cover
Contact Name
Argyo Demartoto
Contact Email
jas@mail.uns.ac.id
Phone
+62271637277
Journal Mail Official
jas@mail.uns.ac.id
Editorial Address
https://jurnal.uns.ac.id/jas/about/editorialTeam
Location
Kota surakarta,
Jawa tengah
INDONESIA
Jurnal Analisa Sosiologi
ISSN : 23387572     EISSN : 26150778     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal Analisa Sosiologi (JAS) diterbitkan per semester pada bulan April dan Oktober oleh Program Studi Magister Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan ISSN : 2338 - 7572 (Print) dan ISSN: 2615-0778 (Online). JAS berdasarkan kutipan dan keputusan Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan, Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor: 21/E/KPT/2018, tanggal 9 Juli 2018 tentang hasil akreditasi jurnal ilmiah periode 1 tahun 2018, telah terakreditasi Peringkat 4 yang berlaku 5 Tahun, yaitu Volume 5 Nomor 1 tahun 2016 sampai Volume 9 Nomor 2 Tahun 2020. JAS memfokuskan diri pada hasil penelitian terkait isu-isu sosial-kontemporer di Indonesia, khususnya yang berkenaan dengan perkembangan masyarakat dari berbagai aspek. Selain itu, JAS juga menerima artikel yang bersumber pada telaah pustaka terkait dengan upaya pengembangan teori-teori sosiologi. Informasi mengenai JAS juga bisa diperoleh melalui media sosial.
Articles 10 Documents
Search results for , issue "Vol 12, No 3 (2023)" : 10 Documents clear
KARAKTERISTIK KORUPTOR PADA PEMERINTAH PROVINSI DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI INDONESIA TAHUN 2018-2020 Isnaeni Etik Martiqoh; Rin Rostikawati; Muslihudin Muslihudin; Rili Windiasih
Jurnal Analisa Sosiologi Vol 12, No 3 (2023)
Publisher : UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/jas.v12i3.63694

Abstract

Cases of criminal acts of corruption that are rife in the provincial and regency/city governments show that the administration of government with the principles of good governance has not fully worked out well. Not only was there a spread of authority and power from the central government to local governments, there was also a spread of corruption cases that were initially concentrated in the central government and then spread to local governments. Perpetrators of corruption or commonly referred to as corruptors are not only committed by certain groups of people, but also people in various circles who have been proven to have committed criminal acts of corruption. This study was conducted with the aim of describing the characteristics of perpetrators of corruption in the provincial and district/city governments. The research was conducted using quantitative methods with descriptive aproach. The results show that corruptors in the provincial and district governments are dominated by men and people who hold positions as DPRD members, civil servants, regional heads and deputy regional heads, judges, regional secretaries, DPRD chairman and deputy DPRD chairman. Therefore, efforts are needed to prevent and eradicate corruption in local governments, including by improving the bureaucratic system to be more effective and efficient, implementing professional ethics as well as possible, providing strict legal and social sanctions, and revising the applicable laws and regulations in the context of closing the loophole in the rubber article which is often used by corrupt actors to escape punishment.Keywords: characteristics of corruptors, provincial government, district/city governmentABSTRAKKasus tindak pidana korupsi yang marak terjadi di pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota menunjukkan bahwa penyelenggaraan pemerintahan dengan prinsip good governance belum sepenuhnya berjalan dengan baik. Tidak hanya terjadi penyebaran wewenang dan kekuasaan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, juga terjadi penyebaran kasus korupsi yang awalnya terpusat di pemerintah pusat kemudian menyebar hingga ke pemerintah daerah. Pelaku korupsi atau biasa disebut dengan koruptor tidak hanya dilakukan oleh orang-orang kalangan tertentu, tetapi juga orang-orang di berbagai kalangan terbukti telah melakukan tindak pidana korupsi. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendeskripsikan karakteristik pelaku korupsi pada pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Penelitian dilakukan menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa  pelaku korupsi pada Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Kabupaten/Kota lebih banyak dilakukan oleh laki-laki dan orang-orang yang menduduki jabatan sebagai Anggota DPRD, Pegawai Negeri Sipil, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, Hakim, Sekretaris Daerah, Ketua DPRD serta Wakil Ketua DPRD. Fenomena korupsi dapat dikaji melalui teori struktural fungsional karena terjadinya korupsi disebabkan oleh adanya ketidaktaatan antara pemegang kekuasaan dengan norma-norma yang mengatur pelaksanaan kekuasaan. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk memberantas korupsi yaitu: memperbaiki sistem birokrasi menjadi lebih efektif dan efisien, mengimplementasikan etika profesi dengan sebaik-baiknya, memberikan sanksi hukum dan sosial yang tegas, serta merevisi peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam rangka menutup celah pasal karet yang seringkali digunakan oleh pelaku korupsi untuk membebaskan diri dari hukuman. Kata kunci: karakteristik koruptor, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten /kota
KEKERASAN BERBASIS GENDER ONLINE DALAM FENOMENA AKHWAT HUNTER : OBJEKTIFIKASI PEREMPUAN BERPAKAIAN SYAR’I Rizki Amaliya; Siti Nurbayani K; Fajar Nugraha Asyahidda
Jurnal Analisa Sosiologi Vol 12, No 3 (2023)
Publisher : UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/jas.v12i3.70853

