cover
Contact Name
Maya Nuriya Widyasari
Contact Email
medica.hospitalia@yahoo.com
Phone
-
Journal Mail Official
medica.hospitalia@yahoo.com
Editorial Address
-
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
Medica Hospitalia
ISSN : 23014369     EISSN : 26857898     DOI : https://doi.org/10.36408/mhjcm
Core Subject : Health,
Medica Hospitalia: Journal of Clinical Medicine adalah jurnal ilmiah yang diterbitkan RSUP Dr. Kariadi dan menerima artikel ilmiah dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris yang diharapkan dapat menjadi media untuk menyampaikan temuan dan inovasi ilmiah dibidang kedokteran atau kesehatan kepada para praktisi dan akedemisi di bidang kesehatan dan kedokteran.
Arjuna Subject : -
Articles 15 Documents
Search results for , issue "Vol. 4 No. 3 (2017): Med Hosp" : 15 Documents clear
Hubungan Derajat Keterbatasan Fungsional Dengan Tes Fungsi Hati Pada Penyakit Gagal Jantung Kongestif Sulistiana Jhon Desel; Banundari Rachmawati
Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine Vol. 4 No. 3 (2017): Med Hosp
Publisher : RSUP Dr. Kariadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (227.064 KB) | DOI: 10.36408/mhjcm.v4i3.327

Abstract

Pendahuluan: Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung sebagai pompa untuk mempertahankan curah jantung (cardiac output) dalam memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme tubuh. Akibat penurunan cardiac output,perfusi darah keorgan hati kurang optimal, sehingga terjadi hipoksia yang bila berlangsung kronis dapat mengakibatkan atrofi sel hepatosit.Keadaan ini mengakibatkan peningkatan kadar enzim hepar (SGOT, SGPT),dan dapat menimbulkan kelainan hemodinamik, gangguan koagulasi, gangguan fungsi hati dan gangguan fungsi sintesis albumin. Klasifikasi NYHA membagi gagal jantung kongestif berdasarkan derajat keterbatasan fungsional jantung. Belum pernah dilakukan penelitian tentang derajat keterbatasan fungsional dengan tes fungsi hati pada penyakit gagal jantung kongestif.Metode: Desain penelitian ini adalah belah lintang. Sampel adalah serum 30 penderita penyakit jantung kongestif berbagai derajat sesuai kriteria NYHA pada laki-laki dan perempuan usia 20-55 tahun yang dirawat di RSUP Dr. Kariadi bulan Januari 2016-Maret 2016. Pemeriksaan kadar  SGOT,SGPT,albumin,bilirubin total,bilirubin direk dan bilirubin indirek yang diteliti menggunakan autoanalyzer. Hasil pemeriksaan dianalisis mengunakan uji stastistik, mengunakan uji korelasi Spearman’s rho dengan batas kemaknaan p<0,05Hasil:Terdapat hubungan positif sangat kuat antara derajat fungsional dengan bilirubin total (r=0,950, p<0,000), bilirubin direk (r=0,927, P<0,000), bilirubin indirek (r=0,946, p<0,000), SGOT (r=0,966, p<0,000), SGPT (r=0,964, p<0,000),   dan terdapat hubungan negatif sangat kuat antara derajat fungsional dengan albumin (r=-0,949, p<0,000).Simpulan:Semakin tinggi derajat keterbatasan fungsional akan semakin tinggi bilirubin total, bilirubin direk, bilirubin indirek, SGOT dan SGPT.Sebaliknya albumin,semakin tinggi derajat keterbatasan fungsional akan semakin rendah albumin.   Kata kunci :Congestive Heart Failure, Liver fuction test
Gambaran Pasien dengan Disfagia di RSUP Dr. Kariadi Semarang Periode 01 Januari – 31 Desember 2014 Nancy Liwiksari; Dwi Antono
Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine Vol. 4 No. 3 (2017): Med Hosp
Publisher : RSUP Dr. Kariadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (216.145 KB) | DOI: 10.36408/mhjcm.v4i3.328

