cover
Contact Name
Rosalinda Elsina Latumahina
Contact Email
rosalindael@untag-sby.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
jurnalhbbc@untag-sby.ac.id
Editorial Address
Jl. Semolowaru 45 Surabaya Jawa Timur
Location
Kota surabaya,
Jawa timur
INDONESIA
Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune
ISSN : 2622982X     EISSN : 26229668     DOI : -
Core Subject : Social,
Arjuna Subject : -
Articles 99 Documents
BITCOIN SEBAGAI DIGITAL ASET PADA TRANSAKSI ELEKTRONIK DI INDONESIA (Studi Pada PT. Indodax Nasional Indonesia) Wijaya, Frida Nur Amalina
Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune Volume 2, Nomor 2 Agustus 2019
Publisher : Faculty of Law, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3322.66 KB) | DOI: 10.30996/jhbbc.v2i2.2388

Abstract

Pemanfaatan teknologi informasi dengan internet dalam perekonomian telah memberikan banyak manfaat dalam berbagai kehidupan masyarakat baik dalam perdagangan ataupun investasi. Saat ini Bitcoin tidak dianggap sebagai alat pembayaran atau crypto currency. Bitcoin dianggap sebagai digital aset yang memiliki nilai ekonomi bagi para penggunanya. Berdasarkan keputusan menteri perdagangan yang menetapkan bitcoin sebagai digital aset yang termasuk kedalam aset kripto yang dapat diperdagangkan pada Bursa Berjangka. Namun sebelum lebih jauh masuk kedalam ranah bursa berjangka tidak ada peraturan khusus yang membahas mengenai digital aset itu sendiri. Pengaturan mengenai transaksi elektronik hanya membahas secara umum mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan media elektronik. Untuk itu penelitian ini akan menganalisis konsep penggunaan bitcoin sebagai digital aset yang dapat digunakan sebagai transaksi elektronik dan investasi. Serta Tidak adanya payung hukum tentu menambah permasalahan mengenai ketidak jelasan pertanggung jawaban para pihak dalam menghadapi resiko-resiko yang akan terjadi. Untuk itu penulis akan melakukan penelitian dengan mengkaitkan konsep Bitcoin sebagai digital aset dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
HUMANITY IN THE ENFORCEMENT OF ANTI-CORRUPTION LAWS Michael, Tomy
Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune Volume 2, Nomor 2 Agustus 2019
Publisher : Faculty of Law, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (139.375 KB) | DOI: 10.30996/jhbbc.v2i2.2597

Abstract

The justice of the law in the context of the law always subjected to refraction meaning. The justice of law can’t be interpreted as specific but can be shown through deeds. The justice of the law which is considered better by most people not necessarily also have the same feeling with the justice of the law. There are various dimensions to distinguish it. In the context of the state, the leader is the main pedestal of enforcing the law on the laws and regulations in there. When the leader of a country is it where it as full support to the state institutions that overcome the problems of corruption, namely the Corruption Eradication Commission and the whole thing can run optimally. Advice taken, namely by forming laws and regulations based on humanity with other humans, namely the variation of the judgment. The judgment referred to is social work, exile to the island of the smallest, lethal injection and impoverishment through from the first of assets appropriately. Thus, humanity in enforcing anti-corruption laws can be run better by paying attention to the humanity of the injured party.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM HAL PENGEMBANG (DEVELOPER) APARTEMEN DINYATAKAN PAILIT Saputri, Elsa Mellinda; Waspiah, Waspiah; Arifin, Ridwan
Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune Volume 2, Nomor 2 Agustus 2019
Publisher : Faculty of Law, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (193.424 KB) | DOI: 10.30996/jhbbc.v2i2.1936

