Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

Walkability Pada Jalur Pergantian Antarmoda Pada Kawasan Dermaga Kota Palembang An Nurrakis; Dyah Titisari Widyastuti
Jurnal Tekno Global Vol 8, No 2
Publisher : UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36982/jtg.v8i2.897

Abstract

ABSTRACTMusi river which divides the city of Palembang becomes a potential for water moda tranportation. there are four piers in the pier of city palembang. Bekang pier, Point pier, Ampera pier, Pasar 16 pier. The existence of the four piers is a generator for land transportation moda that move around the pier. For people who use land and water transportation, they move on foot, giving rise to pedestrian paths that connect land and water transit points. However, this area is not supported by good pedestrian paths and encourages intermodal users to prefer using motorized vehicles rather than walking in daily activities. To increase walking activities, it needs to be supported by a pleasant, comfortable track and a good pedestrian path. The purpose of this study is to find the level of walkability, and develop strategies to increase the level of walkability that is appropriate in the dock area of Palembang. Walkability level assessment consists of 7 (seven) variables, Accessible variables, Connected  variables, Legible variables,  Comfortable variables, Safe variables, Secure variables and Pleasant variables. The results show that the level of walkability in the Palembang City pier area is at a very bad level (1.4 on a scale of 5), with safety from pedestrian crime as the most influential component of walkability.Keywords : walkability, intermodal change point, city transportationABSTRAKSungai musi yang membelah Kota Palembang menjadi potensi bagi moda transportasi air. Terdapat empat titik dermaga pada kawasan Dermaga Kota Palembang, Dermaga Bekang, Dermaga Point, Dermaga Ampera, Dermaga Pasar 16. Keberadaan empat dermaga tersebut menjadi generator bagi moda transportasi darat yang bergerak di sekitar dermaga. Bagi masyarakat pengguna trnasportasi antarmoda darat dan air melakukan perpindahan dengan berjalan kaki sehingga menimbulkan jalur-jalur pejalan kaki yang menghubungkan titik transit antarmoda darat dan air. Namun, kawasan ini tidak didukung oleh jalur pejalan kaki yang baik dan mendorong pengguna antarmoda lebih memilih menggunakan kendaraan bermotor daripada berjalan kaki dalam aktivitas sehari-hari. Untuk meningkatkan aktivitas berjalan, perlu ditunjang dengan suasana jalur yang menyenangkan, nyaman serta jalur pejalan kaki yang baik. Tujuan dari penelitian ini adalah menemukan tingkat walkability, dan menyusun strategi untuk meningkatkan level walkability yang sesuai pada kawasan dermaga kota palembang. Penilaian tingkat walkability terdiri dari 7 (tujuh) variable yaitu, kemudahan akses, keterhubungan, keterbacaan, kenyamanan, keamanan dari lalulintas, keamanan dari kriminal, dan menyenangkan. Hasil menunjukkan bahwa tingkat walkability di kawasan dermaga Kota Palembang berada pada level sangat buruk (1,4 pada skala 5), dengan keamanan dari tindakan kriminal jalur pejalan kaki sebagai komponen walkability yang paling berpengaruh.Kata kunci : walkability, titik-titik pergantian moda, transportasi kota
Identifikasi Legibilitas pada Koridor Jalan Affandi, Sleman Astereizha Hani Dania P; Dyah Titisari Widyastuti
Pawon: Jurnal Arsitektur Vol 5 No 2 (2021): Pawon: Jurnal Arsitektur
Publisher : Program Studi Arsitektur Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36040/pawon.v5i2.3643

Abstract

Masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta mengenal Jalan Affandi sebagai kawasan komersial sebagai dampak kawasan pendukung kawasan pendidikan (yang lebih dahulu dibangun) di sekitarnya. Pada saat ini pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat pada koridor Jalan Affandi menyebabkan pembangunan area kawasan komersial yang tidak terkendali dan bangkitan aktivitas kawasan pendukungnya yang tidak diselaraskan dengan perancangan karakter visual yang baik sehingga dikhawatirkan akan membingungkan pengamat serta menghilangkan legibilitas pada suatu koridor Jalan Affandi. Studi ini menggunakan metode kualitatif dengan penjelasan deskriptif naratif. Studi ini meneliti mengenai legibilitas koridor Jalan Affandi menggunakan elemen citra kota Lynch dengan metode wawancana dan mental mapping dengan purposive sampling. Berdasarkan hasil analisis dan dikaji kembali dengan teori, dapat diketahui bahwa legibilitas pada koridor Jalan Affandi belum semuanya jelas dan merata. Elemen yang paling menonjol di Koridor Jalan Affandi adalah district dan Edge dan yang tidak menonjol adalah elemen Nodes.
Karakter arsitektur masjid Jawa pada Masjid Pathok Negoro Muhammad Nur Hakimuddin At-toyibi; Dyah Titisari Widyastuti
JURNAL ARSITEKTUR PENDAPA Vol. 4 No. 2 (2021)
Publisher : Universitas Widya Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37631/pendapa.v4i2.467

