cover
Contact Name
Wahyu Saputra
Contact Email
wahyu@iainponorogo.ac.id
Phone
+6282230400101
Journal Mail Official
alsyakhsiyyah@iainponorogo.ac.id
Editorial Address
Fakultas Syariah IAIN Ponorogo, Jl. Puspita Jaya, Pintu, Jenangan, Ponorogo, Jawa Timur, Kode Pos: 63492, Telp. (0352) 3592508
Location
Unknown,
Unknown
INDONESIA
Al-Syakhsiyyah : Journal of Law and Family Studies
ISSN : 27156699     EISSN : 27156672     DOI : https://doi.org/10.21154/syakhsiyyah
Jurnal Al Syakhsiyyah (Journal Of Law and Family Studies) diterbitkan oleh Program Studi Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah IAIN Ponorogo 2 kali dalam setahun. Jurnal ini dimaksudkan sebagai wadah pemikiran yang terbuka bagi semua kalangan. Artikel yang diterbitkan dalam jurnal ini berupa tulisan-tulisan ilmiah tentang pemikiran konseptual, kajian pustaka, maupun hasil penelitian dalam bidang hukum dan hukum keluarga Islam yang belum pernah dipublikasikan.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 11 Documents
Search results for , issue "Vol 4, No 2 (2022)" : 11 Documents clear
The Dynamics of Family Law Reform in Asia and Africa (Portrait of Polygamy Regulations in Indonesia, Malaysia, Pakistan, Morocco and Tunisia) Lia Noviana; Risma Wigati; Nurulaini Halimatus Sakdiyah
Al-Syakhsiyyah: Journal of Law & Family Studies Vol 4, No 2 (2022)
Publisher : Fakultas Syariah IAIN Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/syakhsiyyah.v4i2.5895

Abstract

One of the most widely promoted family law reforms in modern Muslim countries is the issue of polygamy. Until now, polygamy is considered as a form of discrimination and marginalization of women, in addition to the conditions for the permissibility of polygamy because the wife's condition is not found explicitly in the texts or opinions of traditional fiqh scholars. This study utilizes a comparative descriptive approach by analyzing the history, legal basis, and views of Madhab scholars regarding polygamy, as well as comparing the application of polygamy regulations in Asian and African countries (Indonesia, Malaysia, Pakistan, Morocco, and Tunisia). The results show that the reasoning behind polygamy regulations set in modern Muslim countries in Asia and Africa seems to be more dominant using the extra-doctrinal reform method. This cannot be separated from the goals of family law reform, the effort to unify law in a heterogeneous society, demands to increase women's status, and respond to community developments. The background factors include the influence of the colonizers, reinterpretation of the texts and madhabs adopted, and other geopolitical factors.
Menelisik Maqashid Syariah atas Kebijakan KUA Terhadap Wali Nikah Perempuan Yang Lahir Kurang dari 6 Bulan Erlina Rizqi Fatmasari; Yudhi Achmad Bashori
Al-Syakhsiyyah: Journal of Law & Family Studies Vol 4, No 2 (2022)
Publisher : Fakultas Syariah IAIN Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/syakhsiyyah.v4i2.5181

Abstract

Perkawinan dapat dikatakan sah apabila terpenuhi syarat dan rukunnya. Salah satu rukun perkawinan yaitu wali nikah. Dalam kaitannya dengan wali nikah ada persoalan yang dapat menghambat perkawinan yaitu calon mempelai perempuan ternyata lahir kurang dari enam bulan sejak akad nikah orang tuanya. Hal itu mengakibatkan bahwa dalam Hukum Islam wali nikahnya harus menggunakan wali hakim. Karena ulama fikih telah sepakat bahwa batas minimal usia kehamilan adalah 6 bulan. Hal itu didasarkan pada QS. Al-Ahqaf ayat 15 dan QS. Al-Luqman ayat 14. Di KUA Kecamatan Karangjati Ngawi terjadi kasus tentang calon pengantin perempuan yang lahir kurang dari 6 bulan. Fenomena ini dalam setahun bisa terjadi sekitar 10 sampai dengan 15 kasus. Dalam hal ini, pihak KUA mempunyai kebijakan dalam memutuskan siapa yang berhak menjadi wali nikah. Maka dari itu, peneliti menulis penelitian ini dengan tujuan agar pembaca dapat mengetahui bagaimana prosedur penetapan wali nikah terkait kasus tersebut dan apakah pengambilalihan wali nikah tersebut sudah sesuai dengan tujuan Maqashid Syariah. Yang menjadikan penelitian ini berbeda dari penelitian sebelumnya adalah penggunaan maqashid syariah untuk meneliti. Penelitian ini adalah penelitian lapangan sehingga yang menjadi sumber utama data-datanya adalah data lapangan. Hasil atau kesimpulan dari penelitian ini adalah pertama, prosedur penetapan wali nikah bagi perempuan yang lahir kurang dari enam bulan di KUA Kecamatan Karangjati sudah sesuai dengan hukum Islam karena dalam penetapannya menggunakan dasar hukum Fikih Munakahat dan Fikih Madzhab. Kedua, dalam pengambilalihan langsung wali nikah oleh pihak KUA sudah sesuai dengan tujuan dari Maqashid Syariah terutama pada penjagaan jiwa dan akal.
Relasi Ijtihad NU, Muhammadiyah, dan MUI Neng Eri Sofiana
Al-Syakhsiyyah: Journal of Law & Family Studies Vol 4, No 2 (2022)
Publisher : Fakultas Syariah IAIN Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/syakhsiyyah.v4i2.4759

