cover
Contact Name
Joseph Christ Santo
Contact Email
jurnal@sttberitahidup.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
jurnal@sttberitahidup.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kab. karanganyar,
Jawa tengah
INDONESIA
Jurnal Teologi Berita Hidup
ISSN : 26564904     EISSN : 26545691     DOI : https://doi.org/10.38189
Jurnal Teologi Berita Hidup merupakan wadah publikasi hasil penelitian teologi yang berkaitan dengan kepemimpinan dan pelayanan Kristiani, yang diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup Surakarta. Focus dan Scope penelitian Jurnal Teologi Berita Hidup adalah: Teologi Biblikal, Teologi Sistematika, Teologi Pastoral, Etika Pelayanan Kontemporer, Kepemimpinan Kristen, Pendidikan Agama Kristen.
Arjuna Subject : -
Articles 250 Documents
Potret Pemimpin Kristen Sebagai Sumber Daya Manusia Unggul Menurut Kitab Titus Iksantoro Iksantoro
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 2, No 1 (2019): September 2019
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v2i1.24

Abstract

Theological Seminary as an Indonesian Christian Religious Higher Education Institution has the task of preparing Excellent Christian Leaders, so they can compete on the global stage. The Titus letter is one of the books that offers a image of a Excellent Christian Leader. Understanding and making such Christian leaders can help the government's vision of preparing Excellent Human Resources. The image of a Excellent Christian Leader according to Titus must have certain qualifications are family qualifications (Tit. 1: 6), personality qualifications (Tit. 1: 7), social qualifications (Tit. 1: 8), spiritual qualifications (Tit. 1: 8, 9) and professional qualifications (Tit. 1: 9, 13; 2: 1). AbstrakSekolah Tinggi Teologi sebagai Lembaga Pendidikan Tinggi Keagamaan Kristen Indonesia mengemban tugas untuk mempersiapkan para pemimpin Kristen yang unggul, sehingga dapat bersaing di kancah global. Surat Titus merupakan salah satu kitab yang menyodorkan potret Pemimpin Kristen yang unggul. Dengan memahami dan mencetak pemimpin Kristen yang demikian, dapat menolong visi pemerintah menyiapkan Sumber Daya Manusia Unggul. Potret pemimpin Kristen yang unggul menurut Titus harus memiliki kualifikasi tertentu, yaitu kualifikasi keluarga (Tit. 1:6), kualifikasi kepribadian (Tit. 1:7), kualifikasi sosial (Tit. 1:8), kualifikasi spiritual (Tit. 1:8, 9) dan kualifikasi professional (Tit. 1:9, 13; 2:1).  
Tujuan Penciptaan sebagai Cara Memahami Keberagaman Etika dalam Kekristenan Tony Salurante; Aprianus Moimau; Filmon Berek
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 3, No 2 (2021): Maret 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v3i2.91

Abstract

Moral diversity can be a problem and has presented challenges and opportunities for Christian ethics, especially as it relates to the spirituality of the congregation. The prevalent moral pluralism shows a different understanding of the Bible's contents and the process of understanding God's will, coupled with the emergence of theories that want to make a certain viewpoint. In the process of exploring these issues, the article offers a reflection based on the teleological approach to creationism. The thesis of this article states that the doctrine of creation can be one of the important foundations in shaping Christian ethics in contemporary era.Keragaman moral bisa menjadi masalah dan telah menghadirkan tantangan dan peluang bagi etika Kristen, terutama yang berkaitan dengan kehidupan spiritualitas jemaat. Pluralisme moral yang banyak terjadi menunjukkan pemahaman yang berbeda juga dalam menggali isi Alkitab dan proses memahami kehendak Allah, ditambah lagi dengan munculnya teori-teori yang ingin menyudutkan satu pandangan tertentu. Dalam proses mengeksplorasi masalah-masalah ini, artikel ini menawarkan refleksi yang didasari dengan pendekatan teleologis dari ajaran penciptaan. Tesis dari artikel ini mengatakan bahwa doktrin penciptaan bisa menjadi salah satu fondasi penting dalam membentuk etika Kristen di zaman kontemporer.
Transformasi Fondasi Iman Kristen dalam Pelayanan Pastoral di Era Society 5.0 Joko Santoso; Seri Damarwanti; I Made Priana; Teguh Bowo Sembodo; Anthoneta Taru PA
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 4, No 1 (2021): September 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v4i1.181