Abstract

Sebagai bagian dari sistem pemerintahan Yogyakarta, Masjid Pathok Negoro memiliki nilai-nilai budaya yang sangat tinggi. Alur sejarah yang terjadi di Pulau Jawa membentuk budaya yang beraneka ragam yang kemudian saling berakulturasi membentuk sebuah budaya baru. Masjid Jawa merupakan produk akulturasi budaya yang terbentuk dalam berjalannya sejarah perkembangan budaya di Pulau Jawa. Hal ini mempengaruhi terbentuknya karakter arsitektur masjid Jawa yang sarat akan unsur budaya tidak terkecuali arsitekur dari Masjid Pathok Negoro di Yogyakarta. Adanya unsur budaya dalam karakter arsitektur Masjid Pathok Negoro memperkuat nilai dari keempat masjid sebagai bagian dari Kesultanan Yogyakarta. Karakter arsitektur Masjid Pathok Negoro dapat diidentifikasi melalui tiga aspek yaitu physical system, spatial system dan stylistic system pada arsitekturnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakter arsitektur dari Masjid Pathok Negoro dan menemukan relevansinya dengan karakter masjid Jawa dan akulturasi budaya. Metode dalam penelitian ini bersifat kualitiatif dengan penalaran induktif yang menggunakan studi tipologi sebagai sarana identifikasi karakter arsitektur. Hasil dari penelitian ini menemukan aspek-aspek apa saja yang menunjukkan bahwa karakter arsitektur Masjid Pathok Negoro Relevan dengan karakter masjid Jawa yang kaya akan nilai akulturasi budaya baik dari Hindu, Jawa dan Islam.
Tipologi dan Morfologi Kota Bersejarah Lasem Mutiawati Mandaka; Ikaputra Ikaputra; Dyah Titisari Widyastuti
JURNAL ARSITEKTUR PENDAPA Vol. 5 No. 1 (2022)
Publisher : Universitas Widya Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37631/pendapa.v5i1.594

Abstract

Paper ini bertujuan untuk mengetahui mengapa tipologi dan morfologi pada kota bersejarah (historic city) penting untuk dipelajari. Pembahasan yang ada pada paper ini masih bersifat general terutama terkait dengan tipologi dan morfologi pada historic city namun masih dapat dikembangkan lagi. Fokus amatan historic city mengambil studi kasus di kota Lasem. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah literature review dengan menekankan pada scoping review. Scoping review dipilih sebagai metode untuk mengidentifikasi dan memetakan beberapa studi kasus dari contoh-contoh tipologi dan morfologi historic city dunia seperti di Tokyo, Venesia dan Paris digunakan sebagai gambaran umum dan fokus amatan penelitian adalah di Lasem, Temuan penelitian yaitu tipologi dan morfologi historic city ini menghasilkan bahwa historic city terbentuk dari urban  artefak yang diperoleh dari sejarah pembentukan city skeleton yang terdiri dari streets, plots dan buldings yang terbentuk melalui proses waktu yang lama dengan sejarah yang berbeda-beda yang penting untuk dipelajari agar mampu memprediksi rencana kota di masa depan.
Karakter Spasial Arsitektur Dalem Kabupaten di Kota-Kota Pesisir Utara Jawa Deny Setya Afriyanto; Dyah Titisari Widyastuti
JURNAL ARSITEKTUR PENDAPA Vol. 5 No. 2 (2022)
Publisher : Universitas Widya Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37631/pendapa.v5i2.749

