cover
Contact Name
Lis Julianti
Contact Email
jhs.unmas@gmail.com
Phone
+6281999418102
Journal Mail Official
jhs.unmas@gmail.com
Editorial Address
Jalan Kamboja No 11A, Denpasar
Location
Kota denpasar,
Bali
INDONESIA
Jurnal Hukum Saraswati
ISSN : 2715758X     EISSN : 27209555     DOI : https://doi.org/10.36733/jhshs.v2i2
Core Subject : Social,
Jurnal Hukum Saraswati (JHS) is a journal that contains legal issues that are critically discussed by writers working directly in the field of law. This journal is published twice a year, in March and September and published by the Faculty of Law, Mahasaraswati University, Denpasar.
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 10 Documents
Search results for , issue "Vol. 2 No. 2 (2020): Jurnal Hukum Saraswati" : 10 Documents clear
PENGATURAN HUKUM BAGI PELAKU PEDAGANGAN MANUSIA MELALUI MEDIA INTERNET DI INDONESIA I Nengah Susrama
Jurnal Hukum Saraswati (JHS) Vol. 2 No. 2 (2020): Jurnal Hukum Saraswati
Publisher : Faculty of Law, Mahasaraswati University, Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36733/jhshs.v2i2.1373

Abstract

Di Indonesia, Kasus pelaku tindak pidana perdagangan manusia masih banyak ditemui. Dewasa ini, dengan kemajuan teknologi dan informasi, seringkali kita temui kasus-kasus pelaku perdagangan manusia di internet. Dalam jurnal ini, penulis akan membahas mengenai sanksi pidana mengenai pelaku perdagangan manusia dan mengenai peran Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dalam penanganan kasus pelaku perdagangan manusia di internet. Metode Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dimana melihat permasalahan dari kajian bahan-bahan hukum seperti buku atau artikel yang membahas tentang perdagangan manusia sebagai referensi bahan pokok dan bahan hukum sekunder. Perdagangan manusia dikategorikan sebagai tindak pidana, yang lebih tepatnya tindak pidana khusus. Dalam hukum pidana Indonesia telah diatur dengan berbagai ketentuan. Ketentuan mencakup larangan dan pemberantasan seperti disebutkan didalam KUHP, Peraturan Perundang-Undangan dan didalam RUU KUHP, Bab XX, Pasal 546-561 tentang perdagangan manusia, yang penerapan sanksinya diancam dengan hukum pidana pidana penjara dan hukum pidana denda. Perdagangan manusia merupakan kejahatan yang terorganisir dan tersistematis, dimana orang yang termasuk didalamnya memiliki kepentingan pribadi atau kelompok untuk mendapat keuntungan
REKONSEPTUALISASI PERADILAN ADAT DALAM MENYELESAIKAN KONFLIK TANAH ULAYAT YANG BERDASARKANTRI HITA KARANA I WAYAN EKA ARTAJAYA S.H.,M.Hum.; I GUSTI NGURAH ANOM,S.H.,M.H.
Jurnal Hukum Saraswati (JHS) Vol. 2 No. 2 (2020): Jurnal Hukum Saraswati
Publisher : Faculty of Law, Mahasaraswati University, Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36733/jhshs.v2i2.1374

Abstract

Rekonseptualisasi Peradilan Adat Dalam Menyelesaikan Konflik tanah Ulayat/tanah adat yang berdasarkan TriHita Karana. Penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh peradilan adat Kerta Desa dalam menyelsaikan sengketa tanah ulayat di Bali yang mengacu pada Pasal 18 B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Peraturan Daerah Provisi No 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat. Perlu adanya rekonseptualisisi terhadap sistem peradilan adat, mulai dari putusan peradilan adat, sistem dari peradilan adat, serta sistem aturan yang lebih tinggi, yang nantinya memberikan kekuatan hukum kepada putusan dari peradilan adat khusus sengketa tentang tanah Ulayat untuk tidak dapat diajukan Kembali kesistem peradilan negeri. Penyelesiaan sengketa tanah Ulayat diharapkan kedepannya dapat diatur dalam sistem perundang-undangan, untuk memberikan hak sepenuhnya terhadap peradilan adat untuk menyelesaikan sengketa berdasarkan filosofis dari Tri Hita Karana.
KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN PARIWISATA ANAK AGUNG ADI LESTARI, S.H.,M.H.; NI PUTU NONI SUHARYANTI, S.H.,M.H.
Jurnal Hukum Saraswati (JHS) Vol. 2 No. 2 (2020): Jurnal Hukum Saraswati
Publisher : Faculty of Law, Mahasaraswati University, Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36733/jhshs.v2i2.1376

