cover
Contact Name
Novita Kamaruddin
Contact Email
novita.trivita@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
jkp.fkep@unpad.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Keperawatan Padjadjaran
ISSN : 23385324     EISSN : 24427276     DOI : -
Core Subject : Health, Science,
Jurnal Keperawatan Padjadjaran (JKP) or The Padjadjaran Nursing Journal is a peer review journal providing an open access facility for scientific articles published by the principles of allowing free research available for public to support global scientific exchange. Padjadjaran Nursing Journal (JKP) is published three times a year, specifically in April, August, and December.
Arjuna Subject : -
Articles 10 Documents
Search results for , issue "Vol. 5 No. 3 (2017): Jurnal Keperawatan Padjadjaran" : 10 Documents clear
Fenomena Pasung dan Dukungan Keluarga terhadap Pasien Gangguan Jiwa Pasca Pasung Ah. Yusuf; Dian Tristiana Tristiana
Jurnal Keperawatan Padjadjaran Vol. 5 No. 3 (2017): Jurnal Keperawatan Padjadjaran
Publisher : Faculty of Nursing Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1521.271 KB) | DOI: 10.24198/jkp.v5i3.653

Abstract

Indonesia bebas pasung bagi pasien gangguan jiwa merupakan program prioritas yang harus dicapai pemerintah pada tahun 2019. Saat ini upaya bebas pasung telah dilaksanakan dengan baik, permasalahan baru muncul setelah masa pengobatan selesai dan harus kembali kepada keluarga dan masyarakat. Keluarga tidak menghendaki pasien kembali kepada keluarga, diabaikan, kembali kambuh atau menjadi gelandangan psikotik. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran dukungan keluarga terhadap pasien gangguan jiwa pasca pasung. Penelitian ini menggunakan desain kualitatif fenomenologi, jumlah partisipan sebesar 9 orang dipilih dengan purposive sampling, pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam, data dianalisis secara tematik. Hasil penelitian menunjukkan dukungan keluarga terhadap pasien gangguan jiwa pasca pasung diperoleh 2 (dua) tema besar yaitu; fenomena pasung terhadap pasien gangguan jiwa dan dukungan keluarga. Fenomena pasung meliputi; alasan, keputusan, metode, pembebasan dan dampak pemasungan. Dukungan keluarga meliputi; dukungan penilaian, instrumental, informasional dan dukungan emosional. Dukungan keluarga dibutuhkan pasien untuk dapat mencapai penyembuhan dan mencegah kekambuhan. Pengetahuan yang kurang terhadap cara perawatan pasien gangguan jiwa pasca pasung menyebabkan dukungan keluarga yang diberikan terhadap pasien tidak optimal. Pandangan keluarga dan masyarakat yang keliru terhadap pasien gangguan jiwa mempengaruhi penanganan yang tepat terhadap pasien gangguan jiwa.Kata kunci: Dukungan keluarga, gangguan jiwa, pasung. AbstractIndonesian free of pasung for mental disorders is a priority program to be achieved by the government in 2019. Currently the effort of free of pasung for mental illness has been well implemented. A new problems arise after the treatment period is over and patients must return to family and community. Families do not want patients to return to then, ignored, relapse or become psychotic homeless. This study aims to obtain a description of pasung phenomenon and family support for patients after having pasung. This research used qualitative phenomenology design, the number of participants for 9 people was chosen by purposive sampling, data collection was done by indepth interview, the data were analyzed by thematic analysis. The result of the research showed two big themes that are; pasung phenomenon and family supports after the patient having pasung. The pasung phenomenon includes; reasons, decisions, methods, exemptions and the effects of deprivation. Family support includes; support assessment, instrumental, informational and emotional support. Family support is needed for patients to achieve healing and prevent recurrence. The lack of knowledge about the way patients care for post pasung mental disorders cause the family support provided to patients is not optimal. Misrepresentation of family and community opinions on psychiatric patients affects the proper treatment of psychiatric patients.Keywords: Family support, mental disorder, pasung.
Hubungan antara Fatigue, Jumlah CD4, dan Kadar Hemoglobin pada Pasien yang Terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) Kusman Ibrahim; Yusshy Kurnia H; Laili Rahayuwati; Baiq Emi Nurmalisa; Siti Ulfah Rifa’atul Fitri
Jurnal Keperawatan Padjadjaran Vol. 5 No. 3 (2017): Jurnal Keperawatan Padjadjaran
Publisher : Faculty of Nursing Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1506.348 KB) | DOI: 10.24198/jkp.v5i3.649

