cover
Contact Name
Redaksi Jurnal Bina Hukum Lingkungan
Contact Email
redaksi.bhl@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
astrianee@gmail.com
Editorial Address
-
Location
,
INDONESIA
Bina Hukum Lingkungan
ISSN : 25412353     EISSN : 2541531X     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal Bina Hukum Lingkungan adalah jurnal ilmiah yang terbit secara berkala setiap tahunnya pada bulan April dan Oktober yang di terbitkan oleh Perkumpulan Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI) Artikel yang dimuat pada jurnal Bina Hukum Lingkungan akan di publikasikan dalam bentuk cetak dan e-jurnal (online) dalam rangka menyebarluaskan ilmu pengetahuan tentang hukum lingkungan dalam negeri maupun luar negeri
Arjuna Subject : -
Articles 160 Documents
INDONESIA PASCA RATIFIKASI PERJANJIAN PARIS 2015; ANTARA KOMITMEN DAN REALITAS Mada Apriandi Zuhir; Ida Nurlinda; A. Dajaan Imami; Idris Idris
Bina Hukum Lingkungan Vol 1, No 2 (2017): BINA HUKUM LINGKUNGAN
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (354.287 KB) | DOI: 10.24970/bhl.v1i2.26

Abstract

ABSTRAKSebagai bentuk komitmen terhadap persoalan perubahan iklim, Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Perjanjian Paris 2015 melalui UU No. 16 Tahun 2016. Akan tetapi komitmen kontribusi pengurangan emisi GRK tersebut memiliki persoalan dalam pelaksanaannya. Atas dasar itu, artikel ini membahas isi dari Perjanjian Paris 2015 dan implikasinya, komitmen Indonesia serta kendala dalam pencapaian target emisinya. Penekanan utama akan difokuskan pada dua persoalan, yaitu kehutanan dan energi. 2 (dua) persoalan ini merupakan hambatan terbesar dalam memenuhi target komitmen Indonesia. Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis dengan data utama berupa data sekunder (bahan-bahan hukum primer, sekunder dan tersier) yang dianalisis secara kualitatif. Berdasarkan diskusi dan pembahasan disimpulkan bahwa peraturan terkait perubahan iklim di Indonesia dinilai belum mampu melakukan transformasi secara substansial upaya pengurangan emisi GRK seperti yang diharapkan. Persoalan efektifitas khususnya penegakan hukum masih menjadi persoalan utama, bahkan beberapa kebijakan pemerintah memuat aturan yang bersifat kontradiktif dengan komitmen yang dicanangkan. Oleh karenanya, disarankan perlunya efektifitas aturan, penegakan hukum serta penyelarasan komitmen dengan kebijakan energi yang dijalankan.Kata kunci: Komitmen, Perubahan Iklim, Perjanjian Paris 2015. ABSTRACTAs a commitment to climate change issues, the Government of Indonesia has ratified the Paris Agreement 2015 through Law No. 16 Year 2016. However, the contribution commitment of GHG emission reduction has problems in the implementation. On that basis, this article discusses the contents of the Paris Agreement 2015 and its implications, Indonesia’s commitment and obstacles in achieving its emission targets. The main emphasis will be focused on two issues, forestry and energy. These issues are Indonesia’s biggest obstacles to pursue its commitment targets. Research specification is analytical descriptive by using primary data consist of secondary data (primary, secondary and tertiary legal materials) which then analyzed qualitatively. Based on the analysis and discussion, it is concluded that the regulation related to climate change in Indonesia is not yet capable of doing substantial transformation of GHG emission reduction efforts as expected. The issue of effectiveness, especially law enforcement, is still a major issue; even some government policies contain contradictory rules with the stated commitments. Therefore, it is suggested the need for effective regulation, law enforcement, and alignment of commitments with energy policies.Keywords: Commitment, Climate Change, Paris Agreement 2015.
DILEMA KEBIJAKAN PERLINDUNGAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH DAN UPAYA PEMENUHAN KEBUTUHAN LISTRIK (Studi Kasus Pembangunan PLTU Jawa Tengah 2 X 1.000 MW di Kabupaten Batang) Suhadi Suhadi
Bina Hukum Lingkungan Vol 2, No 2 (2018): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (429.581 KB) | DOI: 10.24970/bhl.v2i2.40

