cover
Contact Name
Pukovisa
Contact Email
jetikakediokteran@gmail.com
Phone
+62811139043
Journal Mail Official
jeki@ilmiah.id
Editorial Address
Jl. Dr. GSSJ Ratulangi No.29, RT.2/RW.3, Gondangdia, Kec. Menteng, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10350
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
JURNAL ETIKA KEDOKTERAN INDONESIA
ISSN : 2598179X     EISSN : 2598053X     DOI : http://dx.doi.org/10.26880/jeki.v4i1.39
Core Subject : Health,
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia focuses on the consideration and implementation of medical ethics in the medical profession in Indonesia.
Articles 61 Documents
Studi Pendahuluan tentang Perspektif Ilmuwan Islam dan Katolik dalam Dilema Etika Surplus Embrio serta Opsi Pemecahan Masalahnya Agung Dewanto; Ita Fauzia Hanoum; Diany Ayu Suryaningtyas; Shofwal Widad; Ihsan Yudhitama; Galuh Dyah Fatmala; Ahmad Muzakky
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2, No 2 (2018)
Publisher : Majelis Kehormatan Etik Indonesia PBIDI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (45.484 KB) | DOI: 10.26880/jeki.v2i2.20

Abstract

Latar Belakang: Teknologi reproduksi berbantu sudah berkembang di Indonesia dan banyak membantu masyarakat dalam memperoleh kehamilan. Surplus embrio dari proses simpan beku merupakan konsekuensi kemajuan teknologi ini sendiri. Dilema etika muncul tentang bagaimana sebaiknya mengelola surplus embrio. Di sisi lain, peraturan perundangan di Indonesia saat ini hanya memperbolehkan untuk memperpanjang masa penyimpanan atau membuang surplus embrio.Metode: Metode penelitian menggunakan Participant of observation dengan purposive sampling. Penelitian ini merupakan intisari pemikiran dari ilmuwan dan pegiat bioetika di Indonesia yang dikemukakan dalam Seminar dan Diskusi Bioetika dalam Pelayanan Teknologi Reproduksi Berbantu, Agustus 2016 di Yogyakarta.Hasil: Pertimbangan etika tentang bagaimana sebaiknya surplus embrio diperlakukan dibahas oleh tiga ilmuwan dengan latar belakang agamawan, Prof. Jenie dan Prof. Almirzanah beragama Islam sedangkan Dr. Kusmaryanto beragama Katolik. Ketiganya berpendapat bahwa solusi manajemen surplus embrio sangat erat kaitannya dengan diskursus agama. Ketiganya menyatakan bahwa status moral dari embrio penting dipahami sebagai landasan sikap terhadap surplus embrio. Pemusnahan embrio dianggap tidak etis oleh ketiga ilmuwan. Ketiganya menyetujui donasi embrio untuk pasangan infertil lain dengan penyesuaian aturan terhadap kearifan lokal Indonesia. Selanjutnya, Prof. Umar dan Prof. Almirzanah memandang penggunaan surplus embrio untuk penelitian masih kontroversial namun tidak menutup kemungkinan diperbolehkan dengan berbagai syarat dan memperhatikan konteks serta asas kemanfaatan. Sedangkan Dr. Kusmaryanto menyatakan ketidaksetujuan surplus embrio untuk penelitian atas dasar interpretasi bahwa embrio mempunyai makna intrinsik yang harus dilindungi.Kesimpulan: Latar belakang agama mempengaruhi persepektif ilmuwan tentang bagaimana memandang status embrio dan pilihan tindakan terhadap surplus embrio. Perlu dilakukan penelitian mendalam multidisipliner dari klinisi, agamawan, ilmuwan, pakar hukum dan pasien untuk mengakomodasi pilihan tindakan terhadap surplus embrio di Indonesia.
Mengubah Norma dan Tradisi Etik Kedokteran Luhur Indonesia ke Norma Hukum, Apakah Layak Dilakukan? Prijo Sidipratomo; Pukovisa Prawiroharjo; Broto Wasisto
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 3, No 1 (2019)
Publisher : Majelis Kehormatan Etik Indonesia PBIDI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (128.305 KB) | DOI: 10.26880/jeki.v3i1.31

