Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search

Hubungan Hiperbilirubinemia dan Kematian Pasien yang Dirawat di NICU RSUP Dr Kariadi Semarang M. Sholeh Kosim; Lisa Adhia Garina; Tony Chandra; M. Sakundarno Adi
Sari Pediatri Vol 9, No 4 (2007)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp9.4.2007.270-3

Abstract

Latar belakang. Hiperbilirubinemia merupakan salah satu masalah kegawatan pada bayi baru lahir.Peningkatan unconjugated bilirubin serum sampai dengan kadar 20 mg/dl sering menyebabkan ”kern ikterus”,sehingga fungsi otak terganggu dan mengakibatkan kecacatan sepanjang hidup atau kematian. Sebagianbesar pasien hiperbilirubinemia yang dirawat di NICU mempunyai prognosis yang kurang menggembirakan.Tujuan. Mengetahui hubungan hiperbilirubinemia dan kejadian kematian pasien yang dirawat di NICURSUP Dr. Kariadi Semarang periode Januari 2005 – November 2006Metode. Studi observasional retrospektif pada pasien di bangsal NICU RSUP Dr. Kariadi Semarang,Januari 2005 – November 2006. Variabel yang diteliti ialah karakteristik umum (masa gestasi, berat badanlahir, cara persalinan, kejadian sepsis) yang merupakan faktor risiko hiperbilirubinemia dan hubunganhiperbilirubinemia terhadap hasil keluaran (hidup atau mati). Kadar bilirubin diperiksa pertama kali padasaat ditemukan ikterus. Analisis statistik menggunakan program SPSS versi 11.5 for Windows.Hasil. Dari 90 pasien dengan ikterus neonatorum, 71 (78,9%) pasien mempunyai kadar bilirubin =10 mg/dL.Limapuluh tiga (58,9%) pasien BBLR, 50 (55,6%) preterm dan 54 (60%) lahir spontan. Limapuluh tujuh bayi(69,5%) pasien dengan sepsis awitan dini, 33 bayi ( 30.5 %) awitan lambat. Angka kematian 80% dan sebagianbesar 65 (90,3%) disebabkan oleh sepsis. Tidak didapatkan hubungan antara hiperbilirubinemia dan hasil keluaran.Sepsis awitan lambat merupakan faktor risiko terjadinya hiperbilirubinemia OR 32,3 (95% CI 7,8 - 125) danpartus dengan tindakan juga merupakan faktor risiko terjadinya hiperbilirubinemia OR 4,5 (95% CI 1,5 – 13,3).Kesimpulan. Sepsis awitan lambat dan partus dengan tindakan merupakan faktor risiko terjadinyahiperbilirubinemia pada pasien yang dirawat di NICU. (
Hubungan Faktor Risiko dan Karakteristik Gejala Klinis dengan Kejadian Pneumonia pada Balita Lisa Adhia Garina; Sherly Fajariani Putri; Yuniarti Yuniarti
Global Medical & Health Communication (GMHC) Vol 4, No 1 (2016)
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (171.156 KB) | DOI: 10.29313/gmhc.v4i1.2007