Abstract

Covered clothing (syar'i) is considered as clothing that can provide self-protection against sexual harassment. However, the facts reveal that women who wear clothes syar'i cannot completely avoid acts of sexual harassment either directly or indirectly. The research method uses a hybrid method with SLR method then qualitative method with observation and interviews to legitimize findings. The literature process was carried out using the PRISMA method technique and data analysis was carried out using meta-synthesis. Researchers conducted a review of 15 articles international, 6 national journals, and 3 online news. Researchers conducted observations and interviews of women dress syar'i in revealing perspectives on the phenomena Akhwat Hunter. The results of the study indicate that there are several factors that cause the formation of deviant behavior. The driving factor is caused by the formation of stereotypes about women in dress syar'i, wrong sexual urges, and internal norms that reinforce the behavior. In addition, environmental factors include the cyberspace and the perception of anonymity cause the courage to commit social deviations. This study also identified social responses to Akhwat Hunter community. Social stigma to this community exists because of the attitude of not agreeing with deviant behavior. This stigma affects community interaction with the wider community and results in formal and informal social sanctions. The results of this study can be useful for the community to avoid the negative impacts of sexual deviance behavior such as Akhwat Hunter as well as additional knowledge, especially in the field of social deviation. Keywords: syar'i clothes, sexual harassment, Akhwat Hunter Abstrak Pakaian tertutup (syar’i) dianggap sebagai pakaian yang dapat memberikan perlindungan diri terhadap terjadinya pelecehan seksual. Namun, fakta mengungkapkan bahwa perempuan yang menggunakan pakaian syar’i tidak sepenuhnya dapat terhindar dari aksi pelecehan seksual baik secara langsung maupun tidak langsung. Metode penelitian menggunakan metode gabungan (hybrid) dengan systematic literature review (SLR) kemudian metode kualitatif dengan observasi dan wawancara untuk melegitimasi temuan pada SLR. Proses literatur dilakukan dengan teknik metode PRISMA serta melakukan analisis data dengan meta-sintesis. Peneliti melakukan telaah terhadap 15 artikel bereputasi internasional, 6 jurnal nasional serta 3 sumber berita online yang relevan dengan topik penelitian. Peneliti melakukan observasi serta wawancara terhadap perempuan berpakaian syar’i dalam mengungkap prespektif terhadap fenomena Akhwat Hunter. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor dari aspek sosial dalam perspektif sosiologi yang menyebabkan terbentuknya perilaku menyimpang. Faktor pendorong disebabkan oleh terbentuknya mitos atau stereotipe terhadap perempuan berpakaian syar’i, dorongan seksual yang salah, serta norma internal yang memperkuat terjadinya perilaku tersebut. Selain itu, faktor lingkungan meliputi lingkungan online (dunia maya) dan persepsi anonimitas menyebabkan keberanian melakukan penyimpangan sosial juga berperan dalam proses terjadinya penyimpangan. Penelitian ini juga mengidentifikasi respon sosial terhadap komunitas Akhwat Hunter. Stigma sosial kepada komunitas ini hadir karena sikap tidak setuju dengan perilaku menyimpang tersebut. Stigma tersebut mempengaruhi interaksi komunitas dengan masyarakat luas dan menghasilkan sanksi sosial secara formal maupun informal. Hasil kajian ini dapat berguna bagi masyarakat untuk menghindari dampak negatif dari perilaku penyimpangan seksual seperti Akhwat Hunter serta sebagai tambahan pengetahuan khususnya di bidang penyimpangan sosial. Kata Kunci: pakaian syar’i, pelecehan seksual, Akhwat Hunter
PERTUKARAN SOSIAL PETANI KAKAO DENGAN KOPERASI KONSUMEN BINA SEJAHTERA PESAWARAN DALAM MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS KAKAO DI KECAMATAN WAY RATAI DAN KEDONDONG Imam Mahmud; Damar Wibisono
Jurnal Analisa Sosiologi Vol 12, No 3 (2023)
Publisher : UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/jas.v12i3.67715