Abstract

Latar belakang :Kesulitan makan akibat gangguan dalam proses menelan dikenal dengan disfagia.Disfagia merupakan gejala dari berbagai penyebab berbeda.disfagia dibedakan menjadi disfagia orofaringeal dan disfagia esofagus. Sebagian besar pasien dengan keluhan disfagia mengeluhkan atau kesulitan menelan terutama pada fase orofaringeal.Studi penelitian tentang distribusi frekuensi pasien dengan disfagia di RSUP Dr. Kariadi Semarang belum pernah dilakukan.Tujuan :Untuk mengetahuigambaran pasien dengan disfagia di RSUP Dr. Kariadi Semarang.Metode :Studi penelitian deskriptif retrospektif. Data didapatkan dari rekam medik pasien dengan disfagia periode 01 Januari-31 Desember 2014.Hasil : Total terdapat 68 pasien dengan disfagia.Kesimpulan :Enam puluh delapan pasien dengan disfagia berjenis kelamin laki-laki adalah yang terbanyak dibandingkan perempuan dengan usia terbanyak di atas 45 tahun. Disfagia orofaringeal adalah yang terbanyak dibandingkan disfagia esofagus. Kemungkinan penyebab yang mendasari disfagia orofaringeal terbanyak karena kelainan neurologis dan kemungkinan peyebab yang mendasari disfagia esophagus terbanyak karena keganasan esofagus.Kata kunci :Disfagia, disfagia orofaringeal, disfagia esofagus 
Evaluasi Pelatihan Ekstraksi Serumen Pada Dokter Layanan Primer Bodro Prastowo; Muyassaroh .
Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine Vol. 4 No. 3 (2017): Med Hosp
Publisher : RSUP Dr. Kariadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (232.07 KB) | DOI: 10.36408/mhjcm.v4i3.329

Abstract

Latar belakang : Ekstraksi serumen merupakan prosedur yang dapat dilakukan dokter umum/dokter layanan primer. Diperkirakan sekitar 4% pasien dengan kasus serumen akan konsultasi ke dokter pelayanan primer. Tujuan penelitian ini adalah melakukan evaluasi pelatihan ekstraksi serumen pada dokter layanan primer di wilayah Jawa tengah.Metode : Penelitian deskriptif analitik menggunakan kuesioner diisi oleh dokter layanan primer yang pernah dilatih.Hasil : subyek 128 dokter layanan primer dengan 109 (85,2%) mendapatkan kasus serumen 0-5 kasus setiap minggunya. Peningkatan prosentase keberhasilan ekstraksi serumen dari 14,1% menjadi 32% dan penurunan kasus yang dirujuk ke faskes tingkat 2 dari 32% menjadi 46,9% sebelum dan sesudah dilakukan pelatihan (p<0,05).Kesimpulan : Pelatihan ekstraksi serumen dapat meningkatkan keberhasilan penanganan ekstraksi serumen di dokter layanan primer dan penurunan kasus serumen yang dirujuk ke faskes tingkat 2.Kata kunci : serumen, pelatihan ekstraksi serumen, dokter layanan primer 
Pengaruh Pemberian Difenhidramin Pada Pencegahan Agitasi Pasca Anestesi Pasien Pediatrik Dengan Sevofluran Ika Cahyo Purnomo; Johan Arifin; Witcaksono .
Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine Vol. 4 No. 3 (2017): Med Hosp
Publisher : RSUP Dr. Kariadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (269.544 KB) | DOI: 10.36408/mhjcm.v4i3.330