Abstract

NU, Muhammadiyah, dan MUI memiliki lembaga fatwa tersendiri yang dinantikan fatwanya oleh masing-masing pihak. Tulisan ini melihat bagaimana metode ijtihad yang dipakai oleh ketiga lembaga fatwa ini dan bagaimana relasi yang hadir dari ketiganya. Dilakukan dengan metode studi pustaka yang datanya didapatkan dari buku, jurnal, dan kajian literatur lainnya. Metode ijtihad yang dipakai NU dan Muhammadaiyah serta MUI secara umum sama, namun berbeda pada sumber utama yang dijadikan pedoman, di mana NU lebih menekankan kepada kitab-kitab mu’tabaroh kemudian melakukan analogi yang diberi istilah ilhaq dan jika masih belum didapatkan jawaban atas persoalan, maka akan melakukan istinbat} sesuai jalan pikiran ulama terdahulu. Sedangkan Muhammadiyah atau Majelis Tarjih yang memiliki corak kembali kepada alquran sebagai sumber hukum utama, sehingga melihat permasalahan kepada alquran terlebih dahulu, kemudian melakukan analogi yang diberi istilah ta’lili atau qiyasi dan tahap akhir ialah dengan pendekatan kemaslahatan. Adapun Lembaga Fatwa MUI dapat dikatakan mengkombinasi kedua metode NU dan Muhammadiyah, dengan langkah pertama melihat kepada alquran dan hadits, kemudian melihat pendapat ulama mazdhab dan fikih dan terakhir dengan menggunakan kaidah pokok. Relasi diantara ketiganya menjadi gambaran dinamika kehidupan, berhukum, dan bermasyarakat di Indonesia yang menggambarkan persatuan dan keharmonisan.
EKSISTENSI HAKIM YANG BERINTEGRITAS DAN BERMARTABAT (Menelisik Implementasi Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim) Martha Eri Safira
Al-Syakhsiyyah: Journal of Law & Family Studies Vol 4, No 2 (2022)
Publisher : Fakultas Syariah IAIN Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/syakhsiyyah.v4i2.2755