Abstract

Bentuk pusat kota tradisional Jawa dibentuk dari serangkaian elemen yang utamanya terdiri dari alun-alun, masjid, dan istana/tempat tinggal pemimpin. Ruang pusat kota tradisional di pesisir utara Jawa merupakan miniatur keraton. Pada pusat kota pesisir utara Jawa, tidak terdapat istana kerajaan melainkan bangunan tempat tinggal pemimpin yang disebut sebagai Dalem Kabupaten. Sebagai bagian dari pusat kota tradisional Jawa, karakter spasial Dalem Kabupaten perlu untuk diketahui sebagai bagian dari perkembangan sejarah kawasan kota bersejarah. Dalam rangka mengetahui karakter spasial dari Dalem Kabupaten, penelitian ini menggunakan metode kualitatif, sementara pengumpulan data melalui data literatur dan observasi. Kegiatan observasi di sini dilakukan untuk mengetahui kondisi lapangan mengenai aspek-aspek yang berhubungan dengan keruangan arsitektur Dalem Kabupaten seperti setting, orientasi, tata massa, dan denah bangunan. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa terdapat pola dominan dalam arah orientasi bangunan Dalem Kabupaten yaitu menghadap ke utara, sementara Jepara merupakan satu-satunya Dalem Kabupaten yang menghadap ke arah barat. Dalam skala denah dan tata massa bangunan Dalem Kabupaten memiliki komponen inti berupa pendopo, pringgitan, dalem, dan gandok. Diketahui pula bahwa bangunan dalem pada Dalem Kabupaten tidak memiliki senthong tengah. Hal ini merupakan pengaruh dari karakter kota pesisir dan berbeda dengan karakter kota pedalaman.
Mitigasi Risiko Penyebaran Virus Covid-19 di Stasiun Kereta Api Muhammad Pramono Hadi; Ika Putra; Dyah Titisari Widyastuti; Deni Prasetio Nugroho; Arsito Bayu Pramono Putro; Dindi Eneng Chandraning Sasmito; Nunuj Nurdjanah
Warta Penelitian Perhubungan Vol 34, No 2 (2022): Warta Penelitian Perhubungan
Publisher : Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25104/warlit.v34i2.2113

Abstract

Pergerakan orang antarwilayah dapat mempengaruhi penyebaran virus dalam wilayah tersebut. Status zona pandemi di wilayah menjadi salah satu faktor analisis risiko stasiun sebagai klaster penularan dan risiko penumpang tertular COVID-19 di kereta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat risiko penyebaran virus ketika menggunakan perjalanan dengan moda kereta api dan kebijakan yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko penyebaran virus di stasiun kereta api. Metode penelitian yang digunakan adalah metode pengukuran risiko yaitu pengukuran potensi penyebaran COVID-19 di stasiun Kereta Api. Metode ini dilakukan dengan mengukur tingkat risiko penumpang Kereta Api tertular virus COVID-19. Metode pengukuran konsep risiko terkait dengan fenomena COVID-19 menggunakan pendekatan persamaan risiko dengan parameter Bahaya, Kerentanan, dan Kapasitas. Penelitian ini menggunakan studi kasus Stasiun Tugu Yogyakarta yang pada saat sebelum pandemi melayani sekitar 1.219 penumpang per jam sibuk. Pada saat pandemi, jumlah rata-rata penumpang per jam sibuk adalah sekitar 189 penumpang dengan berbagai kebijakan pembatasan yang dilakukan. Intervensi yang dilakukan dengan membatasi kerentanan orang (pembatasan jumlah penumpang) dan kerentanan ruang (penerapan pemanfaatan ruang agar lebih terbuka, tidak menumpuk, dan mengurangi kontak) serta meningkatkan kapasitas dengan penerapan protokol kebijakan kesehatan akan mampu mengurangi potensi risiko penyebaran virus COVID-19. Hasil penelitian menunjukkan bahwa status wilayah merah memiliki risiko dua kali lipat dari status oranye. Status wilayah merah diharapkan menjadi dasar mitigasi kebijakan pembatasan jumlah penumpang yang diperbolehkan naik, peningkatan protokol COVID-19 yang semakin ketat, seperti kebijakan bagi penumpang untuk diwajibkan swab atau tidak, penggunaan alat pendeteksi awal COVID-19, dan pemisahan kereta bagi penumpang yang berasal dari stasiun wilayah berstatus merah. Kebijakan pengurangan jumlah penumpang pada tiap perjalanan kereta mencapai 50% dari jumlah maksimal penumpang sudah sesuai dengan Kajian Manajemen Risiko dalam studi ini karena akan mengurangi risiko lebih dari sampai 75% dibandingkan dengan jumlah penumpang maksimal
Study on the References of Architectural Heritage Adaptive Reuse Laretna Trisnantari Adishakti; Dimas Wihardyanto; Ikaputra Ikaputra; Dwita Hadi Rahmi; Dyah Titisari Widyastuti; Alyas Abibawa Widita
Jurnal Arsitektur Vol 13, No 1 (2023): Januari
Publisher : Universitas Bandar Lampung (UBL)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36448/ja.v13i1.2773