Abstract

Latar belakang : Sevofluran adalah salah satu agen anestesi inhalasi yang banyak digunakan pada pediatri. Meski demikian kejadian agitasi lebih besar pada pediatri yang diberi anestesi dengan sevofluran dibandingkan dengan yang diberi anestesi inhalasi lainnya. Delirium atau agitasi saat pulih sadar adalah masalah yang serius karena dapat menimbulkan bahaya saat pulih sadar baik pada diri mereka sendiri dan lingkungannya, termasuk tenaga kesehatan. Difenhidramin merupakan salah satu alternatif obat untuk penatalaksanaan farmakologis delirium dan agitasi akut pada pediatri di ruang rawat intensif.Namun demikian, belum terdapat penelitian tentang penggunaan obat ini untuk pencegahan delirium dan agitasi saat pulih sadar pasca anestesi. Tujuan:Untuk mengetahui pengaruh difenhidramin terhadap pencegahan agitasi/emergence delirium pada saat pulih sadar pada pediatrik yang menjalani anestesi umum dengan sevofluran Metode: Penelitian dengan desain double blinded randomized controlled trial pada 50 anak berusia 10-21 bulan yang menjalani anestesi umum dengan sevofluran untuk pembedahan labioplasti.Subjek secara acak diberikan plasebo atau difenhidramin dosis tunggal 0,5 mg/kg intravena 15 menit sebelum obat anestesi inhalasi dihentika,. Subjek dilakukan ekstubasi dan diobservasi di ruang pulih sadar untuk adanya agitasi atau emergence delirium dan kelayakan untuk kembali ke ruang perawatan. Agitasi atau emergence delirium dinilai dengan Pediatric Agitation and Emergence Delirium Score (PAEDS) sedangkan kelayakan untuk kembali ke ruang perawatan dinilai dengan skor Steward. Bila PAEDS > 10 pasien dinilai mengalami agitasi atau emergence delirium dan diberikan rescue tranquilizer ketamin 0,1 mg/ kg. Jumlah rescue tranquilizer dan efek samping obat-obatan yang bermakna secara klinis juga dicatat. Hasil: Terdapat perbedan bermakna kejadian agitasi atau emergence delirium kedua kelompok yaitu 40% pada kelompok kontrol dan 4 % pada kelompok difenhidramin (p= 0.005). Skor PAEDS satu menit pasca ekstubasi antar kelompok tidak menunjukkan perbedaan bermakna, namun pada saat subject mulai pulih sadar rerata PAEDS kelompok kontrol 10.1± 1.96, dan kelompok intervensi adalah 8.8±0.82 (p= 0.00). Tidak terdapat perbedaan bermakna pada lama rawat di ruang pulih sadar dan tidak terdapat efek samping yang bermakna secara klinis. Kesimpulan: Pemberian difenhidramin intravena dosis tunggal sebelum ekstubasi dapat menurunkan angka kejadian agitasi/emergence delirium saat pulih sadar dan menurunkan skor Pediatric Agitation and Emergency Delirium Score (PAEDS) pada pasien pediatrik yang menjalani labioplasti dengan anestesi umum dengan sevofluran, tanpa memperpanjang waktu rawat di ruang pulih sadar. Kata Kunci: Difenhidramin, agitasi, emergence delirium, sevofluran, PAEDS
Pengaruh Durasi Sakit dan Dosis Kumulatif Prednison terhadap Fungsi dan Geometri Ventrikel Kiri pada Anak dengan Sindroma Nefrotik Muhammad Heru Muryawan; Irma Rezky Ratu; Anindita Soetadji
Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine Vol. 4 No. 3 (2017): Med Hosp
Publisher : RSUP Dr. Kariadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (314.248 KB) | DOI: 10.36408/mhjcm.v4i3.331

Abstract

Background: Nephrotic syndrome is a chronic disease that often occurs in children. Treatment with prednison as a first line treatment in nephrotic syndrome plays a role in the process of remodeling and left ventricular hypertrophy. Prevalence of LVH among CKD patients is 34 - 78%. The presence of LVH increases the risk of mortality and morbidity of cardiovascular disorders, so its recomended to determine geometry of left ventricle to see the systolic and diastolic function. Objective: To determine the effect of duration of illness and cumulative prednison dossage on geometry and left ventricular function children with nephrotic syndrome. Methods: A cross sectional study of 27 children between 1 -18 years was conducted in Kariadi hospital, Semarang. Subjects were enrolled by consecutive sampling. The cumulative dose of prednison was calculated based on overall dose received during treatment untill echocardiography were done. Geometric parameter and left ventricular function were determined by M – mode echocardiography. Data were analyzed using bivariate analysis. Results: There is a significant difference between cumulative prednison dossage and left ventricular geometry (p=0.001). Duration of illness (p= 0.60) and cumulative prednison dossage (p=0.44) were not significantly associated with diastolic ventricular function. Conclusion: Cumulative prednison dossage was significantly associated with concentric tipe left ventricular geometry and there is no association with duration of illness. There is no effect of duration of illness and cumulative prednison dossage in diastolic ventricular function. Keywords: Nephrotic syndrome, prednison, left ventricular geometry
Pengaruh Pemberian Vitamin E Terhadap Kadar Malondialdehid Plasma Dan Hasil Uji Emisi Otoakustikpada Pekerja Terpapar Bising Muyassaroh .; Devia Arnita; Zulfikar Naftali
Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine Vol. 4 No. 3 (2017): Med Hosp
Publisher : RSUP Dr. Kariadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (309.774 KB) | DOI: 10.36408/mhjcm.v4i3.332

