cover
Contact Name
Raemon
Contact Email
raemon@uho.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
etnoreflika.antropologi@uho.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota kendari,
Sulawesi tenggara
INDONESIA
ETNOREFLIKA: Jurnal Sosial dan Budaya
Published by Universitas Halu Oleo
ISSN : 22529144     EISSN : 2355360X     DOI : -
The ETNORELIKA journal is dedicated as a scientific periodical publication which is expected to be an arena for exchanging ideas and thoughts in the field of Anthropology in particular and the social sciences in general. Etnoreflika comes with a mission to build tradition and academic climate for the advancement of civilization and human dignity. In addition, the ETNOREFLIKA Journal deliberately took the generic word "ethnos" which aims to expand the mission of promoting and developing a spirit of multiculturalism in the life of a pluralistic Indonesian society.
Arjuna Subject : -
Articles 9 Documents
Search results for , issue "Vol 9 No 1 (2020): Volume 9 Nomor 1, Februari 2020" : 9 Documents clear
Komodifikasi Wayang Suket Puspasarira di Kota Malang sebagai Upaya Pelestarian Wayang Venia Ranita Sari; Luhung Achmad Perguna
ETNOREFLIKA: Jurnal Sosial dan Budaya Vol 9 No 1 (2020): Volume 9 Nomor 1, Februari 2020
Publisher : Laboratorium Jurusan Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/etnoreflika.v9i1.712

Abstract

Artikel ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perkembangan wayang suket dan strateginya di tengah arus globalisasi melalui upaya modifikasi dan komodifikasi agar dapat dipahami dan dinikmati oleh generasi milenial. Generasi milenial menjadi sasaran paling utama dalam mempertahankan wayang suket di Kota Malang. Penelitian ini dilakukan di Kota Malang dengan metode penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data yaitu observasi, wawancara serta ditambahkan dokumentasi untuk memperkuat data-data yang sudah ada. Hasil dari penelitian ini yaitu wayang suket mengalami perkembangan dari tahun ke tahun hingga menjadi wayang suket sampai saat ini yang bisa dinikmati oleh generasi milenial. Upaya melalui modifikasi alur cerita yang relevan bagi kalangan milenial dan modifikasi wayang suket lewat souvenir dilakukan salah satunya melalui media sosial.
Maskawin sebagai Pertahanan Strata Sosial Samagat Etnik Dayak Tamambaloh Efriani Efriani; Jagad Aditya Dewantara; Donatianus BSE Praptantya; Diaz Restu Darmawan; Pawennari Hijjang
ETNOREFLIKA: Jurnal Sosial dan Budaya Vol 9 No 1 (2020): Volume 9 Nomor 1, Februari 2020
Publisher : Laboratorium Jurusan Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/etnoreflika.v9i1.719

