cover
Contact Name
Rahmatul Akbar
Contact Email
rahmatulakbar41090@gmail.com
Phone
+6285358268840
Journal Mail Official
-
Editorial Address
A Building, the Family Law Study Program, Shariah and Law Faculty, Ar-raniry State Islamic University Banda Aceh 23111
Location
Kota banda aceh,
Aceh
INDONESIA
El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga
ISSN : 26208075     EISSN : 26208083     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal El-Usrah merupakan jurnal ilmiah berbasis Open Journal System (OJS) yang dibina oleh Prodi Hukum Keluarga Fakultas Syari`ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh. Jurnal El-Usrah ini adalah sarana bagi peneliti dan akademisi yang bergelut di bidang hukum keluarga Islam untuk dapat mengembangkan keilmuan dalam rangka mewujudkan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Jurnal El-Usrah diterbitkan dua kali periode dalam setahun, yaitu periode Januari-Juni dan periode Juli-Desember.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 16 Documents
Search results for , issue "Vol 4, No 2 (2021): El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga" : 16 Documents clear
Perempuan Dewasa dan Tanggung Jawab Nafkah dalam Pemahaman Ulama Fikih Jamhuri Jamhuri
El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga Vol 4, No 2 (2021): El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/ujhk.v4i2.10618

Abstract

Artikel ini mengkaji tentang persoalan tentang konsep perempuan dewasa dan tanggung jawab nafkah dalam pemahaman ulama fikih. Masalah utama yang dibahas adalah pengertian perempuan dan tanggung jawab nafkah, kecakapan bertindak, maḥkūm ‘alaih/subjek hukum dalam ushul fikih, keahliahan perempuan tentang harta. Dalam membahas pernsoalan ini penulis menggunakan riset pustaka dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di antara istilah dalam bahasa al-Qur’an yang digunakan untuk perempuan adalah al-nisa’/ النساء, al-Mar’ah/المرأة, al-Unsa / الأنثى,. Kata an-nisa’ mempunyai arti sama dengan al-mar’ah yang menunjukkan kepada perempuan yang sudah matang atau dewasa, berbeda dengan kata الأنثى   berarti jenis kelamin perempuan secara umum, dari yang masih bayi sampai yang sudah berusia lanjut, perempuan memiliki ahliyah wujub dan ahliyah ada’  maka perempuan memiliki prosedur kepemilikan terhadap harta sebagaimana halnya laki-laki, maka berusaha untuk memenuhi haknya dan menggunakan haknya sebagaimana halnya laki-laki  selama perempuan mempunyai ahliayah secara sempurna. Apabila terdapat yang menghalangi ahliyah, seperti gila dan sapih maka ahliyahnya hilang atau berkurang demikian juga dengan laki-laki, perempuan boleh berwasiat dan ahli waris harus melaksanakan wasiatnya sebelum membagikan harta waisan, ini sebagai bukti kebolehan perempuan menggunakan harta untuk sebuah transaksi.
Tinjauan Maqasid Al-Syari ’ah Terhadap Pasal 195 Kompilasi Hukum Islam (KHI) Tentang Saksi Dalam Wasiat Zaeni Mahmud
El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga Vol 4, No 2 (2021): El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/ujhk.v4i2.11146