Abstract

Latar belakang : Bising dapat menyebabkan kerusakan koklea secara metabolik dengan terbentuknya reactive oxygen species (ROS) dengan cara menginduksi peroksidasi lipid dan dapat merusak DNA sehingga terjadi kematian sel terutama outer hair cell (OHC). Vitamin E merupakan antioksidan yang mendonorkan ion hidrogen pada tahap propagasi peroksidasi lipid sehingga menghasilkan produk yang tidak radikal dan menghentikan siklus peroksidasi lipid. Malondialdehid (MDA) adalah salah satu produk yang dihasilkan dari peroksidasi lipid. Kerusakan OHC dapat dideteksi dengan uji emisi otoakustik .Tujuan : Membuktikan vitamin E dapat menurunkan kadar MDA plasma dan memperbaiki hasil uji emisi otoakustik pada pekerja yang terpapar bising.Metode : Penelitian eksperimental dengan desain randomized control trial, double-blind di pabrik kayu semarang pada bulan Desember 2015. Subyek penelitian sebanyak 32 pekerja terpapar bising dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok perlakuan (n=16) yang mendapatkan vitamin E 400 IU per oral dan kelompok kontrol (n=16) yang mendapatkan plasebo. Dilakukan pemeriksaan kadar MDA plasma dan emisi otoakustik sebelum dan 10 hari setelah pemberian vitamin E. Perbedaan kadar MDA plasma sesudah pemberian vitamin E antara kelompok perlakuan dan kontrol dianalisis dengan uji t tidak berpasangan dan perbedaan perbaikan hasil uji emisi otoakustik antara kelompok perlakuan dan kontrol dengan uji Fisher’s exact.Hasil : Dari 36 subyek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi, dibagi menjadi 18 orang pada kelompok perlakuan dan 18 orang kelompok kontrol. Dua orang drop-out dari kelompok perlakuan dan 2 orang drop-out dari kelompok kontrol, sehingga analisis dilakukan pada 16 orang pada kelompok perlakuan dan 16 orang pada kelompok kontrol. Kadar MDA plasma setelah pemberian vitamin E tidak berbeda bermakna (p> 0,05) dibandingkan sebelumnya. Kadar MDA plasma sesudah pemberian vitamin E tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p> 0,05)  dibandingkan kelompok kontrol. Penurunan kadar MDA plasma pada kelompok perlakuan tidak berbeda bermakna (p> 0,05) dengan kontrol. Perbaikan hasil uji emisi otoakustik pada kelompok perlakuan tidak berbeda bermakna (p> 0,05) dengan kontrol.Simpulan : Vitamin E tidak dapat menurunkan kadar MDA plasma dan tidak memperbaiki hasil uji emisi otoakustik pada pekerja terpapar bising.Kata kunci : Vitamin E, malondialdehid, emisi otoakustik, pekerja terpapar bising
Fungsi Ekstremitas Atas Anak Cerebral Palsy Yang Menggunakan Kursi Roda Di Wilayah Yogyakarta Arip Susianto; Sri Hartini; Khaudazi Aulawi
Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine Vol. 4 No. 3 (2017): Med Hosp
Publisher : RSUP Dr. Kariadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (304.136 KB) | DOI: 10.36408/mhjcm.v4i3.333