Abstract

Profesi kedokteran Indonesia telah membangun tradisi etik kedokteran luhur dan dijalankan dengan baik dari segi pembuatan aturan yang cukup detil, hingga menjadi lembaga penjaga dan pengadilnya di organisasi profesi kedokteran yaitu Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK). Di sisi lain, Indonesia adalah negara hukum. Dalam diskusinya, ada pendapat yang menginginkan seluruh norma dan tradisi yang telah berjalan di masyarakat agar sedapat mungkin dibakukan dalam aturan hukum, tak terkecuali tradisi etik kedokteran di dalamnya. Namun di sisi lain, ketika tradisi etik ini berubah menjadi norma hukum, maka akan berubah implikasi dari pelanggarannya dari sanksi etik yang mayoritas bersifat pembinaan perilaku menjadi sanksi hukum. Di sisi lain, standarisasi hukum oleh negara semestinya disertai dengan upaya negara memberi dan menjamin hak dari upaya pemenuhan kewajiban tersebut. Pertimbangan ini perlu menjadi sikap dan pemikiran dari upaya mengubah khususnya dari suatu tradisi etik kedokteran menjadi norma hukum.
Sponsorship Pendidikan Kedokteran: Batasan yang Sering Terabaikan Frans Santosa; Muhammad Yadi Permana; Mohammad Baharuddin
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2, No 1 (2018)
Publisher : Majelis Kehormatan Etik Indonesia PBIDI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (194.845 KB) | DOI: 10.26880/jeki.v2i1.10

Abstract

Gratifikasi merupakan momok yang seringkali dikaitkan dengan tindak suap dalam korupsi. Dunia kedokteran nyatanya tidak terlepas dari isu-isu gratifikasi. Mahalnya biaya yang dibutuhkan dalam melaksanakan program Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan (P2KB) menjadi salah satu alasan pihak industri dapat masuk dan menawarkan solusi berupa sponsorship . Dalam praktiknya, kegiatan ini acap kali lupa memandang koridor etika dengan tidak mengindahkan batasan yang harus diperhatikan dengan berbagai alasan. Seorang dokter tidak diperbolehkan menerima uang tunai sebagai bentuk sponsorship tanpa terkecuali. Tidak hanya itu, terdapat regulasi lainnya yang sejatinya perlu diindahkan oleh dokter. Adanya tinjauan etik ini diharapkan mampu mengingatkan kembali atau memberikan pemahaman kepada sejawat dalam praktik sehari-hari.
Pengelolaan Surat Menyurat Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Putri Dianita Ika Meilia; Anna Rozaliyani; Nurfanida Librianty
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2, No 3 (2018)
Publisher : Majelis Kehormatan Etik Indonesia PBIDI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (292.7 KB) | DOI: 10.26880/jeki.v2i3.26

Abstract

Sebagai badan otonom Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang bertanggung jawab dalam penerapan etika kedokteran, ketertiban administratif adalah sangat penting bagi Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK), terutama karena banyak berurusan dengan masalah sensitif dan rahasia yang menyangkut hajat hidup teman sejawat dan kewibawaan MKEK maupun IDI. Oleh karena itu, MKEK sudah sepatutnya memiliki aturan tentang pengelolaan surat menyurat untuk melancarkan komunikasi dan koordinasi dengan berbagai pihak dan agar tertib secara administratif. Setiap MKEK wilayah/cabang hendaknya memiliki aturan internal tentang pengelolaan surat menyurat, yang dapat dibuat dengan merujuk ke Standar Prosedur Operasional yang telah dibuat oleh MKEK Pusat.
Tinjauan Etik Penentuan dan Pola Koordinasi Dokter Penanggungjawab Pelayanan (DPJP) pada Layanan Medis Multidisiplin Pukovisa Prawiroharjo; Anna Rozaliyani; Ghina Faradisa Hatta; Mohammad Baharuddin
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 4, No 1 (2020)
Publisher : Majelis Kehormatan Etik Indonesia PBIDI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (190.483 KB) | DOI: 10.26880/jeki.v4i1.42