Abstract

In the Era of Society 5.0, it is very important for the church to lay down the foundation of Christian Faith for Pastoral Services in answering the problems of God's people and in solving various life challenges include social problems through the use of various information and communication technology innovations accompanied by the development of an era of disruption such as the Internet (Internet on Things), Intelligence artificial intelligence (Artificial Intelligence), and Data Banks (Big Data). This research is conducted to answer the issue of how pastoral care is  contextually working in today's digital world, which also influences changes in life styles and thus demands an adaptive pastoral care approach without losing the essence of pastoral care itself. This study proposes a foundation of Christian Faith in creative and innovative pastoral care. The research method uses a literature study approach whereas coclusion can be drawn that creative and innovative pastoral care must be done by laying the foundation for a realistic theological pastoral ministry in facing the challenges of the times. The newness of the research compared to previous similar studies lies in how the era of society 5.0 brings a new paradigm of the importance of the humanistic side to be a priority and basis, besides the need to maintain the essence of pastoral care itself.Gereja di Era Society 5.0 sangat penting meletakkan Dasar Pondasi Iman Kristen Pelayanan Pastoral guna menjawab persoalan umat Tuhan dalam menyelesaikan berbagai tantangan hidup termasuk permasalahan sosial melalui pemanfaatan berbagai inovasi teknologi informasi dan komunikasi yang dibarengi adanya perkembangan era disrupsi seperti Internet (Internet on Things), Kecerdasan buatan (Artificial Intelligence), dan Bank Data (Big Data). Penelitian ini dilakukan untuk menjawab issue bagaimana Pelayanan Pastoral semakin kontekstual dalam dunia digital sekarang, yang turut mempengaruhi perubahan tatanan dan gaya hidup sehingga menuntut pendekatan pelayanan pastoral yang adaptif tanpa perlu kehilangan esensi pelayanan pastoral itu sendiri. Kajian ini mengusulkan pondasi Iman Kristen dalam pelayanan pastoral yang kreatif dan inovatif. Metode penelitian menggunakan pendekatan studi literatur untuk menarik kesimpulan bahwa pelayanan pastoral yang kreatif dan inovatif dimulai dengan meletakkan dasar pondasi pelayanan pastoral yang realistis teologis dalam menyingkapi tantangan zaman. Keterbaharuan penelitian dibandingkan dengan penelitian sejenis sebelumnya terletak pada bagaimana era society 5.0 membawa paradigma baru pentingnya sisi humanistis menjadi prioritas dan dasar, disamping perlunya tetap menjaga esensi pelayanan pastoral itu sendiri.
Antara Abimelekh dan Yotam: Studi Eksegesis Hakim-Hakim 9:7-21 Yudi Jatmiko
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 4, No 1 (2021): September 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v4i1.94

Abstract

AbstractIn the passage of Judges 9:7-21, Jotham was described as an inferior figure compared to Abimelech who was a ruler. But, here exactly lies the beauty of the narrative writing. The narrator wished to topple down and uphold the thesis that criticize Abimelech leadership, as well as approved Jotham’s quality, i.e., a crowned leader of Israel must be a righteous leader in the eyes of God and men, not an ambitious leader. The problem statement of the research is how does the narrator interweave and prove this thesis in the passage? The research purpose is to showcase the supporting literary elements in the narration as well as to prove the narrator’s thesis statement. The method that the writer uses in this writing is literary research. The writer analyzes primary resources that discuss the text of Judges 9:7-21. Besides that, the writer exegetes the text deeply while paying close attention to text analysis, historical and cultural background, and literary analysis. The research results in the fact that the narrator has succeeded to prove his thesis through the above discussed literary elements.Keywords: Judges 9:7-21, Abimelech, Jotham, word study, historical analysis, literary analysis. AbstrakDalam narasi Hakim-hakim 9:7-21, Yotam adalah figur yang inferior dibandingkan dengan Abimelekh yang pada waktu itu tengah menjadi penguasa. Tetapi justru di sinilah letak keindahan penulisan narasi tersebut. Narator ingin membalik dan mengusung tesis yang mengkritisi kepemimpinan Abimelekh, sekaligus memuji kualitas Yotam, yaitu bahwa pemimpin yang dinobatkan menjadi raja atas Israel harus merupakan pemimpin yang benar di mata Allah dan manusia, bukan pemimpin yang ambisius. Rumusan masalah dalam penelitian ini ialah bagaimana narator mengemas dan membuktikan tesis ini dalam penulisan perikop tersebut? Tujuan penelitian ialah untuk menunjukkan elemen-elemen sastra yang mendukung dalam narasi ini sekaligus membuktikan tesis narator. Metode yang penulis tempuh dalam penelitian ini ialah penelitian pustaka. Penulis mengkaji sumber-sumber pertama yang mengulas teks Hakim-hakim 9:7-21. Selain itu, penulis juga melakukan eksegesis mendalam terhadap teks dengan memperhatikan analisis teks, latar belakang sejarah dan budaya, serta analisis sastra. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa narator berhasil membuktikan tesisnya melalui elemen-elemen sastra yang dikaji di atas.Kata-kata Kunci: Hakim-hakim 9:7-21, Abimelekh, Yotam, analisis kata, analisis sejarah, analisis sastra
Pancasila Sebagai Providensia Allah bagi Kekristenan di Indonesia Oda Judithia Widianing
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 4, No 2 (2022): Maret 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v4i2.210