Abstract

ABSTRAKTugas dan tanggungjawab konstitusional pemerintah untuk menyejahterakan rakyat dapat menyebabkan pemerintah berada pada pilihan yang sulit dan dilematis. Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga UAP (PLTU) Jawa Tengah 2 X 1.000 MW di Kabupaten Batang (PLTU Batang) di satu sisi dapat mengancam kawasan konservasi laut daerah, tetapi di sisi lain bermanfaat bagi upaya pemenuhan kebutuhan listrik. Dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif, tulisan ini membahas tentang kebijakan Pemerintah Kabupaten Batang dalam hubungannya dengan perlindungan kawasan konservasi laut daerah dan pembangunan PLTU Batang. Hasil penelitian menunjukkan dalam rangka melindungi kawasan konservasi laut daerah dan merealisasi pembangunan PLTU Batang,Pemerintah Kabupaten Batang mengambil kebijakan melakukan perubahan kawasan konservasi laut daerah yang dituangkan dalam Keputusan Bupati Batang Nomor 523/194/2012. Perubahan kawasan konservasi lautdaerah membuka ruang dan menjadi salah satu dasar dalam penerbitan izin prinsip, izin lokasi, dan penetapan lokasi pembangunan PLTU Batang.Kata kunci: Dilema Kebijakan; PLTU Batang; Kawasan Konservasi Laut Daerah. ABSTRACTThe government's constitutional duties and responsibilities for the welfare of its people can cause it to be in a difficult and dilemmatic choice. The establishment of  coal fired-power plant (PLTU) of Central Java 2 X 1,000 MW in Batang regency (Batang PLTU) can threaten the regional marine conservation area, but on the other hand  it is useful for the fulfillment of electricity needs. Using the normative legal approach, this paper discusses the policy of the Government of Batang Regency in relation to the protection of marine conservation area and the establishment of coal fired-power plant (PLTU) in Batang. The result shows that in order to protect the area of  marine conservation area and realize the establishment of PLTU Batang, the Government of Batang Regency enacted a policy to change marine conservation area as stated in Batang Regent Decree Number 523/194/2012. The change of marine conservation area has opened the space and become one of the basis for issuance of principle permit, location permit, and determination of land acquisition for Batang power plant establishment.Keywords: Policy Dilemma, Batang PLTU, Regional Marine Conservation Area. 
KAJIAN HUKUM PUTUSAN PTUN SEMARANG NOMOR: 67/G/2013/PTUN.SMG TENTANG PERTAMBANGAN EKSPLORASI YANG BERTENTANGAN DENGAN UNDANG-UNDANG LINGKUNGAN HIDUP Sabungan Sibarani
Bina Hukum Lingkungan Vol 1, No 2 (2017): BINA HUKUM LINGKUNGAN
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (228.039 KB) | DOI: 10.24970/bhl.v1i2.20

Abstract

ABSTRAKAnalisis mengenai dampak lingkungan merupakan sarana teknis yang dipergunakan untuk memperkirakan dampak negatif dan positif yang akan ditimbulkan oleh suatu kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup. Penulis menggunakan metode penelitian normatif, yaitu mengkaji hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah yang berlaku dalam masyarakat, dan menjadi acuan perilaku setiap orang. Hasil penelitian menunjukan bahwa  putusan PTUN Nomor 67/G/2013/PTUN.Smg tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan tidak mencerminkan perlindungan terhadap lingkungan dalam hubungannya dengan dokumen Amdal, IUP dan lain-lain, dimana dalam hal ini ada dampak yang diakibatkan dari kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh PT. Alam Mineral Lestari di antaranya adalah abrasi dan kerusakan lingkungan. Garis pantai akan semakin menyempit dan apabila tidak diatasi lama kelamaan daerah-daerah yang permukaannya rendah akan tenggelam, perlu ada pemulihan kawasan pesisir di Jepara khususnya dan kawasan pesisir lainnya di Indonesia dan melakukan evaluasi izin tambang di Indonesia.Kata Kunci: Izin Pertambangan, Amdal. ABSTRACTEnvironmental Impact Assessment is a technical tool used to estimate the positive and negative impacts that will be caused by a planned activity on the environment. The author uses the normative research methods, including reviewing the law conceived as norms or rules prevailing in society, and to be a reference the behavior of every person. The results showed that the administrative court ruling No. 67/G/2013/PTUN.SMG not in accordance with Law No. 32 of 2009 on the Protection and Environmental Management and do not reflect the protection of the environment in relation to the EIA document, IUP and others, where in the case in no impact resulting from mining activities carried out by PT. Alam Mineral Lestari, which are abrasion and damage to the environment. Shoreline will be narrowed and over time if not addressed areas of low surface will sink. Keywords: Environmental Impact Assessment, Mining Permit.
MEWUJUDKAN PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN YANG IDEAL DI SEMARANG Aminah .
Bina Hukum Lingkungan Vol 2, No 1 (2017): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (311.085 KB) | DOI: 10.24970/bhl.v2i1.31