Abstract

The paper aims to review the code of ethics and the application of the code of ethics in the life of a Judge to achieve the behavior of Judges with high integrity. Various important aspects in the social fabric are very dependent on the proper functioning of the professions. This includes the legal profession. The integrity of law enforcement in this paper represented by the Judge, certainly does not stand far from the ethics that are applied. The ethics will then become a code of ethics that is very closely related to the dignity of a Judge. Dig carefully how  the ethics can lead properly to the judge to be implemented properly and smoothly. In the case of implementing the code of conduct, a Judge is also monitored by another institution, the Judicial Commission (KY). With this supervision, the Judge’s behavior will not violate the exiting code of ethics and be able to realize the professionalism of the performance of the Judge to realize a Judge with high integrity.AbstrakKarya tulis ini bertujuan untuk mengkaji kode etik hakim serta penerapan kode etik tersebut dalam kehidupan seorang hakim untuk mencapai perilaku hakim yang berintegritas tinggi. Berbagai aspek penting dalam tatanan masyarakat sangat tergantung pada berfungsinya profesi-profesi dengan baik, termasuk di dalamnya profesi hakim. Integritas penegak hukum yang dalam tulisan ini diwakili oleh Hakim, tentunya tidak berdiri jauh dari adanya etika yang diterapkan. Etika tersebut kemudian akan menjadi sebuah tatanan kode etik yang sangat erat hubungannya dengan martabat seorang hakim. Menggali dengan seksama etika tersebut dapat mengarah dengan tepat kepada hakim untuk dilaksanakan dengan baik dan lancar. Dalam hal penerapan kode etik tersebut, seorang hakim juga dipantau oleh lembaga lain, yakni Komisi Yudisial (KY). Dengan adanya pengawasan ini, perilaku hakim tidak akan melanggar kode etik yang ada serta mampu mewujudkan profesionalisme kinerja hakim untuk mewujudkan hakim yang berintegritas tinggi.
Kepastian Hukum pada Dispensasi Kawin Janda/Duda dibawah Umur (Analisis Pandangan KUA dan Pengadilan Agama di Kota Yogyakarta) Zezen Zainul Ali; Mega Puspita; Zainab Zainab
Al-Syakhsiyyah: Journal of Law & Family Studies Vol 4, No 2 (2022)
Publisher : Fakultas Syariah IAIN Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/syakhsiyyah.v4i2.5051

Abstract

Artikel ini akan membahas tentang dispensasi kawin janda/duda dibawah umur. Dispensasi kawin merupakan pemberian izin menikah oleh Pengadilan kepada pasangan yang masih belum berusia 19 tahun melalui pengajuan dispensasi kawin ke Pengadilan. Dalam praktiknya terdapat beberapa kasus dispensasi kawin yang diajukan oleh janda/duda ke Pengadilan dikarenakan adanya penolakan permohonan menikah oleh KUA karena dianggap calon pengantin masih dibawah umur sebagaimana dalam UU Nomor 16/2019. Faktanya di beberapa Pengadilan Agama juga terdapat penolakan terhadap permohonan dispensasi kawin oleh janda/duda dengan alasan ketika seseorang telah menikah telah dianggap dewasa. Sehingga menimbulkan tidak adanya kepastian hukum bagi janda/duda dibawah umur yang menikah meskipun telah mengajukan dispensasi kawin pada pernikahan sebelumnya. Lalu bagaimana pandangan KUA dan Pengadilan Agama dalam kasus ini? artikel ini akan mengkaji pandangan KUA dan Hakim Pengadilan Agama di Kota Yogyakarta terkait dispensasi kawin bagi janda/duda dibawah umur. Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode yuridis-normatif dengan pendekatan statute approach dan case approach. Temuannya; pihak KUA dalam menolak permohonan menikah janda/duda dibawah umur terkesan tekstualis terhadap Pasal 7 UU 16/2019 dan mengabaikan peraturan perundang-undangan lainnya dikarenakan tunduk terhadap instansi kementerian Agama, sementara pihak Pengadilan Agama tetap beranggapan bahwa janda/duda dibawah umur yang hendak menikah tidak perlu mengajukan dispensasi kawin karena telah dianggap dewasa sebagaimana KUHPerdata dan Peraturan Mahkamah Agung nomor 5 tahun 2019.
Penetapan Perkawinan dengan Wali Hakim Akibat Wali Adhal di Pengadilan Agama Nganjuk Muhammad Qoyyum Kridho Utomo; Moh Nafik; Mochammad Agus Rachmatulloh
Al-Syakhsiyyah: Journal of Law & Family Studies Vol 4, No 2 (2022)
Publisher : Fakultas Syariah IAIN Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/syakhsiyyah.v4i2.4864

