cover
Contact Name
Indra Fibiona
Contact Email
indra.fibiona@kemdikbud.go.id
Phone
+6285647507523
Journal Mail Official
jantra@kemdikbud.go.id
Editorial Address
Jl. Brigjen Katamso No. 139, Yogyakarta, 55152
Location
Kota yogyakarta,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
Jantra
ISSN : 19079605     EISSN : 27150771     DOI : -
Sejarah: Meliputi kajian sejarah yang bertema nasionalisme dan pengembangan karakter bangsa melalui bidang sosial, ekonomi, politik, budaya dengan ruang lingkup utama wilayah Indonesia, dan wilayah lain apabila ada keterkaitan dengan Indonesia, yang bisa dijadikan media diseminasi dalam menanamkan sikap kebangsaan. Budaya: Meliputi pokok kajian dalam bidang antropologi, geografi, naskah kuna, yang membahas tentang perubahan budaya, kearifan lokal, tradisi lisan, simbol, sistem pengetahuan, kerajinan, religi, keragaman budaya
Articles 79 Documents
PASCAGEMPA INTENSITAS GOTONG ROYONG SEMAKIN TINGGI Siti Munawaroh
Jantra. Vol 1 No 1 (2006): Jantra, June 2006
Publisher : Balai Pelestarian Nilai budaya Daerah Istimewa Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (477.502 KB)

Abstract

Kekuatan manusia pada hakekatnya tidak hanya kemampuan fisiknya semata atau kemampuan psikisnya, akan tetapi kekuatan manusia yang terletak pada kemampuan bekerja sama dengan orang lain yang disebut gotong royong. Gotong royong adalah salah satu manifestasi dan budaya kolektif yang saat ini masih dipertahankan dan dilestarikan, khususnya bagi masyarakat pedesaan. Gotong royong pada saat sekarang masih menjadi tumpuan harapan masyarakat pedesaan dalam mencapai suatu tujuan yang dikehendaki masyarakat, terutama tujuan itu untuk meringankan beban bagi anggota masyarakat di wilayahnya.
MENGEMBANGKAN BUDAYA LOKAL (JAWA) DALAM MEREDAM KONFLIK SOSIAL Christriyati Ariani
Jantra. Vol 1 No 1 (2006): Jantra, June 2006
Publisher : Balai Pelestarian Nilai budaya Daerah Istimewa Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (482.484 KB)

Abstract

Banyak norma dalam kehidupan orang Jawa dalam pergaulannya di masyarakat. Istilah-istilah yang akrab melekat dalam sehari-hari merupakan acuan hidup dalam kebersamaan di samping tradisi yang berlaku, misalnya guyub rukun, gugur gunung, gotong royong, tulung-tinulung dan istilah lain yang sarat dengan nilai pekerti luhur. Perkembangan teknologi dalam era global memberi efek positif maupun negatif bagi kehidupan masyarakat termasuk orang Jawa. Nilai positif akan sangat bermanfaat bagi kemajuan bangsa, namun efek negatif akan mengikis nilai norma yang sudah ada. Ada sesuatu yang hilang. Dalam pertemuan-pertemuan yang membicarakan budaya Jawa banyak lontaran keprihatinan dari para budayawan atau pemerhati budaya. Pada umunya mereka menyatakan bahwa pada masa kini budaya Jawa yang adi luhung itu telah terkikis. Pada awalnya kita percaya hal itu. Namun ketika kita dikejutkan dengan hantaman gempa di Jogja dan sekitarnya pada tanggal 27 Mei 2006 yang meluluhlantakkan sebagian hunian, merobek hati masyarakat, kita melihatsuatu kenyataan. Saat kesedihan mendera, datang kembali kebersamaan dalam menghadapi musibah itu. Semangat gotong royong, tulung tinulung, guyub rukun, gugur gunung kembali hinggap di hati. Namun ketika terdengar berita akan ada bantuan dari pemerintah bagi korban gempa, apa yang terjadi? Jawaban itu akan dapat diperoleh dalam uraian ini.
SEKILAS TENTANG PATHOK NAGARA Samrotul Ilmi Albiladiyah
Jantra. Vol 1 No 1 (2006): Jantra, June 2006
Publisher : Balai Pelestarian Nilai budaya Daerah Istimewa Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (482.506 KB)