Abstract

Keberadaan Human Immunodeficiency Virus (HIV) di dalam tubuh secara terus menerus menyebabkan gangguan pada hampir semua sistem tubuh yang berdampak pada munculnya gejala kelelahan (fatigue). Fatigue banyak dilaporkan pada penderita HIV/AIDS dengan prevalensi berkisar antara 20% sampai 60%. Penelitian ini bertujuan menguji hubungan antara fatigue dengan jumlah CD4 dan kadar Hb pada pasien HIV/AIDS. Sebanyak 77 responden direkrut secara purposif di sebuah Klinik Rawat Jalan Rumah Sakit di Kota Bandung. Fatigue diukur menggunakan kuesioner HIV Related Fatigue Score (HRFS). Data yang terkumpul dianalisis menggunakan uji pearson correlation. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara fatigue dengan jumlah CD4 dalam darah (r = -.289, p< 0.05) dan kadar Hb (r = -.349, p< 0.05). Selain itu, kadar Hb memiliki hubungan yang bermakna dengan jumlah CD4 pada pasien HIV/AIDS (r = .360, p < .01). Hasil penelitian ini mengindikasikan perlunya monitoring kadar CD4 dan Hb secara berkala dan melakukan intervensi untuk mengatasi penurunan Hb dan CD4 sesegera mungkin sehingga dapat mencegah agar fatigue tidak berkelanjutan.Kata kunci: CD4, fatigue, hemoglobin, HIV/AIDS. The Correlation of Between Fatigue, CD4 Cell Count, and Hemoglobin Level among HIV/AIDS PatientsAbstractThe existence of Human Immunodeficiency Virus (HIV) in the body continuously causes disruption in almost all body systems that impact on the emergence of symptoms of fatigue. Fatigue was widely reported in HIV/AIDS patients with prevalence ranging from 20% to 60%. This study examined the relationship between fatigue and CD4 cell count and hemoglobin levels in HIV/AIDS patients. A total of 77 respondents were recruited purposively in Outpatient Clinic, General Hospital Bandung City. Fatigue was measured using the HIV Related Fatigue Score (HRFS) questionnaire. The collected data were analyzed using pearson correlation product moment. The results showed there were significant relationship between fatigue and CD4 count in blood (r = -.289, p< 0.05) and hemoglobin level (r = -.349, p< 0.05). In addition, CD4 had significantly correlation with Hb (r = .360, p < .01). The results of this study indicated that nurses or health care providers need to periodically monitor the CD4 and Hb levels and provide early intervention to manage the hemoglobin and CD4 cell count at optimum levels to prevent prolonging fatiguel.Keywords: CD4, fatigue, hemoglobin, HIV/AIDS.
Pengaruh Field Massage sebagai Terapi Adjuvan terhadap Kadar Bilirubin Serum Bayi Hiperbilirubinemia Novi Novianti; Henny Suzana Mediani; Ikeu Nurhidayah
Jurnal Keperawatan Padjadjaran Vol. 5 No. 3 (2017): Jurnal Keperawatan Padjadjaran
Publisher : Faculty of Nursing Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1535.76 KB) | DOI: 10.24198/jkp.v5i3.654

Abstract

Hiperbilirubinemia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada masa neonatal. Terapi modalitas dibutuhkan karena fototerapi sebagai prosedur penatalaksanaan hiperbilirubinemia di rumah sakit berpotensi menimbulkan efek samping. Field massage sebagai terapi adjuvan, diduga dapat meningkatkan ekskresi bilirubin selama bayi mendapat fototerapi. Namun, penelitian field massage sebelumnya baru melaporkan penurunan kadar bilirubin diduga seiring meningkatnya frekuensi buang air besar sebagai efek massage. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh field massage sebagai adjuvan terhadap kadar bilirubin serum bayi hiperbilirubinemia yang menjalani fototerapi. Desain penelitian menggunakan kuasi eksperimen dengan non equivalen pre test-post test design with control group.Sampel diambil secara consecutive terbagi menjadi kelompok intervensi (16 responden) dan kelompok kontrol (16 responden). Data dianalisis menggunakan Dependen T-Test, Independen T-Test, dan Analysis of Covarians. Hasil menunjukkan rata-rata kadar bilirubin serum setelah intervensi pada kelompok intervensi (8,09+1,21) sedangkan kelompok kontrol (10,05+2,17). Penurunan rata-rata kadar bilirubin serum kelompok intervensi (7,20+1,59), sedangkan kelompok kontrol (4,64+1,25), antara kedua kelompok terdapat perbedaan penurunan yang bermakna (p=0,001). Kontribusi variabel confounding tidak berpengaruh terhadap penurunan rata-rata kadar bilirubin serum, setelah dikontrol variabel confounding pada kelompok intervensi memiliki nilai bersih (7,23+0,37), kelompok kontrol memiliki nilai bersih (4,61+0,37). Kesimpulan didapatkan field massage sebagai terapi adjuvan dapat menurunkan kadar bilirubin serum secara efektif. Berdasarkan hasil penelitian Field massage bisa menjadi salah satu alternatif intervensi keperawatan yang dapat digunakan dalam penatalaksanaan bayi hiperbilirubinemia di rumah sakit.Kata kunci: Field massage, fototerapi, hiperbilirubinemia, neonatal. Effect of Field Massage as Adjuvant Therapy on Serum Bilirubin Levels Neonatal HyperbilirubinemiaAbstract Hyperbilirubinemia is the common complication that occurs in neonatal period. Therapeutic modality is needed since phototherapy as a standard procedure for hiperbilirubinemia in hospital is often give side effects. Field massage is an adjuvant therapy might increases the excretion of infant bilirubin serum in procedure of phototherapy. However, previous research used field massage noticed that decreased levels of bilirubin allegedly increased with the frequency of defecation as massage effect. The purpose of this study was to determine effect of field massage as adjuvant to level of bilirubin serum in neonatal with phototherapy.The research design used quasi experiments with non equivalent pre test-post test design. The sample was recruited by consecutive sampling of 16 respondents in intervention group and 16 respondents in control group. Data were analyzed by using Dependent T-Test, Independent T-Test, and Analysis Covarians. Results showed that the mean serum bilirubin level after intervention in intervention group showed (8.09+1.21), while the control group were about 10.05+2.17. Decreasing mean serum bilirubin level in the intervention group (7.20+1.59) and the control group (4.64+1.25), between two groups showed that there had significant decrease (p=0.001). Contribution of confounding variables did not affect to the decreased mean serum bilirubin level, whereas after controlled confounding variables in the intervention group showed had net value (7.23+0.37), and for the control group (4.61+0.37). It can be concluded that field massage is effective and useful in decreasing bilirubin serum levels. Results of this study can be used as one of alternative nursing interventions in managing neonatal hyperbilirubinemia in hospitals.Keywords: Field massage, hyperbilirubinemia, neonatal, phototherapy.
Analisis Risiko Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) pada Perawat Iwan M. Ramdan; Abd. Rahman
Jurnal Keperawatan Padjadjaran Vol. 5 No. 3 (2017): Jurnal Keperawatan Padjadjaran
Publisher : Faculty of Nursing Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1487.769 KB) | DOI: 10.24198/jkp.v5i3.645