Abstract

Perawatan pasien yang melibatkan banyak disiplin ilmu dan perjumpaan dokter-pasien yang terpisah-pisah berpotensi menimbulkan perbedaan pendekatan dan rekomendasi antardokter. Kondisi ini dapat menyebabkan kebingungan pasien dan tumpang tindih dalam tatalaksana pasien. Prinsip layanan medis mencakup patient-centered care dan layanan berkesinambungan (continuity of care). Ketimpangan prinsip etik dapat dijumpai dalam layanan medis multidisiplin meliputi prinsip etik beneficence, non-maleficence, autonomy, dan justice. Tulisan ini bertujuan untuk mengingatkan kembali tujuan dasar pelayanan medis multidisiplin, serta potensi ketimpangan dalam praktiknya.
Tinjauan Etika: Dokter sebagai Eksekutor Hukuman Pidana yang Menyebabkan Kematian, Kecacatan, atau Gangguan Kesehatan Soetedjo; Julitasari Soendoro; Pukovisa Prawiroharjo
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 1, No 1 (2017)
Publisher : Majelis Kehormatan Etik Indonesia PBIDI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (163.482 KB) | DOI: 10.26880/jeki.v1i1.5

Abstract

Perkembangan pesat di bidang hukum dan kedokteran di Indonesia menyebabkan wacana akan hukuman pidana berbasis medis tak dapat dikekang lagi. Misalnya injeksi letal, yang dinilai memiliki letalitas tinggi dan bahkan dianggap meminimalisasi penderitaan terpidana, dinilai lebih baik dan etis dibandingkan alternatif eksekusi konvensional seperti hukuman tembak mati. Namun, secara teknis pelaksanaan tindakan pro justitia ini memunculkan dilema etik bagi profesi kedokteran jika tindakan ini mencederai, membuat cacat baik permanen maupun sementara, ataupun menyebabkan kematian bagi terpidana. Di satu sisi, profesi kedokteran senantiasa harus setia pada karakternya yang mengedepankan kemanusiaan dan berorientasi menyembuhkan manusia. Di sisi lain, menyerahkan suatu tindakan kedokteran pro justitia kepada selain dokter, berpotensi merugikan terpidana karena tindakan tersebut tidak dilakukan secara profesional. Dilema etik ini secara umum perlu diatur dalam fatwa etik profesi kedokteran, yang mana merupakan wewenang Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK). Dalam pelaksanaannya, hal ini perlu dimusyawarahkan seluruh pihak yang berkepentingan, termasuk eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang akan menarasikan bentuk eksekusi hukuman tersebut.
Sistem Akumulasi Sanksi: Usulan Perubahan Kategorisasi dan Akumulasi Penetapan Sanksi untuk Pelanggaran Etik Kedokteran Pukovisa Prawiroharjo; Agus Purwadianto; Yuli Budiningsih
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2, No 3 (2018)
Publisher : Majelis Kehormatan Etik Indonesia PBIDI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (240.571 KB) | DOI: 10.26880/jeki.v2i3.21

Abstract

Suatu pelanggaran etik yang dinilai berat senantiasa tersusun atas akumulasi dan eskalasi dari perilaku pelanggaran etik dengan bobot di bawahnya (sedang dan ringan). Oleh karena itu, penetapan sanksi etik lebih menjunjung keadilan jika juga diberlakukan akumulatif dan eskalatif. Hal ini memastikan bahwa setiap pelanggaran etik akan mendapatkan sanksi yang berfokus pada pembinaan perilaku, karena tujuan utama dari pemberian sanksi sejatinya ialah perubahan karakter dan perilaku untuk menjadi lebih baik, demikian pula tujuan utama Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia (MKEK IDI) yang adalah pembinaan perilaku dan karakter dokter menjadi lebih mulia. Oleh karena itu, kami mengusulkan pembagian sanksi etik menjadi tiga kategori: kategori 1 (pembinaan perilaku), kategori 2 (penginsafan tanpa pemecatan), dan kategori 3 (penginsafan dengan pemecatan sementara), yang cocok untuk masing-masing pelanggaran etik ringan, sedang, dan berat, serta sistem pemberlakuannya yang akumulatif.
Buah Simalakama Rekam Medis Elektronik: Manfaat Versus Dilema Etik Meilia, Putri Dianita Ika; Christianto, Gilbert Mayer; Librianty, Nurfanida
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 3, No 2 (2019)
Publisher : Majelis Kehormatan Etik Indonesia PBIDI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (241.269 KB) | DOI: 10.26880/jeki.v3i2.37