Abstract

Pelaksanaan penegakan hukum lingkungan di Semarang melibatkan berbagai pihak dan seringkali tidak memuaskan para pihak yang bersengketa/pihak yang dirugikan atau pihak masyarakat pada umumnya sehingga perlu diciptakan pola penegakan yang ideal yang bisa mewujudkan keadilan semua pihak. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka peneliti mengadakan penelitian tentang  Penegakan hukum kasus lingkungan hidup di Semarang. Penelitian ini ingin mengetahui  bagaimanakah jenis kasus lingkungan hidup  yang terjadi di Semarang, bagaimanakah pelaksanaan penegakan hukum terhadap kasus lingkungan di Semarang, dan bagaimana penegakan hukum kasus lingkungan yang ideal di Semarang.Metode pendekatan yang digunakan Yuridis empiris dengan spesifikasi deskriptif analitis, menggunakan data primer dan sekunder serta analisisnya menggunakan analisis kualitatif. Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa jenis kasus lingkungan hidup  yang terjadi di Semarang adalah kegiatan tanpa ijin, pencemaran dan kerusakan lingkungan. Pelaksanaan penegakan hukum terhadap kasus lingkungan  menggunakan instrumen administrasi, perdata dan pidana namun hasil penegakan kurang efektif karena adanya berbagai faktor penghambat antara lain dasar hukum yang kurang sesuai, kurangnya koordinasi antar aparat penegak, kurangnya jumlah pejabat PPNS serta kurangnya kesadaran hukum masyarakat dan penegakan hukum kasus lingkungan yang ideal di Semarang yaitu meminimalisir hambatan, dasar hukumnya disesuaikan dengan politik penegakan hukum Nasional serta harus diwujudkan dengan kepastian hukum, manfaat dan adil bagi masyarakat.
PENEGAKAN HUKUM ADMINISTRASI LINGKUNGAN MELALUI INSTRUMEN PENGAWASAN Aditia Syaprillah
Bina Hukum Lingkungan Vol 1, No 1 (2016): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (254.523 KB) | DOI: 10.24970/bhl.v1i1.4

Abstract

AbstrakPencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup tidak hanya berdampak pada kelangsungan kehidupan manusia sekarang namun juga mengancam pada kelangsungan hidup manusia di masa yang akan datang. Sengketa lingkungan hidup dalam aspek penegakan hukum lingkungan mengedepankan aspek penyelesaian melalui jalur hukum administrasi selain hukum lingkungan keperdataan dan hukum lingkungan pidana. Suatu usaha dan/atau kegiatan di bidang lingkungan hidup yang sudah beroperasi, dengan mulainya operasi dari suatu usaha dan/atau kegiatan tersebut akan terjadi perubahan lingkungan hidup maka dibutuhkan pengawasan, dari suatu pengawasan tersebut dapat diketahui sejauhmana perubahan lingkungan hidup itu masih dalam atau sudah melewati ambang batas yang sudah ditentukan dan dapat mengukur tingkat ketaatan pemegang izin kegiatan dan/atau usaha. Instrumen penegakan hukum lingkungan administrasi melalui pengawasan diatur dalam Pasal 71 sampai Pasal 74 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang dilakukan oleh Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota dan baik Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota berhak untuk menetapkan pejabat pengawas lingkungan hidup. Dengan pengawasan lingkungan yang dilakukan oleh pejabat pengawas lingkungan hidup dapat mengukur tingkat kepatuhan pemegang izin lingkungan terhadap segala ketentuan izin lingkungan berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup, agar dalam pengelolaan lingkungan hidup dapat memberikan perlindungan hukum serta manfaat yang besar bagi setiap warga negara.Kata Kunci: Penegakan Hukum; Lingkungan Hidup; dan Pengawasan. AbsractPollution and/or environmental damage have impacted and threatened human life sustainability henceforth. Environmental law enforcement put forward settlement of dispute through administration law as well as civil and criminal law. An environmental related business and/or activity, which operated needs supervision to see whether there has been change to the nature, so that the license holder could be determined trusted Environmental Administration Law instrument covers supervising in article 71 through 74 of Law no. 32 of 2009 on the Environment Protection and Management is done by Minister, Governor and Mayor/Regent so that Minister, Governor and Mayor/Regent may appoint environmental supervisor. Environmental supervision, which is done by the supervisor, measures environmental license holder obedience toward related law so that it is subjected and useful to every citizen.Keywords: Law Enforcement; Environment; and Supervising.DOI: 10.24970/jbhl.v1n1.8
ANALISA KONFLIK HUKUM WEWENANG PENGAWASAN KEGIATAN PERTAMBANGAN PASCA BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN DAERAH TAHUN 2014 Kartono Kartowiyono
Bina Hukum Lingkungan Vol 2, No 1 (2017): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (231.249 KB) | DOI: 10.24970/bhl.v2i1.29