Abstract

Perawat merupakan petugas kesehatan dengan presentasi terbesar dan memegang peranan penting dalam pemberian pelayanan kesehatan. Dalam menjalankan tugasnya perawat berisiko mengalami gangguan kesehatan dan keselamatan kerja (K3). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis risiko K3 pada perawat di instalasi gawat darurat (IGD) Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Soemarmo Sosroatmodjo dalam rangka mencari upaya pengendalian risiko yang tepat sehingga perawat terhindar dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Penelitian mixed method telah dilakukan pada seluruh perawat di IGD yang berjumlah 20 orang (total sampling), penilaian risiko mengacu pada standar AS/NZS 4360:2004 tentang Risk Management. Untuk mengkaji likelihood, exposure, dan consequence digunakan pedoman wawancara dan job hazard analysis form. Penilaian tingkat risiko mengacu pada rumus dan tabel “William Fine”. Disimpulkan, bahaya level terbesar diperoleh pada tindakan memasang infus berupa risiko tertusuk jarum suntik, terpapar darah pasien, posisi tubuh yang salah, terpapar virus hepatitis, dan low back pain. Nilai Consequences (C), Exposure (E), dan Likelihood (L) pada tindakan ini adalah C:5, E:6, dan L:6. Rumah sakit disarankan untuk melakukan upaya pengendalian lebih lanjut sesuai dengan hirarki pengendalian K3.Kata kunci: Analisis risiko, instalasi gawat darurat, kesehatan dan keselamatan kerja, perawat. Health and Safety Risk Analysis of NursesAbstractNurses are health care workers with the largest presentation and plays an important role in the health services. In performing its duties, nurses are at risk for health and safety disturbances. This study aimed to analyse the risk of health and safety of nurses in the emergency room (ER) of dr. H. Soemarmo Sosroatmodjo Hospital, in order to find appropriate risk control so that nurses avoid to work accidents and occupational diseases. Mixed method research has been done on all nurses in ER which amounted to 20 nurses (total sampling). Risk assessment refers to the standard of AS/NZS 4360:2004 on Risk Management, interview guide and job hazard analysis form was used to assess the “likelihood”, “exposure”, and “consequence”. Assessment of risk level refers to the formulas and tables of “William Fine”. It is concluded that the greatest danger level obtained on the actions of an intra venous drip, consists of the risk of needlestick injuries, exposure to the patient’s blood, wrong body position, exposed to viral hepatitis, and low back pain. The values of consequences (C), exposure (E), and likelihood (L) in this action are C:5, E:6, and L:6. Hospitals are advised to make further control efforts in accordance with health and safety control hierarchy.Keywords: Emergency room, health and safety, nurses, risk analysis.
Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Skrining Kekerasan terhadap Anak “ICAST-C” versi Bahasa Indonesia Meita Dhamayanti; Anne Dian Rachmawati; Nita Arisanti; Elsa Puji Setiawati; Viramita K Rusmi; Nanan Sekarwana
Jurnal Keperawatan Padjadjaran Vol. 5 No. 3 (2017): Jurnal Keperawatan Padjadjaran
Publisher : Faculty of Nursing Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1557.287 KB) | DOI: 10.24198/jkp.v5i3.650