Abstract

Pneumonia masih merupakan penyebab kesakitan dan kematian pada balita di negara berkembang. Faktor risiko pneumonia yang selalu ada (definite risk factor) meliputi gizi kurang, bayi berat lahir rendah (BBLR), tidak memberikan ASI, polusi udara di dalam ruang, dan pemukiman padat. Gejala pneumonia bervariasi bergantung pada usia penderita dan penyebab infeksinya. Tujuan penelitian ini menilai hubungan faktor risiko dan karakteristik gejala klinis dengan kejadian pneumonia pada balita. Penelitian cross sectional dilaksanakan di UPT Puskesmas Ibrahim Aji Kota Bandung periode April–Juni 2012 pada anak balita usia 6 bulan sampai dengan 59 bulan dengan diagnosis pneumonia dan bukan pneumonia berdasarkan kriteria WHO. Data demografis, faktor risiko, dan karakteristik gejala klinis dicatat dalam formulir penelitian. Penderita pneumonia pada balita terbanyak berusia 6–24 bulan (72%), berjenis kelamin laki-laki (63%), status gizi kurang (56%) berdasarkan BB/U, tidak BBLR (95%), diberikan ASI eksklusif (91%), dan imunisasi dasar lengkap (93%). Analisis uji hubungan antara kejadian pneumonia dan status gizi kurang berdasarkan BB/U didapatkan hasil p<0,001; r=-0,7 dengan lama demam (p=0,024; r=-0,2), lama batuk (p=0,048; r=-0,2), dan takipnea (p<0,001; r=-0,8). Simpulan, terdapat hubungan status gizi kurang, lama demam, lama batuk, dan takipnea dengan kejadian pneumonia pada balita.CORRELATION OF RISK FACTORS AND  CLINICAL CHARACTERISTICS WITH THE INCIDENCE OF PNEUMONIA IN CHILDREN UNDER FIVE YEARSPneumonia is the leading infectious cause of death in children mostly in developing countries. Risk factors on pneumonia include malnutrition, low birth weight, non breastfeeding, air room pollution, and densely populated area. Symptoms of pneumonia vary depending on the age of the patient and cause infection. The purpose of this study was to assess the relationship risk factor and characteristic clinical symptoms with pneumonia. Cross-sectional study in Primary Health Care Ibrahim Aji Bandung during April–June 2012 among children aged 6 months to 59 months with a diagnosis of pneumonia and not pneumonia based on WHO criteria. Data on demographic, risk factor, and characteristics clinical symptoms were recorded. Pneumonia mostly attacking age 6-24 months (72%), male (63%), malnutrition status (56%) based on the weight/age, non low birth weight (95%), exclusive breastfeeding (91%), and immunization (93%). The association between the incidence of pneumonia with poor nutritional status (p<0.001, r=-0.7), duration of fever (p=0.024, r=-0.2), duration of coughing (p=0.048, r=-0.2) and tachypnoea (p<0.001, r=-0.8).  In conclusion, there is a relationship between poor nutritional status, duration of fever, duration of coughing, and tachypnoea with pneumonia.
The Quality of Life on Asthmatic Adolescent and Its Correlation with the Severity and Control of Asthma Lisa Adhia Garina; Muhammad Ridho Grahadinta; Ferry Achmad Firdaus Mansoer; Intan Puspitasari
Global Medical & Health Communication (GMHC) Vol 8, No 1 (2020)
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1947.919 KB) | DOI: 10.29313/gmhc.v8i1.5871