Abstract

ABSTRAKPasca berlakunya UU Pemda 2014, konflik wewenang dalam penegakan hukum administratif melalui pengawasan dapat terjadi antara dua tingkat pemerintahan daerah. Hal ini disebabkan fungsi pengawasan bergeser kepada provinsi sejalan dengan pengalihan wewenang penerbitan izin pertambangan yang semula berada di kabupaten/kota, sementara wewenang bupati/walikota dalam UU Minerba belum dicabut. Tujuan penelitian adalah untuk mendeskripsi dan menganalisis konflik norma serta memecahkan dilema penegakan hukum adminsitratif melalui pengawasan dalam pengelolaan pertambangan. Metode yang digunakan untuk menganalisis masalah adalah pendekatan yuridis normatif. Informasi dan data yang dikumpulkan dianalisis berdasarkan metode interpretasi hukum maupun berdasar asas-asas hukum yang berlaku. Hasil kajian menunjukkan bahwa sebagai peraturan baru dan umum, UU Pemda mempunyai posisi lebih kuat dalam memenuhi hak masyarakat atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Namun demikian, usaha pertambangan yang lebih banyak berada di wilayah kabupaten/kota menuntut pengawasan kegiatan pertambangan oleh provinsi harus mengikusertakan bupati/walikota berdasarkan tugas pembantuan (mede bewind).Kata Kunci: Izin Pertambangan, Undang-Undang Pemda 2014, Wewenang Pengawasan.ABSTRACTAfter the enactment of Regional Government Law of 2014, the conflict of authority over administrative law enforcement through inspection may occurs between two levels of government in the region. This is due to the fact that the control function has change over to the province, while the authority of the district/city under the Minerba Act has not been taken. The objectives of the study were to describe and analyze the conflict of norms and to solve the dilemma of administrative law enforcement through inspection in the mining management. The method used to analyze the problem as used in this study is the normative juridical approach. The collected information and data analyzed based on legal interpretation method and legal principles. The studi show that, as a new and general regulation, the 2014 Regional Government Law has a stronger position in fulfilling the right of the people to a good and healthy environment. However, more mining operations are located in the districts/city requiring that the control of mining activities by provinces include regents/mayors based on tugas pembantuan (medebewind).Keywords: Authority of Inspections, Regional Government Law of 2014, Mining Permits.
KEBIJAKAN PEMERINTAH JAWA TENGAH MELINDUNGI SUMBER DAYA GENETIK DAN PENGETAHUAN TRADISIONAL UNTUK OBAT TRADISIONAL Ignatius hartyo purwanto; Petrus Soerjowinoto; Yovita Indrayati
Bina Hukum Lingkungan Vol 2, No 2 (2018): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (254.875 KB) | DOI: 10.24970/bhl.v2i2.30