Abstract

Rekam medis elektronik (RME) merupakan terobosan teknologi informasi dan komunikasi yang mempermudah penyimpanan rekam medis dalam bentuk data elektronik, sehingga tenaga kesehatan dapat memperoleh informasi pasien dengan mudah, cepat, tanpa terbatas jarak dan waktu, disertai berbagai kemudahan dan manfaat lainnya. RME juga mempermudah pasien untuk mengakses data medisnya sendiri. Walau demikian, terobosan ini juga membuka kemungkinan dilema etik baru, antara lain konfidensialitas informasi, peretasan, potensi ancaman terhadap rapport dokter-pasien, dan gangguan sistem di tengah pelayanan. Suatu RME minimal memiliki dua bentuk pengaman yaitu otentikasi dan otorisasi, di samping enkripsi dan penggunaan penyimpanan cloud. Indonesia perlu membuat panduan keamanan dan standardisasi RME, baik pada fasilitas pelayanan tingkat pertama ataupun di rumah sakit, dan melakukan audit sistem keamanan RME secara rutin. Sebagai dokter dan tenaga kesehatan terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyelenggaraan RME sehingga manfaat yang diharapkan bagi peningkatan layanan terhadap pasien dapat terwujud.
Dokter Aktif di Multi Level Marketing (MLM) dengan Produk yang Mengklaim Manfaat Kesehatan atau Penyembuhan, Bolehkah? Pukovisa Prawiroharjo; Mohammad Baharuddin; Yadi Permana
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2, No 2 (2018)
Publisher : Majelis Kehormatan Etik Indonesia PBIDI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (155.045 KB) | DOI: 10.26880/jeki.v2i2.14

Abstract

Bisnis multi level marketing (MLM) telah merambah ke sektor kesehatan dan menjadikan dokter sebagai agen potensial dalam pemasaran produk. Selain sebagai figur yang dipercaya oleh masyarakat, otoritas penuh yang dimiliki dokter dalam meresepkan obat mempermudah dokter untuk menjalani bisnis MLM. Dokter jelas memiliki konflik kepentingan pada produk MLM yang memiliki klaim kesehatan dan kecantikan. Mengeksploitasi kepercayaan pasien untuk kepentingan pribadi merupakan hal yang bertentangan dengan nilai-nilai etika kedokteran. Sebagian besar produk kesehatan yang ditawarkan mengklaim manfaat yang tidak terbukti secara ilmiah dan pemberiannya terkadang tidak mempertimbangkan urgensi dan relevansi dengan keadaan pasien. Oleh karena itu, sudah saatnya diperlukan ketegasan tentang etis atau tidak etisnya keterlibatan dokter dalam bisnis MLM. Selain itu, partisipasi pemerintah dalam mengawasi pemasaran produk-produk kesehatan oleh perusahaan MLM juga perlu ditingkatkan agar pelanggaran yang terjadi dapat segera ditindaklanjuti.
Etika Melayani Pasien Muslim pada Stadium Terminal Hadjat S Digdowirogo; Darmawan Budi Setyanto; Pukovisa Prawiroharjo
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 3, No 1 (2019)
Publisher : Majelis Kehormatan Etik Indonesia PBIDI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (151.038 KB) | DOI: 10.26880/jeki.v3i1.32

Abstract

Semua orang pasti akan mati. Bagi muslim, mati dalam keadaan Islam adalah tujuan terpenting akhir hidup karena hal itu diperintahkan oleh Allah SWT dalam Al-Quran. Sakaratul maut merupakan saat kritis peralihan dari kehidupan ke kematian. Saat tersebut sangat penting bagi pasien muslim dan keluarganya. Bila pada saat terakhir kehidupan, seseorang mengucapkan kalimat tauhid ‘Laailahailallah’ maka terbuka peluang masuk surga. Mengucapkan kalimat tauhid saat sakaratul maut bukan hal yang mudah. Untuk itu perlu dibimbing dan dituntun oleh keluarga pasien stadium terminal, suatu upaya yang disebut talkin. Rumah Sakit sebagai penyedia layanan kesehatan paripurna, perlu memberikan fasilitas dan kemudahan kepada pasien stadium terminal dan keluarganya untuk melakukan talkin sesuai kepercayaannya tersebut. Adanya perhatian pihak rumah sakit terhadap hal itu akan meningkatkan kepuasan dan kepercayaan pasien.