Abstract

Kajian ini untuk mengetahui bagaimana ketentuan saksi dalam wasiat pada pasal 195 Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan bagaimana tinjauan maqasid al-syari’ah terhadap pasal 195 Kompilasi Hukum Islam (KHI) tentang saksi dalam wasiat. Kajian ini secara metodologis menggunakan pendekatan yuridis-normatif. Pendekatan yuridis digunakan untuk menelaah ketentuan pasal 195 Kompilasi Hukum Islam. Sedangkan pendekatan normatif digunakan untuk menelaah ketentuan saksi dalam wasiat dalam Kompilasi Hukum Islam menggunakan analisis maqasid al-syari’ah. Penelitian ini menghasilkan dua temuan. Pertama, ketentuan pelaksanaan wasiat pada pasal 195 Kompilasi Hukum Islam (KHI) mengharuskan adanya dua orang saksi atau notaris, baik wasiat itu dilaksanakan secara lisan atau tertulis. Pasal ini merupakan pembaharuan dalam hukum Islam, ketentuan ini belum menjadi concern dalam kitab-kitab fikih. Kedua, ketentuan persaksian dalam wasiat pasal 195 KHI adalah sesuai dengan ide sentral maqasid al-syari’ah yaitu kemaslahatan. Tujuan hukum Islam terletak bagaimana sebuah kemaslahatan bersama tercapai. Ukuran kemaslahatan mengacu pada doktrin usul fiqih yang dikenal dengan sebutan al-kulliyat al-khamsah (lima pokok pilar) atau dengan kata lain disebut dengan maqasid al-syari’ah (tujuan-tujuan universal syariah).  
Pencabutan Petitum Pada Perkara Cerai Talak (Analisis Putusan Hakim Nomor 217/Pdt.G/2020/Ms-Bna) Yenny Sri Wahyuni; rama dhana
El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga Vol 4, No 2 (2021): El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/ujhk.v4i2.10155

Abstract

Petitum merupakan tuntutan pokok dari surat permohonan gugatan yang berisikan tentang perihal-perihal tuntutan yang dimohonkan oleh penggugat kepada ketua pengadilan negeri agar tergugat dihukum sesuai dengan Petitum yang diajukan oleh penggugat. Dalam surat permohonan gugatan yang diajukan oleh penggugat Petitum merupakan tuntutan pokok dari gugatan, yang mana tuntutan yang diajukan oleh penggugat harus jelas dan sempurna. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab dua masalah penelitian yaitu: Pertama, bagaimana prosedur pencabutan petitum pada perkara cerai talak di Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh, kedua bagaimana Analisis Putusan Hakim Nomor 217/Pdt.G/2020/MS-Bna di Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh tentang pencabutan petitum pada perkara cerai talak. Teknik pengumpulan data melalui penelitian kepustakaan dan dokumentasi untuk menemukan fakta-fakta di lapangan, mendeskripsikan suatu permasalahan yang akan dibahas mengenai Pencabutan Petitum Pada Perkara Cerai Talak (Analisis   Putusan Hakim Nomor 217/Pdt.G/2020/Ms-Bna). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pada perkara putusan Nomor 217/Pdt.G/2020/MS.Bna ini, pencabutan petitum gugatan yang berisi tentang hak asuh anak oleh pemohon, hakim mengabulkan semua permohonan pemohon secara verstek, karena sejak putusan Mahkamah Syariah Banda Aceh pemohon tidak pernah datang dan tidak pula memberi kuasa kepada pihak lain untuk mewakilinya, meskipun telah dilakukan pemanggilan dengan cara resmi dan patut kepada termohon, hal itu sangat jelas terlihat bahwa termohon memang sudah tidak peduli lagi tentang perkawinannya dan juga anak yang ditinggalkannya. Dengan demikian pencabutan petitum gugatan dan juga hak asuh anak jatuh kepada sang ayah atau pemohon dalam perkara cerai talak dalam putusan Nomor 217/Pdt.G/2020/MS. Bna dianggap sah berdasarkan pertimbangan hakim yaitu isi posita 7 dan petitum 3, karena itu permohonan tentang hal tersebut, majelis hakim tidak mempertimbangkan lagi dan dikesampingkan.
Peranan Hakim dalam Upaya Pencegahan Perkawinan Anak: Antara Kemaslahatandan Kemudharatan Mansari Mansari; Rizkal Rizkal
El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga Vol 4, No 2 (2021): El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/ujhk.v4i2.10219