Abstract

Dayak Tamambaloh terbagi dalam 4 kelas sosial; Samagat, Pabiring, Ulun/Banua dan Pangkam. Samagat merupakan strata tertinggi dan memiliki hak sebagai pemimpin yang disebut Tamanggung. Tamanggung merupakan seorang Samagat dengan darah yang murni tidak tercampur dengan strata dibawahnya. Karena itu, Samagat wajib menikah sesama Samagat dengan tujuan melestarikan keturunan bagi lahirnya calon Tamanggung. Namun kewajiban ini berbenturan dengan sistem perkawinan eksogami keluarga inti Dayak Tamambaloh. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan mengkaji cara Samagat mempertahankan strata sosialnya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Data dikumpulkan dengan wawancara dan observasi. Unit analisis kajian ini adalah Samagat Dayak Tamambaloh. Penelitian ini menunjukkan, terdapat adat panyonyok yang menjadi simbol untuk mempertahankan strata sosial Samagat. Panyonyok merupakan pemberian maskawin berupa meriam api atau gong atau tempayan oleh mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan. Secara simbolik Panyonyok memiliki empat fungsi. Pertama, untuk mempertahankan, menaikkan strata sosial keturunan atau anak. Kedua, simbol penyatuan keluarga luas laki-laki dengan perempuan. Ketiga, simbol jaminan kesetiaan suami-istri. Keempat sebagai media “pamer”, atau suatu wujud prestise. Dalam sistem perkawinan Dayak Tamambaloh, adat panyonyok dapat dilakukan oleh strata Pabiring dan Ulun/Banua. Namun, Fungsi untuk mempertahan dan atau mengangkat strata keturunan, merupakan fungsi utama Panyonyok bagi Samagat. Fungsi ini tidak menjadi tujuan utama panyonyok pada strata pabiring dan Ulun/Banua. Sebagai upaya mempertahankan status sosial ke-samagat-an, adat panyonyok dilakukan dengan cara mambiti dan dambitang. Mambiti apabila seorang laki-laki dari strata pabiring atau ulun/banua menikahi perempuan Samagat. Dambitang apabila seorang laki-laki dari strata Samagat menikahi perempuan Pabiring atau Ulun/Banua.
Konsep Sehat dan Sakit pada Budaya Etnis Dayak Kebahan Herlan Herlan; Donatianus BSE Praptantya; Viza Juliansyah; Efriani Efriani; Jagad Aditya Dewantara
ETNOREFLIKA: Jurnal Sosial dan Budaya Vol 9 No 1 (2020): Volume 9 Nomor 1, Februari 2020
Publisher : Laboratorium Jurusan Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/etnoreflika.v9i1.720

Abstract

Tidak setiap masyarakat menghubungkan kondisi sehat ataupun sakit hanya dengan kondisi tubuh seseorang, namun nilai, kepercayaan dan budaya juga memainkan peran penting di dalam pendefinisian kondisi kesehatan seseorang. Oleh karena itu, kajian ini penting untuk dilakukan. Kajian ini dimaksudkan untuk mengungkapkan konsep sehat dan sakit pada masyarakat lokal dan menemukan teknik-teknik pengobatan berdasarkan falsafah lokal. Kajian ini dilakukan dengan metode kualitatif dan etnografi (emic) dengan objek kajian pada komunitas Dayak Kebahan di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Adapun temuan dalam kajian ini ialah: (1) sehat adalah seseorang yang memiliki badan yang sehat, mental yang kuat dan mampu beraktivitas dengan lancar tanpa mengalami gangguan; (2) Penyakit didefinisikan sebagai suatu yang tidak terlihat secara langsung, tidak berbentuk dan tidak terasa, tiba-tiba saja bisa menyerang, dan berbentuk suatu wabah atau kumpulan penyakit; (3) Sakit didefinisikan sebagai sakit pada umumnya, sakit ingatan atau garing panas (sakit jiwa), garing pulasit (kemasukan roh jahat), sakit kuning dan kapidaraan; (4) Teknik pengobatan yang dilakukan ialah dengan pengobatan menggunakan tanaman, mantra, dan ritual balian/batra.
Peran Budaya Kalosara dalam Perencanaan Pembangunan Daerah di Kabupaten Konawe La Aso; Syahrun Syahrun; Abdul Alim; Ansor Putra; La Diysi
ETNOREFLIKA: Jurnal Sosial dan Budaya Vol 9 No 1 (2020): Volume 9 Nomor 1, Februari 2020
Publisher : Laboratorium Jurusan Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/etnoreflika.v9i1.721