Abstract

Asthma is considered a global health problem that, if not managed properly, can reduce the sufferers' quality of life. The purpose of the study was to evaluate the quality of life from the perspectives of asthma severity and the asthma control level. A cross-sectional study was conducted from February to June 2018 on asthmatic adolescents aged 12–14 years old in two public junior high schools in Bandung city, Indonesia. The diagnosis, history of asthma,  severity, and asthma control were established based on the National Asthma Guidelines from the Indonesian Pediatric Society, Global Initiative for Asthma (GINA), asthma control test (ACT), and ISAAC questionnaire. Statistical analysis performed using SPSS v.20 with Spearman's rho to determine the significance. The gender distribution of the 98 subjects was almost similar with slightly more girls (51%). The median age was 13±1 years with average ACT, FVC, and PAQLQ(S) total scores of 20±4, 78±16%, and 5.3±1.3, respectively. The domain scores for symptoms, activity limitations, and emotional function were 4.9±1.4, 5.0±1.3, and 5.7±1.1, respectively. There are correlations between the total  PAQLQ(S) score and asthma severity (p<0.001, r=−0.5) and the level of asthma control (p<0.001, r=0.6). In summary, the quality of life has a relationship with asthma severity and the level of asthma control. Asthma management should not only focus on medication but also ways to maintain a good quality of life. KUALITAS HIDUP REMAJA ASMA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEKERAPAN GEJALA DAN DERAJAT KENDALI ASMAAsma masih menjadi masalah kesehatan penting yang jika tidak ditangani baik, asma dapat menurunkan kualitas hidup anak. Tujuan penelitian ini menilai kualitas hidup dan hubungannya dengan kekerapan gejala dan derajat kendali asma. Penelitian cross-sectional ini dilaksanakan dari bulan Februari hingga Juni 2018 pada remaja asma berusia 12–14 tahun di dua SMPN di Kota Bandung, Indonesia. Diagnosis, riwayat asma, kekerapan gejala, dan derajat kendali asma berdasar atas Pedoman Nasional Asma Anak Ikatan Dokter Anak Indonesia, Global Initiative for Asthma (GINA), asthma control test (ACT), dan kuesioner dari ISAAC. Analisis statistik menggunakan SPSS v.20 dengan uji Spearman’s rho untuk menentukan signifikansi. Distribusi gender dari 98 subjek penelitian hampir sama dengan sedikit lebih banyak perempuan (51%). Usia rerata subjek 13±1 tahun dengan skor rerata ACT, FVC, PAQLQ(S) masing-masing 20±4, 78±16%, dan 5,3±1,3. Skor domain gejala, keterbatasan beraktivitas, dan fungsi emosi masing-masing 4,9±1,4; 5,0±1,3; dan 5,7±1,1. Terdapat hubungan skor total PAQLQ(S) dengan kekerapan gejala (p<0,001; r=−0,5) dan dengan derajat kendali asma (p<0,001; r=0,6). Simpulan, kualitas hidup berhubungan dengan kekerapan gejala dan derajat kendali asma. Pengelolaan asma sebaiknya tidak hanya memperhatikan pengobatan, tetapi juga menjaga kualitas hidup yang baik.
Faktor Memengaruhi Cakupan Status Imunisasi Dasar di Puskesmas Cijagra Lama Kota Bandung Rhena Alma Ramadianti; Herry Garna; Lisa Adhia Garina
Jurnal Integrasi Kesehatan dan Sains Vol 2, No 1 (2020): Jurnal Integrasi Kesehatan dan Sains
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/jiks.v2i1.5581