Abstract

Cocoa (Theobroma Cacao L) has a significant role in the national economic condition because most of the cocoa plantations in Indonesia managed by cocoa farmers, including in the Way Ratai and Kedondong District, Pesawaran Regency, Lampung. However, the cocoa production in the area is still not optimal due to the old age of the cocoa plants and traditional cultivation techniques. Therefore, a partnership with the Koperasi Bina Sejahtera Pesawaran Consumer (KBSP) is needed. This research purpose to knowing the partnership between cocoa farmers and Koperasi KBSP using social exchange theory. The method used is descriptive qualitative. The results showed that the first step of cooperation between cocoa farmers and Koperasi KBSP carried out through an agreement without any conditions for cocoa farmers but only needed a letter of commitment so that the number of cocoa farmers who registered as members of the Koperasi KBSP increased. This condition strengthened by several program plans to increase cocoa productivity in the Way Ratai and Kedondong District, including ensuring the supply of quality seeds, the certainty of additional income while waiting for the harvest period, and profits in the process of selling cocoa plants. Results of the study strengthen social exchange theory which explains four main constituents: the existence of reinforcement tools in the form of rewards and resources, exchange mechanisms based on subjective cost-reward analysis, structure and social capital that stimulate social exchange, and reciprocity that creates duty between parties involved in the social exchange.Keywords: Cooperation, Partnership, Cooperative, Social Exchange AbstrakTanaman Kakao (Theobroma Cacao L) memiliki peranan cukup penting bagi perekonomian nasional, karena sebagian besar perkebunan kakao di Indonesia dikelola oleh rakyat, diantaranya yaitu di wilayah Kecamatan Way Ratai dan Kecamatan Kedondong, Kabupaten Pesawaran, Lampung. Akan tetapi, produksi kakao yang dihasilkan oleh petani kakao di wilayah tersebut belum optimal karena  usia tanaman yang sudah tua dan teknik budidaya tradisional. Oleh sebab itu, dibutuhkan adanya kerja sama kemitraan dengan koperasi Konsumen Bina Sejahtera Pesawaran (KBSP). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kerja sama kemitraan antara petani kakao dengan Koperasi KBSP dengan menggunakan teori pertukaran sosial (social exchange theory). Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa langkah awal kerja sama antara petani kakao dengan Koperasi KBSP dilakukan melalui perjanjian tanpa syarat apapun bagi petani kakao, tetapi hanya dibutuhkan surat komitmen kerja sama, sehingga jumlah petani kakao yang mendaftar sebagai anggota koperasi mengalami peningkatan. Kondisi tersebut diperkuat oleh beberapa rencana program untuk meningkatkan produktivitas kakao Kecamatan Way Ratai dan Kecamatan Kedondong, yang meliputi kepastian penyediaan bibit yang berkualitas, kepastian tambahan penghasilan selama menunggu masa panen, dan keuntungan dalam proses penjualan tanaman kakao. Hasil penelitian memperkuat teori pertukaran sosial yang menjelaskan empat empat konstituen utama yaitu adanya alat penguatan berupa imbalan dan sumber daya, mekanisme pertukaran berdasarkan analisis biaya-imbalan subjektif, struktur dan modal sosial yang menstimulus terjadinya pertukaran sosial, dan timbal balik yang menciptakan kewajiban di antara para pihak yang terlibat dalam pertukaran sosial yang saling menguntungkan. Kata Kunci: Kerja Sama, Kemitraan, Koperasi, Pertukaran Sosial
PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MEMILIH PASANGAN PADA DEWASA AWAL BERDASARKAN KEPERCAYAAN TRADISI PETUNG WETON Ratih Putri Happy Sujari; Yudho Bawono
Jurnal Analisa Sosiologi Vol 12, No 3 (2023)
Publisher : UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/jas.v12i3.72457