Abstract

Anthropocentric kerap kali menjadi konklusi pemahaman doktrin Providensia. Hal ini membuat seolah-olah Allah hadir untuk melayani manusia dan kepentingannya. Alkitab tidak pernah memaksudkan seperti itu. Theocentric adalah inti dari semua pergerakan sejarah. Maka final-end dari karya providensia adalah pada diri Allah sendiri, demi kemuliaan-Nya dan penggenapan rencana kekal-Nya. Namun Allah yang maha kuasa dan kasih itu bekerja dengan berbagai sarana yang Dia tetapkan untuk memelihara apa yang telah Dia ciptakan, secara khusus bagi umat ketebusan-Nya. Demikian pula halnya dengan kekristenan di Indonesia yang sudah hidup sejak kolonialis VOC. Pancasila adalah sarana yang Allah tetapkan dalam kedaulatan-Nya untuk menjadi sarana providensia-Nya bagi orang percaya di Indonesia.  Metodologi yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan metode pengumpulan data adalah studi pustaka berpijak pada biblical perspective. Dalam artikel ini penulis akan mengkaji tentang providensia Allah yang berlaku bagi umat Kristen di negara Bhineka Tunggal Ika dengan berpijak pada historikal Pancasila dan implementasi yang seharusnya dikerjakan umat Kristen di Indonesia sebagai respon terhadap providensia Allah ini. Kebaruan dari artikel ini adalah melihat final-end providensia Allah secara kosmis dalam diri Kristus sebagai Kepala dan fakta sejarah Pancasila menjadi Common Platform yang adalah sarana providensia Allah bagi umat Kristen Indonesia
Sumbangan Teologi Penciptaan Kristiani Dalam Ensiklik Laudato-Si Artikel 62-75 Bagi Persoalan Ekologis Mathias Jebaru Adon; FX Armada Riyanto; Pius Pandor
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 5, No 1 (2022): September 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v5i1.224

Abstract

This study aims to explain the concept of creation theology according to the Catholic Church's view as stated in the Encyclical Laudato-Si articles 62-75. This is motivated by the complexity of ecological problems with various causes. So the solution is not only from one way of interpreting and changing reality. It is also necessary to ask for help from various cultural treasures of the nation, especially religion if you want to develop a complete ecology. In this regard, the Catholic Church as a religious institution is very open to dialogue with philosophical thought and the scientific sciences, and this has enabled the Church to produce various syntheses between faith and reason. This research uses the method of literature study and critical reading of the creation story in the Book of Genesis. This research finds that the Catholic Church based on the Bible from the beginning has a solid view of the concept of creation that humans are called to care for and preserve the created nature. Pope Francis emphasized this in his encyclical Laudato-Si articles 62-75. Therefore, the task of caring for the created world is the call and duty of the Christian faith. By realizing this the complexity of environmental problems can be overcome.
Makna dan Penerapan Frasa Mata Hati yang Diterangi dalam Efesus 1:18-19 Joseph Christ Santo
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 1, No 1 (2018): September 2018
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v1i1.1

