cover
Contact Name
Boby Iskandar
Contact Email
lppmstihumelmandiri@gmail.com
Phone
+628114478081
Journal Mail Official
lppmstihumelmandiri@gmail.com
Editorial Address
LPPM STIH Umel Mandiri Jl. Raya Abepura Depan Perpusatakaan Daerah, Jayapura-Papua
Location
Kota jayapura,
P a p u a
INDONESIA
Jurnal hukum IUS PUBLICUM
ISSN : -     EISSN : 27235998     DOI : -
Ius Publicum merupakan Jurnal Ilmiah yang menerbitkan artikel berupa gagasan konseptual dan laporan penelitian di bidang Ilmu Hukum. Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan ini diterbitkan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Umel Mandiri, diterbitkan secara berkala pada bulan Juni dan November dan telah disetujui dan siap dipublikasikan baik cetak maupun elektronik yang akan diedarkan setiap periode.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 9 Documents
Search results for , issue "Vol 2 No 2 (2022): Jurnal Hukum Ius Publicum" : 9 Documents clear
FUNGSI KEPOLISIAN SEBAGAI PENYIDIK UTAMA (Studi Identifikasi Sidik Jari Dalam Kasus Pidana) Sri Iin Hartini; Yulianus Pabassing; Supriyagung
Jurnal Hukum Ius Publicum Vol 2 No 2 (2022): Jurnal Hukum Ius Publicum
Publisher : LPPM STIH Umel Mandiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55551/jip.v4i4.29

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fungsi sidik jari dalam mengidentifikasi korban dan mengungkap pelaku tindak pidana dan untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi penghambat bagi pihak kepolisian dalam menggunakan sidik jari sebagai sarana identifikasi korban dan mengungkap pelaku tindak pidana. Penelitian ini dilaksanakan di Kota Jayapura khususnya di Kantor Kepolisian Resort Kota (POLRESTA) Jayapura, dan Instansi Pengadilan Negeri Kelas 1A Jayapura. Fungsi sidik jari dalam mengidentifikasi korban dan pelaku tindak pidana sangat penting untuk mengungkap atau membuktikan korban dan pelaku secara ilmiah. ldentifikasi sidik jari berfungsi sebagai sarana atau alat bukti pembantu alat bukti lain. Sedangkan fungsi lain dari identifikasi sidik jari adalah temasuk dalam alat bukti keterangan ahli (yang memberikan keterangan dari hasil identifikasi). Akibat hukum bagi pelaku / terdakwa (yang salah identitas akibat salah dalam mengidentifikasi sidik jari pada saat penyelidikan dan penyidikan) dalam persidangan yaitu dakwaan batal demi hukum (Pasal 143 ayat 3 KUHAP) dan dikembalikan ke Kepolisian untuk dilakukan proses penyidikan ulang terhadap kasus yang sama. Faktor-faktor yang menjadi penghambat bagi pihak kepolisian dalam menggunakan sidik jari sebagai sarana identifikasi korban dan mengungkap pelaku tindak pidana adalah : (1) faktor di TKP yang terdiri dari : cuaca buruk, binatang buas atau mikroorganisme, masyarakat yang merusak TKP, kecerobohan penyidik atau petugas identifikasi, tersangka yang merusak TKP, kurangnya data warga/masyarakat di kepolisian; dan (2) faktor di luar TKP.
TINJAUAN SOSIO YURIDIS ATAS PELANGGARAN KODE ETIK YANG DILAKUKAN OLEH ADVOKAT TERHADAP KLIENNYA DI KOTA JAYAPURA Fitriyah Ingratubun; Samsul Tamher; Rahman Ramli
Jurnal Hukum Ius Publicum Vol 2 No 2 (2022): Jurnal Hukum Ius Publicum
Publisher : LPPM STIH Umel Mandiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55551/jip.v4i4.30