Abstract

This study aims to determine the influence of petung weton tradition beliefs on decision-making in choosing a partner in early adulthood in Bojonegoro. The respondents in this study were 100 Bojonegoro people aged 18-40 years, who will or plan to marry, and still, use weton calculations to choose a partner. The research method used is quantitative. The instruments used are a belief scale of 42 items with reliability of 0.905 and a decision-making scale of 38 items with reliability of 0.949. The data analysis used in this study is a simple linear regression analysis with SPSS 25.0 for windows. The results show a significance value of 0.000. The value is smaller than 0.05 (0.000 < 0.05) so that means that there is an influence between the variable X and Y. Correlation number (r) is 0.796 where the value is in a strong category. While the R Square value is 0.634, indicating that the contribution of the variable X to Y is 63.4% and the rest is influenced by other factors. The direction of the relationship is positive, which means that the higher the trust in the petung weton tradition, the higher the decision-making in choosing a partner using weton calculations. So that the hypothesis in this study is accepted, namely that the belief in the petung weton tradition influences decision-making in choosing a partner in early adulthood in Bojonegoro. Keywords: petung weton, decision making AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepercayaan tradisi petung weton terhadap pengambilan keputusan dalam memilih pasangan pada dewasa awal di Bojonegoro. Responden pada penelitian ini adalah 100 masyarakat Bojonegoro yang berusia 18 – 40 tahun, akan atau berencana untuk menikah dan masih menggunakan perhitungan weton dalam memilih pasangan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif. Instrumen yang digunakan adalah skala kepercayaan tradisi petung weton sebanyak 42 aitem dengan reliabilitas 0,905 dan skala pengambilan keputusan sebanyak 38 aitem dengan reliabilitas 0,949. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier sederhana dengan SPSS 25.0 for windows. Hasilnya menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,000. Nilai tersebut lebih kecil daripada 0,05 (0,000 < 0,05) sehingga artinya terdapat pengaruh antara variabel X terhadap Y. Angka korelasi (r) sebesar 0,796 di mana nilai tersebut masuk dalam kategori kuat. Sedangkan nilai R Square sebesar 0,634, menunjukkan bahwa kotribusi variabel X terhadap Y sebesar 63,4% dan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain. Arah hubungan bernilai positif artinya semakin tinggi kepercayaan tradisi petung weton, maka semakin tinggi juga pengambilan keputusan dalam memilih pasangan menggunakan perhitungan weton. Sehingga hipotesis dalam penelitian ini diterima yaitu terdapat pengaruh kepercayaan tradisi petung weton terhadap pengambilan keputusan dalam memilih pasangan pada dewasa awal di Bojonegoro. Kata Kunci: petung weton, pengambilan keputusan
DISORGANISASI SOSIAL TENAGA KERJA VIETNAM DI JEPANG Ichlasul Ayyub
Jurnal Analisa Sosiologi Vol 12, No 3 (2023)
Publisher : UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/jas.v12i3.67791