Abstract

Hakim Mahkamah Syar’iyah memiliki peranan strategis dalam upaya pencegahan perkawinan anak, karena setiap orangtua yang ingin menikahkan anak di bawah umur harus mendapatkan dispensasi perkawinan dari Mahkamah Syar’iyah. Kajian ini berusaha untuk menganalisis peran dan tantangan yang dihadapi hakim dalam mencegah perkawinan usia anak di Mahkamah Syar’iyah serta pertimbangan dalam menerima maupun menolak dispensasi kawin. Jenis penelitian yang digunakan yuridis empiris dengan tujuan mendeskripsikan peranan hakim mencegah perkawinan anak. Sumber data primer diperoleh melalu wawancara langsung dengan hakim. Data sekunder terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hakim memiliki peranan strategis dalam upaya mencegah praktik perkawinan usia anak, hal ini disebabkan setiap perkawinan anak harus memperoleh izin Mahkamah Syar’iyah. Wujud peranan hakim dikonkritkan dengan mendorong orangtua tidak melanjutkan permohonan dispensasi kawin dengan memberikan nasehat-nasehat serta dampak yang muncul pasca perkawinan baik psikologis, mental maupun pendidikan anak. Tantangan yang dihadapi hakim dalam mengadili perkara dispensasi adalah pemahaman masyarakat terhadap bahaya perkawinan anak belum tersosialisasikan dengan baik dan harus menghadirkan saksi yang memadai agar latar belakang keinginan menikah dapat didalami secara komprehensif. Pertimbangan hakim mengabulkan permohonan dispensasi dengan mempertimbangkan aspek kepentingan terbaik bagi anak (the best interest of the child) dan adanya bukti yang menunjukkan bahwa pernikahan suatu hal yang mendesak dilakukan berdasarkan fakta di persidangan.
Disparitas Putusan Mahkamah Agung dan Pengadilan Agama dalam Penerapan Fasakh terhadap Perceraian atas Dasar Murtad Muhammad Idris Nasution
El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga Vol 4, No 2 (2021): El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/ujhk.v4i2.10015

Abstract

Mahkamah Agung dalam dua putusannya secara konsisten membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Agama yang telah memutus fasakh terhadap perkara cerai talak karena telah terbukti terjadinya peralihan agama salah satu pasangan suami istri. Mahkamah Agung menilai pemberian izin talak raj’i lebih tepat dengan alasan sesuai posita dan petitum permohonan. Penulis menemukan sebelas putusan Pengadilan Agama pasca dua putusan Mahkamah Agung tersebut tetap menjatuhkan fasakh jika telah terbukti peralihan agama salah seorang pasangan suami istri meskipun tidak dijadikan alasan perceraian dan tidak diminta oleh pihak dalam petitumnya. Dalam artikel ini, penulis akan mengkaji pertimbangan-pertimbangan hukum sebelas putusan Pengadilan Agama tersebut dengan menggunakan metode eksplanatif dan disajikan secara kualitatif. Hasil kajian penulis menunjukkan pertimbangan hakim dipengaruhi persepsi hakim terhadap penerapan asas ultra petita dengan asas ex aequo et bono, persepsi hakim terhadap penerapan mazhab-mazhab fikih dalam putusan, serta persepsi hakim atas kemandirian hakim dan kepatuhan yursiprudensi.
Perceraian Nikah Di Bawah Tangan Dalam Perspektif Keadilan Gender (Studi Kasus di Kecamatan Amuntai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan) St. Mukhlisshah
El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga Vol 4, No 2 (2021): El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/ujhk.v4i2.11943