Abstract

Marriage is an inner and outer bond between a man and a woman as husband and wife, with the aim of forming a happy and eternal family based on the One Godhead. The pillars of marriage include prospective husbands, prospective wives, marriage guardians, two witnesses, and consent. The wali adhal case that took place at the Nganjuk Religious Court occurred when the prospective bride's lineage guardian hesitated or even refused to marry her daughter on the grounds that the prospective groom was not yet established in his work or because of problems with Javanese customs calculations, including house directions and calculations wetton. A guardian who does not want to marry off his daughter is called a wali 'adhal. The focus of the problem taken is how the procedure and form of the determination of guardian adhal and the basis for consideration of the panel of judges in granting the determination of the guardian judge to replace wali adhal at the Nganjuk Religious Court. It is a normative legal research, with a case approach and a conceptual approach. Using primary legal materials, secondary legal materials, and non-legal materials. The procedure and form of stipulation of guardian adhal at the Nganjuk Religious Court is in accordance with the applicable laws and regulations. The basis for the consideration of the panel of judges at the Nganjuk Religious Court which granted the determination of the guardian judge to replace the guardian adhal due to customary reasons and economic problems in the determination of 3 (three) cases was not in accordance with syar'i law. The reason does not concern the pillars and conditions for the validity of a marriage as required by syar'i law and the prevailing laws and regulations in Indonesia, so that reason must be set aside and the application granted.
Telaah Hukum Islam dan Hukum Positif terhadap Praktik Penggunaan NIK Orang Lain untuk Nikah Beda Agama Kusnul Ciptanila Yuni K; Muhammad Basiq El Fuadi
Al-Syakhsiyyah: Journal of Law & Family Studies Vol 4, No 2 (2022)
Publisher : Fakultas Syariah IAIN Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/syakhsiyyah.v4i2.4982

Abstract

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah bentuk Negara berasas pada hukum yang bersifat demokratis dimana kedaulatan diatur dalam Undang-Undang dasar dan Nilai-nilai yang terkandung sesuai ajaran agama pemeluknya serta terjewantahkan dalam kehidupan keseharian. Dalam hal ini perkawinan yang sudah diatur sesuai dengan berbagai ragam sesuai syariat hukum Islam ataupun ajaran masing-masing agama dan kepercayaan yang dianut oleh pemeluknya, tanpa terkecuali. Negara hanya memfasilitasi serta menjadi tugas atas jaminan bagi setiap penduduknya untuk melakukan ibadah. Dalam hal ini, pernikahan sesuai dengan nilai, tuntutan dan ajaran agamanya. Akan tetapi sekarang maraknya praktik penggunaan data orang lain untuk kepentingan pernikahan beda agama. Apabila negara mengharuskan suatu aturan hokum berlandaskan Hukum agama sebagai dasar dan hokum positif nantinya akan bertabrakan dengan ajaran agama dan bertentangan dengan hukum yang diatur negara dalam Pasal 2 Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan yang sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Secara Konstutusional negara memang wajib melindungi kebebasan beribadah warganya, seperti tertuang dalam pasal 28(E) Undang-Undang dasar 1945 tentang, setiap orang bebasmemeluk agama dan beribadahmenurutagamanya, hak atas kebebasan kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap. Dalam hal ini menurut ajaran agamanya untuk melaksanakan hak ibadahnya dikaitkan dengan dasar hokum pernikahan di Indonesia.
Pertimbangan Hukum Putusan Nomor 0002/Pdt.G.S/2020/Pa.Mgt Tentang Wanprestasi Akad Murabahah Khairil Umami
Al-Syakhsiyyah: Journal of Law & Family Studies Vol 4, No 2 (2022)
Publisher : Fakultas Syariah IAIN Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/syakhsiyyah.v4i2.5497

Abstract

Transaksi Jual beli sudah menjadi suatu hal yang lumrah atau lazim dilakukan. Sama halnya dengan jual beli dalam bank syariah menggunakan akad murabahah. Yang sering terjadi dalam menyicil pembayaran adalah terjadinya ingkar janji/wanprestasi. Sehingga Artikel ini ditulis untuk menganalisis dikeluarkannya Putusan Pengadilan Agama Magetan Nomor 0002/pdt.G.S/2020/PA.Mgt terkait dengan wanprestasi pada akad murabahah. Dimana Nasabah mengajukan pembiayaan kepada penggugat untuk pembelian material bangunan kandang sebesar Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) pada tanggal 23 Mei 2017 yang pembayarannya dicicil selama 3 tahun dan Dalam perjanjian tersebut tergugat menjaminkann 1 (satu) bidang tanah hak miliknya selua 1450 m2 yang berada di Desa Panggung Magetan. dan setelah berjalanya waktu nasabah tersebut menunggak pembayaran sehingga pihak bank syariah menggugat melalui Pengadilan Agama Magetan. Diputuskan oleh Majelis Hakim bahwa Nasabah terbukti melakukan ingkar janji/wanprestasi terhadap akad murabahah serta diwajibkan membayar ganti rugi. Artikel ini menganalisis dari segi ilmu hukum dasar, Hukum Perdata, hingga Hukum Islam.
Kewajiban Penanaman Pohon Sebagai Syarat Penerbitan Rekomendasi Pengantar Nikah dalam Peraturan Bupati Magetan Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Gerakan Wajib Menanam Pohon Endrik Safudin; Uswatul Khasanah
Al-Syakhsiyyah: Journal of Law & Family Studies Vol 4, No 2 (2022)
Publisher : Fakultas Syariah IAIN Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/syakhsiyyah.v4i2.5501