Abstract

Japan is one of the most powerful economies in the world. A high economy makes the lives of Japanese residents happier, the proof that crime cases in Japan is low. Crime’s can be caused by various factors and can be committed by anyone, indigenous people, or immigrants. Japan, which incidentally has a good economy condition, will certainly attract people from all over the world to come to Japan, as workers, students, or as tourists. From that many immigrants, not all of them obey the rules in Japan, few of them commit crimes. Immigrants who commit crimes come from various countries, but the most significant are immigrants from Vietnam. The number of Vietnamese immigrants who commit crimes in Japan is relatively increasing every year. The purpose of this study is to analyze the phenomenon of increasing crime committed by Vietnamese immigrants using the perspective of social disorganization and the concept of poverty, a concept from Anthony Giddens. This research is a qualitative descriptive research using literature study method. The results of the analysis show that the unstable economy in the country of origin and the large number of Japanese companies investing in Vietnam have made many parents send their children to work in Japan. Sometimes because of the strong desire of parents who are not balanced with the mental maturity of the child. Mental instability triggers people to do things that are forbidden. Differences in norms, economics, and high socio-cultural differences between Vietnam and Japan also led to social disorganization.Keywords: Vietnamese Crime; Japan; Social Disorganization; The Concept of Poverty AbstrakJepang adalah salah satu negara dengan perekonomian yang kuat di dunia. Perekonomian yang tinggi membuat kehidupan penduduk Jepang lebih bahagia, ini terbukti dengan jumlah kasus kejahatan di Jepang yang rendah. Kasus kejahatan bisa disebabkan oleh berbagai faktor dan bisa dilakukan oleh siapa saja, warga pribumi, maupun warga pendatang. Jepang yang notabene memiliki kondisi perekonomian yang bagus tentu akan menarik minat warga dari berbagai penjuru dunia untuk datang ke Jepang, sebagai pekerja, pelajar, maupun sebagai wisatawan. Dari sekian banyak pendatang tersebut tidak semuanya mematuhi peraturan yang ada di Jepang, beberapa dari mereka ada yang melakukan kejahatan. Pendatang yang melakukan kejahatan berasal dari berbagai negara, namun yang paling signifikan adalah pendatang dari Vietnam. Jumlah pendatang Vietnam yang melakukan kejahatan di Jepang semakin meningkat setiap tahun. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa fenemona meningkatnya kriminalitas yang dilakukan oleh pendatang Vietnam menggunakan perspektif disorganisasi sosial dan konsep poverty atau kemiskinan, suatu konsep dari Anthony Giddens. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan metode studi pustaka. Hasil analisis menunjukkan bahwa perekonomian yang tidak stabil di negara asal dan banyaknya perusahaan Jepang yang berinvestasi di Vietnam membuat banyak orang tua menyuruh anaknya bekerja di Jepang. Kadang karena keinginan keras dari orang tua yang tidak diimbangi dengan kematangan mental anak. Mental yang tidak stabil memicu orang untuk melakukan hal yang dilarang. Perbedaan norma, ekonomi, dan sosial budaya yang tinggi antara Vietnam dan Jepang juga menyebabkan terjadinya disorganisasi sosial.Kata Kunci: Kejahatan Orang Vietnam; Jepang; Disorganisasi Sosial, Konsep Poverty
TRANSFORMASI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DAYAK IBAN DALAM ERA INDUSTRIALISASI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN SANGGAU Kornelia Leli; Viza Juliansyah; Efriani Efriani
Jurnal Analisa Sosiologi Vol 12, No 3 (2023)
Publisher : UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/jas.v12i3.71292

Abstract

This study aims to describe the socio-economic transformation of the Dayak Iban Sebaruk community since the industrialization of oil palm plantations in Sungai Daun Hamlet, Sekayam District, Sanggau Regency. This study has focused on three main things: socio-economic life before the industrialization of oil palm, socio-economic life after the industrialization of oil palm, and the phenomenon of socio-economic transformation seen in the Dayak Iban Sebaruk in Sungai Daun Hamlet. This research has used a descriptive qualitative method using the theory of social change from traditional society to modern society. The results of this study have shown that the Dayak Iban Sebaruk community has experienced socio-economic changes due to the industrialization of oil palm plantations. This transformation can be seen in 5 aspects: livelihood shifts, social and cultural changes, infrastructure strengthening, environmental changes, and socio-political changes.Keywords: Socio-Economic Changes, Palm Oil Plantations, Industrialization and the Dayak Iban Sebaruk Community AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan transformasi sosial ekonomi Masyarakat Dayak Iban Sebaruk sejak adanya Industrialisasi Perkebunan Kelapa Sawit di Dusun Sungai Daun Kecamatan Sekayam Kabupaten Sanggau. Kajian ini berfokus pada 3 hal utama, yakni kehidupan social ekonomi sebelum industrialisasi kelapa sawit, kehidupan social ekonomi sesudah industrialisasi kelapa sawit, dan fenomena transfomasi social ekonomi yang tampak pada Dayak Iban Sebaruk di Dusun Sungai Daun.Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif dengan menggunakan teori perubahan masyarakat dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat Dayak Iban Sebaruk telah mengalami perubahan sosial ekonomi akibat industrialisasai Perkebunan KElapa sawit.Transformasi itu tampak dalam 5 aspek, yakni pergeseran mata pencaharian, perubahan sosial dan budaya, penguatan infrastruktur, perubahan lingkungan, dan perubahan sosial-politik.Kata Kunci: Perubahan Sosial Ekonomi, Perkebunan Kelapa Sawit, Industrialisasi dan Masyarakat Dayak Iban Sebaruk
DINAMIKA STRUKTURAL FUNGSIONAL DALAM EKSISTENSI USAHA PATUNG BATU ANDESIT DI DUSUN JATISUMBER, KABUPATEN MOJOKERTO Devy Agustin Sari; Ananda Dwitha Yuniar; Nur Hadi; Luhung Achmad Perguna
Jurnal Analisa Sosiologi Vol 12, No 3 (2023)
Publisher : UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/jas.v12i3.68760