Abstract

 Saat ini belum ada kuesioner skrining kekerasan terhadap anak (KtA) di Indonesia. Upaya deteksi dini dapat menurunkan kejadian KtA. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan alat skrining kekerasan terhadap anak dengan cara modifikasi dari kuesioner yang telah banyak digunakan di Negara lain, yaitu the International Society for Prevention of Child Abuse and Neglect (ISPCAN)-Child Abuse Screening Tool (ICAST)-for Children (ICAST-C). Rancangan deskriptif dilakukan untuk menilai validitas dan reliabilitas instrumen. Pertama dilakukan lima tahapan translasi dan adaptasi lintas budaya terhadap instrumen hingga didapatkan kuesioner ICAST-C versi Bahasa Indonesia. Kedua dilakukan uji coba terhadap 45 anak usia 11–18 tahun yang bersekolah di SMP dan SMA Kota Bandung. Uji korelasi Rank-Spearman dan Kuder-Richardson digunakan masing-masing untuk mengukur validitas item dan reliabilitas. Validitas item kuesioner ICAST-C versi Bahasa Indonesia sebagian besar dinilai valid kecuali pada sembilan item (Rs ≤0,3). Reliabilitas keseluruhan variabel ICAST versi Bahasa Indonesia adalah KR 0,919. Kuesioner ICAST-C versi Bahasa Indonesia mempunyai validitas item dan reliabilitas yang baik sebagai alat skrining kekerasan terhadap anakKata kunci: ICAST-C, kekerasan terhadap anak, kuesioner skrining  AbstractNowadays there is still no screening tool for violence against child in Indonesia, Early detection may decrease child abuse prevalence The objective study was to obtain a screening tool for child abuse by modifying the questionnaires that have been widely used in other countries, specifically the International Society for Prevention of Child Abuse and Neglect (ISPCAN) -Child Abuse Screening Tool (ICAST) -for Children (ICAST-C). This descriptive study was begun with 5 phase of translation and adaptation across cultural of ICAST-C to establish Bahasa version. The item validity and reliability were measured by correlation Rank Spearman and Kuder-Richardson, respectively The items of ICAST-C Indonesian version were valid except on 9 items (Rs ≤0,3). The reliability of the ICAST-C Indonesian version was KR 0.919. The Indonesian versionquestionnaire of ICAST-C had a good item validity and reliability as a screening tool for child abuse.Keywords: ICAST-C, child abuse, questionnaire, screening
Hubungan Lama Menjalani Hemodialisis dengan Inter-Dialytic Weight Gain (IDWG) pada Pasien Hemodialisis Bayhakki Bayhakki; Yesi Hasneli
Jurnal Keperawatan Padjadjaran Vol. 5 No. 3 (2017): Jurnal Keperawatan Padjadjaran
Publisher : Faculty of Nursing Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1461.964 KB) | DOI: 10.24198/jkp.v5i3.646

Abstract

Inter-Dialytic Weight Gain (IDWG) atau peningkatan berat badan diantara dua tindakan hemodialisis (HD) menjadi salah satu indikator keberhasilan terapi pasien HD. Semakin tinggi IDWG, maka semakin banyak cairan yang menumpuk di dalam tubuh pasien dan semakin berat dampak yang ditimbulkan. Semakin lama seseorang menjalani HD, semestinya semakin banyak yang diketahuinya tentang penyakitnya dan cara mencegah komplikasi sehingga IDWG semestinya semakin turun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara lama waktu menjalani hemodialisis dengan IDWG. Penelitian korelasional ini dilakukan secara cross sectional dengan melibatkan 34 pasien yang telah menjalani hemodialisis minimal 1 tahun di RSUD Dumai, dapat berkomunikasi secara verbal, dan dapat berdiri untuk menimbang berat badan. Data lama waktu menjalani hemodialisis dilihat dari catatan medis pasien. Adapun IDWG dihitung dalam periode siklus satu minggu menjalani hemodialisis menggunakan timbangan dan dicatat di lembar observasi. Data dianalisis menggunakan uji Spearman. Hasil penelitian menunjukkan median 22 serta nilai minimum dan maksimum yaitu 12 dan 86 bulan. Untuk data IDWG median adalah 3 serta nilai minimum dan maksimum yaitu 1 dan 4,5 kilogram. Analisis hubungan menunjukkan tidak ada hubungan antara lama waktu menjalani hemodialiasis dengan IDWG pada pasien hemodialisis di RSUD Dumai (p value = 0,952) dengan nilai r = 0,01. Diharapkan perawat menganalisis pengetahuan serta pemahaman pasien tentang perlunya mengontrol asupan cairan dan berat badan terutama pada pasien yang telah lama menjalani hemodialisis untuk mencegah kenaikan IDWG yang dapat memperberat kondisi pasien.Kata kunci: Cairan, IDWG, lama hemodialisis AbstractInter-Dialytic Weight Gain (IDWG) becomes an indicator of successful of hemodialysis patients treatment. More IDWG indicates more fluid accumulates in the patient’s body and more impact caused by the excess fluid. This study aimed to investigate relationship between length of undergoing hemodialysis and Inter-Dialytic Weight Gain (IDWG) in Hemodialysis Patients. The study was correlational study with cross sectional approach. Samples of the study were 34 patients. Samples were recruited from hemodialysis patients who have been undergoing hemodialysis at least 1 year in Dumai General Hospital, were able to communicate verbally and to stand up for measuring body weight, and willing to participate in the study. Length of undergoing hemodialysis was taken from medical records. IDWG was measured in one week period of cycle of undergoing hemodialysis using a scale and observation sheet. The result showed the average length of time undergoing hemodialysis was 26.65 months, SD was 15.55, median was 22 and minimum and maximum values were 12 and 86 months respectively. The mean of IDWG was 2.73 kilograms with SD was 1.046, median 3 and minimum and maximum values were 1 and 4.5 kilograms respectively. Result of the study showed that there was no relationship between length of time undergoing hemodialysis and IDWG (p value = 0.952) with r = 0.01. Nurses are expected to further analyze patients’ knowledge as well as understanding about the need to control intake of fluid and body weight to prevent problems caused by kidney damage which suffered by hemodialysis patients.Keywords: Fluid excess, hemodialysis patients, IDWG
Pengalaman Perawat dalam Pelaksanaan Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan Profesional di RSUD Cibabat: Studi Fenomenologi Oyoh Oyoh; Irman Somantri; Nanan Sekarwana
Jurnal Keperawatan Padjadjaran Vol. 5 No. 3 (2017): Jurnal Keperawatan Padjadjaran
Publisher : Faculty of Nursing Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1486.405 KB) | DOI: 10.24198/jkp.v5i3.678