Abstract

ABSTRAK Indonesia kaya sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional yang dimanfaatkan untuk obat tradisional. Sebagai salah satu Negara yang kaya SDG, maka Indonesia telah meratifikasi Konvensi Keanekaragaman Hayati dan Protokol Nagoya dalam Undang-Undang   No. 5 Tahun 1994 dan Undang-Undang No. 11 Tahun 2013. Berkembangnya bioteknologi saat ini, menarik minat peneliti asing maupun pelaku usaha untuk mengembangkan obat tradisional menjadi komoditas bernilai ekonomi. Hal ini harus diantisipasi oleh Pemerintah, agar tidak menimbulkan dampak negatif berupa punahnya SDG, perpindahan SDG diluar kendali baik dalam maupun ke luar negeri, dan ketidakadilan masyarakat lokal. Pemerintah Jawa Tengah yang memiliki potensi SDG bertanggung jawab untuk  melindungi kelestarian SDG beserta pengetahuan tradisional dengan tetap memberikan keleluasaan pemanfaatannya sesuai kewenangannya berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014. Kata kunci: Pengetahuan Tradisional; SDG. ABSTRACT Indonesia is rich of genetic resources that together with traditional knowledge can be made to be traditional medicine. As one of the countries having abundant of such resources, Indonesia had ratified Convention on Biological Diversity and the Nagoya Protocol by the Act Nr. 5 of 1994 and Act Nr. 11 of 2013. The biotechnology development has factually interested foreign researchers and business actors to convert the resources to be traditional medicine as economic comodity. This should be anticipated in order not to bring negative impacts such as resources extinction, uncontrolable resources migration both inward and outward the country, and injustice to local communities.The Central Java Government is responsible to preserve the genetic resources that are abundantly possed by the province as well as the traditional knowledge by providing flexibel utilization in accordance with its authority as regulated in Act Nr. 32 of 2009 and Act Nr. 23 of 2014. Keywords: Traditional Knowledge; Genetic Resources.
DINAMIKA NEGOSIASI DAN MEMBANGUN KEPERCAYAAN PASCA PENUTUPAN TAMBANG EMAS GUNUNG BOTAK DI KABUPATEN BURU Arman Anwar
Bina Hukum Lingkungan Vol 1, No 1 (2016): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (309.133 KB) | DOI: 10.24970/bhl.v1i1.6

Abstract

AbstrakPotensi kandungan emas yang sangat besar di Gunung Botak Kabupaten Buru Provinsi Maluku mestinya menjadi anugerah yang disyukuri bukan justru sebaliknya menjadi bencana atau kutukan. Betapa tidak, sejak ditemukan pada Oktober 2011 lalu telah terjadi kerusakan lingkungan yang parah akibat pencemaran zat kimia merkuri dan sianida, rusaknya vegetasi dan ekosistem di wilayah areal penambangan akibat penebangan pohon dan timbunan material limbah, serta jatuhnya korban jiwa baik karena kecelakaan kerja maupun konflik antar pendatang dan penduduk lokal, belum lagi dampak ikutan berupa terjadinya inflasi akibat naiknya harga barang-barang kebutuhan pokok di masyarakat. Kondisi realitas tersebut telah mengancam kelangsungan program pemerintah yang telah menjadikan Kabupaten Buru sebagai lumbung pangan dan perairannya menjadi lumbung ikan nasional. Berbagai upaya telah dilakukan mulai dari preventif hingga tindakan represif berupa pengusiran dan pengosongan paksa namun tetap saja tidak berhasil. Dinamika yang terjadi menjadi fenomena yang menarik untuk dikaji, Penelitian ini menggunakan Metode “Social Legal Research”, yaitu penelitian hukum yang menempatkan hukum sebagai gejala sosial. Dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach) Ditemukan bahwa secara empiris, negosiasi yang dilakukan belum sesuai dengan harapan dan penegakan hukum tidak dilaksanakan secara konsisten. Oleh karena itu, hukum tidak bekerja/berjalan di dalam masyarakat. Untuk itu perlu dilakukan penguatan kapasitas negosiator dan penyadaran hukum masyarakat serta dalam penegakan hukumnya tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar kepentingan hukum.Kata kunci: lingkungan hidup; penambangan emas; penegakan hukum. AbstractThe huge gold potential in unung Botak of Buru Regency in the province of Maluku should have been a blessing instead of a disaster. Since it was found in October 2011, there has been a great environmental damage because of mercuric and cyanide use, vegetation and ecosystem breakdown because of logging, waste pile also death because of working accident or native and foreigner conflict. Furthermore it has triggered inflation. his reality threatened government program that promotes Buru Regency as national food shelter and its water as fishery pond. here has been many steps taken range from preventive to repressive method such as expelling and forced moving, which are unsuccessful. This phenomenon is becoming an interesting dynamic to be observed.. his research apply “Social Legal Research” method which is a legal research which put forward legal as social symptom. hrough statute approach and case approach, it was found that empirically, negotiation is far from expected and law enforcement was inconsistent. herefore the law was implemented within society. Furthermore, negotiator capacity and legal awareness need to strengthen so that law enforcement will not be under pressure of external legal condition.Keywords: environment; goldmine; law enforcement.
METODE KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DALAM EVALUASI RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI JAWA BARAT Dadang Epi Sukarsa
Bina Hukum Lingkungan Vol 1, No 2 (2017): BINA HUKUM LINGKUNGAN
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (394.436 KB) | DOI: 10.24970/bhl.v1i2.25

