cover
Contact Name
Maya Nuriya Widyasari
Contact Email
medica.hospitalia@yahoo.com
Phone
-
Journal Mail Official
medica.hospitalia@yahoo.com
Editorial Address
-
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
Medica Hospitalia
ISSN : 23014369     EISSN : 26857898     DOI : https://doi.org/10.36408/mhjcm
Core Subject : Health,
Medica Hospitalia: Journal of Clinical Medicine adalah jurnal ilmiah yang diterbitkan RSUP Dr. Kariadi dan menerima artikel ilmiah dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris yang diharapkan dapat menjadi media untuk menyampaikan temuan dan inovasi ilmiah dibidang kedokteran atau kesehatan kepada para praktisi dan akedemisi di bidang kesehatan dan kedokteran.
Arjuna Subject : -
Articles 446 Documents
PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ONDANSETRON DAN TRAMADOL INTRAVENA DALAM MENCEGAH MENGGIGIL PASCA ANESTESI UMUM Johan Arifin; Yosie Arif Sanjaya
Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine Vol. 1 No. 1 (2012): Med Hosp
Publisher : RSUP Dr. Kariadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (228.449 KB) | DOI: 10.36408/mhjcm.v1i1.31

Abstract

Latar belakang : Menggigil pasca anestesi merupakan komplikasi yang cukup sering terjadi, menimbulkan keadaan yang tidak nyaman dan menimbulkan berbagai resiko. Selama ini obat yang digunakan untuk mencegah atau mengatasi menggigil mempunyai efek samping mual, muntah, sedasi dan depresi napas. Tujuan penelitian adalah membuktikan pemberian ondansetron 0,1 mg/kgBB intra vena sebelum induksi anestesi lebih efektif dibandingkan dengan pemberian tramadol 2 mg/kgBB intra vena sebelum induksi anestesi dalam mencegah menggigil pasca anestesi umum.Metode : Penelitian eksperimental "randomized post test only controlled group" pada 72 pasien usia 16-40 tahun yang menjalani operasi selama 1-2 jam dengan anestesi umum. Tanda vital (tekanan darah, laju jantung, saturasi oksigen serta suhu tubuh aksila) diukur 5 menit sebelum induksi dilanjutkan randomisasi. Pasien dibagi menjadi 3 kelompok : Kelompok O mendapatkan ondansetron 0,1 mg/kgBB, kelompok T mendapatkan tramadol 2 mg/kgBB dan kelompok K mendapatkan NaCl 0,9%. Setelah perlakuan dilakukan induksi anestesi sesuai dengan standar. Tanda vital diukur segera setelah ekstubasi dan tiap lima menit selama 15 menit. Uji statistik dengan One-way Anova dan Kruskal Wallis dengan derajat kemaknaan p < 0,05.Hasil : Kejadian menggigil pada kelompok tramadol terjadi pada 5 pasien (20,8%), pada kelompok ondansentron 4 pasien (16,7%), (p=0,482). Sedangkan antara kelompok ondansentron dan tramadol dengan kelompok kontrol, menunjukkan perbedaan yang bermakna (p < 0,05). Perbedaan suhu tubuh kelompok ondansetron dan tramadol tidak bermakna. Lima pasien (20,8%) pada kelompok tramadol mengalami mual muntah sedangkan kelompok ondansetron tidak didapatkan efek samping (p < 0,05).Kesimpulan : Ondansetron 0,1 mg/kgBB dan tramadol 2 mg/kgBB intra vena mempunyai efektifitas yang sama dalam mencegah menggigil pasca anestesi umum, tetapi ondansetron mempunyai efek samping yang lebih sedikit dibandingkan tramadol.Kata kunci: menggigil pasca anestesi, ondansetron, tramadol.
PENGARUH PEMBERIAN KETAMIN DOSIS 0,1, 0,2 DAN 0,4 mg/kgBB TERHADAP KADAR NITRIC OXIDE MAKROFAG MENCIT BALB/C YANG DIBERI LIPOPOLISAKARIDA Sulung Prasetyo; Witjaksono -
Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine Vol. 1 No. 1 (2012): Med Hosp
Publisher : RSUP Dr. Kariadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (232.238 KB) | DOI: 10.36408/mhjcm.v1i1.32