Abstract

Abstrak Profesi advokat diakui sebagai salah satu instrumen hukum yang sama pentingnya dengan hakim dan penuntut umum di dalam pengadilan. Profesi Advokat adalah profesi yang dikenal sebagai officium nobile yang berarti “pekerjaan yang mulia dan terhormat”. Tulisan ini membahas tentang faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya suatu pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Advokat terhadap kliennya dan Bagaimanakah upaya yang dilakukan oleh PERADI (Perhimpunan Advokat Indonesia) Jayapura untuk menertibkan Advokat yang tergabung dalam organisasinya tersebut, agar tidak melakukan pelanggaran kode etik. Penegakan kode etik adalah usaha melaksanakan kode etik sebagaimana mestinya, mengawasi pelaksanaannya supaya tidak terjadi pelanggaran, dan jika terjadi pelanggaran memulihkan kode etik yang dilanggar itu supaya ditegakkan kembali. Seseorang yang menguasai hukum dan utamanya memiliki persyaratan formal untuk menyelesaikan kasus-kasus yuridis yang menimpa orang lain. Sejak dibentuknya UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, status advokat telah ditetapkan sebagai penegak hukum, sehingga dengan sendirinya dalam sistem penegakan hukum di Indonesia unsur penegak hukum memiliki kaitan dengan supra struktur formal dan infra struktur informal. Seorang advokat yang terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan mendapat sanksi terberat yaitu dikeluarkan dari keanggotaan organisasi pendiri, maka putusan tersebut bisa ditembuskan ke dewan kehormatan PERADI agar diperiksa dalam sidang kode etik yang berakibat pemutusan izin praktek. Kata Kunci: PERADI, Kode Etik, Advokat
KEWENANGAN BADAN KEHORMATAN DPR PAPUA TERHADAP PENEGAKAN HUKUM DALAM PELAKSANAAN KODE ETIK ANGGOTA DPRP PAPUA Edy Purwito; Arman Koedoeboen; Mustakim
Jurnal Hukum Ius Publicum Vol 2 No 2 (2022): Jurnal Hukum Ius Publicum
Publisher : LPPM STIH Umel Mandiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55551/jip.v4i4.31

Abstract

Pelaksanaan otonomi daerah sesuai Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 yang diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, telah merubah sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah dari sentralistik menjadi desentralistik. Badan Kehormatan (BK) dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. Badan Kehormatan (BK) DPR, sebuah alat kelengkapan tetap yang bertugas untuk menegakkan kode etik anggota dewan terbentuk. BK DPR adalah salah satu bentuk perwujudan tanggung jawab moral anggota dewan kepada rakyat. Pembentukan BK DPR merupakan tanggapan atas sorotan publik terhadap kinerja buruk sebagian anggota DPR. Badan Kehormatan DPR dalam fungsinya melakukan penelitian dan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Anggota DPR, dan pada akhirnya memberikan laporan akhir berupa rekomendasi kepada Pimpinan DPR sebagai bahan pertimbangan untuk menjatuhkan sanksi, sejauh mana proses monitoring itu telah dilakukan. Penelitian ini selanjutnya diarahkan untuk mereplikasi model konseptual kajian-kajian empiris yang telah disebutkan di atas. Model konseptual penelitian ini lahir dari eksistensi atau pengembangan model dari kajian-kajian empiris seperti yang telah disebutkan di atas yakni dengan fokus pengawasan DPRP berdasarkan pada tahapannya.
KAJIAN KRIMINOLOGI TERHADAP KEJAHATAN PEDOFILIA DI WILAYAH HUKUM POLRES KEEROM Wilhelmus Renyaan; Baharudin Saleh Ingratubun; Suheriyono
Jurnal Hukum Ius Publicum Vol 2 No 2 (2022): Jurnal Hukum Ius Publicum
Publisher : LPPM STIH Umel Mandiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55551/jip.v4i4.32

Abstract

Pemberian perlindungan terhadap setiap warga negara memang sudah dilakukan melalui berbagai mengeluarkan regulasi yang memberikan perlakuan khusus kepada kelompok rentan yaitu para perempuan, anak dan kaum usia lanjut. Kejahatan seksual ini tidak hanya menimpa anak perempuan, tetapi juga anak laki-laki yang rata-rata umurnya masih sangat belia bahkan yang lebih miris lagi adalah adanya anak balita yang menjadi korban kejahatan seksual ini. Pedofilia ini merupakan sesuatu yang unik, karena sudah seharusnya kejahatan seperti ini tidak hanya dikaji dan dianalisa dari aspek hukum semata, namun perlu juga dilihat dari aspek lain, dan dalam hal ini penulis sangat tertarik untuk melakukan penelitian guna melihat dan mengkaji tentang potensi terjadinya kejahatan pedofilia dari aspek kriminologi guna menemukan secara utuh tentang kejahatan, penjahat maupun reaksi masyarakat terhadap pelaku maupun kejahatannya. Upaya dalam menanggulangi perilaku kejahatan Pedofilia maka perlu melakukan pendampingan serta memberikan pelayanan koseling kepada orang tua agar upaya-upaya preventif ditindak lanjut dalam tataran pencegahan sebelum terjadinya kejahatan. Perlu dilakukan patroli sambang khusus di daerah yang rawan/pelosok atau pedalaman selain itu dibutuhkan kerjasama masyarakat yaitu dengan langsung melaporkan kepada pihak kepolisian apabila terjadi kasus kejahatan seksual, sekain itu juga dubutuhkan peran aktif dari tokoh agama untuk memberikan pemahaman mengenai dampak kejahatan seksual dari sudut pandang agama dan moral.
UPAYA PENCEGAHAN TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM MELAKUKAN PEMBATASAN TRANSAKSI TUNAI DI PERBANKAN Yohanis Sudiman Bakti; Salesius Jemaru; Zainal Ingratubun
Jurnal Hukum Ius Publicum Vol 2 No 2 (2022): Jurnal Hukum Ius Publicum
Publisher : LPPM STIH Umel Mandiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55551/jip.v4i4.33