Abstract

Peraturan Bupati Magetan Nomor 11 Tahun 2020 tentang Kewajiban Menanam pohon memiliki maksud yang mulia yaitu mendorong peran masyarakat dalam pengelollan dan kelestarian hidup. Kewajiban penanaman pohon tersebut salah satunya dibebankan kepada calon pengantin baik pria maupun wanita. apabila tidak melaksanakan kewajiban tersebut maka tidak diterbitkan rekomendasi pengantar nikah (NA) atau bentuk lainnya dari kepala desa/lurah. Kewajiban penanaman pohon bagi calon pengantin tersebut dapat dikatakan sebagai suatu bentuk penambahan persyaratan pernikahan yang tidak pernah diatur oleh peraturan yang lebih tinggi yang mengatur tentang persyaratan dan rukun pernikahan. Oleh karena itu menarik untuk dianalisis tentang keteraturan norma terhadap Peraturan Bupati Magetan Nomor 11 Tahun 2020 tentang Kewajiban Menanam Pohon dengan peraturan yang lebih tinggi. dengan menggunakan metode penelitian normative dan pendekatan perundang-undangan (legal approach), penelitian ini fokus pada keteraturan norma sebagai wujud adanya tertib substansi pada suatu peraturan perundang-undangan. hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Peraturan Bupati Magetan Nomor 11 Tahun 2020 tentang Kewajiban Menanam Pohon khususnya bagi calon pengantin telah mengandung ketidaktertiban substansi dengan peraturan yang lebih tinggi yang mengatur tentang pernikahan. sehingga, peraturan bupati tersebut akan sulit dioperasionalkan dimasyarakat terlepas dari tujuan mulia dilahirnnya peraturan tersebut.
PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF MAHMUD SYALTUT: ANALISIS KITAB AL-FATAWA Muh. Maksum; Seno Arsi Sasmito
Al-Syakhsiyyah: Journal of Law & Family Studies Vol 4, No 2 (2022)
Publisher : Fakultas Syariah IAIN Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/syakhsiyyah.v4i2.5329

Abstract

Ulama mengklasifikasikan perkawinan beda agama menjadi 3 (tiga), yakni perkawinan muslim dengan musyrikah, perkawinan muslimah dengan non muslim dan perkawinan muslim dengan kitabiyah. Para ulama telah sepakat mengenai hukum perkawinan muslim dengan musyrikah dan perkawinan muslimah dengan non muslim. Akan tetapi, mengenai perkawinan muslim dengan kitabiyah, para ulama terjadi khilafiyah. Khilafiyah tersebut dilatarbelakangi perbedaan metode dalam memahami nass yang sama. Oleh karena itu, sangatlah urgen untuk membahas perkawinan beda agama sebagai bahan pertimbangan bagi umat Islam dalam melaksanakan perkawinan. Penelitian ini berbentuk library research (penelitian kepustakaan) dengan pengambilan data difokuskan pada kitab al-Fatawa karangan Mahmud Syaltut. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan, Mahmud Syaltut berpendapat bahwa perkawinan beda agama dalam segala bentuknya tidak diperbolehkan. Akan tetapi ketidak bolehan perkawinan muslim dengan kitabiyah menurutnya hanya bersifat kondisional atau kasuistis. Adapun dasar dan metode istimbat hukum Mahmud Syaltut dalam menetapkan larangan perkawinan muslim dengan mushrikah dan perkawinan muslimah dengan non muslim adalah zahirnya nass, yaitu surat al-Baqarah (2): 221 dan surat al-Mumtahanah (60): 10. Sedangkan mengenai perkawinan muslim dengan kitabiyah, walaupun dalam surat al-Ma'idah (5): 5 diperbolehkan, akan tetapi menurutnya perkawinan tersebut mengandung mafsadah sehingga dilarang. Adapun metode ijtihad yang digunakan dalam menetapkan hukum ini adalah Sadd al-Dzari'ah.

Page 1 of 2 | Total Record : 11