Abstract

Pelayanan kesehatan bermutu merupakan salah satu wujud dari tuntutan masyarakat di era globalisasi saat ini. Implementasi Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan Profesional (SP2KP) sebagai salah satu upaya dalam peningkatan mutu pelayanan di Rumah Sakit. Penerapan SP2KP yang tidak sesuai standar akan berpengaruh terhadap kualitas pelayanan kesehatan. Penelitian yang mengkaji tentang pengalaman perawat dalam melaksanakan SP2KP masih terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman perawat dalam pelaksanaan SP2KP. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Pengumpulan data dilakukan dengan cara indepth interview. Partisipan adalah perawat yang terlibat dalam pelaksanaan SP2KP di ruang penyakit dalam yang berjumlah 7 partisipan. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive. Analisis dilakukan dengan metode Colaizzi. Dari hasil penelitian teridentifikasi 5 tema, yaitu: 1) Ketidaksamaan persepsi tentang SP2KP. 2) Hambatan melaksanakan SP2KP dengan baik. 3) Tanggung jawab dan tuntutan organisasi, 4) Hambatan menyeimbangkan tanggung jawab dan tuntutan organisasi. 5) Perlu peningkatan keterampilan profesional dan reward. Hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan SP2KP belum berjalan optimal karena beberapa kendala diantaranya: kurangnya komitmen dan dukungan dari berbagai pihak, perspektif antar perawat yang masih beragam dan unik. Untuk itu hendaknya pihak menejemen rumah sakit meningkatkan dukungan terhadap perawat SP2KP, melakukan penyelelarasan perspektif antar perawat, melakukan supervisi dan pengawasan dalam pelaksanaan SP2KP di ruangan, melengkapi fasilitas sesuai kebutuhan pasien dan merekrut perawat agar jumlah tenaga perawat sesuai dengan jumlah pasien, sehingga pelaksanaan SP2KP bisa berjalan optimal dan mutu pelayanan rumah sakit lebih meningkat.Kata kunci : Fenomenologi, perawat, SP2KP.  Nurse Experience in the Implementation of Professional Nursing Services System at Cibabat Hospital: Phenomenology Study AbstractQuality health services is one manifestation of the demands of society in this current era of globalization. Implementation of Professional Nursing Services System (SP2KP) as one of the efforts in improving the quality of service in the Hospital. Implementation of SP2KP that does not meet the standards will affect the quality of health services. Researches on the experience of nurses in implementing SP2KP are barely conducted. Therefore, this study aims to explore the experience of nurses in the implementation of SP2KP. This research uses qualitative method with phenomenology approach. Data collection is collected by in-depth interview. Participants were nurses who are involved in the implementation of SP2KP in the internal disease room which amounted to 7 participants. Sampling is collected by purposive method. The analysis was done by using Colaizzi method. As a result, there were identified 5 themes, namely: 1) Inequality of perceptions about SP2KP. 2) Obstacles to implement SP2KP well. 3) Responsibilities and demands of the organization, 4) Obstacles to balance organizational responsibilities and demands. 5) Need improvement of professional skill and reward. The results showed that the implementation of SP2KP has not run optimally because of several obstacles such as: lack of commitment and support from various parties, nurse perspectives are still diverse and unique. As a solution for the problem, the hospital management should increase the support to SP2KP nurses, to align the perspectives between nurses, to supervise and supervise SP2KP implementation in the room, to complete the facilities according to the needs of the patients and to recruit the nurses so that the number of nurses in accordance with the number of patients, so that the SP2KP implementation can run optimally and the quality of hospital services will increase. Keywords: Phenomenology, nurse, SP2KP. 
Identifikasi Indikator dalam Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) untuk Meningkatkan Nilai Sub-Indeks Penyakit Menular Ika Dharmayanti; Dwi Hapsari Tjandararini
Jurnal Keperawatan Padjadjaran Vol. 5 No. 3 (2017): Jurnal Keperawatan Padjadjaran
Publisher : Faculty of Nursing Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1480.808 KB) | DOI: 10.24198/jkp.v5i3.647