Abstract

Ketentuan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang diatur kewajiban pelaporan Penyedia Jasa Keuangan (PJK) kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) berupa Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) atau Suspicious Transaction Report (STR) dan Laporan Tranksaksi Keuangan Tunai (LTKT) atau Cash Transaction Report (CTR) kepada PPATK. Berkaca pada hal demikian, pada tahun 2011, pemerintah Indonesia dalam Strategi Nasional Pemberantasan Korupsi kemudian mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 17 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2012. Pembatasan pembawaan uang tunai di Indonesia bukanlah hal baru karena Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang dikeluarkan telah jauh menetapkan suatu ketentuan mengenai kewajiban bagi setiap orang untuk melaporkan pembawaan uang tunai rupiah sebesar Rp.100.000.000 (seratus juta rupiah) atau lebih, atau dalam mata uang asing yang nilainya setara Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah) untuk melaporkannya kepada Ditjen Bea dan Cukai berikut dengan sanksinya. Dengan adanya pembatasan transaksi tunai, dimana setiap transaksi dalam jumlah besar harus melalui lembaga keuangan, diharapkan semua transaksi akan tercatat dalam pembukuan. Pembatasan ini termasuk juga didalamnya transaksi yang menggunakan e-money, baik berupa kartu debit maupun kredit. Selain memberikan dampak atau pengaruh pada pemberantasan praktik korupsi dan pencucian uang dengan signifikan,adanya pembatasan transaksi tunai juga diarahkan untuk mewujudkan cita-cita menuju masyarakat non-tunai atau less-cash society dan juga efisiensi sistem pembayaran.
ANALISIS PERAN KEPOLISIAN RESOR BOVEN DIGOEL DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PERJUDIAN UNTUK MEWUJUDKAN KETERTIBAN MASYARAKAT M. Husni Ingratubun; Semy Latunussa; M. Hafidz Ingsaputro
Jurnal Hukum Ius Publicum Vol 2 No 2 (2022): Jurnal Hukum Ius Publicum
Publisher : LPPM STIH Umel Mandiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55551/jip.v4i4.34

Abstract

Perjudian sendiri merupakan tindakan yang bertentangan dengan norma-norma yang ada. Hal ini sesuai dengan pertimbangan yang ada pada Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian yang mengatakan bahwa pada hakekatnya perjudian bertentangan dengan agama, kesusilaan, dan moral Pancasila yang membahayakan bagi kehidupan masyarakat dan bangsa. Banyaknya kasus perjudian yang beraneka ragam di Indonesia pada umumnya dan di wilayah Kabupaten Boven Digoel pada khususnya sangat membahayakan bagi kelangsungan aktivitas perekonomian dan dapat mengarah pada peningkatan dilakukannya tindak pidana lain di masyarakat. Yang lebih Uniknya lagi perjudian ini sudah melibatkan kalangan “the haves” hanya untuk sekedar iseng-iseng ataupun rekreasi, dan untuk kota Boven Digoel sendiri perjudian dilakukan hampir seluruh lapisan masyarakat. Dalam memberantas perjudian sebenarnya tidak perlu dilakukan dengan membentuk tim khusus, cukup melalui operasi rutin, karena perjudian ini sama halnya dengan umur manusia, jadi cukup diperangi dengan operasi rutin dan disertai komitmen yang kuat untuk memberantas perjudian dari aparat kepolisian dan masyarakat. Dalam mengatatasi hambatan tersebut beberapa upaya telah dilakukan oleh Polres Boven Digoel dalam menanggulangi Tindak Pidana Perjudian. Jajaran Polres Boven Digoel dalam menangani kasus perjudian mengambil langkah dan pendekatan khusus melalui fungsi Bimbingan Masyarakat (Binmas).
PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM MEWUJUDKAN PEMILIHAN UMUM YANG DEMOKRATIS DI PROVINSI PAPUA DALAM PERSPEKTIF BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM Roida Hutabalian; Eren Arif Budiman
Jurnal Hukum Ius Publicum Vol 2 No 2 (2022): Jurnal Hukum Ius Publicum
Publisher : LPPM STIH Umel Mandiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55551/jip.v4i4.36