Abstract

Imunisasi merupakan upaya memberikan kekebalan pada anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat antibodi untuk mencegah penyakit tertentu. Kelengkapan imunisasi dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain usia ibu, pekerjaan ibu, pendidikan terakhir ibu, pendapatan keluarga, ketakutan akan efek samping imunisasi, tradisi keluarga dalam pemberian imunisasi, larangan agama, pengetahuan tentang jadwal imunisasi, jarak tempat pelayanan, biaya imunisasi, dan rumor buruk tentang kandungan vaksin. Tujuan penelitian ini mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi cakupan imunisasi dasar di Puskesmas Cijagra Lama Kota Bandung periode Agustus−November 2019. Desain penelitian adalah deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Data hasil penelitian dianalisis univariat untuk menghitung distribusi, frekuensi, karakteristik responden, dan karakteristik setiap variabel penelitian. Sampel penelitian adalah ibu yang datang ke Puskesmas Cijagra lama Kota Bandung dengan membawa bayi berusia 0−24 bulan yang akan dilakukan imunisasi dasar. Pengambilan sampel dengan cara total sampling. Besar sampel sebanyak 139 responden. Hasil penelitian ibu yang membawa anaknya untuk imunisasi dasar lengkap didominasi oleh ibu yang berusia <30 tahun (57,1%), ibu rumah tangga (84,2%), pendidikan terakhir SMA dan perguruan tinggi (86,5%), sedangkan pendapatan keluarga hampir sama antara di bawah Upah Minimum Regional (UMR) dan di atas UMR. Responden yang anaknya diimunisasi dasar lengkap mayoritas tidak takut akan efek samping (p=0,006), sudah tradisi untuk diimunisasi (p=0,214), tidak ada larangan agama (p=0,02), mengetahui  jadwal  imunisasi  (p=0,023),  jarak  tempat  pelayanan imunisasi tidak terlalu jauh (0,004), biaya masih terjangkau (p=0,603), serta   tidak   perduli   akan   rumor   buruk   tentang   kandungan   vaksin (p=0,877). Responden yang tidak melakukan imunisasi dasar lengkap, mayoritas usia ibu ≥30 tahun, ibu rumah tangga, pendidikan SMA dan perguruan tinggi, dan pendapatan keluarga   di bawah UMR. Simpulan, faktor yang memengaruhi cakupan status imunisasi dasar adalah ketakutan akan efek samping, larangan agama, pengetahuan jadwal imunisasi, dan jarak tempat pelayanan imunisasi. FACTORS AFFECTING BASIC IMMUNIZATION COVERAGE IN PUSKESMAS CIJAGRA LAMA BANDUNG CITYImmunization is an attempt to provide immunity to children by introducing vaccines into the body so that the body makes antibodies to prevent certain diseases. Completeness of immunization is affected by many factors including mother’s age, mother’s occupation, mother’s last education, family income, fear of immunization side effects, family traditions in immunization, religious restrictions, knowledge of immunization schedules, the distance of services, immunization fees, and bad rumors about vaccine content. The purpose of this study was to determine the factors that affecting the basic immunization coverage in the Cijagra Lama Health Center in the City of Bandung in the August– November 2019 period. The study design was descriptive with a cross- sectional approach. Data were analyzed univariate to calculate the distribution, frequency, characteristics of respondents, and characteristics of each study variable. The sample of this research was mothers who come to the old Cijagra Health Center in Bandung City with babies aged 0−24 months who will be given basic immunizations. Sampling by total sampling. The sample size was 139 respondents. The results of the study of mothers who bring their children to complete basic immunizations were dominated by mothers aged <30 years (57.1%), housewives (84.2%), high school education and college (86.5%), while income almost the same family between below regional minimum wage and above regional minimum wage. Respondents whose children were fully immunized basic majority were not afraid of side effects, it was tradition to be immunized, there was no religious prohibition, knowing the immunization schedule, distance between immunization services was not far, the cost was still affordable, and no matter the bad rumors about vaccine content. Respondents who did not complete basic immunization, the majority of mothers aged ≥30 years, housewives, high school and college education, and family income below regional minimum wage. In conclusion, that most of the coverage of basic immunization status at the Cijagra Lama Health Center in Bandung are complete, and the small part that is incomplete is influenced by maternal age ≥ 30 years, family income below regional minimum wage, less knowledge about immunization.
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Anak Jalanan di Tambun Selatan Kota Bekasi Atia Mansoorah; Buti Azfiani Azhali; Titik Respati; Lisa Adhia Garina; Herry Garna
Jurnal Integrasi Kesehatan dan Sains Vol 2, No 1 (2020): Jurnal Integrasi Kesehatan dan Sains
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/jiks.v2i1.4337