Abstract

Sejak tahun 2009, Kementerian Kesehatan melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan telah merumuskan Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) untuk menggambarkan kesehatan masyarakat Indonesia. Tahun 2013, IPKM dijabarkan dalam tujuh subindeks yaitu kesehatan balita, kesehatan reproduksi, pelayanan kesehatan, perilaku kesehatan, penyakit tidak menular, penyakit menular, dan kesehatan lingkungan. Penyakit diare dan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) pada balita serta pneumonia merupakan penyakit infeksi yang digunakan dalam perhitungan subindeks penyakit menular dalam IPKM 2013. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi indikator-indikator dalam IPKM yang dapat meningkatkan nilai subindeks penyakit menular. IPKM merupakan komposit dari 30 indikator kesehatan utama yang dihitung dari data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Disain Riskesdas 2013 merupakan survei potong lintang dengan jumlah sampel yaitu seluruh rumah tangga di 33 provinsi dan 497 kabupaten/kota di Indonesia. Analisis data menggunakan regresi linier. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa indikator cakupan akses sanitasi (p = 0,000), cakupan air bersih (p = 0,027), serta cakupan perilaku masyarakat dalam bercuci tangan dengan benar (p = 0,001) memiliki peran penting dalam meningkatkan nilai subindeks penyakit menular. Sehingga diharapkan dengan adanya peningkatan cakupan tiga indikator diatas, maka nilai tiga subindeks (penyakit menular, kesehatan lingkungan, dan perilaku kesehatan) akan turut meningkat. Oleh karena itu, apabila kabupaten/kota ingin meningkatkan nilai subindeks penyakit menular, yang perlu diperhatikan yaitu intervensi terhadap lingkungan dan perilaku manusia. Dengan demikian, nilai IPKM kabupaten/kota juga akan meningkat.Kata kunci: Lingkungan, penyakit menular, perilaku.Identification of Public Health Development Index (PHDI) Indicators to Increase the Value of Sub-Index of Communicable DiseaseAbstractSince 2009, Ministry of Health through Indonesia Agency fro Health Research and Development has formulated Public Health Dvelopment Index (PHDI) to describe public health status in Indonesia. In 2013, PHDI grouped into seven sub indices, namely health status of children under five, reproductive health, health service, health beaviour, non-communicable disease, communicable disease, and environmental health. Diarrhea and acute respiratory infection (ARI) on children under five and pneumonia are infectious diseases used in the calculation of subindex of communicable diseases in PHDI 2013. The aim of this research was to identify indicator in PHDI that could improve the subindex of communicable disease. PHDI is a composite of 30 major health indicators calculated from Basic Health Research (Riskesdas) 2013. The Riskesdas 2013 design was cross sectional survey with total sample of all households in 33 provinces and 497 district/cities in Indonesia. The data was analyzed by linier regression test. The result showed that indicator of access to sanitation (p=0.000), access to clean water (p=0.027) and people’s behavior in proper hand washing (p=0.001) had an important role in imporving the score of sub-index of communicable disease. It is expected that with the increase of the three indicators above, the value of three subindices (communicable disease, environmental health, and health behaviour) will also increase. Therefore, if the district/city wants to increase the value of sub index of communicable disease, the intervention to the environment and human behavior is needed. Thus, the PHDI score in district/city will also increase.Keywords: Behavior, communicable disease, environment.
Perspektif Mahasiswa mengenai Problem-Based Learning (PBL) Mutiara Mutiara; Suryani Suryani; Ikeu Nurhidayah; Sri Hendrawati
Jurnal Keperawatan Padjadjaran Vol. 5 No. 3 (2017): Jurnal Keperawatan Padjadjaran
Publisher : Faculty of Nursing Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1493.063 KB) | DOI: 10.24198/jkp.v5i3.652