Abstract

Semakin berkembangnya bisnis di Indonesia, menjadikan suatu permasalah bagi konsumen ketika perusahaan tersebut tidak dapat lagi berjalan sesuai dengan ketentuan. Saat ini, banyak perusahaan yang mengalami kepailitan. Ketika kepailitan menimpa sebuah perusahaan, maka perusahaan tersebut diambil alih oleh kurator sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, dan pemiliknya tidak lagi berhak atas hartanya untuk sementara. Keadaan semacam ini membuat bingung para konsumen yang tidak mengetahui mengenai masalah kepailitan, karena memang pada awal perjanjian perusahaan yang diwakili oleh agennya tidak pernah menjelaskan masalah kepailitan. Tanggung jawab pengembang terhadap konsumen apabila pengembang tersebut telah dinyatakan pailit yaitu dengan cara membayarkan ganti rugi sesuai dengan perjanjian tertulis yang telah disepakati dan disetujui oleh kedua belah pihak. Bagi pengembang (debitur) yang telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga, seluruh kreditur baik setuju maupun tidak setuju dengan langkah mempailitkan debitur, akan terikat dengan putusan pailit tersebut. Pada Undang - Undang Nomor 8 Tahun 1999 Pasal 19 tentang Perlindungan Konsumen, mengatur bahwa pelaku usaha berkewajiban untuk mengganti rugi apabila konsumen dirugikan akibat mengkonsumsi barang atau jasa yang harus segera dibayar dalam kurun waktu tujuh hari setelah tanggal transaksi, apabila pelaku usaha yang memberikan barang atau jasa dipailitkan oleh Pengadilan Niaga atas permohonan kreditur atau pun debitur itu sendiri. Dalam Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 pula, telah diatur tersendiri tentang bagaimana penyelesaian sengketa konsumen dengan menempatkan posisi konsumen sebagai pihak yang diberi perlindungan. Namun dengan dipailitkannya pelaku usaha, menjadikan konsumen (kreditur) tidak cakap hukum dan kehilangan wewenangnya untuk mengelola kekayaannnya sendiri yang kemudian beralih kepada kurator. Ketidakmampuan pelaku usaha yang dinyatakan pailit tersebut untuk memenuhi hak konsumen menempatkan posisi konsumen sebagai kreditur konkuren yang akan mendapatkan pelunasan terhadap utangnya pada posisi paling terakhir.
KARAKTERISTIK ASAS PROPORSIONALITAS DALAM PEMBENTUKAN KLAUSUL PERJANJIAN WARALABA A`yun Amalia, Ifada Qurrata; Prasetyawati, Endang
Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune Volume 2, Nomor 2 Agustus 2019
Publisher : Faculty of Law, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (203.089 KB) | DOI: 10.30996/jhbbc.v2i2.2513