Abstract

Most of the people of Jatisumber Hamlet work as craftsmen of andesite stone statues. However, the occurrence of various problems led to a decrease in the number of andesite stone sculpture craftsmen in Jatisumber Hamlet. The purpose of this research is to analyze the structural-functional dynamics in the existence of the andesite stone sculpture business in Jatisumber Hamlet. This study applies a qualitative research method with a descriptive approach. The research location is in Jatisumber Hamlet, Watesumpak Village, Trowulan, Mojokerto. Data collection techniques were obtained from non-participant observation, structured interviews, and documentation. The results of this study found that the decline in andesite stone sculpture craftsmen in Jatisumber Hamlet was caused by the 1st Bali bombing incident in 2002, the place where cast statues were made in Jatisumber Hamlet in 2005, and the global economic crisis in 2008. Craftsmen who did not continue their business could change professions or become sculptors andesite stone statues in other places of business, so that only a few of the andesite stone sculpture craftsmen remained who decided to survive. The craftsmen who survived implemented 10 adaptation strategies to overcome obstacles and maintain the andesite stone sculpture business. As with the structural-functional theory from Talcott Parsons that the decline of craftsmen forms a system in the andesite stone sculpture business, the roles of craftsmen and sculptors are interrelated in the system. So that part of AGIL is carried out so that the system can survive which includes: determining 10 adaptation strategies (adaptation), adaptation strategies are applied to achieve goals (goal attainment), implementation of adaptation strategies through cooperation (integration), maintaining andesite stone sculpture business by implementing strategies adaptation (latency).Keywords: Craftsmen, Adaptation Strategy, Andesite Stone Sculpture Business AbstrakSebagian besar masyarakat Dusun Jatisumber berprofesi sebagai pengrajin patung batu andesit. Namun terjadinya berbagai permasalahan menyebabkan semakin menurunnya jumlah pengrajin patung batu andesit di Dusun Jatisumber. Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis dinamika struktural fungsional dalam eksistensi usaha patung batu andesit di Dusun Jatisumber. Penelitian ini menerapkan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Lokasi penelitian berada di Dusun Jatisumber, Desa Watesumpak, Trowulan, Mojokerto. Teknik pengumpulan data diperoleh dari observasi non partisipan, wawancara terstruktur, serta dokumentasi. Hasil penelitian ini didapatkan bahwa penurunan pengrajin patung batu andesit di Dusun Jatisumber disebabkan karena insiden bom Bali 1 tahun 2002, tempat pembuatan patung cor di Dusun Jatisumber tahun 2005, serta krisis ekonomi global tahun 2008. Pengrajin yang tidak meneruskan usahanya dapat beralih profesi maupun menjadi pemahat patung batu andesit di tempat usaha lain, sehingga hanya tersisa beberapa dari pengrajin patung batu andesit yang memutuskan untuk bertahan. Adapun pengrajin yang bertahan menerapkan 10 strategi adaptasi untuk mengatasi kendala serta mempertahankan usaha patung batu andesit. Sebagaimana teori struktural fungsional dari Talcott Parsons bahwa penurunan pengrajin membentuk sistem pada usaha patung batu andesit, hal ini peranan yang dimiliki pengrajin serta pemahat saling berkaitan dalam sistem. Sehingga bagian dari AGIL dilakukan agar sistem dapat bertahan yang diantaranya meliputi: penentuan 10 strategi adaptasi (adaptation), strategi adaptasi diterapkan untuk mewujudkan tujuan (goal attainment), pelaksanaan strategi adaptasi melalui kerja sama (integration),  menjaga usaha patung batu andesit dengan menerapkan strategi adaptasi (latency).Kata Kunci: Pengrajin, Strategi Adaptasi, Usaha Patung Batu Andesit
DINAMIKA MARKETPLACE DAN TOKO KELONTONG: STUDI KASUS DI DESA TAMBAKSAWAH, SIDOARJO Rahmah Utari Alfafa; Isa Anshori
Jurnal Analisa Sosiologi Vol 12, No 3 (2023)
Publisher : UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/jas.v12i3.69604