Abstract

Artikel ini membahas peran budaya kalosara dalam perencanaan pembangunan daerah Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara. Penelitian ini dilakukan karena walaupun budaya kalosara masih dihormati, pemahaman tentang nilai dan praktiknya dalam kehidupan masyarakat masih sangat kurang. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoretis maupun praktis. Penyediaan data dilakukan dengan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif kualitatif, dengan menggunakantiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Perencanaan pembangunan daerah Kabupaten Konawe sangat tepat untuk menerapkan pembangunan berbasis budaya kalosara karena budaya ini mengedepankan mekanisme musyawarah dalam penyelenggaraan kehidupan sosial dan politik. Selain itu, budaya kalosara memiliki banyak kearifan lokal yang sudah menyatu dengan sistem kepercayaan, norma, dan budaya masyarakat Konawe. Oleh karena itu, perencanaan pembangunan Kabupaten Konawedapat mengkaji berbagai aspek budaya kalosara, khususnya yang terkait dengan kepemimpinan, pembangunan daerah, dan hubungan masyarakat dan pemimpinnya. Hal ini sangat penting karena pembangunan akan tidak bernilai apabila pemerintah tidak mengenal masyarakat atau potensi yang tepat untuk pembangunan di daerah tersebut. Pembangunan daerah Kabupaten Konawe berbasis budaya kalosara tentunya memiliki banyak manfaat, diantaranya ciri kedaerahan akan bertahan dan berkembang, akan memperkuat kebijakan-kebijakan dari pemerintah, membangun dan menciptakan keselarasan hidup, dan sektor pendapatan daerah dan roda perekonomian akan berputar lancar dan baik.
Nilai-Nilai Pendidikan Kesehatan Reproduksi pada Tradisi Karia di Masyarakat Muna Lestariwati Lestariwati; Nurmin Suryati; Akifah Akifah
ETNOREFLIKA: Jurnal Sosial dan Budaya Vol 9 No 1 (2020): Volume 9 Nomor 1, Februari 2020
Publisher : Laboratorium Jurusan Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/etnoreflika.v9i1.722

Abstract

Karia merupakan salah satu tradisi daur hidup masyarakat Muna yang bernuansa ritual. Tradisi ini menjadi menjadi puncak kangkilo bagi anak perempuan yang telah memasuki usia remaja dan siap berumah tangga. Menikah itu bukanlah perkara yang mudah tetapi harus memiliki kesiapan yaitu kesiapan fisik, mental/psikologis, sosial/ekonomi. Banyak kasus terjadi di masa sekarang yang mempengaruhi kesehatan reproduksi salahs atunya adalah hubungan seks pranikah yang berujung pada MBA (married by accident). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan kesehatan reproduksi yang terdapat pada tradisi karia. Metodologi penelitian bersifat deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian menemukan bahwa terdapat 2 (dua) nilai dalam tradisi karia yang berhubungan dengan pendidikan kesehatan reproduksi yaitu nilai filosofis dan nilai pendidikan. Tetapi pada masa sekarang dalam tradisi karia pendidikan kesehatan reproduksi tersebut sudah mengalami pergeseran.
Proses Ritus Kematian pada Masyarakat Etnik Muna di Kota Kendari Iko Sutriani; La Ode Sidu Marafad; La Aso
ETNOREFLIKA: Jurnal Sosial dan Budaya Vol 9 No 1 (2020): Volume 9 Nomor 1, Februari 2020
Publisher : Laboratorium Jurusan Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/etnoreflika.v9i1.723

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan proses ritus kematian pada masyarakat etnik Muna. Penelitian ini bersifat kualitatif, dimana Peneliti menggambarkan secara detail proses ritus kematian pada masyarakat etnik Muna. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan, wawancara mendalam dan studi dokumen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses ritus kematian pada masyarakat etnik Muna terdiri atas tujuh ritus yaitu (1) ritus kaalingkita (memandikan maya secara biasa), (2) ritus kaselino wite (penggalian tanah kuburan), (3) ritus kakadiu wadhibu (memandikan mayat secara wajib), (4) ritus kabasano haroa turuntana (pembacaan doa untuk bekal mayat), (5) ritus kakoburu (penguburan), (6) ritus kansolo-nsolo (kunjungan ke kuburan), dan (7) ritus poalo (memperingati malam-malam tertentu sesudah penguburan).
Perubahan Sosial Budaya Masyarakat Pasca Alih Fungsi Lahan Pertanian Menjadi Lahan Pertambangan Nisa Nasyra Rezki; La Aso; Syahrun Syahrun
ETNOREFLIKA: Jurnal Sosial dan Budaya Vol 9 No 1 (2020): Volume 9 Nomor 1, Februari 2020
Publisher : Laboratorium Jurusan Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/etnoreflika.v9i1.724