Abstract

Heritage Architectural Design or Olah Desain Arsitektur Pusaka (ODAP) in Bahasa Indonesia, has several names including adaptation architecture, filler architecture or infill design. ODAP is a method of architectural preservation that is carried out by grafting in new activities, and/or adding buildings either in part or in whole by first carrying out an in-depth study. As a method of preserving heritage, ODAP cannot separate itself from utilization strategies. This is because the preservation of architectural heritage will be meaningless if it is not able to provide benefits from a social, cultural and or economic perspective. Even further, it can become a source of new creativity in the field of architecture, arts and culture and its economic value. In order to achieve this, heritage conservation actors and related parties are required to have good sensitivity, taste, and creativity and have the desire to always develop. In this article, we will examine this ODAP, and how its role is to provide guidelines and considerations in design decisions for a heritage architecture so that it can be useful again in the future. 
Movement Patterns of Commuterline Users in the Medan City Train Station Area Based on Transit-Oriented Development Concept Fidyan Aulia Nasution; Dyah Titisari Widyastuti
Built Environment Studies Vol 2 No 2 (2021)
Publisher : Department of Architecture and Planning, Faculty of Engineering, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/best.v2i2.1855

Abstract

At the time of this research, Medan City was threatened with the gridlock, a situation where the number of vehicles exceeds the available road capacity. To prevent the gridlock happens, Medan Train Station (Medan ts.) area as the center activity of Medan City, will be developed into an area based on the Transit-Oriented Development (TOD) concept by adding Light Rail Transit (LRT) and Bus Rapid Transit (BRT). The addition is hoped to encourage walking and public transportation usage for visitors in Medan ts. area. This study aims to determine and mapping the movement patterns of commuterline users, in this case Medan – Binjai line which is the only line available, as the basis for the application of the concept of TOD in the Medan ts. area. The research uses observation and interview as the methods. The results of the study showed that the majority of commuterline users of the Medan ts. relied on paratransit when heading or leaving the station than walking. This can be seen from 70% of users (weekday) and 83.3% of users (weekends) using paratransit when heading to the station and 86.6% of users (weekday) and 66.6% of users (weekends) using paratransit when leaving the station.
Node-Place Model Analysis on Attached Transit Oriented Development (TOD) Areas : The Case of Wates Train and Bus Station Area Muhammad Yusuf Alfyan; Dyah Titisari Widyastuti
Built Environment Studies Vol 3 No 1 (2022)
Publisher : Department of Architecture and Planning, Faculty of Engineering, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/best.v3i1.1856

Abstract

Wates Train Station (Wates train station) and Wates Bus Station (Wates bus station) are two transportation nodes located in the Wates District moreover provide a wider area in the scale of the Kulon Progo Regency. These two transport nodes are near to each other and intersect within the radius of the TOD area. The presence of the Yogyakarta International Airport in Temon District was projected to increase the transportation intensity on Wates train station yet Wates bus station as the nodes of the current public transport service. This study was aimed to measure the Node - Place (N - P) index on both TOD areas. The Bertolini’s N - P model is a commonly used method on the measurement of TOD performance in terms of the transportation intensity towards land use (activity) intensity. The identifications were based on the TOD theory and the N - P indicators. Measurements were conducted through a weighted multi - criteria analysis. The analysis resulted in the same type of node - place index on both TOD areas, the “unbalanced node”. An unbalanced node indicates poor land use development regards a high transportation capability. Wates train station area has the index of node 0,72 and place 0,25 while the Wates bus station has the index of node 0,64 and place 0,16.
ADAPTATION OF MAINLAND CHINA ARCHITECTURAL CHARACTERISTICS ON CHINESE PERANAKAN HOUSES IN YOGYAKARTA Thalita Kumala; Dyah Titisari Widyastuti
Built Environment Studies Vol 4 No 1 (2023)
Publisher : Department of Architecture and Planning, Faculty of Engineering, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/best.v4i1.5209

Abstract

This paper lists the architectural characteristics of Chinese Mainland Architecture in terms of architectural heritage conservation. Chinese residing in various countries can strongly maintain their culture, showing a distinctive architectural identity. The concept experienced adaptation to various natural and cultural contexts of countries outside their home country, the four-seasons country, Mainland China. The current situation of fast-growing construction, developments, and alteration of cultures and nature is both an opportunity and a threat to old Chinese housing. This paper aims to identify and understand architectural characteristics enabling physical conservation holistically. Research methods are in stages, the first stage being a literature review on typology and principles of Chinese architecture; the second stage is to structure and analyze the characteristic architectural findings; and the third stage is to draw conclusions from the process of interpretation, answering the research questions. A holistic literature review is needed to understand and categorize each housing based on its architectural characteristics.