Abstract

Pada awal berdirinya Kraton Kasultanan Yogyakarta, dikenal adanya lembaga-lembaga peradilan, misalnya pengadilan perdata, pengadilan surambi serta BaleMangu. Pengadilan Surambi atau Hukum Dalem Surambi, merupakan pengadilan yang berhubungan dengan agama yang diketuai oleh seorang penghulu hakim. Seorang penghulu hakim dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh empat orang anggota yang disebut dengan pathok nagara. Di kalangan Reh Kawedanan Pangulon Kraton Ngayogyakarta sebutan pathok nagara semacam abdi dalem yang membuat tugas penghulu hakim di Pengadilan Surambi.Saat ini, kedudukan pathok nagara mengalami perubahan. Abdi dalem pathok nagara tidak ubahnya sebagai seorang yang dijadikan panutan oleh masyarakatsekitar, di mana ia bertugas di masjid-masjid yang menjadi milik Kraton Yogyakarta.
PAWON DALAM BUDAYA JAWA Sumintarsih .
Jantra. Vol 1 No 1 (2006): Jantra, June 2006
Publisher : Balai Pelestarian Nilai budaya Daerah Istimewa Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (482.525 KB)

Abstract

Pawon atau dapur tradisional dalam budaya Jawa merupakan representasi dari tata kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa, baik dari tata letaknya, fungsinya, dan isinya. Pawon atau dapur tradisional juga menegaskan adanya deskriminasi seks dalam pembagian kerja.
SEJARAH OEANG REPOEBLIK INDONESIA Dwi Ratna Nurhajarini
Jantra. Vol 1 No 1 (2006): Jantra, June 2006
Publisher : Balai Pelestarian Nilai budaya Daerah Istimewa Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (482.511 KB)

Abstract

Pada masa awal kemerdekaan, Indonesia dilanda krisis ekonomi yang cukup parah. Jumlah uang Jepang yang beredar di masyarakat sangat banyak, ditambahlagi dengan uang NICA. Untuk mengatasi masalah inflasi dan juga untuk melengkapi atribut negara yang merdeka, Indonesia pada tahun 1946 tanggal 30 Oktober mengeluarkan uang sendiri yakni Oeang Repoeblik Indonesia (ORI). Sejak tanggal itu pula ORI dinyatakan sebagai alat pembayaran yang sah dengan dasar hukum Undang Undang No. 17 Tahun 1946 dan Undang Undang No. 19 tahun 1946. secara politis keluarnya ORI adalah merupakan tanda kemerdekaan dan secara ekonomis sebagai usaha pemerintah untuk menyehatkan perekonomian negara. Beredar sekitar 4 tahun saja karena keberadaan ORI berakhir tatkala pemerintah RIS mengeluarkan mata uang yang baru.
NILAI–NILAI KESATUAN DALAM KERAGAMAN SUKUBANGSA Tashadi .
Jantra. Vol 1 No 1 (2006): Jantra, June 2006
Publisher : Balai Pelestarian Nilai budaya Daerah Istimewa Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (482.526 KB)

Abstract

Berdirinya organisasi-organisasi pemuda yang bersifat kedaerahan memperlihatkan adanya kesadaran untuk bersatu, walaupun masih bersifat terbatas pada daerah masing-masing. Pada dasawarsa ke-2 abad 20, rasa kedaerahan mulai memudar digantikan oleh keinginan untuk membentuk persatuan yang bersifat nasional. Sebagai puncak keinginan pemuda untuk membentuk persatuan yang bersifat nasional yaitu Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Sumpah Pemuda yang diputuskan dalam Kongres Pemuda II, 28 Oktober 1928, mempunyai arti yang penting dalam perkembangan bangsa Indonesia. Semangat persatuan yang dikumandangkan bersama berhasil mengatasi prasangka suku, golongan, dan budaya. Sumpah Pemuda menjiwai perjuangan nasional selanjutnya dan kehidupan bangsa Indonesia sesudah mencapai kemerdekaan. Nilai-nilai budaya tentang persatuan dan kesatuan sebenarnya telah dimiliki dan dijunjung tinggi oleh masing-masing sukubangsa di Indonesia. Nilai-nilai tersebut antara lain: 1) Nilai yang terkait pada ajaran desa mawa cara negara mawa tata; 2) Nilai yang terkait pada ajaran kiwa tengen mula matunggalan; 3) Nilai toleransi; 4) Nilai menjunjung tinggi masyarakat dan kegotongroyongan; 5) Nilai kesetiakawanan dan 6) nilai tenggang rasa. Apabila nilai-nilai tersebut betul-betul bisa dilaksanakan maka kedamaian dan ketenteraman akan terwujud di Indonesia. ‘Bhinneka Tunggal Ika’ bukan hanya sebagai semboyan saja, tetapi merupakan pengikat negara Republik Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil serta dihuni beratus-ratus suku bangsa.
TRANSFORMASI TRADISI TULIS MENUJU TRADISI DIGITAL KERATON YOGYAKARTA (TAHUN 2016) Fajar Wijanarko
Jantra. Vol 12 No 1 (2017): Peran Media Sosial dalam Pelestarian Budaya Daerah
Publisher : Balai Pelestarian Nilai budaya Daerah Istimewa Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (9342.844 KB)

