahatan korupsi, maka pelaku akan kian meningkatkan pula kemampuannya dalam menyamarkan perbuatan korupsi, salah satunya dengan memberikan gratifikasi, yang sebelumnya bukan dipersepsikan sebagai perbuatan pidana.Di samping itu,  pola pikir masyarakat yang membenarkan tradisi pemberian hadiah, kurangnya komitmen moral para pejabat, dorongan faktor ekonomi birokrasi karena pendapatan yang layak, sangat mungkin menjadi faktor pemicu merebaknya praktik-praktik gratifikasi. Antisipasi terhadap berbagai kemungkinan di ataslah, yang kiranya menjadi dasar dirumuskannya bentuk delik baru dalam tindak pidana korupsi. Secara normatif, dapat dikatakan bahwa perumusan delik gratifikasi sebagai bentuk tindak pidana korupsi, merupakan bukti yang nyata dari keinginan negara untuk semakin memperkuat penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana korupsi, sedemikian sehingga tidak ada pelaku perbuatan merugikan keuangan negara dalam segala bentuknya, yang dapat lolos dari jeratan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
PENEGAKAN HUKUM DAN KEADILAN DI INDONESIA ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN Bunyamin Alamsyah
Legalitas: Jurnal Hukum Vol 4, No 1 (2013): Juni
Publisher : Universitas Batanghari Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (82.465 KB) | DOI: 10.33087/legalitas.v4i1.111

Abstract

Penegakan hukum di Indonesia kini dan masa yang akan datang akan menjadi pembicaraan terus menerus oleh masyarakat Indonesia terutama yang peduli hukum. Banyak kasus-kasus hukum di Indonesia yang belum tuntas penegakan hukumnya sampai saat ini atau penegakan hukum dan keadilan yang mengusik nurani bangsa ini, sehingga dipandang jauh dari perasaan keadilan, di antara kasus- kasus penegakan hukum ini memberikan gambaran dan potret wajah penegakan hukum dan keadilan masyarakat kita.Kata Kunci: Krisis, Kepemimpinan
PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PERKAWINAN POLIGAMI DALAM PERSFEKTIF PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA Sri Roslinda; Bunyamin Alamsyah; Fredricka Nggeboe
Legalitas: Jurnal Hukum Vol 11, No 1 (2019): Juni
Publisher : Universitas Batanghari Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (232.73 KB) | DOI: 10.33087/legalitas.v11i1.168

Abstract

Berbagai sikap pro kontra yang diberikan masyarakat terhadap pelaku poligami baik dari kalangan perempuan ataupun dari kalangan pria, dan tidak sedikit yang menentang perilaku poligami, namun tidak sedikit pula yang mendukung praktek poligami. Sewaktu sebuah perkawinan poligami dilakukan di luar ketentuan hukum yang berlaku berarti norma-norma hukum tentang poligami telah dilanggar oleh orang-orang yang bersangkutan. Dengan demikian akan menimbulkan konsekuensi hukum yang berupa sanksi pidana. Merujuk kepada Undang-Undang Perkawinan, jelas tidak memberikan sanksi pidana terhadap pelaku perkawinan poligami karena tidak memuat ketentuan pidananya karena orang-orang yang melakukan poligami tanpa melalui prosedur yang telah ditetapkan oleh Undang-undang perkawinan. Namun pengaturan perkawinan poligami yang tidak sesuai dengan aturan hukum Undang-Undang Perkawinan tersebut diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut KUHP) yang mana perbuatan tersebut disebut tindak pidana perkawinan. Melalui karya ilmiah memberikan tujuan menjelaskan menganalisis  penerapan sanksi pidana terhadap pelaku perkawinan poligami dalam perspektif perundang-undangan Indonesia dan hambatan dalam penerapan sanksi pidana terhadap pelaku perkawinan poligami.
PERANAN HAKIM DALAM PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2012 DI WILAYAH PENGADILAN NEGERI JAMBI Bahtera Perangin-angin; Bunyamin Alamsyah; M Zen Abdullah
Legalitas: Jurnal Hukum Vol 6, No 2 (2014): Desember
Publisher : Universitas Batanghari Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33087/legalitas.v6i2.122

Abstract

 Pada proses Persidangan Anak terdapat ketentuan-ketentuan khusus yang berbeda dengan layaknya persidangan biasa bagi orang dewasa, dalam rangka menjamin pertumbuhan fisik serta mental anak. Hakim, Jaksa Penuntut Umum, Penasihat Hukum, serta petugas lainnya dalam Sidang Anak tidak memakai toga atau pakaian dinas (Pasal 6 UU No. 3 Tahun 1997 yang diganti dengan Pasal 22 UU No. 11 Tahun 2012).  Berbicara mengenai Hakim Anak, maka tidak dapat dilepaskan dari peranan hakim pada umumnya. Hakim mempunyai peranan yang sangat penting dalam menciptakan keadilan dan ketertiban dalam dan bagi masyarakat, terlebih lagi menyangkut putusan yang dijatuhkannya yang akan mempunyai akibat begitu besar terhadap kepentingan publik khususnya terhadap pihak yang berperkara atau terkena perkara. Begitu banyak hal yang menjadi dasar pertimbangan bagi hakim dalam menjatuhkan putusan. Putusan tersebut harus memperhatikan tujuan pemidanaan, dimana agar orang yang telah dipidana menjadi seorang yang baik dan dapat kembali serta diterima di tengah-tengah masyarakat. Apabila seorang hakim keliru dalam menentukan suatu putusan maka keadilan hukum yang