Abstract

Pariwisata mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi diberbagai Negara termasuk salah satunya Negara Indonesia. Pariwisata menjadi salah satu sektor unggulan dalam memperoleh devisa. Upaya pengelolaan obyek-obyek tempat pariwisata dibeberapa daerah di Indonesia saat ini cukup meningkat hal ini ditunjukkan dengan semakin meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan ke berbagai tempat pariwisata di Indonesia. Karena peningkatan itulah pemerintah perlu membentuk suatu kebijakan yaitu kebijakan pariwisata untuk mengatur agar perkembangan pariwisata tetap memperhatikan aturan-aturan hukum yang ada serta norma-norma yang ada dimasyarakat sekitar daerah pariwisata agar tercipta ketertiban umum dan keamanan bagi wisatawan yang berkunjung. Komitment pemerintah merupakan hal yang sangat penting dalam mencapai keberhasilan pencapaian dibidang pariwisata. Kuatnya komitmen pemerintah dapat memobilisasi sumber daya yang dimiliki sehingga pengembangan pariwisata dapat semakin cepat dan optimal. Keseriusan pemerintah Indonesia dalam pengembangan sektor pariwisata salah satunya dapat dilihat dengan adanya beberapa peraturan perundang-undangan yang dibentuk untuk mengatur ketertiban dalam kegiatan bisnis di sektor pariwisata salah satunya yaitu dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.
IMPLEMENTASI HUKUM PIDANA TERHADAP RESPONSIF NEGATIF MASYARAKAT GLOBAL DALAM MELAKUKAN TINDAKAN BUNUH DIRI DI WILAYAH HUKUM PROVINSI BALI MADE EMY ANDAYANI CITRA, S.H.,M.H.; I GST. BGS. HENGKI, BA,SH,S.PD,MH
Jurnal Hukum Saraswati (JHS) Vol. 2 No. 2 (2020): Jurnal Hukum Saraswati
Publisher : Faculty of Law, Mahasaraswati University, Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36733/jhshs.v2i2.1377

Abstract

Bali sebagai industri pariwisata tingkat internasional yang membawa warga masyarakat Bali menuju kepada masyarakat modern / masyarakat global yang serba komplek dan serba cepat( instan ) yang disertai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, tranfortasi, komunikasi, ekonomi dan berbagai masalah hidup bagi warganya. Bali pada tahun 1960an secara pelan-pelan telah mengubah watak penghuninya dari budaya agraris yang membawa masyarakat Bali lebih humanis, sedangkan budaya pariwisata, waktu diubah menjadi nilai uang semata, warga masyarakat Bali makin individualis dari sisi lain budaya pariwisata membawa masyarakat Bali ke arah masyarakat global dengan pola kehidupan yang serba modern yang dengan sendirinya juga membawa berbagai masalah hidup seperti masalah kesehatan, masalah ekonomi, masalah pendidikan, masalah lapangan kerja, masalah pengaruh budaya negatif dari luar, gangguan kesehatan jiwa/mental dan sebagainya. Bagi warga masyarakat Bali yang menghadapi berbagai permasalahan hidup tersebut diatas diantaranya meresfon negatif berupa melakukan tindakan bunuh diri dengan menganggap permasalahan yang mereka alami sudah selesai dan mendapat solusi yang paling baik dan tepat. Bunuh diri merupakan perbuatan perilaku yang menyimpang atau disorganisasi sosial, penyimpangan ajaran agama-agama yang ada di Indonesia. Sehingga melalui penelitian ini dapat diharapkan mendapat jawaban tentang implementasi hukum pidana terhadap responsif negatif masyarakat global dalam melakukan tindakan bunuh diri di wilayah hukum Provinsi Bali, yang melatar belakangi perbuatan bunuh diri, modus operandinya dan upaya pencegahannya, selanjutnya dapat bermanfaat bagi masyarakat luas, pendidik, orang tua, aparat pemerintah eksekutif dan legislatif dalam rencana mengisi kekosongan hukum dan juga aparat penegak hukum, yang sekaligus juga merupakan salah satu wujud pengabdian kepada masyarakat serta melaksanakan proses kegiatan pendidikan.
FUNGSIONALITAS PENGAMANAN PEMBANGUNAN STRATEGIS BERBASIS DIGITAL DALAM PENCEGAHAN KORUPSI DI INDONESIA I MADE AGUS MAHENDRA ISWARA, S.H., M.H.
Jurnal Hukum Saraswati (JHS) Vol. 2 No. 2 (2020): Jurnal Hukum Saraswati
Publisher : Faculty of Law, Mahasaraswati University, Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36733/jhshs.v2i2.1378

