Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : Al-Fath

Khalifah Ali bin Abi Thalib: Masduki Masduki
Al-Fath Vol 2 No 2 (2008): Desember 2008
Publisher : Department of Ilmu al-Qur'an dan Tafsir, Faculty of Ushuluddin and Adab, State Islamic University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32678/alfath.v2i2.3285

Abstract

Khalifah terakhir dari khulafa’ur Rasyidin adalah Ali bin Abi Thalib. la memegang tapuk pemerintahan dalam situasi dan kondisi kondisi umat Islam yang sangat jauh berbeda dengan masa Nabi Muhammad SAW. Wilayah kekuasaan yang sudah melebar ke berbagai penjuru Afrika dan Asia Tengah dengan penganut Islam yang tidak lagi hanya Bangsa Arab, tapi sudah berbagai macam bangsa, budaya dan etnik menyatu di bawah naungan kekhilafahan Islam. Namun ternyata kekuatan dan kedigdayaan umat Islam tersebut, digerogoti dari dalam dengan adanya perpecahan politik antar tokoh Islam. Sebenarnya perpecahan tersebut benih-benihnya telah timbul sejak kematian Rasulullah, ketika mereka menentukan siapa pelanjut kepemimpinan beliau. Rasulullah tidak pernah meninggalkan secara detail bagaimana cara mengangkat seorang pemimpin, semuanya diserahkan pada umat Islampada waktu itu. Benih-benih perpecahan meledak menjadi peperangan terbuka antara para sahabat senior di antaranya: Aisyah r.a., Thalhah,Zubair, dan Muawiyah pada masa kekhilafahan Ali bin Abi Thalib. Dari perpecahan dalam politik merembat ke masalah-masalah keyakinan (teologi), sehingga akhirnya umat Islam terkotak-kotak dalam berbagai aliran dan mazhab teologi.
Legalisasi Hukum Islam di Indonesia Masduki Masduki
Al-Fath Vol 1 No 1 (2007): Juni 2007
Publisher : Department of Ilmu al-Qur'an dan Tafsir, Faculty of Ushuluddin and Adab, State Islamic University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32678/alfath.v1i1.3252

Abstract

Pada masa pasca kemerdekaan, kesadaran umat Islam untuk melaksanakan hukum Islam boleh dikatakan semakin meningkat. Perjuangan mereka atas hukum Islam tidak berhenti hanya pada tingkat pengakuan hukum Islam sebagai subsistem hukum yang hidup di masyarakat, tetapi sudah sampai tingkat lebih jauh, yaitu legalisasi dan legislasi. Mereka menginginkan hukum Islam menjadi bagian dari sistem hukum nasional, bukan semata substansinya, tetapi secara legal formal dan positif. Fenomena ini setidaknya muncul pertama kalinya berbarengan dengan lahirnya Piagam Jakarta pada 22 Juni 1945, di mana sila pertamanya berbunyi "Ketuhanan Yang Maha Esa dengan menjalankan Syari‘at Islam bagi pemeluknya”. Perjuangan bagi legislasi hukum Islam sedikit meredup setelah pada tanggal 18 Agustus 1945 tim sukses dari golongan Islam tidak mampu mempertahankan tujuh kata terakhir dari sila pertama Piagam Jakarta tersebut. Dengan hilangnya tujuh kata tersebut, maka tidak mudah untuk melegalpositifkan hukum Islam ke dalam bingkai konstitusi negara, termasuk di era sekarang ini. Walaupun demikian, dengan perjuangan yang tak kenal lelah dari berbagai kalangan tokoh Islam, legalisasi dan legislais hukum Islam mulai menampakan hasilnya ketika akhirnya beberapa materi Hukum Islam mendapat pengakuan secara konstituional juridis.