Abstract

Latar belakang: NO (nitric oxide) memiliki peranan penting dalam patogenesis terjadinya hipotensi sistemik pada syok septik. Paparan endotoksin akan menyebabkan peningkatan aktivitas NOS dan pelepasan NO. Sitokin proinflamasi merupakan mediator inflamasi yang berpengaruh dalam peningkatan aktivitas NOS dan pelepasan NO. Ketamin merupakan obat anestesi yang seringkali digunakan untuk penderita sepsis, diduga menekan produksi sitokin proinflamasi akibat paparan endotoksin serta menghambat aktivasi NF-kB,sehingga pembentukan NO dapat dihambat. Tujuan penelitian adalah mengetahui pengaruh pemberian ketamin dosis 0,1;0,2 dan 0,4 mg/kg inravena terhadap kadar NO mencit yang diberi lipopolisakarida intraperitoneal. Metode: merupakan penelitian eksperimental laboratorik dengan desain randomized post test only controlled group pada 20 ekor mencit Balb/c yang disuntik lipoplisakarida intraperitoneal dan Ketamin dosis 0,1 ; 0,2 dan 0,4 mg/kg intravena. Mencit dibagi menjadi 4 kelompok secara random, yaitu kelompok P1 sebagai kontrol, kelompok P2 yang mendapat ketamin 0,1 mg/kg, kelompok P3 yang mendapat ketamin 0,2 mg/kg, dan kelompok P4 yang mendapat ketamin dosis 0,4 mg/kg. Pemeriksaan NO diambil dari kultur makrofag intraperitoneal setelah 6 jam pemberian ketamin. Hasil dinilai dengan uji statistik parametrik ANOVA dan dilanjutkan Post hoc dengan derajat kemaknaan p<0,05. Hasil: terdapat perbedaan kadar NO yang signifikan pada kelompok P2,P3 dan P4 dibanding P1 dengan p<0,001, P2 dibanding P3 dengan p=0,015 serta P2 dibanding P4 dengan p=0,002. Sedangkan antara kelompok P3 dibanding P4 tidak didapatkan perbedaan yang bermakna dengan p=0,402. Simpulan: ketamin dapat menurunkan kadar NO makrofag intraperitoneal pada mencit yang terpapar LPS secara signifikan. Ketamin dosis 0,2 mg/kg intravena merupakan dosis optimal untuk menurunkan kadar NO makrofag intraperitoneal. Kata kunci: lipopolisakarida, ketamin, nitric oxide (NO).
KURANG PENDENGARAN SENSORINEURAL PADA LANSIA DENGAN DAN TANPA HIPERTENSI Sugeng Santoso; Muyassaroh -
Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine Vol. 1 No. 1 (2012): Med Hosp
Publisher : RSUP Dr. Kariadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (229.142 KB) | DOI: 10.36408/mhjcm.v1i1.33

Abstract

Latar belakang : Kurang pendengaran sensorineural (KPSN) adalah penurunan ketajaman pendengaran yang disebabkan oleh lesi di koklea dan / atau nervus koklearis. Prevalensi kurang dengar pada lansia meningkat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain gangguan sirkulasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan kejadian KPSN pada lansia dengan dan tanpa hipertensi.Metode : Penelitian belah lintang pada 90 lansia di Klinik Geriatri RSUP Dr. Kariadi Semarang pada bulan Maret 2011. Data diambil dari anamnesis dan rekam medik. Dilakukan pengukuran tekanan darah, pemeriksaan fisik THT dan dilanjutkan audiometri nada murni. Perbedaan kejadian KPSN diukur dengan uji x2 dan rasio prevalensi.Hasil : Sembilan puluh responden terdiri dari 45 KPSN (+) dan 45 KPSN (-). Hipertensi sebanyak 55 orang dan normotensi 35 orang. Didapatkan perbedaan bermakna antara hipertensi dan normotensi terhadap kejadian KPSN (p=0,005) dengan rasio prevalensi sebesar 1,96. Tidak didapatkan perbedaan bermakna antara lama dan derajat hipertensi terhadap kejadian KPSN (p = 0,86). Simpulan : Terdapat perbedaaan bermakna antara hipertensi dan normotensi terhadap kejadian KPSN. Hipertensi mempunyai risiko terjadi KPSN lebih besar dibanding normotensi. Lama dan derajat hipertensi tidak berpengaruh terhadap kejadian KPSN.Kata kunci : Hipertensi, kurang pendengaran sensorineural, lansia
Faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan hidup satu tahun penderita kanker paru stadium lanjut di RSUP Dr. Kariadi Semarang Supartono -; Agus Suryanto
Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine Vol. 1 No. 1 (2012): Med Hosp
Publisher : RSUP Dr. Kariadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (664.451 KB) | DOI: 10.36408/mhjcm.v1i1.35