Abstract

Konsekuensi dari banyaknya pembangunan infrastruktur yang dilaksanakan potensi penyimpangan korupsi cukup tinggi. Sebagai upaya mengatasi hal tersebut, Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga pemerintah yang menjalankan tugas dan fungsi penegakan hukum harus mampu terlibat sepenuhnya dalam proses pembangunan antara lain turut menciptakan kondisi mendukung dan mengamankan pelaksanaan pembangunan. Pada awalnya Kejaksaan RI membentuk Tim Pengawal dan Pengamanan Pemerintahan dan Pembangunan (TP4) Kejaksaan Republik Indonesia. Adapun salah satu tugas dan fungsinya adalah mengamankan dan mendukung keberhasilan pembangunan melalui upaya-upaya pencegahan/preventif. Namun dalam perjalananya Tim TP4 dibubarkan sebab banyak ditemukan penyimpangan. Bubarnya TP4 tidak menghalangi Kejaksaan RI untuk tetap melaksanakan pengamanan pembangunan strategis melalui Direktorat Pengamanan Pembangunan Strategis pada Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen.Bahwa kegagalan Tim TP4 dalam melaksanakan tugas dan fungsinya melakukan pengamanan pembangunan salah satunya disebabkan kinerja aparat kejaksaan masihberifat pasif dan bersifat formal.Suatu pembangunan strategis merupakan program prioritas presiden maka diperlukan tindakan strategis. Oleh karena itu perlu fungsionalisasi PPS berbasis digital sebagai solusi pencegahan korupsi dan mensukseskan pembangunan strategis.
KAJIAN HUKUM TERHADAP HAK PEKERJAYANG DIRUMAHKAN PADA MASA PANDEMI COVID (19) BERDASARKAN UNDANG - UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN Ahmad Rifai; Gusti Ayu Ratih Damayanti
Jurnal Hukum Saraswati (JHS) Vol. 2 No. 2 (2020): Jurnal Hukum Saraswati
Publisher : Faculty of Law, Mahasaraswati University, Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36733/jhshs.v2i2.1379

Abstract

Pembangunanketenagakerjaan yang dilakukan atas asas keterpaduan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan daerah. Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan telah mengatur tentang segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah kerja. Dengan terjadinya kasus pandemi COVID-19 di Indonesia yang berdampak terhadap ekonomi dan dunia usaha yang mengakibatkan banyaknya terjadi PHK dan Perumahan bagi pekerja oleh sebab itu dalam penulisan ini perlu di bahas masalah perbedaan hak pekerja yang di PHK dengan pekerja yang dirumahkan menurut hukum ketenagakerjaan.Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan metode pendekatan Perundang-undangan ( statutte approach ). pendekatan konsep ( conseptual approach ). Melihat setatus pekerja ada dua macam yaitu pekerja yang bekerja dengan perjanjian kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) dan pekerja dengan setatus Perjanjian Pekerja Waktu Tertentu (PKWT) PKWT akan Putus hubungan kerjanya jika pekerja sendiri berhenti atau jika diputuskan oleh Pengusaha atauputus demi hukum hal ini karena pekerjatelah memasuki masa pensiun sedangkan PKWT akan putus hubungan kerjanya apabila perjanjian kerja tersebut berakhir terkait dengan perumahan pekerja ini terlebih dahulu harus disepakati dalam perjanjian kerja bersama dan kesepakatan kerja bersama karena tidak cukup hannya menggunakan perjanjian kerja yang dibuat oleh kedua belah pihak saja. Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterimaBerbeda halnya dengan pekerja yang dirumahkan karena masih bersetatus sebagai pekerja dan berhak atas berhak mendapat upah setiap bulannya, tunjangan dan hak-hak lain.
SISTEM JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN BAGI PEGAWAI NON-ASN IDA BAGUS GEDE ANGGA S.H., M.H.
Jurnal Hukum Saraswati (JHS) Vol. 2 No. 2 (2020): Jurnal Hukum Saraswati
Publisher : Faculty of Law, Mahasaraswati University, Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36733/jhshs.v2i2.1380