Abstract

Artikel ini merupakan penelitian tentang perceraian nikah di bawah tangan berdasarkan perspektif keadilan gender. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana persoalan perceraian dari nikah di bawah tangan yang terjadi pada masyarakat di Kecamatan Amuntai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan sesuai dengan perspektif keadilan gender. Penelitian ini termasuk dalam (case study) dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa perceraian dari nikah di bawah tangan dalam hukum Islam tetap sah. Sedangkan dalam hukum positif tidak sah, karena tidak dilakukan di hadapan pengadilan, meskipun sesuai dengan semua rukun dan syarat dalam Islam. Dalam perspektif keadilan gender, kasus perceraian dari nikah di bawah tangan yang terjadi pada masyarakat tersebut tetap lebih banyak memberikan kerugian bagi pihak istri dan anak, namun pada sisi lain bisa juga menjadi solusi, khususnya dalam kasus poligami, apalagi untuk pihak laki-laki tidak ada kerugian yang didapatkan. Sehingga pemberlakuan Konvensi CEDAW masih kurang efektif di masyarakat, karena melihat masih banyak terjadi diskriminasi terhadap perempuan.
Persepsi Istri Narapidana Terhadap Pemenuhan Nafkah Ditinjau dari Hukum Islam (Studi Kasus di Kecamatan Kluet Tengah Kabupaten Aceh Selatan) Mohd Kalam Daud; Syarifah Rahmatillah; Retno Wati yulian
El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga Vol 4, No 2 (2021): El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/ujhk.v4i2.7739

Abstract

Artikel ini membahas tentan persepsi istri narapidana terhadap pemenuhan nafkah serta tinjauan hukum Islam terhadap pemenuhan nafkah istri oleh suami sebagai narapidana. Kewajiban suami terhadap keluarga dalam bentuk materi atau nafkah lahir berupa pakaian, makanan, tempat tinggal, obat-obatan serta keuangan yang cukup harus dipenuhi oleh seorang suami. Nafkah merupakan sejumlah barang atau uang yang diberikan oleh seseorang untuk keperluan hidup orang yang di bawah tanggung jawab seperti istri, orang tua, anak dan keluarga. Dalam beberapa keadaan tidak semua orang yang telah menikah dapat memenuhi hak dan kewajibannya masing-masing, baik sebagai istri maupun sebagai suami. Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah penelitian lapangan (field research) untuk bahan bersifat primer dan kajian pustaka (library research) untuk bahan bersifat sekunder. Penelitian ini bersifat kualitatif, bertujuan untuk memaparkan dan menganalisa permasalahan-permasalahan. Dari hasil kajian ditemukan bahwa persepsi istri narapidana terhadap pemenuhan nafkah istri dapat menerima keadaan suaminya yang sedang menjalankan masa hukuman, dalam hal pemenuhan nafkah istri tersebut yang harus bekerja sendiri dalam memenuhi nafkah untuk keluarga meskipun sedikit dan dibantu oleh saudara-saudaranya. Terkait dengan tinjauan hukum Islam terhadap pemenuhan nafkah istri oleh suami sebagai narapidana maka dalam Islam tentang hal pemenuhan nafkah suami yang berstatus sebagai narapidana tidak bertentangan/sesuai dengan hukum Islam, karena Islam memberikan solusi kemudahan bahwa nafkah sesuai dengan kemampuan suami dan seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.
Pandangan Kepala Kantor Urusan Agama Mengenai Konsep Dan Praktik Saksi Adil Di Kecamatan Tanjungbalai Selatan Dan Kecamatan Datuk Bandar Timur Mursyid Djawas; Muhammad Iqbal; Nazrina Julika Sari
El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga Vol 4, No 2 (2021): El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/ujhk.v4i2.11293