Abstract

Latar Belakang: Kejadian kanker paru-paru terus meningkat dan menjadi masalah kesehatan global. Kanker paru di Indonesia menduduki peringkat keempat dari semua kanker yang sering ditemukan di rumah sakit. Angka ketahanan hidup pasien dengan kanker paru-paru masih tetap rendah. Penelitian tentang faktor-faktor yang terkait dengan kelangsungan hidup pada pasien dengan kanker paru-paru masih jarang, terutama di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi banyak satu kelangsungan hidup tahun penderita kanker paru-paru . Metode: Penelitian kohort prospektif. Semua pasien yang didiagnosis dengan kanker paru-paru lanjut di RSUP Dr Kariadi Semarang sejak 1 Januari 2009 - 30 Juni 2010. Kelangsungan hidup dianalisis menggunakan analisis survival dengan metode Kaplan Meier. Hubungan antara variabel diuji menggunakan uji log rank. Hasil: Sebanyak 82 pasien dengan kanker paru-paru lanjut, 54 (65,9%) diantaranya adalah pria. Usia rata-rata subjek laki-laki adalah 53,96 ± 12,16 tahun dan 51,07 ± 13,14 tahun perempuan. Angka ketahanan hidup 1-tahun 18,3% dengan rata-rata hidup adalah 122 hari. Faktor yang terkait secara signifikan bagi kelangsungan hidup 1-tahun adalah stadium klinis (p = 0,001), status kinerja (p = 0,000), komplikasi efusi pleura (p = 0,0017) dan hipoalbuminemia (p = 0,000). Sedangkan faktor lain seperti usia, jenis kelamin, jenis histologi dan anemia tidak terkait secara signifikan. Kesimpulan: Stadium IIIA, status performance (skala Karnofsky > 70), tidak ada komplikasi efusi pleura dan tingkat albumin sebelum terapi> 3,5 g / dl merupakan faktor yang berhubungan signifikan dengan kelangsungan hidup lebih baik pada pasien dengan kanker paru-paru lanjut. Kata kunci: kanker paru, faktor prognosis, ketahanan hidup
PERBEDAAN ANTARA PEMBERIAN EKSTRAK HERBAL (DAUN SALAM, JINTAN HITAM DAN DAUN SELEDRI) DENGAN ALLOPURINOL TERHADAP KADAR IL-6 DAN TNF SERUM PENDERITA HIPERURISEMIA Dwi Ngestiningsih; Ira Widiastuti; Tri Wahyu; Suyanto Hadi; Bantar Suntoko
Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine Vol. 1 No. 1 (2012): Med Hosp
Publisher : RSUP Dr. Kariadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (256.847 KB) | DOI: 10.36408/mhjcm.v1i1.36