Abstract

Perjanjian waralaba dibentuk karena adanya perbedaan kepentingan yang dituangkan melalui suatu perjanjian perbedaan yang ada akan dibingkai dengan aturan hukum yang mengikat kedua belah pihak. Hal ini membawa komplikasi tersendiri dalam dunia pejanjian waralaba, permasalahan hukum akan timbul jika perjanjian waralaba diragukan dari sisi keadilannya karena mekanisme hubungan kontraktual yang dibentuk tidak berjalan secara proporsional. Permasalahan yang akan diteliti tentang  karakteristik asas proporsionalifbonutas dalam pembentukan klausul perjanjian waralaba khususnya pada kasus yang berakhir dengan keluarnya Putusan Nomor 550 K/Pdt/2014. Penelitian ini menggunakan Metode Yuridis Normatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa perjanjian waralaba dapat dikatakan proporsional apabila pembentukan perjanjian tersebut didasari dengan pertukaran antara hak serta kewajiban  para pihak secara proporsional pula supaya perjanjian tersebut fair bagi para pihak. Dalam mengukur kadar proporsionalitas baiknya diukur melalui semua tahapan pertukaran hak dan kewajiban para pihak. Dalam bidang waralaba (franchise) terdapat klausul franchise fee dan royalty fee, klausul penggunaan bahan atau produk franchisor, kalusul daerah pemasaran eksklusif, kalusul pengawasan, serta kalusul kerahasiaan yang kesemua itu wajib dicantumkan dalam perjanjian waralaba dalam mencerminkan Asas Proporsionalitas. Sehingga Putusan Nomor 550 K/Pdt/2014 tersebut tidak menelaah lebih jauh tentang Klausul yang mencerminkankan Asas Proporsionalitas. Oleh sebab itu peneliti menyarankan Diharapkan  adanya kecermatan hakim untuk mempertimbangkan prinsip maupun kaidah hukum yang berlaku agar dapat mengambil suatu keputusan yang adil. Hakim tidak diperbolehkan sekadar menolak permohonan kasasi dari pihak pertama. Sehingga dalam hal ini, hakim tidak diperbolehkan hanya terfokuskan pada gugatan dari penggugat saja, namun juga melihat dari pihak tergugat serta didukung oleh pendapat ahli hukum demi terciptanya kemanfaatan, keadilan dan kepastian hukum. Selain itu hendaknya para pihak ketika ingin mengadakan suatu perjanjian waralaba harus mencari tahu dan mengenal siapa mita bisnisnya. Karena perjanjian merupakan bentuk penuangan hubungan kontraktual para pihak yang wajib dibentuk  berdasarkan pemahaman yang adil mulai dari pengakuan atas hak pra kontraktual sampai dengan pasca kontrak.
MEMPERBAIKI TATA KELOLA PEMERINTAHAN: ANALISIS MASALAH ANTIKORUPSI, HUKUM, DAN KEBIJAKAN KONTEMPORER Iswantono, Tanu; Kadembo, Elvira Angelia Mangori
Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune Volume 2, Nomor 2 Agustus 2019
Publisher : Faculty of Law, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (105.481 KB) | DOI: 10.30996/jhbbc.v2i2.2598

Abstract

Laksana oase di padang gurun, kata itulah yang tepat menggambarkan isi buku dengan sampul dominan warna kuning putih karangan Roby Arya. Dengan tema politik-hukum-tata negara, buku ini apik menampilkan sudut pandang multi-dimensi mengenai masalah-masalah terkini. Disusun secara sistematis nan runut, buku terbitan Pustaka Mina tahun 2008 ini menjadi buku favorit yang dapat kami rekomendasikan bagi kaum awam, praktisi, maupun dosen yang berminat mempelajari seluk beluk Indonesia dan perbandingannya dengan negara lain dalam kaitan dengan pemahaman kebijakan tata negara.
PEMBENTUKAN KLINIK DESA MERUPAKAN CEGAH DINI TINDAK PIDANA KORUPSI DANA DESA ., Karmani; Setyorini, Erny Herlin; Yudianto, Otto
Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune Volume 2, Nomor 2 Agustus 2019
Publisher : Faculty of Law, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (173.936 KB) | DOI: 10.30996/jhbbc.v2i2.1963