Abstract

Latar Belakang: Cerebral palsy pada anak mengakibatkan keterlambatan dalam perkembangan dan kemampuan fungsi gerak anak. Fungsi gerak yang sering mengalami keterlambatan adalah ekstremitas khususnya ekstremitas atas. Kursi roda merupakan alat bantu yang dapat digunakan untuk meningkatkan fungsi ekstremitas atas pada anak cerebral palsy. Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui gambaran fungsi ekstremitas atas anak Cerebral palsy yang menggunakan kursi roda di wilayah Yogyakarta. Metode: Penelitian dilakukan secara Cross sectional pada tanggal 24 November - 29 Desember 2010. Subyek penelitian adalah anak penderita cerebral palsy yang berumur antara 3 - 8 tahun yang mendapatkan kursi roda dari United Cerebral Palsy (UCP) dan tinggal di Wilayah Yogyakarta.Jumlah subyek penelitian berjumlah 37 anak diambil dengan accidental sampling.Instrumen dalam penelitian ini menggunakan The Action Research Arm Test (ARAT).Data dianalisis per sub fungsi ekstremitas atas (memegang, menggenggam, mencubit, motorikkasar) dengan menggunakan analisis deskriptif dan bivariat. Hasil: Gambaran fungsi ekstremitas atas termasuk dalam kategori baik sebanyak 21 (56.8%) dan kategori kurang sebanyak 16 (43,2%). Sub fungsi memegang mempunyai kategori baik sebesar 51,4%, menggenggam 48,6%, mencubit 43,2%, dan motorik kasar 62,2%. Hasil uji statistik perbedaan rerata antara fungsi ekstremitas atas anak yang terdiagnosa kurang 1 tahun, 1 sampai 3 tahun, dan lebih 3 tahun (p = 0,046). Kesimpulan: Sub fungsi motorik kasar mempunyai gambaran paling baik daripada sub fungsi memegang, menggenggam, dan mencubit. Terdapat perbedaan rerata secara bermakna antara fungsi ekstremitas atas anak cerebral palsy yang menggunkan kursi roda di wilayah Yogyakarta berdasarkan waktu terdiagnosa. Kata Kunci: Cerebral palsy , Fungsi Ekstremitas Atas, Kursi Roda.
Efek Antipiretika Jus Buah Mentimun (Cucumis Sativus L.) (Studi quasi eksperimentalpre-post designpada mencit yang diinduksi demam dengan penyuntikan vaksin DPT – Hb) Matsrial Putra Rombetasik; Christin Rony Nayoan; Sulanto Saleh Danu
Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine Vol. 4 No. 3 (2017): Med Hosp
Publisher : RSUP Dr. Kariadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (287.25 KB) | DOI: 10.36408/mhjcm.v4i3.334

Abstract

Latar belakang :Penggunaan obat secara tradisional semakin disukai karena pada umumnya tidakmenimbulkan efek samping seperti halnya obat-obatan dari bahan kimia, dan terdapat banyak tanaman obat yang ada di Indonesia yang belum dimanfaatkan, misalnyaMentimun (Cucumis sativus L.)adalah salah satu tanaman yang berkhasiat sebagai antipiretik, kecantikan, memperlancar buang air kecil, mengobati pasien hipertensi, sariawan, tifus dan diare. Mentimun belum diteliti secara klinis. Tujuan :Mengetahui efek antipiretik jus buah mentimun ( cucumis sativus L.) pada mencit yang diinduksi demam dengan penyuntikan vaksin DPT-Hb Material dan metode : 55 ekor mencit diinduksi demam dengan menyuntikkan 0,3 mL vaksin DPT-Hb 240 menit sebelum percobaan dan diukur suhunya setiap 15 menit selama 120 menit.Secara random binatang percobaan dibagi 5 kelompok, tiap kelompok terdiri dari 11 mencit (kelompok kontrol - demam tanpa perlakuan), aquadest (demam + air) dan 3 kelompok perlakuan dengan jus buah mentimun (Cucumis Sativus L.) dosis bertingkat yaitu 0.25 ml, 0.5 ml, dan 1 ml.Selama periode tersebut dilakukan pengukuran suhu per rektal secara berkala. Hasil: Diperoleh nilai signifikansi antara kelompok kontrol dan aquadest lebih besar dari 0,05 (p>0.05) yang berarti aquadest tidak memiliki efek antipiretik. Sedangkan nilai signifikansi antara kelompok kontrol dengan pemberian jus buah mentimun dalam tiga dosis lebih kecil dari 0,05       (p < 0,05 ) yang berarti jus mentimun memiliki efek antipiretik. Kesimpulan: jus buah mentimun memiliki efek antipiretik pada mencit yang diinduksi demam dengan penyuntikan vaksin DPT-Hb. Kata kunci : antipiretik, vaksin DPT Hb, mencit, demam, jus buah mentimun   ( cucumis sativus L.)
Gambaran Interaksi Ibu-Bayi Prematur Di Ruang Perawatan Bayi Risiko Tinggi Nopi Nur Khasanah; Yeni Rutina
Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine Vol. 4 No. 3 (2017): Med Hosp
Publisher : RSUP Dr. Kariadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (256.946 KB) | DOI: 10.36408/mhjcm.v4i3.335