Abstract

Pendidikan keperawatan dituntut untuk menghasilkan sumber daya manusia perawat yang kompeten, baik secara akademik maupun dalam tataran praktik. Berbagai penelitian merekomendasikan pendekatan student centered learning dengan metode Problem-Based Learning (PBL) sebagai metode yang efektif memfasilitasi pencapaian kompetensi perawat. Metode ini akan memberikan pengalaman bagi mahasiswa untuk menghadapi real-world problem solving. Meski demikian, bagi mahasiswa program sarjana (undergraduate), pembelajaran PBL merupakan pengalaman baru. Selain itu, literatur juga menunjukkan mahasiswa yang justru frustasi saat menjalankan metode ini. Dengan demikian mengidentifikasi persepsi mahasiswa terhadap metode pembelajaran ini merupakan hal penting. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perspektif mahasiswa tingkat akhir mengenai pembelajaran dengan menggunakan metode PBL. Penelitian deskriptif kuantitatif ini menggunakan total sampling dengan melibatkan 159 mahasiswa tingkat akhir di salah satu institusi pendidikan tinggi keperawatan di Bandung. Data dikumpulkan menggunakan Course Experience Quesionnaire yang dikembangkan oleh David Caroll (2013). Data dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian secara umum menunjukkan 46,94% responden mempunyai perspektif netral; 42,86% responden mempunyai perspektif positif; dan 6,20% responden memiliki perspektif negatif. Dilihat berdasarkan dimensinya, 50% mahasiswa memiliki persepsi netral terhadap kualitas pembelajaran (good teaching scale); 83,3% persepsi positif dalam keterampilan umum (good skills scale); 100% persepsi netral dalam kepuasan mahasiswa (overal satisfaction); 80% persepsi netral terhadap kejelasan tujuan dan standar pembelajaran (clear goals and standars); 75% persepsi netral terhadap tingkat penugasan (appropriate workload scale); dan 33,3% persepsi positif terhadap evaluasi pembelajaran (appropriate assessment scale). Hal ini menunjukan mahasiswa tidak secara tegas menilai pelaksanaan PBL baik atau tidak baik. Hal tersebut dikarenakan di satu sisi mereka merasakan ada hal yang positif dari pelaksanaan PBL tetapi disisi lain ada hal yang negatif yang mereka alami.Kata kunci: Evaluasi, mahasiswa, metode, persepsi, problem-based learning. AbstractNursing education was demanded to form human resources that fulfill qualification such as academic potential and practice that are good in order to form a professional and competent nurse. Various studies recommend student centered learning approach with problem-based learning method as an effective method for the achievement of nurse competence, because it provides experience for students to face real-world problem solving. However, for undergraduate students, PBL learning is a new experience that is different from that obtained during high school, in addition some studies also show students who are frustrated in class, so the evaluation of how students’ perceptions of this learning method is important. The research aimed to identify final grade student’s perspective on learning using problem-based learning method. The research method was using descriptive qualitative, and instruments used Course Experience Quesionnaire developed by David Caroll (2013). The sample in this research is the final grade students at nursing higher education institution in Bandung with total 159 people and taken data by using total sampling technique. Data analyzed by frequency distribution. Results of research showed 46.96% of a neutral perspective respondent, 42.86% of a positive perspective respondent, and 6.20% of negative perspective respondent. Judging by its dimensions, 50% of students have neutral perceptions of the quality of learning (good teaching scale); 83.3% positive perceptions in general skills (good skills scale); 100% neutral perception in student satisfaction (overal satisfaction); 80% neutral perceptions of clarity of objectives and learning standards (clear goals and standars); 75% neutral perception of the workload (appropriate workload scale); and 33.3% positive perceptions of the learning assessment (appropriate assessment scale). The result shows that students do not explicitly assess the implementation of PBL as good or bad, due to they experienced positive and negative thing from the implementation of PBL.Keywords: Evaluation, method, problem based learning, student.
Pengaruh Terapi Musik Lullaby terhadap Heart Rate, Respiration Rate, Saturasi Oksigen pada Bayi Prematur Etika Emaliyawati; Sari Fatimah; Lidya Lidya
Jurnal Keperawatan Padjadjaran Vol. 5 No. 3 (2017): Jurnal Keperawatan Padjadjaran
Publisher : Faculty of Nursing Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1527.213 KB) | DOI: 10.24198/jkp.v5i3.648