Abstract

Program dana desa yang digagas pemerintahan Joko Widodo yang pertama kali diluncurkan tahun 2015 dan setiap tahunnya angka bantuan dana desa selalu meningkat pada Tahun 2018 sudah mencapai sebesar Rp. 60 triliun dan tahun ini ini direncanakan anggaranya hampir mencapai sebesar ± Rp.70 trilun salah satu harapan Pemerintah Pusat mempunyai kewajiban untuk mewujudkan program desa melalui pemberian anggaran dana desa dengan ditindaklanjuti Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari APBN diharapkan segala kepentingan dan kebutuhan masyarakat desa dapat diakomodir dengan diberikan kesempatan yang lebih besar bagi desa untuk mengurus tata pemerintahannya sendiri serta pemerataan pelaksanaan pembangunan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat desa, namun belum diikuti dengan persiapan Sumber daya manusia (SDM) baik kepala desa maupun perangkatnya untuk memahami implementasi peraturan yang selalu berkembang sehingga banyak terjadi penyalahgunaan pengelolaan dana desa oleh Kepala Desa dan perangkat desa yang masuk ke ranah hukum ke Aparat Penegak Hukum (APH). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis kedudukan klinik desa sebagai upaya pencegahan tidak pidana korupsi dana desa. Dalam karya ilmiah ini metode yang digunakan dengan penelitian normatif menitikberatkan pada telaah atau kajian terhadap hukum positif (hukum perundang-undangan) yang bersifat normatif. Hasilnya diharapkan Kepala desa dan perangkat desa mampu memahami dan mengimplementasikan mekanisme pelaksanaan aturan secara benar dalam mengelola keuangan desa, sehingga dapat meminimalisasi bentuk kesalahan baik administrasi maupun pelaksanaan pembangunan desa non administrasi dan memberikan masukan perbaikan dan penyempurnaan pengelolaan dana desa. Diharapkan dengan adanya klinik desa sebagai upaya pencegahan dini tindak pidana korupsi dana desa.
URGENSI IMPLEMENTASI UNCITRAL MODEL LAW ON CROSS-BORDER INSOLVENCY DI INDONESIA: STUDI KOMPARASI HUKUM KEPAILITAN LINTAS BATAS INDONESIA DAN SINGAPURA Amalia, Jihan
Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune Volume 2, Nomor 2 Agustus 2019
Publisher : Faculty of Law, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (201.443 KB) | DOI: 10.30996/jhbbc.v2i2.2499

Abstract

Dalam era globalisasi, perdagangan tak lagi hanya dilakukan dalam satu wilayah negara, melainkan dapat pula antarnegara. Perkembangan bisnis internasional beriringan dengan kebutuhan akan hukum yang juga akomodatif. Dalam perjanjian pinjam-meminjam antarpelaku usaha, ada kalanya debitor tidak dapat membayarkan utangnya sehingga mengalami kepailitan. Hal ini membuat kepailitan lintas batas menjadi diskursus yang penting dalam mengimbangi dinamika dunia usaha saat ini. Dalam tulisan ini, ada beberapa hal terkait yang akan dibahas. Pertama, UNCITRAL Model Law on Cross-Border Insolvency memberi pedoman terkait hukum kepailitan lintas batas. Kedua, status quo hukum kepailitan Indonesia dalam mengatur kepailitan lintas batas. Ketiga, studi komparasi dengan Singapura sebagai negara yang hingga sebelum 2017 tidak menerapkan UNCITRAL Model Law on Cross-Border Insolvency. Keempat, urgensi UNCITRAL Model Law diimplementasikan dalam hukum kepailitan Indonesia. Tulisan ini dibuat berdasarkan penelitan yuridis-normatif dengan bahan hukum primer dan sekunder sebagai data sekunder yang menjadi dasar analisis.
REDAKSI DAN DAFTAR ISI
Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune Volume 2, Nomor 2 Agustus 2019
Publisher : Faculty of Law, University of August 17, 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (106.317 KB) | DOI: 10.30996/jhbbc.v2i2.2605

Abstract

-
PEKERJA TETAP MENGHADAPI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA Purnomo, Sugeng Hadi
Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune Volume 2, Nomor 2 Agustus 2019
Publisher : Faculty of Law, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (184.231 KB) | DOI: 10.30996/jhbbc.v2i2.2493