Abstract

Anak jalanan masih menjadi masalah di Indonesia khususnya Kecamatan Tambun Selatan, Kota Bekasi yang mewakili daerah kumuh dan tingkat kriminal yang tinggi. Lingkungan memengaruhi perilaku anak jalanan yang identik dengan kelalaian perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) sehingga penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan karakteristik anak jalanan dengan PHBS di Kecamatan Tambun Selatan, Kota Bekasi. Penelitian dilakukan dari Januari−Juli 2018. Instrumen berupa kuesioner dan wawancara tentang karakteristik, mencuci tangan, sikat gigi, buang air besar di toilet, dan merokok pada anak jalanan usia 7−18 tahun, tidak hidup nomaden, dapat membaca dan menulis, serta dapat mengikuti pendidikan dari awal hingga akhir. Metode penelitian merupakan cross sectional dengan desain penelitian analitik kategorik tidak berpasangan, uji chi square, Fisher’s Exact, Goodman dan Kruskal Tau, dan Kendall’s Tau-b. Mayoritas dari 80 orang adalah 44 perempuan, 57 orang berusia 7−12 tahun, dan 47 orang berpendidikan sekolah dasar (SD). Terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik jenis kelamin dan PHBS (nilai p=0,04). Selain itu, terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik status pendidikan dan PHBS (nilai p=0,049). Kesimpulannya, mayoritas anak jalanan di Kecamatan Tambun Selatan tergolong tidak ber-PHBS, namun perempuan lebih ber-PHBS dibanding dengan laki-laki dan status pendidikan SD lebih ber-PHBS dibanding status pendidikan lain. CLEAN AND HEALTHY LIFE BEHAVIOR (PHBS) OF STREET CHILDREN IN TAMBUN SELATAN BEKASI CITYStreet children are still a problem in Indonesia especially Tambun Selatan Sub-district, Bekasi City that represent slum area and high criminal rate. The environment influences the behavior of street children that is identical with the neglect of clean and healthy life behavior so that this research was done to know the characteristic relationship with the clean and healthy life behavior of street children in Tambun Selatan Sub-district, Bekasi City conducted from January to July 2018. The instrument was conducted by giving questionnaires and interviews about the characteristics of street children, hand washing, toothbrush, defecate in the toilet, and smoking to street children aged 7−18 years, not living nomadic, can read and writing, and willing to take part from the beginning to the end. This study was a cross sectional research with unpaired categorical analytic analytic research design, using Chi Square, Fisher’s Exact, Goodman and Kruskal Tau, and Kendall’s Tau-b statistical test. The majority from 80 people were 44 girls, 57 people aged 7−12 years, and 47 people elementary school educated. There was a significant relationship between sex and clean and healthy life behavior (p=0.04). In addition, there was a significant relationship between the status of education and clean and healthy life behavior (p=0.049). In conclusions, the majority of street children in Tambun Selatan Sub-district are classified as not good in clean and healthy life behavior but girl is better than boy and elementary school education status is better than other education status.
Kejadian Diare dan Perilaku Higienis pada Pengolah Makakanan Pedagang Kaki Lima di Wilayah Tamansari Intan Purnamasari Munajat; Budiman Budiman; Lisa Adhia Garina; Raden Ganang Ibnusantosa; Fajar Awalia Yulianto
Jurnal Integrasi Kesehatan dan Sains Vol 2, No 2 (2020): Jurnal Integrasi Kesehatan dan Sains
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/jiks.v2i2.4340

Abstract

Diare merupakan penyakit menular di dalam saluran pencernaan yang merupakan penyebab kematian kedua di dunia serta merupakan penyebab kematian peringkat ke-3 setelah tuberkulosis dan pneumonia di Indonesia. Faktor risiko penyakit diare adalah kualitas air dan sanitasi yang buruk, serta perilaku pengolahan makanan yang tidak higienis. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan perilaku higienis dengan kejadian diare. Metode penelitian ini adalah analitik observasional melalui pendekatan cross sectional dan bersifat kuantitatif. Subjek penelitian ini adalah pedagang kaki lima yang berdagang di wilayah Tamansari periode April–Juni 2018. Data subjek tersebut diambil menggunakan teknik pengambilan data consecutive sampling yang kemudian dianalisis menggunakan Uji Eksak Fisher. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner baku riset kesehatan dasar tahun 2013. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada subjek penelitian yang tidak higienis dan pernah diare dalam 1 bulan terakhir 92%, tidak higienis dan tidak diare 8%, higienis dan diare 83%, serta higienis dan tidak diare 17%. Nilai p=0,43 tidak terdapat hubungan yang bermakna antara perilaku higienis dan kejadian diare pada pedagang kaki lima di wilayah Tamansari. Terdapat faktor lain yang didapat saat pengisian kuesioner dan wawancara, yaitu usia dewasa pada responden, konsumsi makanan yang pedas, asam atau berkualitas kurang baik yang perlu dibuktikan dalam penelitian yang lain. THE INCIDENCE OF DIARRHEA AND HYGIENE BEHAVIOUR ON FOOD HANDLER STREET VENDORS AT TAMANSARI REGIONDiarrhea is an infectious disease in gastro intestinal tract wich is the second leading cause of death in the world and the third leading cause of death after tuberculosis and pneumonia in Indonesia. The risk factor of diarrhea is poor water quality and sanitation, and non hygiene food handling. The purpose of this research was to find out the relation one of the risk factor that is hygienic behavior towards the incidence of diarrhea. The method used in this research is observational analytics trough cross sectional approach and quantitative. The subject in this research was street vendors who selling food in Tamansari region during April–June 2018. The method for taking the data from the subject was consecutive sampling and analyzed by fisher’s exact test. Instrument that used in this research is a standard questionnaire from riset kesehatan dasar tahun 2013. The result demonstrate that the subject who hygiene and had diarrhea in the last month was 92%, hygiene and not diarrhea was 8%, hygiene and had diarrhea was 83%, hygiene and not diarrhea was 17%. P value was p=0.43 so the conclusion is there’s no meaningful relation between hygiene behavior towards the incidence of the street vendors diarrhea in Tamansari region. There is another factor found on the answer of the questionnaire and interview that is adult age in the respondents, spicy or sour food consumption, and not good quality of food consumption that need to be proven in another research.
Efek Gizi Lebih terhadap Fungsi Paru pada Anak Asma Muhammad Ridho Grahadinta; Ferry Achmad Firdaus Mansoer; Lisa Adhia Garina
Jurnal Integrasi Kesehatan dan Sains Vol 1, No 1 (2019): Jurnal Integrasi Kesehatan dan Sains
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/jiks.v1i1.4318