Abstract

Saksi dalam pernikahan mesti memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: kedua saksi itu adalah beragama Islam, kedua saksi itu orang yang baligh, dan berakal, kedua saksi itu adalah laki-laki, kedua saksi itu bersifat adil dalam arti tidak pernah melakukan dosa besar dan tidak selalu melakukan dosa kecil serta tetap menjaga muruah dan kedua saksi dapat melihat dan mendengar, ingatannya baik dan bersih dari tuduhan. Saksi adil merupakan salah satu rukun nikah yang kehadirannya mutlak yang diterangkan dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 25, dimana harus diketahui oleh Kepala Kantor Urusan Agama dari segi tektual maupun kontektual. Sebab banyak masyarakat yang belum faham terhadap konsep saksi yang dianggap adil dalam pernikahan. Tujuan penelitian ini guna untuk mengetahui pendapat para Kepala Kantor Urusan Agama di Kecamatan Tanjungbalai Selatan dan Kecamatan Datuk Bandar Timur, penelitian ini menggunkan pendekatan kualitatif termasuk ke dalam penelitian empiris, sedangkan data yang dikumpulkan yaitu data primer dan data sekunder yang dilakukan dengan teknik wawancara, dokumentasi yang kemudian data tersebut diolah dan dianalisis. Adapun hasil penelitian yang didapatkan bahwa secara umum keseluruhan didapatkan dari pandangan Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Tanjungbalai Selatan dan Kecamatan Datuk Bandar Timur mengenai saksi adil dalam akad nikah dalam prosesnya pihak Kantor Urusan Agama melibatkan beberapa pihak seperti keluarga, tokoh masyarakat, dengan berkomunikasi mengenai sikap seorang saksi. Selanjutnya pihak keluargalah yang berhak menentukan saksi yang adil, karena pihak keluarga yang mengetahui keadilan seorang saksi yang adil dengan berkomunikasi dengan tokoh agama dan masyarakat. 
Trend Ajakan Nikah Muda Ditinjau dalam Aspek Positif dan Negatif Wifa Lutfiani Tsani
El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga Vol 4, No 2 (2021): El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/ujhk.v4i2.8271

Abstract

Artikel ini mengkaji tentang tren nikah muda dikalangan anak mudadewasa ini. Ajakan nikah muda kerapkali menjadi isu yang laris dijual di sosial media. Nikah muda menjadi sangat rapih dengan balutan agama. Tren nikah mudah ini juga didapatkan dari beberapa public figure yang melakukan nikah di usia muda memberikan iklan kepada masyarakat akan kesuksesan pernikahan pada usia muda. Undang-undang perkawinan No.1 Tahun 1974 baru ini melakukan pembaharuan terhadap usia pernikahan, batas usia perkawinan pria dan wanita menjadi 19 tahun. Disatu sisi, perkembangan zaman dan pergaulan menjadi pendukung terjadinya nikah muda
Menjaga Keharmonisan Keluarga Melalui Ruqyah Perspektif Maqashid Syariah Marli Candra; Umi Asmaul Fauziah Adha; Athifatul Wafirah
El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga Vol 4, No 2 (2021): El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/ujhk.v4i2.9022

Abstract

Artikel ini membahas tentang Menjaga Keharmonisan Keluarga melalui Ruqyah di Lembaga Ruqyah Center Sidoarjo. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis secara hukum Islam tentang ruqyah yang dilakukan di Lembaga Ruqyah Center Sidoarjo untuk menjaga keharmonisan keluarga. Penelitian ini adalah penelitian lapangan yang bersifat kualitatif. Data-data dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara dan dokumentasi, yang selanjutnya diolah serta dianalisis menggunakan teknik deskriptif analisis dan pola pikir deduktif. Hasil penelitian ini adalah ruqyah di Lembaga Ruqyah Center Sidoarjo dilakukan dengan menyiapkan ruangan dan mengharuskan pasien untuk berwudhu terlebih dahulu. Setelah itu peruqyah mengobati pasien dengan membacakan bacaan dari ayat al-Qur’an dan Hadis, serta membacakan do’a yang diucapkan sangat jelas dan mudah dimengerti oleh pasien sehingga tidak meminta bantuan pada jin melainkan memasrahkan kepada Allah SWT. Setelah tahapan pengobatan peruqyah memberikan nasehat kepada pasien. Hal tersebut dilakukan sebagai salah satu langkah preventif pasien untuk menjaga keharmonisan keluarga agar terhindar dari pertengkaran, perceksokan, dan perceraian. Dalam perspektif maqashid syariah, ruqyah ini diperbolehkan karena tidak mengandung unsur yang diharamkan dan mengandung Maslahah hifz al-nasl (menjaga keturunan), yaitu bermanfaat guna menjaga keharmonisan keluarga agar tercipta keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah.

Page 1 of 2 | Total Record : 16