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis penyebab terjadinya alih fungsi lahan dan bentuk perubahan sosial budaya masyarakat pasca alih fungsi lahan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan etnografi. Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan terlibat dan wawancara mendalam dengan informan yang dipilih. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) Reduksi data, (2) Penyajian data, dan (3) Penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) faktor-faktor penyebab alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan pertambangan adalah: (a) kondisi lahan dan faktor pertanian meliputi lokasi lahan, (b) luas lahan, (c) produktivitas lahan dan penghasilan dari lahan yang dimiliki petani atas lahan pertaniannya, tingkat kebutuhan ekonomi, (d) harga jual lahan yang tinggi yang ditawarkan oleh perusahaan, dan (e) kebijakan pemerintah mengeluarkan izin usaha pertambangan kepada perusahaan; (2) Bentuk perubahan sosial budaya pasca alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan pertambangan adalah (a) munculnya konflik sosial antara perusahaan dan masyarakat lokal, (b) perubahan perilaku konsumtif dan gaya hidup masyarakat dalam hal mencakup sandang dan papan (c) perubahan mata pencaharian dari petani menjadi karyawan tambang karena keinginan untuk memperbaiki taraf hidup keluarga, (d) Peningkatan Penghasilan/Pendapatan dari bekerja sebagai karyawan tambang maupun hasil dari meroyaltikan lahan pertanian; dan (e) perubahan kondisi perumahan masyarakat dikarenakan hasil penjualan lahan digunakan untuk membangun/memperbaiki rumah.
Rebu: Tradisi Pantangan bagi Suku Karo Sardis br Ginting; La Niampe; La Ode Topo Jers
ETNOREFLIKA: Jurnal Sosial dan Budaya Vol 9 No 1 (2020): Volume 9 Nomor 1, Februari 2020
Publisher : Laboratorium Jurusan Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/etnoreflika.v9i1.725

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis faktor penyebab pergeseran tradisi rebu pada Suku Karo di Kota Kendari. Lokasi penelitian adalah Kota Kendari. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan etnografi. Teori yang digunakan sebagai alat analisis dan dasar pembahasan masalah dalam penelitian ini adalah teori dekonstruksi. Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Teknik analisa data adalah dengan menggunakan analisa deskriptif kualitatif dengan pendekatan etnografi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor penyebab pergeseran tradisi rebu terdapat dua faktor pertama, faktor dari dalam masyarakat yaitu kurangnya pemahaman terhadap tradisi rebu, kurangnya sosialisasi dalam masyarakat, dan hilangnya nilai-nilai budaya. Kedua, faktor dari luar masyarakat yaitu arus modernisasi dan globalisasi, lingkungan, perkawinan campur, ekonomi dan faktor politik.
Pembangunan Infrastruktur Pedesaan Berbasis Kearifan Lokal Herlan Herlan; La Taena; La Aso
ETNOREFLIKA: Jurnal Sosial dan Budaya Vol 9 No 1 (2020): Volume 9 Nomor 1, Februari 2020
Publisher : Laboratorium Jurusan Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/etnoreflika.v9i1.726