Abstract

The Bible shows that the Ephesians who should have understood the God they worshiped were in fact still prayed by Paul so that they would have an illuminated eye of heart to know God. The focus of this research is to find out what Paul means about the enlightened eyes of the heart, why the reader of this letter needs to have the enlightened eyes of the heart, how the process of the eyes of the heart is enlightened, and what is the reason for the church today. This study used an exegesis method, by analyzing the elements of the word in the original language and in its context, so that found a principle that can be applied in today’s life. Some conclusions of this study are: Firstly, the phrase “enlightened eyes of the heart” means “it has illuminated the innermost part of man to be able to understand”. Secondly, the enlightened eyes of the heart are needed so that the reader of Ephesians grows in three ways: the hope of the call, the richness of the glory of the inheritance of the saints, and the great power of God for believers. Thirdly, to experience the enlightened eyes of the heart, one must first accept the gospel so that the Holy Spirit inhabits his heart; It is this indwelling Holy Spirit that makes the eyes of the person’s heart enlightened. Fourthly, Christians are not enough to stop accepting the gospel and their recognition of Christ, he needs to know God more deeply; for that he needs the Holy Spirit which enables him to understand his relationship with God so that he has an attitude of life in accordance with the available grace.AbstrakAlkitab menunjukkan bahwa jemaat Efesus yang seharusnya sudah mengerti tentang Allah yang mereka sembah, ternyata masih didoakan oleh Paulus agar mereka memiliki mata hati yang diterangi untuk dapat mengenal Allah. Fokus dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan apa maksud frasa: “mata hati yang diterangi”, mengapa pembaca surat ini perlu memiliki mata hati yang diterangi, bagaimana proses mata hati yang diterangi, dan apa aplikasinya bagi gereja masa kini. Penelitian ini menggunakan metode eksegesis, yaitu dengan menganalisis unsur frasa tersebut dalam bahasa aslinya dan konteks­nya. sehingga ditemukan prinsip yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan masa kini. Kesimpulan dari penelitian ini adalah: Pertama, frasa “mata hati yang diterangi” memiliki pengertian “telah di­teranginya bagian terdalam dari manusia untuk sanggup mengerti”.  Kedua, mata hati yang diterangi diperlukan agar pembaca surat Efesus bertumbuh dalam tiga hal pengetahuan, yaitu pengharapan akan panggilan, kekayaan kemulia­an warisan bagi orang-orang kudus, dan kebesaran yang luar biasa dari kekuatan kuasa Allah bagi orang-orang yang percaya. Ketiga, untuk mengalami mata hati yang di­terangi, seseorang terlebih dulu harus menerima Injil sehingga Roh Kudus mendiami hatinya; Roh Kudus yang mendiami inilah yang membuat mata hati orang tersebut diterangi. Keempat, orang Kristen tidak cukup berhenti pada penerimaan Injil dan pengakuannya akan Kristus, ia perlu mengenal Allah lebih dalam; untuk itu ia memerlukan Roh Kudus yang me­mampukannya mengerti hubung­an dirinya dengan Allah sehingga memiliki sikap hidup berpadanan dengan anugerah yang tersedia tersebut.
Bonus Demografi Sebagai Peluang Pelayanan Misi Gereja di Kalangan Muda-Mudi Rahmat Kristiono
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 1, No 2 (2019): Maret 2019
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v1i2.10

Abstract

This paper describes the correlation of bonus demographics with church mission services among young people. The demographic bonus is assumed to be an opportunity for gospel outreach or preaching which has a significant influence on the growth of the church among young people. In the context of the church's mission service, the demographic bonus has not been optimally optimized by the church, especially to place millennials on the mission objectives of the church. AbstrakTulisan ini mendeskripsikan korelasi bonus demografi  dengan pelayanan misi gereja di kalangan muda-mudi. Bonus demografi diasumsikan sebagai peluang penjangkuan atau pemberitaan injil  yang membawa pengaruh signifikan bagi pertumbuhan gereja dikalangan muda-mudi. Dalam konteks pelayanan misi gereja, Bonus demografi belum dioptimalkan secara maksimal oleh gereja terutama menempatkan kaum milenial pada sasaran misi gereja.  
Sinagoge pada Masa Intertestamental dan Relevansinya dengan Gereja Masa Sekarang Stanley Santoso
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 3, No 1 (2020): September 2020 (Studi Intertestamental)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v3i1.47