Abstract

ABSTRAKPemerintah daerah Provinsi Jawa Barat ketika mengadakan evaluasi RTRW diwajibkan membuat KLHS sebagaimana kewajiban Pemerintah Daerah Provinsi yang diatur dalam Pasal 15 ayat (2) UUPPLH 2009. Pelaksanaan KLHS dilakukan dengan menggunakan berbagai metode ilmiah yang komprehensif dan/atau kompleks, yang dalam beberapa hal hanya dapat dilakukan oleh para pakar di bidangnya masing-masing. Peneliti mengangkat permasalahan bagaimana metode KLHS terhadap aspek daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dalam evaluasi RTRW Provinsi Jawa Barat Tahun 2009-2029, dengan menggunakan metode pendekatan yuridis-normatif yang bersifat deskriptif-analitis. Berdasarkan hasil penelitian, meskipun banyak pilihan metode KLHS dalam penyusunan dan atau evaluasi RTRW, namun berdasarkan beberapa literatur, belum ada metode yang secara spesifik diterapkan secara baku dalam implementasi KLHS untuk penyusunan dan atau evaluasi RTRW. Cara pelaksanaan KLHS di Indonesia, sebaiknya menggunakan pendekatan yang didasarkan pada kebutuhan (tailor-made approach) dengan kajian yang komprehensif. Sehingga setiap pelaksana KLHS dapat menentukan sendiri metodologi yang sesuai dengan tujuan dan kebutuhan studi KLHS.Kata Kunci: Metode, KLHS, Tata Ruang ABSTRACTWest Java Provincial Government when conducting evaluation of RTRW is obliged to make SEA as the obligation of Provincial Government as regulated in Article 15 paragraph (2) UUPPLH 2009. The implementation of SEA is done by using various comprehensive and / or complex scientific method, which in some cases can only Conducted by experts in their respective fields. The researcher raised the problem of how SEA method to the aspect of environmental carrying capacity and capacity in evaluation of West Java Provincial RTRW Year 2009-2029, using descriptive-analytical method of juridical-normative approach. Based on the results of the research, although there are many choices of SEA methods in the preparation and / or evaluation of the RSP, but based on some literature, no method has been specifically applied in the implementation of SEA for the preparation and / or evaluation of the RSP. How SEA implementation in Indonesia should use a tailor-made approach with a comprehensive study. So that each SEA implementer can determine the methodology that suits the purpose and needs of the SEA study.Keywords: Method, SEA, Spatial
PESANTREN KOPI; UPAYA KONSERVASI LAHAN HUTAN OLEH MASYARAKAT JEMBER BERBASIS TANAMAN KOPI Irham Bashori Hasba
Bina Hukum Lingkungan Vol 2, No 2 (2018): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (5868.509 KB) | DOI: 10.24970/bhl.v2i2.45