Abstract

Asma merupakan salah satu penyakit tidak menular kronik dari saluran pernapasan paru yang menyebabkan inflamasi dan penyempitan. Asma sering berhubungan dengan gizi lebih dalam pengembangan maupun memperparah penyakit asma. Perubahan pola pernapasan pada penderita gizi lebih dapat menyebabkan volume paru menurun diakibatkan oleh perubahan pada otot polos dan fungsi pernapasan. Penelitian ini bertujuan menganalisis efek gizi lebih terhadap fungsi paru pada anak dengan asma. Penelitian ini menggunakan studi observasional analitik dengan rancangan penelitian kasus kontrol. Variabel bebas dihubungkan dengan variabel terikat dengan analisis statistik uji chi-square. Data diperoleh dengan melakukan wawancara menggunakan kuesioner ISAAC untuk menentukan diagnosis asma anak. Selanjutnya, dilakukan penilaian fungsi paru langsung menggunakan spirometri serta mengukur tinggi badan menggunakan mikrotoa dan berat badan menggunakan timbangan yang hasilnya dirujuk pada grafik Z score WHO untuk mengukur indeks massa tubuh. Penelitian ini dilakukan di SMPN 1 dan SMPN 9 Kota Bandung periode 1 April–25 Mei 2018. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa anak asma dengan gizi lebih mempunyai risiko restrictive ventilatory defect lebih besar 3,4 kali dibanding dengan anak asma dengan gizi normal (OR:3,4; IK95%: 1,4–8,5; p=0,014). Simpulan, anak asma dengan gizi lebih mempunyai efek restrictive ventilatory defect lebih banyak dibanding anak asma dengan gizi normal. THE EFFECT OF OVERNUTRITION ON LUNG FUNCTION IN ASTHMATIC CHILDHOODAsthma is a chronic non-communicable disease of the pulmonary respiratory tract which causes inflammation and constriction. Asthma is often associated with overnutrition in developing or exacerbate asthma. Changes in respiratory patterns in patients with overnutrition can cause lung volume caused by smooth muscle disorders and respiratory function. This study aims to analyze the effects of overnutrition on lung function in children with asthma. This study used observational analytic studies with case control research designs. The independent variable varies with the chi-square test statistical analysis. Data were obtained by conducting interviews using the ISAAC questionnaire to determine the diagnosis of childhood asthma. Furthermore, knowing lung function directly using spirometry also measured height by mikrotoa and weight by the scales that are being referred to the WHO Z score to measure body mass index. This research was conducted at SMPN 1 and SMPN 9 in Bandung City period 1 April–25 May 2018. The results of this study showed that asthmatic children with overnutrition have a 3.4 times greater restrictive ventilatory defect risk than asthmatic children with normal nutrition (OR:3.4, 95%CI: 1.4–8.5, p=0.014). Conclusion, asthmatic children with overnutrition have more restrictive ventilatory defect effects than asthmatic children with normal nutrition.
Scoping Review: Efek Debu Kapas terhadap Nilai Fungsi Paru pada Pekerja Tekstil Rizka Assyra Jelita; Lisa Adhia Garina; Dadi S Argadiredja
Jurnal Integrasi Kesehatan dan Sains Vol 3, No 1 (2021): Jurnal Integrasi Kesehatan dan Sains
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/jiks.v3i1.7386