Abstract

Latar Belakang : Hiperurisemia akan memacu produksi sitokin proinflamasi TNF-±, IL-1 dan IL-6, yang akan memacu penarikan lekosit ke daerah deposit kristal monosodium urat dan melipatgandakan respon inflamasi. Daun salam (Eugenia polyantha), seledri (Apium graveolens) dan biji jinten hitam (Nigella sativa) dapat menurunkan respon inflamasi. Ketiga tanaman ini banyak di Indonesia namun sampai saat ini belum dilakukan uji klinik pada manusia. Tujuan penelitian adalah mengetahui apakah pemberian formula ekstrak herbal penurun asam urat dapat menurunkan kadar IL-6 dan TNF-± serum penderita hiperurisemia dibandingkan allopurinol. Metode: Desain penelitian adalah double blind randomised clinical trial (RCT), dilaksanakan Februari–Desember 2007. Subyek penelitian adalah penderita hiperurisemia usia ³ 18 tahun yang berobat di poliklinik/rawat inap penyakit dalam dan geriatri RSUP Dr. Kariadi Semarang. Sampel dibagi menjadi kelompok perlakuan dan kelola. Dilakukan pemeriksaan kadar IL-6 dan TNF-± serum dengan cara ELISA sebelum dan setelah 4 minggu perlakuan. Hasil: Sampel sebanyak 22 orang kelompok herbal dan 22 orang kelompok allopurinol. Rerata kadar IL-6 dan TNF-± awal kelompok herbal 214,58pg/dl dan 43,2 pg/dl sedangkan kelompok allopurinol 231,8pg/dl dan 32,6pg/dl. Rerata kadar IL-6 dan TNF-± akhir kelompok herbal 192,15 pg/dl dan 32,9pg/dl sedangkan kelompok allopurinol 203,8pg/dl dan 29,5pg/dl. Rerata delta kadar IL-6 dan TNF-α kelompok ekstrak herbal -22,43pg/dl dan -27,9pg/dl (p 0,887) sedangkan kelompok allopurinol 10,3pg/dl dan 3,10pg/dl (p 0,439). Kesimpulan: Ekstrak herbal penurun asam urat dapat menurunkan kadar IL-6 dan TNF-± serum penderita hiperurisemia, tidak berbeda bermakna dibandingkan dengan pemberian allopurinol. Kata kunci : IL-6, TNF-±, Eugenia polyantha, Apium graveolens, Nigella sativa
HUBUNGAN ANEMIA DAN TRANSFUSI DARAH TERHADAP RESPONS KEMORADIASI PADA KARSINOMA SERVIKS UTERI STADIUM IIB - IIIB Saiful Hadi; Mirza Iskandar
Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine Vol. 1 No. 1 (2012): Med Hosp
Publisher : RSUP Dr. Kariadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (238.837 KB) | DOI: 10.36408/mhjcm.v1i1.37

Abstract

Pendahuluan. Karsinoma serviks uteri (KSU) merupakan keganasan kedua terbanyak pada wanita di seluruh dunia. Radiasi dan kemoterapi yang diberikan secara bersama- sama akan memberikan efek supradiktif dalam membunuh sel kanker, tetapi dapat mengakibatkan berbagai efek antara lain anemia, leukopenia dan trombositopenia. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui efek toksisitas hematologi terhadap respon terapi kemoradiasi lengkap pada karsinoma serviks uteri stadium IIB - IIIB. Metode : Penelitian kohort prospektif dilakukan di bangsal Obstetri Ginekologi RSUP Dr. Kariadi pada bulan Agustus 2010-Januari 2011. Kriteria inklusi adalah pasien KSU stadium IIB - IIIB yang mendapatkan terapi kemoradiasi. Pemeriksaan laboratorium dilakukan setiap 5 kali radiasi sebelum brakhiterapi. Respons terapi dievaluasi selama 3 bulan setelah kemoradiasi. Hasil : Selama 6 bulan didapatkan 60 pasien, 74,19% dengan gambaran histologi sel skuamosa dan 75,81% stadium III B.. Toksisitas hematologi yaitu anemia terjadi pada 45,97% orang, leukopenia 32,27% dan trombositopenia 13,70%. Transfusi darah diberikan pada 52 (86,67%) orang, 44 orang (73,33%) satu macam dan 8 orang (26,67%) mendapatkan 2 macam transfusi darah. Respon komplit / remisi terjadi pada 26 orang (43,3%). Anemia tidak berhubungan dengan respon komplit, baik anemia sebelum kemoradiasi (OR 2,38 ; 95% CI 0,71-8,15; p=0,116) maupun anemia selama kemoradiasi (OR 2,63 ; 95% CI 0,63-11,66; p=0,136). Kesimpulan : Transfusi darah mampu mengatasi toksisitas hematologi selama terapi kemoradiasi. Anemia tidak berhubungan dengan respon komplit kemoradiasi. Kata kunci : Karsinoma serviks uteri, toksisitas hematologi, transfusi darah
Hubungan Tipe Tumor dengan Tumor Cachexia Syndrome pada Anak Maria Mexitalia; Hesti Kartika Sari; Bambang Sudarmanto
Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine Vol. 1 No. 1 (2012): Med Hosp
Publisher : RSUP Dr. Kariadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (247.729 KB) | DOI: 10.36408/mhjcm.v1i1.38