Abstract

ABSTRAKMasyarakat pinggir hutan di wilayah kecamatan Ledokombo mayoritas adalah masyarakat muslim peranakan Madura yang masih memegang teguh ajaran agama melalui sosok figur kyai. Kharismatik kyai dalam masyarakat ini tidak hanya terletak pada persoalan agama, namun juga pada ranah sosial lainnya seperti pelestarian dan perlindungan terhadap lingkungan.Penelitian ini mengkaji bagaimana upaya Pondok Pesantren Attanwir Desa Sumbergadung Kecamatan Ledokombo Jember dalam memberdayakan masyarakat untuk selalu menghindari pengrusakan hutan dalam bentuk pemanfaatan lahan dasar hutan berupa penanaman pohon kopi sebagai bentuk konservasi atau perlindungan terhadap ekosistem hutan yang sekaligus menghasilkan nilai ekonomis bagi masyarakat tanpa harus melakukan eksploitasi terhadap hutan dalam bingkai pengembangan kearifan lokal masyarakat dan kajian Sosio – Legal.Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologis – yuridis berupa upaya pemanfaatan lahan hutan oleh masyarakat berdasarkan Pasal 70 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pemaparan data bersifat deskriptif dengan pengumpulan data primer dalam bentuk observasi langsung yang ditunjang dengan wawancara langsung untuk menggali informasi yang lengkap dan utuh dari dari pondok pesantren Attanwir dan masyarakat Desa Slateng Kecamatan Ledokombo Kabupaten Jember sebagai pelaku langsung terhadap upaya perlindungan hutan dalam bentuk konservasi lahan dengan tanaman kopi.Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah upaya yang dilakukan masyarakat dan dimotori oleh Pondok Pesantren Attanwir Desa Slateng Kecamatan Ledokombo Kabupaten Jember berupa konservasi lahan hutan berupa penanaman pohon kopi tidak bertentangan dengan Pasal 70 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Bahkan prinsip dan perilaku masyarakat termasuk dalam kategori kearifan lokal (indigenous Knowledge) yang pada proses aktualisasinya mampu memperkuat regulasi dan kebijakan dalam mencegah dan menanggulangi pengrusakan dan kerusakan lingkungan hutan yang berada di hutan lindung di wilayah lereng pegunungan Gunung Raung Kabupaten Jember baik berupa ekploitasi kayu dan sumber daya alam lainnya. Upaya ini berjalan sangat optimal sebab disamping masyarakat mendapatkan manfaat ekonomis, juga memperoleh paradigma baru untuk menjaga hutan dan lingkungan dari kerusakan lingkungan dan mitigasi bencana, serta mampu mengimplementasikan regulasi yang dibuat pemerintah dan mampu bekerjasama sangat baik dengan aparatur pemerintah mulai dari tingkat desa sampai pada pemerintah pusat dan daerah.Abstrak: Pesantren; Kopi; Konservasi Hutan Lindung; Kearifan Lokal dan Sumber Daya Alam. ABSTRACTSocial Forest communities in the sub district of Ledokombo are majority of Muslim Maduranese communities who still adhere to religious teachings through the figure of kyai. The influence of kyai in this society not only lies in the issue of religion, but also in other social sphere such as conservation and protection of the environment.This study examines how Attanwir Islamic Boarding in Sumber Gadung village empowers communities to always avoid forest destruction in the form of forest land use in the form of planting coffee trees as a form of conservation or protection of forest ecosystems as well as generate economic value for the community without having to do the exploitation to the forest in the framework of developing local wisdom of society and Socio - Legal study.This research uses sociological - juridical approach in the form of community forest land utilization pursuant to Article 70 of Law Number 32 Year 2009 on Environmental Protection and Management. Data presentation is descriptive with primary data collection in the form of direct observation supported by direct interviews to dig up complete and complete information from the Islamic boarding school Attanwir and community of Slateng Village District Ledokombo Jember as a direct perpetrator of forest protection efforts in the form of land conservation with plants coffee.The conclusion obtained from the results of this study is the efforts undertaken by the community and led by Attanwir Islamic Boarding School in Slateng Village District Ledokombo Jember in the form of forest land conservation in the form of coffee planting is not contradictory to Article 70 of Law Number 32 Year 2009 on the Protection and Management of the Environment. Even the principles and behaviors of the community are included in the category of indigenous knowledge which in its actualization process can strengthen the regulations and policies in preventing and overcoming the destruction and destruction of the forest environment located in the protected forest in the mountainous slopes of Mount Raung Jember Regency either in the form of wood exploitation and other natural resources. This effort runs very optimally because in addition to the community get the economic benefits, also obtained a new paradigm to protect forests and the environment from environmental damage and disaster mitigation, and able to implement regulations made by the government and able to cooperate very well with the government apparatus from the village level to the government centers and regions.Keywords: Islamic Boarding School; Coffee; Conservation of Protected Forest; Local Wisdom and Natural Resources. 

Page 4 of 16 | Total Record : 160