Abstract

Paparan debu kapas yang terus-menerus di tempat kerja dapat menimbulkan gangguan kesehatan pernapasan seorang pekerja, terutama pekerja tekstil. Hal ini terjadi karena debu kapas merupakan campuran kompleks dari beberapa komponen yang dapat memicu reaksi dalam tubuh manusia, seperti respons alergi atau proses lain yang tidak dapat dipahami sepenuhnya. Tujuan scoping review ini adalah menganalisis efek debu kapas terhadap nilai fungsi paru pada pekerja tekstil. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode scoping review berupa pencarian data beberapa artikel. Sampel berasal dari jurnal internasional yang berkaitan dengan efek debu kapas terhadap nilai fungsi paru pada pekerja tekstil. Database yang digunakan pada penelitian ini adalah Pubmed, Science Direct, Proquest, dan EBSCO dengan jumlah artikel yang didapat sebanyak 1.436 artikel. Hasil skrining dan uji kelayakan sebanyak 15 artikel. Hasil scoping review menunjukkan bahwa dari 15 artikel, sebagian besar penelitian menyatakan pekerja yang terpapar debu kapas mengalami penurunan nilai fungsi paru yang diukur setelah shift kerja dan memiliki nilai fungsi paru yang lebih rendah dibanding dengan kelompok kontrol. Sebagian besar artikel menyatakan parameter fungsi paru yang dipengaruhi oleh debu kapas adalah VEP1 dan berupa pola gangguan napas obstruktif. Berdasar atas kajian pada keseluruhan artikel, paparan debu kapas dapat menurunkan nilai fungsi paru pada pekerja tekstil. Scoping Review: the Effect of Dust on the Cotton Textile Workers Lung FunctionContinued exposure to cotton dust in the workplace can cause respiratory health problems for workers, especially textile workers. This occurs due to cotton dust is a complex mixture of several components that can trigger reactions in the human body, such as an allergic response or other processes that cannot be fully understood. The aim of this scoping review is to analyze the effect of cotton dust on value of pulmonary function in textile workers. This research was conducted using a scoping review method in the form of searching data from several articles. Samples come from international journals related to the effect of cotton dust on the value of lung function in textile workers. The databases used in this study were Pubmed, Science Direct, Proquest, and EBSCO, with a total of 1,436 articles. Screening results on articles and articles that passed the eligibility test were 15 articles. The results of the scoping review show that of the 15 articles, most of the studies stated that workers who were exposed to cotton dust had decreased lung function values measured after work shift and had lower lung function values than the control group. Most of the studies stated that the lung function parameter affected by cotton dust was FEV1 and most of the studies also mentioned that exposed workers experienced an obstructive pattern. Based on the study of the entire article, cotton dust exposure can reduce the value of lung function in textile workers.
The impact of obstructive sleep apnea on quality of life in children with asthma Lisa Adhia Garina; Faisal Yunus; Ina Susianti Timan; Widhy Yudistira Nalapraya; Bambang Supriyatno
Paediatrica Indonesiana Vol 62 No 3 (2022): May 2022
Publisher : Indonesian Pediatric Society