Abstract

Latar Belakang : Tumor cachexia syndrome (TCS) terjadi pada 24% keganasan stadium awal dan lebih dari 80% pada stadium akhir akan mempengaruhi tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit. TCS didefinisikan sebagai keadaan anoreksia, penurunan berat badan progresif, proteolisis, penurunan massa otot dan jaringan adiposa. Kejadian TCS sering dihubungkan dengan tipe tumor, dimana pada tumor padat lebih sering terjadi TCS dibanding keganasan darah (leukemia). Tujuan penelitian ini adalah membuktikan hubungan antara kejadian TCS dengan tipe tumor Metode : Desain kohort retrospektif berdasarkan catatan medik penderita keganasan pada anak yang dirawat di RSUP Dr.Kariadi Semarang pada bulan Januari 2007-Juni 2010. Kriteria inklusi adalah data rekam medis meliputi umur, antropometri (berat badan, panjang badan, lingkar lengan atas / LiLA), tipe tumor dan kadar albumin. Analisis statistik menggunakan kai kuadrat. Hasil : Dari 351 rekam medik, hanya 79 data yang lengkap, 46 dengan leukemia, 33 anak dengan tumor solid. Dari 46 anak dengan leukemia, 52,2% hipoalbuminemia dan 45,7% mempunyai LiLA dibawah standar. Sedangkan 33 anak dengan tumor solid 57,6% hipoalbuminemia, dan 51,5% mempunyai LiLA <-2SD. TCS didapatkan pada 62,5% leukemia dan 66,7% tumor solid. Tidak ada hubungan antara tipe tumor dengan kakeksia, hipoalbuminemia, LiLA di bawah standar, dan tumor cachexia syndrome. Kesimpulan : Prevalensi tumor chachexia syndrome pada leukemia sebesar 65,2% dan tumor solid sebesar 66,7%. Tidak ada hubungan antara tipe tumor dengan tumor cachexia syndrome. Kata kunci : Tumor chachexia syndrome, leukemia, tumor padat, anak
PERBEDAAN KUALITAS HIDUP ANAK DENGAN SINDROM NEFROTIK RESISTEN STEROID DAN SINDROM NEFROTIK RELAPS Ika Rara Rosita; Herumuryawa M
Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine Vol. 1 No. 1 (2012): Med Hosp
Publisher : RSUP Dr. Kariadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (238.29 KB) | DOI: 10.36408/mhjcm.v1i1.39

Abstract

Latar belakang : Penderita sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS) dan sindrom nefrotik relaps mempunyai frekuensi lebih banyak untuk menjalani rawat inap dan rawat jalan. Hal tersebut dapat mempengaruhi tingkat kualitas hidup anak. Penelitian tentang kualitas hidup anak SNRS dan SN relaps belum pernah dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan perbedaan antara kualitas hidup anak SNRS dan SN relaps. Metode : Desain cross sectional pada 35 anak SN (10 SNRS DAN 25 SN relaps ) di klinik Anak Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Kariadi Semarang dan kunjungan rumah selama April 2011 sampai Juni 2011. Semua subyek dilakukan wawancara terpimpin menggunakan kuesioner PedsQL umum dan spesifik penyakit kronik ginjal. Diagnosis SNRS dan SN relaps secara klinis dan penentuan kualitas hidup menggunakan PedsQL .Penentuan Uji normalitas dianalisis dengan Shapiro-Wilk. Uji beda dianalisis dengan t-test tidak berpasangan. Hasil : Pada SNRS didapatkan skor umum 55,7 (SD 10,59) dan SN relaps 55,6 (SD 13,18) (p=0,986), sedangan pada skor spesifik penyakit kronik ginjal SNRS 53,7 (SD 9,34) dan Sn Relaps 58,7 (SD 13,81) (p=0,299). Simpulan : Tidak terdapat perbedaan secara statistik tentang kualitas hidup anak SNRS dan SN relaps. Kata kunci : kualitas hidup, sindrom nefrotik, PedsQ,
Efek Eicosapentaenoic Acid terhadap CD8+ dalam darah pasien kanker payudara stadium III B yang mendapat kemoterapi Cyclophosphamide Adriamycin Fluorouracyl siklus pertama Rudiyuwono Raharjo; Darwito -; Edi Dharmana
Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine Vol. 1 No. 1 (2012): Med Hosp
Publisher : RSUP Dr. Kariadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (260.612 KB) | DOI: 10.36408/mhjcm.v1i1.40