Abstract

Dalam sistem politik negara Indonesia, pemilu merupakan salah satu proses politik yang dilaksanakan setiap lima tahun, baik untuk memilih anggota legislatif, maupun untuk memilih anggota eksekutif. Anggota legislatif yang dipilih dalam pemulu lima tahun tersebut, terdiri dari anggota legislatif pusat/parlemen yang dalam ketatanegaraan Indonesia biasanya disebut sebagai DPR-RI, kemudian DPRD Daerah Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia melalui amandemen pertama hingga ketiga pada tahun 2002, telah memberi peluang pemberian hak politik masyarakat untuk memilih presiden secara langsung, dimana sebelumnya presiden hanya dipilih oleh MPR sebagai lembaga tertinggi negara ini. Namun perubahan konstitusi telah merubah pula kelembagaan politik negara ini. Peran Serta Masyarakat Dalam Mewujudkan Pemilihan Umum Yang Demokratis di Provinsi Papua harus diwujudkan karena hal itu menjadi indikator Pemilu yang Demokratis.
PERANAN PENYIDIK DALAM PENERAPAN DIVERSI TERHADAP PERKARA TINDAK PIDANA ANAK Herniati; Kajagi Kalman; Trendy Habibi Ariyanto
Jurnal Hukum Ius Publicum Vol 2 No 2 (2022): Jurnal Hukum Ius Publicum
Publisher : LPPM STIH Umel Mandiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55551/jip.v4i4.37

Abstract

Dalam melaksanakan diversi terhadap anak yang berkonflik dengan hukum, sebenarnya polisi telah memiliki payung hukum baik berdasarkan peraturan perundang-undangan yang memberi wewenang untuk tindakan tersebut maupun pedoman pelaksana di Internal Kepolisian dengan keluarnya Telegram (TR) Kabareskrim Polri No.1124/XI/2006. Anak yang melakukan pelanggaran hukum atau melakukan tindakan kriminal sangat dipengaruhi beberapa faktor lain di luar diri anak. Restorative Justice adalah bentuk yang paling disarankan dalam melakukan diversi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. Peran penyidik dalam menangani perkara anak yang berhadapan dengan hukum , maka saat penyidik mengetahui bahwa perkara tersebut tersangkannya adalah anak dibawa umur maka penyidik wajib melakukan diversi jika tindak pidana tersebut ancaman hukumnya di bawah 7 tahun dan bukan merupakan tindak pidana berulang sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistim Peradilan Pidana Anak.
HUKUM PIDANA ADAT “ANTARA ADA DAN TIADA” Fransiscus X Watkat; Eren Arif Budiman
Jurnal Hukum Ius Publicum Vol 2 No 2 (2022): Jurnal Hukum Ius Publicum
Publisher : LPPM STIH Umel Mandiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55551/jip.v4i4.38

Abstract

Bagi hukum adat, khususnya hukum pidana adat, persoalan mengenai yang sebenarnya terjadi tidak akan pernah dipisahkan sejelas-jelasnya dari persoalan yang seharusnya dilakukan. Ada saatnya ketika penyimpangan dari peraturan menciptakan kembali (remake) peraturan itu sendiri. Dengan demikian setiap tindakan berperan ganda, yakni pelanggaran adat diaggap sebagai tindakan yang bertentangan dengan hukum adat, atau hukum yang hidup dalam masyarakat, sekaligus pelanggaran adat itu dijadikan bagian dari proses pendefenisian hukum pidana adat. Karena itu, perbedaan antara pemilihan peraturan dan pengambilan keputusan berdasarkan peraturan masih belum jelas defenisinya apabila kita berbicara mengenai eksistensi/kedudukan hukum pidana adat dalam kajian hukum positf di Indonesia. Hukum pidana adat ini masih tetap hidup dalam masyarakat hukum adat yang masih memegang teguh nilai adat istiadat mereka. Namun dalam hukum positif di Indonesia keberadaan hukum pidana adat ini antara ada dan tiada.

Page 1 of 1 | Total Record : 9