Abstract

Seiring dengan bertambah pesatnya keadaan perekonomian di Indonesia banyak pengusaha yang berlomba-lomba mendirikan badan-badan usaha/perusahaan. Hal ini dilakukan oleh para pengusaha dalam rangka menghadapi arus globalisasi dan liberalisasi perekonomian dunia yang semakin kompleks dan bertujuan untuk menciptakan dunia yang semakin kompleks dan bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyat. Dengan adanya badan-badan usaha/perusahaan baru tersebut maka otomatis akan membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat pada umumnya. Dengan terciptanya lapangan pekerjaan baru tersebut maka masalah-masalah ekonomi yang membelit dalam suatu keluarga akan terselesaikan. Berdasarkan ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa tiap-tiap negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Hal ini berarti menjadi tugas negara yang dilaksanakan oleh pemerintah untuk mengusahakan agar setiap orang yang mau dan mampu bekerja dapat mendapatkan pekerjaan sesuai dengan yang diinginkannya dan setiap orang yang bekerja dapat memperoleh penghasilan yang cukup untuk hidup layak, bagi si tenaga kerja sendiri maupun keluarganya. Dengan adanya pemutusan hubungan kerja sepihak yang dilakukan oleh pengusaha itu, maka pengusaha tidak bisa dengan seenaknya lepas tangan begitu saja. Pengusaha haruslah memenuhi kewajiban untuk memberi ganti rugi kepada pekerja, yaitu sebesar upah pekerja sampai perjanjian kerja tersebut selesai. Atau dengan kata lain pekerja dapat menuntut apa yang menjadi haknya apabila pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja sepihak kepadanya. Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima. Dalam Pasal 156 ayat (2) Undang-undang No. 13 Tahun 2003 telah ditetapkan besarnya pesangon.
KEKUATAN HUKUM LoU SEBAGAI JAMINAN DALAM KREDIT SINDIKASI BANK Angraeni, Kartika Dyah; Nasution, Krisnadi
Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune Volume 2, Nomor 2 Agustus 2019
Publisher : Faculty of Law, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (186.73 KB) | DOI: 10.30996/jhbbc.v2i2.2521

Abstract

Proyek strategis nasional berupa jalan tol yang digagas Presiden Jokowi melalui penerbitan berbagai peraturan presiden memberikan kesempatan bagi perbankan nasional untuk berperan aktif terutama mendukung aspek pembiayaan proyek jalan tol itu sendiri. Kebutuhan akan pemenuhan modal kerja yang besar dan dalam waktu cepat, bagi perbankan dengan limitasi kewenangan pembiayaan disikapi dengan terbentuknya sindikasi atau konsorsium antara beberapa bank, serta penerapan kebijakan khusus tentang jaminan pembiayaan yang wajib disediakan oleh debitur, hal ini karena debitur merupakan perusahaan Negara di lingkungan kementerian BUMN, namun demikian prosesnya harus tetap memegang prinsip kehati-hatian untuk memitigasi risiko di kemudian hari. Salah satu alternatif jaminan yang paling banyak digunakan pihak perbankan dalam sindikasi pembiyaan jalan tol adalah Letter of Undertaking (LoU) yaitu bentuk pernyataan tentang kesanggupan pihak ketiga untuk mengambil alih tanggung jawab dari seluruh kewajiban serta segala risiko yang mungkin timbul akibat tindakan debitur. LoU berbeda dengan perjanjian penanggungan dan belum ada aturan khusus mengenai pernyataan kesanggupan tersebut, namun demikian penggunaannya di perbankan untuk menjamin pembiayaan sindikasi sudah menjadi kelaziman. Bagaimana kekuatan hukum LoU bagi debitur untuk mengikatkan diri pada pemenuhan kewajiban sesuai aturan bank, serta bagi bank selaku kreditur untuk mendapatkan kembali hak-haknya dari debitur. Hal inilah yang menjadi perhatian penulis dan perlu adanya solusi dalam rangka memitigasi risiko gagal bayar atau wanprestasi oleh debitur atau terjadinya kredit macet pada bank selaku kreditur. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan konseptual yang tidak berasal dari aturan yang ada mengingat ketiadaan aturan mengenai LoU tersebut. Dengan demikian penulisan ini bertujuan memberikan saran masukan bagi para pengguna LoU untuk menjamin terpenuhinya hak dan kewajiban para pihak, serta kepada pihak regulator untuk segera membuat aturan tegas yang mengatur LoU agar risiko termitigasi.

Page 3 of 10 | Total Record : 99