Abstract

The influence of technological developments gave rise to online shopping places which are now known as marketplaces. Many people are switching to shopping through the marketplace compared to shopping directly at the store. The existence of a marketplace has both negative and positive impacts on the existence of a grocery store in Tambaksawah Village. However, there are still some people who choose to shop at grocery stores. One of the reasons they shop at grocery stores is because of the convenience felt by shoppers. If the shop owner is friendly to the buyer, then the buyer is likely to shop at that store again. The interaction between individuals produces several aspects, one of which is reciprocity. This is relevant to the theory put forward by George C. Homans, namely Social Exchange Theory. The most visible characteristics of exchange theory are costs and rewards. When interacting socially, someone will always consider the cost (sacrifice or cost) against the reward (profit or benefit) they receive from that interaction. The purpose of writing this article is to understand the relationship between the existence of a marketplace and a grocery store based on a social exchange perspective. This research belongs to the qualitative method and the source of data collection is through interviews. The results of this study are exchange theory understanding the complexity of social interaction and the dynamics that occur between grocery stores and marketplaces as well as the factors that influence consumer decisions in shopping.Keywords: Marketplace, Exchange Theory, Grocery Store, ExistenceAbstrak Pengaruh dari perkembangan teknologi memunculkan tempat berbelanja online yang kini dikenal dengan marketplace. Banyak masyarakat yang beralih berbelanja lewat marketplace dibandingkan berbelanja secara langsung di toko. Keberadaan marketplace memberi dampak negative maupun positif terhadap keberadaan toko kelontong di Desa Tambaksawah.  Namun, masih ada beberapa masyarakat yang memilih berbelanja di toko kelontong. Salah satu alasan mereka berbelanja di toko kelontong adalah karena adanya suatu kenyamanan yang dirasakan oleh pembeli. Apabila pemilik toko bersikap ramah kepada pembeli, maka pembeli kemungkinan akan berbelanja ke toko itu lagi. Hubungan interaksi antar individu menghasilkan beberapa aspek salah satunya seperti terdapat timbal balik. Hal tersebut relevan pada teori yang dikemukakan oleh George C. Homans   yakni Teori Pertukaran Sosial. Karakteristik yang paling terlihat dari teori pertukaran adalah biaya (cost) dan imbalan (reward). Ketika berinteraksi sosial, seseorang akan selalu mempertimbangkan cost (pengorbanan atau biaya) terhadap reward (keuntungan atau benefit) yang mereka terima dari interaksi itu. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk memahami hubungan eksistensi marketplace terhadap toko kelontong berdasarkan perspektif pertukaran sosial. Penelitian ini tergolong ke dalam metode kualitatif dan sumber pengumpul data melalui wawancara. Hasil penelitian ini yaitu teori pertukaran memahami tentang kompleksitas interaksi sosial dan dinamika yang terjadi antara toko kelontong dengan marketplace serta faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen dalam berbelanja.Kata Kunci: Marketplace, Teori Pertukaran, Toko Kelontong , Eksistensi
MENCEGAH PERILAKU INTOLERAN MELALUI BUDAYA HASTHALAKU DI SOLO Saudah Saudah; Ali Maksum; Khresna Bayu Sangka; Agung Nur Probohudono; Farid Sunarto; Didik Prasetyanto; Risca Dwi Jayanti
Jurnal Analisa Sosiologi Vol 12, No 3 (2023)
Publisher : UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/jas.v12i3.66543