Abstract

Latar Belakang : Eicosapentaenoic acid (EPA) mempunyai efek sebegai imunomodulator dan meningkatkan status gizi terutama dalam kaitannya dengan tumor kakeksia pada penderita dengan keganasan, Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pemberian eicosapentaenoic acid (EPA) terhadap jumlah sel T CD8+ pasien duktus invasif kanker payudara yang menjalani kemoterapi. Metode : Penelitian eksperimental pada pasien wanita dengan karsinoma duktus invasif payudara stadium IIIB yang menjalani kemoterapi Cyclophosphamide Adriamycin Fluorouracyl (CAF) siklus I dibagi menjadi 2 kelompok : tanpa pemberian EPA (kontrol) dan diberikan EPA 225 gr/hari selama 21 hari (perlakuan). Jumlah sel T CD8+ dalam darah perifer pasien diukur sebelum dan sesudah 21 hari setelah terapi. Hasil : Empatpuluh pasien mendapat kemoterapi CAF siklus I, terdiri dari 20 orang kelompok perlakuan dan 20 orang kelompok kontrol. Jumlah sel T CD8+ setelah terapi pada kelompok perlakuan lebih tinggi secara bermakna 1131,7sel/µl (483 – 3506) dibanding kelompok kontrol 631,8 sel/µl (227 – 1616) ( p< 0,05) dan diperoleh selisih jumlah sel T CD8+ yang berbeda bermakna sebelum dan 21 hari setelah kemoterapi pertama pada kedua kelompok penelitian ( p<0,001). Kesimpulan : Suplementasi EPA meningkatkanjJumlah sel T CD8+ dalam darah perifer pasien karsinoma duktus invasif payudara stadium III B yang dilakukan kemoterapi. Kata kunci : karsinoma duktus invasif payudara, Eicosapentaenoic acid (EPA), kemoterapi, CD8+
Stress Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe-2 Dalam Melaksanakan Program Diet di Klinik Penyakit Dalam RSUP Dr. Kariadi Semarang Agus Widodo
Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine Vol. 1 No. 1 (2012): Med Hosp
Publisher : RSUP Dr. Kariadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (187.754 KB) | DOI: 10.36408/mhjcm.v1i1.41

Abstract

Latar belakang :Penerapan diet merupakan salah satu komponen penting dalam keberhasilan penatalaksanaan diabetes. Kedisiplinan dan kepatuhan penderita selama hidupnya dibutuhkan untuk menaati program diet yang dianjurkan guna membantu mempertahankan gula darah yang normal sehingga dapat mencegah komplikasi. Namun, lamanya waktu untuk mengikuti program diet dapat menimbulkan kejenuhan dan stres pada penderita. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi stress yang timbul pada penderita diabetes melitus tipe-2 dalam melaksanakan program diet dan cara menangani stress ( koping ). Metode : Jenis penelitian kualitatif dengan strategi riset menggunakan metode fenomonologi. Penelaahan masalah dilakukan dengan multi perspektif atau multi sudut pandang. Wawancara mendalam dan terstruktur digunakan sebagai cara pengumpulan data, berdasarkan pedoman wawancara yang telah dibuat. Hasil : Keenam partisipan yang terlibat dalam penelitian, semuanya mengalami stress selama menjalankan program diet yang dianjurkan. Stres yang timbul dan lamanya stres ditentukan oleh berbagai kesulitan yang dialami partisipan selama melaksanakan diet terutama berhubungan dengan jumlah makanan yang harus diukur , pembatasan jenis makanan, pola kebiasaan makan yang salah sebelum sakit serta lamanya menderita diabetes. Kata kunci :Stres, diabetes melitus tipe-2, penatalaksanaan diet

Page 1 of 45 | Total Record : 446