Abstract

Bayi prematur yang terpasang alat bantu napas harus dalam kondisi tenang sehingga ada sinkronisasi antara napas bayi dengan alat bantu napas yang dimanifestasikan dengan perubahan heart rate, respiration rate dan saturasi oksigen. Salah satu cara membuat bayi tenang selama penggunaan alat bantu napas adalah pemberian terapi musik lullaby. Tujuan penelitian ini untuk melihat pengaruh terapi musik lullaby terhadap heart rate, respiration rate dan saturasi oksigen pada bayi prematur yang terpasang alat bantu napas. Penelitian ini menggunakan desain quasi experiment design with pre-post test without control group terhadap 22 bayi prematur yang dipilih secara non probability sampling melalui pendekatan purposive dengan kriteria bayi dipasang alat bantu napas, usia gestasi 24-36 minggu, tidak mengalami ensepalofati hipoksik iskemik. Pengumpulan data dilakukan pengukuran heart rate, respiration rate dan saturasi oksigen sebelum terapi musik lullaby diberikan dan setelah musik lullaby diberikan selama 3 hari. Analisa data yang digunakan adalah uji t dependen. Hasil menunjukan adanya perbedaan rata-rata heart rate, respiration rate dan saturasi oksigen pada hari pertama sebelum terapi musik lullaby diberikan dibandingkan dengan hari ketiga setelah terapi musik lullaby diberikan dengan nilai p value <0,05 untuk heart rate, p value <0,05 untuk respiration rate dan p value <0,05 untuk saturasi oksigen. Pemberian musik lullaby terbukti mampu membuat bayi prematur tenang dan dapat dilakukan di tempat perawatan bayi prematur lainnya yang terpasang alat bantu napas sebagai salah satu upaya mempertahankan ketenangan pada bayi prematur.Kata kunci: Bayi prematur, heart rate, respiration rate, saturasi oksigen, terapi musik lullaby Effect of  Lullaby Music Therapy on Heart Rate, Respiration Rate, Oxygen Saturation on Prematur InfantAbstractPremature infants assisted with breathing apparatus should be in calm condition so that there is synchronization between the baby’s breath and the breathing apparatus manifested by changes in heart rate, respiration rate and oxygen saturation. One way to make babies calm during the use of breathing aids is the provision of lullaby music therapy. The purpose of this study was to find out the effect of lullaby music therapy on heart rate, respiration rate and oxygen saturation in premature infants with breathing apparatus. This study used quasi experiment design with pre-post test without control group to 22 preterm babies selected by nonprobability sampling technique via purposive approach with criteria of infant with breathing apparatus, gestational age 24-36 weeks, and no ischemic hypoxic ensepalofati. Samples taken were heart rate measurement, respiration rate, and oxygen saturation before and afterlullaby music therapy was given for 3 days. Data analysis used was t test dependent. The statistical results showed the difference in heart rate, respiration rate and oxygen saturation on the first day before lullaby music therapy was administered compared to the third day after lullaby music therapy was administered with a pvalue value <0.05 for heart rate, pvalue <0.05 for respiration rate, and pvalue <0.05 for oxygen saturation. The provision of lullaby music was proven to make premature babies at peace and could be provided in other baby care unit with breathing support as an effort to sustain peace for premature babies.Keywords: Heart rate, lullaby music therapy, premature infants, respiration rate, oxygen saturation.

Page 1 of 1 | Total Record : 10


Filter by Year

2017 2017


Filter By Issues
All Issue Vol. 11 No. 2 (2023): Jurnal Keperawatan Padjadjaran Vol. 11 No. 1 (2023): Jurnal Keperawatan Padjadjaran Vol. 10 No. 3 (2022): Jurnal Keperawatan Padjadjaran Vol. 10 No. 2 (2022): Jurnal Keperawatan Padjadjaran Vol. 10 No. 1 (2022): Jurnal Keperawatan Padjadjaran Vol. 9 No. 3 (2021): Jurnal Keperawatan Padjadjaran Vol. 9 No. 2 (2021): Jurnal Keperawatan Padjadjaran Vol. 9 No. 1 (2021): Jurnal Keperawatan Padjadjaran Vol. 8 No. 3 (2020): Jurnal Keperawatan Padjadjaran Vol. 8 No. 2 (2020): Jurnal Keperawatan Padjadjaran Vol. 8 No. 1 (2020): Jurnal Keperawatan Padjadjaran Vol. 7 No. 3 (2019): Jurnal Keperawatan Padjadjaran Vol. 7 No. 2 (2019): Jurnal Keperawatan Padjadjaran Vol. 7 No. 1 (2019): Jurnal Keperawatan Padjadjaran Vol. 6 No. 3 (2018): Jurnal Keperawatan Padjadjaran Vol. 6 No. 2 (2018): Jurnal Keperawatan Padjadjaran Vol. 6 No. 1 (2018): Jurnal Keperawatan Padjadjaran Vol. 5 No. 3 (2017): Jurnal Keperawatan Padjadjaran Vol. 5 No. 2 (2017): Jurnal Keperawatan Padjadjaran Vol. 5 No. 1 (2017): Jurnal Keperawatan Padjadjaran Vol. 4 No. 3 (2016): Jurnal Keperawatan Padjadjaran Vol. 4 No. 2 (2016): Jurnal Keperawatan Padjadjaran Vol. 4 No. 1 (2016): Jurnal Keperawatan Padjadjaran Vol. 3 No. 3 (2015): Jurnal Keperawatan Padjadjaran Vol. 3 No. 2 (2015): Jurnal Keperawatan Padjadjaran Vol. 3 No. 1 (2015): Jurnal Keperawatan Padjadjaran Vol. 2 No. 3 (2014): Jurnal Keperawatan Padjadjaran Vol. 2 No. 2 (2014): Jurnal Keperawatan Padjadjaran Vol. 2 No. 1 (2014): Jurnal Keperawatan Padjadjaran Vol. 1 No. 3 (2013): Jurnal Keperawatan Padjadjaran Vol. 1 No. 2 (2013): Jurnal Keperawatan Padjadjaran Vol. 1 No. 1 (2013): Jurnal Keperawatan Padjadjaran More Issue