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pelaksanaan pembangunan pedesaan (infrastruktur) berbasis kearifan lokal serta dampaknya di Desa Lalonggasumeeto, Kecamatan Lalonggasumeeto, Kabupaten Konawe. Jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif yaitu data yang berdasarkan atas segala informasi dari keterangan yang diberikan oleh informan kunci dan informan pokok. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa; (1) pelaksanaan pembangunan desa berbasis kearifan lokal di Desa Lalong-gaasumeeto Kecamatan Lalonggaasumeeto Kabupaten Konawe dilaksanakan berdasarkan Budaya samaturu medulu ronga mepokoo’aso (budaya bersatu, suka tolong menolong dan saling membantu). Masyarakat suku Tolaki dalam menghadapi setiap permasalahan sosial dan pemerintahan baik itu berupa upacara adat, pesta pernikahan, kematian maupun dalam melaksanakan peran dan fungsinya sebagai warga negara, selalu bersatu, bekerjasama, saling tolong menolong dan bantu-membantu, dan (2) dampak pembangunan pedesaan berbasis kearifan lokal di Desa Lalonggasumeeto, Kecamatan Lalonggasumeeto, Kabupaten Konawe memiliki peluang untuk dihidupkan dan ditumbuhkembangkan kembali sehingga dapat mengatur kehidupan dan menjadi pranata, norma dan aturan yang diberikan dengan pengelolaan suber daya lingkungan.

Page 1 of 1 | Total Record : 9


Filter by Year

2020 2020


Filter By Issues
All Issue Vol. 13 No. 1 (2024): Volume 13 Issue 1, February 2024 Vol. 12 No. 3 (2023): Volume 12, Issue 3, October 2023 Vol. 12 No. 2 (2023): Volume 12, Issue 2, June 2023 Vol. 12 No. 1 (2023): Volume 12, Issue 1, February 2023 Vol. 11 No. 3 (2022): Volume 11, Nomor 3, Oktober 2022 Vol. 11 No. 2 (2022): Volume 11, Nomor 2, Juni 2022 Vol 11 No 2 (2022): Volume 11, Nomor 2, Juni 2022 Vol 11 No 1 (2022): Volume 11, Nomor 1, Februari 2022 Vol 10 No 3 (2021): Volume 10 Nomor 3, Oktober 2021 Vol 10 No 2 (2021): Volume 10 Nomor 2, Juni 2021 Vol 10 No 1 (2021): Volume 10 Nomor 1, Februari 2021 Vol 9 No 3 (2020): Volume 9 Nomor 3, Oktober 2020 Vol 9 No 2 (2020): Volume 9 Nomor 2, Juni 2020 Vol 9 No 1 (2020): Volume 9 Nomor 1, Februari 2020 Vol 8 No 3 (2019): Volume 8 Nomor 3, Oktober 2019 Vol 8 No 2 (2019): Volume 8 Nomor 2, Juni 2019 Vol 8 No 1 (2019): Volume 8 Nomor 1, Februari 2019 Vol 7 No 3 (2018): Volume 7 Nomor 3, Oktober 2018 Vol 7 No 2 (2018): Volume 7 Nomor 2, Juni 2018 Vol 7 No 1 (2018): Volume 7 Nomor 1, Februari 2018 Vol 6 No 3 (2017): Volume 6 Nomor 3, Oktober 2017 Vol 6 No 2 (2017): Volume 6 Nomor 2, Juni 2017 Vol 6 No 1 (2017): Volume 6 Nomor 1, Februari 2017 Vol 5 No 3 (2016): Volume 5 Nomor 3, Oktober 2016 Vol 5 No 2 (2016): Volume 5 Nomor 2, Juni 2016 Vol 5 No 1 (2016): Volume 5 Nomor 1, Februari 2016 Vol 4 No 3 (2015): Volume 4 Nomor 3, Oktober 2015 Vol 4 No 2 (2015): Volume 4 Nomor 2, Juni 2015 Vol 4 No 1 (2015): Volume 4 Nomor 1, Februari 2015 Vol 3 No 3 (2014): Volume 3 Nomor 3, Oktober 2014 Vol 3 No 2 (2014): Volume 3 Nomor 2, Juni 2014 Vol 3 No 1 (2014): Volume 3 Nomor 1, Februari 2014 Vol 2 No 3 (2013): Volume 2 Nomor 3, Oktober 2013 Vol 2 No 2 (2013): Volume 2 Nomor 2, Juni 2013 Vol 2 No 1 (2013): Volume 2 Nomor 1, Februari 2013 Vol 1 No 1 (2012): Volume 1 Nomor 1 Oktober 2012 More Issue