Abstract

Sejarah dan tradisi tulis serupa dengan dua sisi mata uang, keduanya tidak terpisahkan. Hanya saja, kendala aksara dan bahasa justru menjadi pengganjal. Permasalahan mendasar lagi adalah kecenderungan informasi yang tertutup justru menjadi dinding pembatas yang mengotakkan masyarakat dengan segala informasi di dalam keraton. Berbagai terobosan dilakukan hingga di era keterbukaan informasi, Keraton Yogyakarta mencoba mendekatkan informasi budaya (Keraton Yogyakarta) melalui media digital facebook. Selanjutnya, pada tulisan ini akan disajikan data hasil studi pustaka online terkait tanggapan masyarakat digital terhadap Facebook Keraton Yogyakarta tahun 2016. Melalui kajian ini pula masyarakat dapat memperoleh pelbagai informasi digital tentang keraton secara digital dengan mudah dapat diakses, kapanpun dan di manapun.
WAYANG KULIT PURWA DALAM BALUTAN MEDIA SOSIAL Ferdi Arifin
Jantra. Vol 12 No 1 (2017): Peran Media Sosial dalam Pelestarian Budaya Daerah
Publisher : Balai Pelestarian Nilai budaya Daerah Istimewa Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (8710.576 KB)

Abstract

Media sosial merupakan suatu bentuk nyata dari peradaban baru saat ini. Dampak dari media sosial sendiri sangatlah memberikan pengaruh besar dalam upaya pelestarian kebudayaan lokal, khususnya pelestarian wayang kulit. Generasi Millenials yang saat ini paling dekat dengan dunia teknologi internet memanfaatkan media sosial sebagai upaya pelestarian wayang kulit. Metode yang digunakan untuk penelitian ini adalah partisipasi aktif untuk melihat fenomena millenials memanfaatkan media sosial sebagai bentuk pelestarian wayang kulit. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa media sosial sangat efektif untuk menarik masyarakat, khususnya anak muda untuk membantu melestarikan kebudayaan dengan cara yang kekinian dan gaul. Dengan hal itu, pelestarian kebudayaan gaya generasi millenials ini mendapat respon positif dari masyarakat luas. Penelitian ini menunjukkan bahwa millenials mampu aktif melestarikan kebudayaan dengan cara yang modern, yaitu menggunakan social media sebagai media popular untuk melestarikan kebudayaan.
WAYANG KAMPUNG SEBELAH, MEDIA SOSIAL, DAN MASYARAKAT YANG TERBELAH Widodo Aribowo; Andrik Purwasito; Titis Srimuda Pitana
Jantra. Vol 12 No 1 (2017): Peran Media Sosial dalam Pelestarian Budaya Daerah
Publisher : Balai Pelestarian Nilai budaya Daerah Istimewa Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (8495.528 KB)

Abstract

Perubahan sosial pada masyarakat Jawa telah mengubah wajah pertunjukan wayang kulit. Masyarakat tradisional pelan-pelan ikut berubah menuju masyarakat kapitalis, dan selera masyarakat ikut terbelah. Di satu pihak masyarakat lama masih mempertahankan selera tinggi karena wayang bagian dari laku spiritual. Di pihak lain generasi baru mengusung budaya pop. Degradasi seni tinggi menuju seni pop menggelisahkan kalangan seniman, hingga muncullah Wayang Kampung Sebelah sebagai counter culture yang memperkaya pertunjukan wayang itu sendiri. Metode etnografi diharapkan dapat menguraikan hal-hal epistemologis budaya pop sebagai peristiwa budaya berupa produksi makna dan apresiasinya oleh masyarakat menurut selera mereka sendiri. Temuan dalam penelitian: terjadi diskursus dan pemanfaatan media sosial dalam menyampaikan ideologi demokrasi berupa penolakan dikotomi budaya tinggi-rendah.
GELORA MUDA LARE OSING Wiwin Indiarti
Jantra. Vol 12 No 1 (2017): Peran Media Sosial dalam Pelestarian Budaya Daerah
Publisher : Balai Pelestarian Nilai budaya Daerah Istimewa Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (8226.468 KB)

Abstract

Perkembangan teknologi yang semakin canggih memberikan perubahan besar dalam cara berkomunikasi di era digital, salah satunya mewujud dalam penggunaan media sosial yang semakin marak. Kekuatan media sosial tidak dimiliki media konvensional memberikan peluang dalam cara baru pewarisan budaya. Penelitian deskriptif kualitatif ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan media sosial berkonten budaya dan fungsi media sosial dalam pewarisan budaya bagi kaum muda Banyuwangi (Lare Osing). Hasil penelitian menunjukkan bahwa media sosial berbasis konten budaya yang dikelola oleh kaum muda (digital native) mampu menarik minat khalayak, khususnya kaum muda, dan memiliki kedudukan penting sebagai sarana pewarisan budaya lokal dalam hal: peneguh identitas kultural, pemerkuat nilai sosial dan kearifan lokal, pemerkaya khasanah kehidupan masyarakat lokal, dan pemberi makna budaya.