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/pi62.3.2022.166-73

Abstract

Background In children with asthma, obstructive sleep apnea (OSA) is a comorbidity of concern. The presence of OSA has been associated with asthma exacerbations and decreased quality of life. Leukotriene played a role in tonsil hypertrophy which is one of the risk factors for OSA. Objective To evaluate the influence of OSA on quality of life in children with asthma. Methods This cross-sectional study in asthmatic children aged 7?15 years was conducted from August 2020 to June 2021 at government elementary and primary high schools in Bandung, West Java, Indonesia. Asthma was diagnosed by peak expiratory flow rate (PEFR) and OSA was diagnosed by polysomnography. Leukotriene was examined by an ELISA method and quality of life assessed by the Pediatric Asthma Quality of Life Questionnaire (PAQLQ). Results Using the ISAAC questionnaire distributed through teachers to parents, 206 (6.9%) of 2,964 children stated that they had been diagnosed with asthma, 80 of whom were included in our study. Subjects’ mean age was 12 (SD 2) years and most were male. Intermittent asthma and history of allergy was dominant. Thirty-two children had OSA, mostly mild OSA. The mean level of leukotriene was not different between asthmatic children with and without OSA. The percentage of PEFR in asthmatic children with OSA was significantly lower than in those without OSA. The total PAQLQ score in asthmatic children with OSA and all PAQLQ domains were significantly lower than in those without OSA. Conclusion Obstructive sleep apnea in children with asthma is significantly associated with decreased peak expiratory flow rate and lower quality of life.
Kemungkinan Mekanisme Peran Zink dalam Patogenesis Covid-19 Moch Ikhsan Juliansyah; Lisa Adhia Garina
Jurnal Riset Kedokteran Volume 1, No.2, Desember 2021, Jurnal Riset Kedokteran (JRK)
Publisher : UPT Publikasi Ilmiah Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (753.706 KB) | DOI: 10.29313/jrk.v1i2.564

Abstract

Abstract. This study was conducted to gather sufficient information on the possible mechanism of the role of zinc in the pathogenesis of COVID-19. The method used in this study is a literature study that collects several previous studies to determine the possible mechanism of the role of zinc in the pathogenesis of COVID-19. The results of this study indicate that there are various possible mechanisms of the role of zinc in the pathogenesis of COVID-19 such as preventing virus entry by increasing epithelial integrity, increasing the ability of mucociliary clearance mechanisms, decreasing ACE-2 receptor expression, preventing viral replication by inhibiting RNA polymerase, eliminating viruses by destabilizing them. viral envelope, regulates the immune system such as activation of natural killer cells, cytotoxic T cells, amplifies B cell receptor signaling, antibody formation and regulates regulatory T cell activity and expression of nuclear factor kappa B to maintain a balanced immune response. Thus, it can be said that zinc has a possible role mechanism in the pathogenesis of COVID-19 by preventing the virus from entering, making virus replication, eliminating the virus, and maintaining a balance of immune responses when someone is exposed to COVID-19. Abstrak. Studi ini dilakukan untuk mengumpulkan informasi yang cukup terhadap kemungkinan mekanisme peran zink dalam patogenesis COVID-19. Metode yang digunakan dalam studi ini adalah studi literatur yang mengumpulkan beberapa penelitian terdahulu untuk mengetahui kemungkinan mekanisme peran zink dalam patogenesis COVID-19. Hasil dari studi ini menunjukan adanya berbagai kemungkinan mekanisme peran zink dalam patogenesis COVID-19 seperti mencegah virus masuk dengan meningkatkan integritas epitel, meningkatkan kemampuan mekanisme mucociliar clearance, menurunkan ekspresi reseptor ACE-2, mencegah replikasi virus dengan menghambat RNA polimerasenya, mengeliminasi virus dengan mendestabilisasi envelop virus, meregulasi sistem imun seperti aktivasi sel natural killer, sel T sitotoksik, memperkuat penyinalan reseptor sel B, pembentukan antibodi dan meregulasi aktivitas sel T regulator dan ekspresi nuclear factor kappa B untuk mempertahankan keseimbangan respon imun. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa zink memiliki kemungkinan mekanisme peran dalam patogenesis COVID-19 dengan cara mencegah virus masuk, mencegah replikasi virus, mengeliminasi virus dan menjaga keseimbangan respon imun pada saat seseorang terkena COVID-19.