Abstract

The rise of intolerance behavior encourages various groups to take part in prevention. Solo Bersymphoni also participates in preventing intolerance through a learning model that upholds cultural identity. The cultural identity is contained in a local value called Hasthalaku or eight behaviors developed in the Adipangastuti School learning model. Adipangastuti School itself is a learning model that upholds the Hasthalaku Value in every school program activity with the aim of students becoming more tolerant and having a Hasthalaku cultural identity. The success of the Adipangastuti School program cannot be separated from the existence of social capital that plays a role in program development. Thus, through this study, researchers are interested in knowing how the role of social capital from Solo Bersymphoni in shaping the cultural identity of hasthalaku through the Adipangastuti School program in Solo. The research method in this article uses descriptive qualitative with Miles and Huberman data analysis techniques, and uses triangulation in obtaining data validity. The results of the study indicate that social capital plays a role in the development of Hasthalaku's cultural identity in the Adipangastuti school program so that it can be implemented in various schools in Central Java Province. The social capital in the development of the Adipangastuti School program is seen in the trust that forms the basis for establishing relationships and a sense of belonging to the program, the reciprocity that strengthens cooperation, and the ownership of networks that facilitate the formation of Hasthalaku cultural identity in an effort to prevent intolerance.Keyword: social capital,hasthalaku,  intolerance, Adipangastuti School, Solo Bersimfoni AbstrakMaraknya perilaku intoleransi mendorong berbagai kalangan untuk turut melakukan  pencegahan. Solo Bersimfoni turut melakukan pencegahan intoleransi melalui sebuah model pembelajaran yang menjujung identitas budaya. Identitas budaya tersebut dimuat dalam sebuah nilai-nilai lokal yang dinamakan sebagai Hasthalaku atau delapan perilaku yang dikembangkan dalam model pembelajaran Sekolah Adipangastuti. Sekolah Adipangastuti sendiri merupakan model pembelajaran yang menjunjung Nilai Hasthalaku pada setiap kegiatan program sekolah dengan tujuan siswa menjadi lebih toleran dan mempunyai identitas budaya hasthalaku. Keberhasilan program Sekolah Adipangastuti tidak terlepas dari adanya modal sosial yang turut berperan dalam pengembangan program. Sehingga, Melalui penelitian ini, peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana peran modal sosial dari Solo Bersimfoni dalam membentuk identitas budaya hasthalaku melalui program Sekolah Adipangastuti di Solo. Metode penelitian dalam artikel ini menggunakan kualitatif deskriptif dengan teknik analisis data miles dan huberman, serta menggunakan triangulasi dalam memperoleh keabsahan data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa modal sosial menjadi hal yang berperan dalam pengembangan identitas budaya Hasthalaku dalam program sekolah adipangastuti hingga mampu diimplementasikan di berbagai sekolah di Provinsi Jawa Tengah. Modal sosial dalam pengembangan program Sekolah Adipangastuti tersebut terlihat dalam kepercayaan yang menjadi basis dalam menjalin hubungan dan rasa memiliki pada program, resiporisitas yang menguatkan kerjasama, dan kepemilikan jaringan yang mempermudah pembentukan identitas budaya Hasthalaku dalam upaya pencegahan intoleransi. Kata kunci: modal sosial, hasthalaku, intoleransi, sekolah adipangastuti, solo bersimfoni
TRANSISI KAUM MUDA MARGINAL DAN REPRODUKSI KELAS SOSIAL Oki Rahadianto Sutopo
Jurnal Analisa Sosiologi Vol 12, No 3 (2023)
Publisher : UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/jas.v12i3.69657

Abstract

This article examines school to work transition among marginalized youth in Central Java, Indonesia in the contemporary neoliberal era. We apply Bourdieusian approach as a tool of analysis to cover both material-objective and cultural-subjective dimensions of social class in the phenomenon of youth transition. This research applies qualitative method and data was collected via in-depth interviews, observations and Focus Group Discussions in 2018. This article shows how class as an existing condition of inequality manifested in unequally distributed economic, cultural and social capital effect on the inability of young people to follow the changing rule of the game in the new normality of works. Despite young people tried to negotiate this complex condition using their on-hand stock of social capital; their job option still represents the working-class background. Thus, narrative of marginalized youth transition in the neoliberal era shows how their position are not moving from their original and embedded social background as a working class. Keywords: Youth Transition, Social Class, Bourdieu, Habitus.  Abstrak: Artikel ini membahas mengenai transisi kaum muda marginal menuju dunia kerja di Jawa Tengah, Indonesia dalam era neoliberal kontemporer. Pendekatan Bourdieusian diaplikasikan untuk mempertajam analisis baik pada dimensi material-objektif maupun kultural-subjektif kelas sosial dalam transisi kaum muda menuju dunia kerja. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pengumpulan data melalui wawancara mendalam, observasi dan Focus Group Discussion (FGD) pada tahun 2018. Temuan penelitian menunjukkan bagaimana kelas sosial sebagai kondisi awal kesenjangan termanifestasi dalam tidak meratanya persebaran kapital ekonomi, budaya dan sosial yang berimplikasi pada praktik kaum muda yang tidak dapat mengikuti aturan main dalam normalitas baru di ranah kerja. Meskipun mereka mencoba bernegosiasi mengandalkan jejaring sosial, namun pekerjaan didapatkan tidak beranjak dari jenis pekerjaan yang merepresentasikan kelas sosial bawah. Narasi transisi kaum muda marginal menuju dunia kerja menunjukkan bagaimana mereka tidak banyak beranjak dari posisi kelas sosial asal yang melekat sejak mereka dilahirkan. Kata Kunci: Transisi Kaum Muda, Kelas Sosial, Bourdieu, Habitus.

Page 1 of 1 | Total Record : 10