Abstract

Abstract:            The synagogue is parallel to the word congregation, which initially means a place to study together, but then refers to a group of people and finally applies to the building where the congregation gather, which then develops to the institutional life of the Jewish church. The synagogue began during the exile, because of the Jewish desire to worship Yahweh, but they were scattered in exile and far from the temple, but they continued to remember God's promises and had hopes of returning to worship in the temple. Synagogues developed during the intertestamental period.            Worship in the Synagogue focuses on prayer and studying the Scriptures. The main form of worship is reading and studying the Scriptures. The synagogue was the most important institutional development in Judaism which also involved Christian origins. The synagogue became a place for the teachings of Jesus and then His apostles, and which later gave birth to early Christian converts. The synagogue is the initial model of the church system.Abstrak:            Sinagoge sejajar dengan kata jemaat, yang pada awalnya sesuai berarti tempat untuk belajar bersama, namun kemudian merujuk kepada kumpulan orang dan akhirnya diterapkan pada bangunan yang menjadi tempat jemaat berkumpul, yang kemudian berkembang kepada kehidupan institusional jemaat Yahudi. Sinagoge bermula pada masa pembuangan, karena kerinduan orang Yahudi untuk beribadah kepada Yahweh, namun mereka tersebar di pembuangan dan jauh dari bait suci, tetapi mereka terus mengingat janji Allah dan memiliki pengharapan akan kembali beribadah di bait suci. Sinagoge berkembang pada masa intertestamental.            Ibadah dalam Sinagoge berfokus pada doa dan mempelajari Kitab Suci. Bentuk utaman ibadahnya adalah pembacaan dan mempelajari Kitab Suci. Sinagoge merupakan perkembangan institusional yang paling penting dalam Yudaisme yang juga menyangkut asal-usul Kristen. Sinagoge menjadi tempat bagi pengajaran Yesus dan kemudian para rasulNya, dan yang kemudian melahirkan para petobat Kristen mula-mula. Sinagoge merupakan model awal dari sistem gereja.
Membentengi Pemuda Gereja dari Ajaran Guru Palsu Melalui Pemahaman 2 Petrus 3:3 Santy Sahartian
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 3, No 2 (2021): Maret 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v3i2.70

Abstract

Based on 2 Peter 3: 3 latter-day life is the appearance of mockers called false teachers carrying false teachings, namely denying Jesus as a savior, turning the day of the Lord or the day of the second coming of Jesus, and rejecting the Word of God. The lives of these false teachers only follow the passions. Adultery, obscene, all of it to blaspheme the glory of God. To fortify youth in dealing with heresies and living according to lust is to provide proper teaching and formation on the knowledge of Christ in 2 Peter 1: 5-7. The growth of true faith, namely to the faith of virtue, to the virtue of knowledge, to the knowledge of self-mastery, to the mastery of perseverance, to the perseverance of godliness, to the piety of love for you, to your love for all people. Where this love does not demand reciprocity, this love is the love that is willing to sacrifice for the people it loves. With the right knowledge of Jesus, it will be difficult for young people to influence teachings that are not true.Kehidupan zaman akhir berdasar 2 Petrus 3:3 adalah tampilnya pengejek-pengejek yang di sebut guru palsu membawa ajaran sesat, yaitu menyangkal Yesus sebagai juruselamat, memutarbalikan hari Tuhan atau hari kedatangan Yesus yang kedua kalinya, dan menolak Firman Allah. Kehidupan guru-guru palsu ini hanya mengikuti hawa nafsu. Nafsu zinah, cabul, semuanya itu kepada menghujat kemuliaan Allah. Untuk membentengi pemuda dalam menghadapi ajaran-ajaran sesat dan kehidupan menuruti hawa nafsu adalah dengan memberi pengajaran dan pembinaan yang tepat tentang pengenalan akan Kristus dalam 2 Petrus 1:5-7. Adanya pertumbuhan iman yang benar, yaitu kepada iman  kebajikan, kepada kebajikan pengetahuan, kepada pengetahuan penguasaan diri, kepada penguasaan diri ketekunan, kepada ketekunan kesalehan, kepada kesalehan kasih akan saudara, kepada kasih saudara kasih semua orang. Di mana kasih ini tidak menuntut balasan, kasih ini adalah kasih rela berkorban bagi sesama yang dikasihinya. Dengan pengenalan yang benar akan Yesus , maka pemuda akan sulit di pengaruhi ajaran yang tidak benar.