Abstract

Latar belakang:Keterlibatan ibu dalam asuhan perkembangan bayi prematur didukung oleh perawat dengan memfasilitasi serta menilai efektifitas interaksi antara ibu dan bayi.Tujuan penelitian:Menggambarkan karakteristik ibu dan bayi prematur, serta interaksinya.Metode: Rancangan penelitian menggunakan deskriptif kuantitatif dengan melibatkan 30 ibu dan bayi prematur. Instrumen untuk menilai interaksi ibu-bayi yang digunakan adalah Modified Observation of Communication Interaction.Hasil penelitian:Skor minimal interaksi ibu-bayi sebesar 24 dan skor maksimal 28 dengan nilai skor total 40, sedangkan skor rata-rata dari interaksi ibu-bayi adalah 26 dengan standar deviasi 1,017.Kesimpulan:Peningkatan interaksi ibu-bayi prematur perlu dilakukan untuk mendukung asuhan perkembangan di lingkup ruang perawatan bayi risiko tinggi. Kata kunci: interaksi ibu-bayi, perawatan, bayi risiko tinggi
Pola Perlukaan Kekerasan Terhadap Anak dan Perempuan Raja Al Fath Al Fath Widya Iswara; Ratna Relawati; Intarniati Nur Rohmah
Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine Vol. 4 No. 3 (2017): Med Hosp
Publisher : RSUP Dr. Kariadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (276.877 KB) | DOI: 10.36408/mhjcm.v4i3.336

Abstract

Latar Belakang : Kekerasan terhadap anak (KtA) dan perempuan (KtP) mempunyai angka kejadian yang tinggi di Indonesia, dimana setiap tahunnya menunjukkan peningkatan yang signifikan. Upaya meningkatkan kemampuan pendeteksian korban KtA maupun KtP bagi para dokter adalah dengan mengetahui pola perlukaan pada kekerasan baik terhadap anak maupun perempuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola perlukaan pada kekerasan terhadap anak dan perempuan. Metode: Penelitian deskriptif observasional dengan menggunakan data sekunder dari Rekam Medis korban kekerasan terhadap anak dan perempuan yang divisum di RS Bhayangkara Kota Semarang Periode Januari-Desember 2015. Hasil :Kekerasan terhadap anak terbanyak pada anak laki-laki (72%), Usia terbanyak korban KtA adalah usia 6-10 tahun, sedangkan usia terbanyak pada KtP 26-35 tahun. Bentuk kekerasan terbanyak pada KtA maupun KtP adalah kekerasan Fisik dengan jenis kekerasan tumpul. Jenis luka terbanyak pada KtA adalah luka memar, sedangkan jenis luka terbanyak pada KtP adalah luka lecet. Jumlah luka terbanyak pada KtA maupun KtP sebanyak 2-5 buah. Lokasi luka terbanyak pada KtA laki-laki di wajah, KtA perempuan di Genital, sedangkan lokasi luka terbanyak pada KtP di wajah. Simpulan : Terdapat pola perlukaan yang khas pada korban kekerasan terhadap anak dan perempuanyaitulukaakibat kekerasan tumpul berupa luka memar dan luka lecet, tidak mematikan, multipel dan paling banyak di wajah. Kata Kunci :Pola Perlukaan, Kekerasan, Anak, Perempuan

Page 1 of 2 | Total Record : 15