Abstract

Jaminan sosial ketenagakerjaan adalah perlindungan hak dasar tenaga kerja untuk melindungi diri serta keluarga dari adanya resiko sosial yang dapat terjadi dimanapun dan kapanpun. Pegawai Non-ASN yang banyak ada di pemerintahan saat ini juga merupakan bagian dari tenaga kerja yang dimaksud, tetapi dilapangan masih banyak pegawai Non-ASN yang belum mendapatkan perlindungan jaminan sosial ketengakerjaan, karena tidak terdapat pengaturan terhadap perlindungan dari pegawai non-ASN. Penelitian ini mempergunakan metode penelitian normatif untuk menjawab permasalahan tersebut dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konsep.Penyelenggaraan jaminan sosial ketenagakerjaan telah diatur di Indonesia dalam tercantum dalam Undang-Udang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan yang mana dalam kedua aturan tersebut telah memberikan kepastian hukum terhadap seluruh tenaga kerja pada setiap segmentasinya. Secara ekspilisit tidak ada aturan yang mengatur tentang perlindungan terhadap pegawai non-ASN, tetapi jika merujuk kembali ke Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 bahwa setiap pemberi kerja termasuk di dalamnya pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib mendaftarkan pekerjanya kedalam program jaminan sosial pada badan penyelenggara jaminan sosial.
KEDUDUKAN WARIS MULIH DAA DAN ANAK TIRINYA DARI PERKAWINAN NYEBURIN BERDASARKAN HUKUM ADAT BALI Anak Agung Ayu Intan Puspadewi
Jurnal Hukum Saraswati (JHS) Vol. 2 No. 2 (2020): Jurnal Hukum Saraswati
Publisher : Faculty of Law, Mahasaraswati University, Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36733/jhshs.v2i2.1381

Abstract

Akibat perceraian pada wanita bali berdampak kembalinya wanita tersebut kerumah asalnya dalam hukum adat bali disebu tmulih daa. Seorang wanita mulih daa tidak menutup kemungkinan untuk melakukan perkawinan kembali salah satunya dengan bentuk perkawinan nyeburin, dan dalam perkawinan tersebutterdapat anak tiri yang dibawa dari pihak suami. Permasalahannya yaitu mengenai kedudukan hak waris seorang wanita mulih daa dan hak waris anak tiri akibat perkawinan nyeburin. Metode yang digunakan yaitu kualitatif dengan teknik studi kepustakaan, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik deskriptif dan teknik sistematis. Kedudukan waris mulih daa yang telah melakukan perkawinan nyeburin menurut hukum adat bali terhadap harta kekayaan keluarga asalnya tidak dapat mewaris dan anak tiri akibat perkawinan nyeburin tidak mempunyai hak waris terhadap harta warisan dari keluarga ibu tirinya. Saran yang dapat diberikan yaitu pertama perlu adanya penguatan hubungan antara sepasang suami isteri yang telah melangsungkan perkawinan dan perlu pemahaman terkait dampak mulih daa dan perkawinan nyeburin.
UPAYA HUKUM YANG DITEMPUH OLEH PEKERJA APABILA TERJADI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN Ni Made Trisna Dewi
Jurnal Hukum Saraswati (JHS) Vol. 2 No. 2 (2020): Jurnal Hukum Saraswati
Publisher : Faculty of Law, Mahasaraswati University, Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36733/jhshs.v2i2.1383

Abstract

Perselisihan adalah hal yang sangat umum dalam kehidupan manusia. Begitu pula perselisihan perburuhan di dalam setiap perusahaan selalu terkait dengan hubungan antara pengusaha dengan pekerja. Antara majikan dan pekerja ada hubungan kerja. Dalam hal pemutusan hubungan kerja (PHK) sudah barang tentu kita akan berpijak pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan diatur mengenai pemutusan hubungan kerja yang terjadi di badan usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara, maupun usaha- usaha sosial dan usaha- usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. Simpulan dari penelitian ini adalah pengusaha dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja sejauh terjadinya kesalahan-kesalahan ataupun sebab lain yang mengakibatkan terjadinya perselisihan atau ketidakcocokan antara kedua belah pihak yang biasanya sering berakhir dengan terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Upaya hukum yang dilakukan oleh pekerja apabila pemutusan hubungan kerja dilakukan secara sepihak yaitu dengan menemui pengusaha dan mengadakan perundingan atau musyawarah secara Bipartite, karena setiap rencana atau kehendak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) harus dirundingkan terlebih dahulu antara kedua belah pihak. Dan apabila tidak dapat diselesaikan melalui cara mediasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka masalah tersebut perlu segera diajukan oleh mediator kepada Lembaga konsiliasi untuk pemutusan hubungan kerja perseorangan dan / atau untuk pemutusan hubungan kerja besar-besaran sesuai dengan Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
PERSYARATAN WAJIB UNTUK MELAKUKAN PERCERAIAN SEBAGAI UPAYA MENEGAKKAN ASAS MEMPERSUKAR TERJADINYA PERCERAIAN Siti Chomsiyah; I Wayan Agus Vijayantera
Jurnal Hukum Saraswati (JHS) Vol. 2 No. 2 (2020): Jurnal Hukum Saraswati
Publisher : Faculty of Law, Mahasaraswati University, Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36733/jhshs.v2i2.1384

Abstract

Salah satu asas dalam Undang-Undang Perkawinan adalah asas mempersukar terjadinya perceraian. Keberadaan asas mempersulit terjadinya perceraian adalah adanya kewajiban alasan untuk melakukan perceraian hingga proses perceraian wajib melalui pengadilan. Dalam pembahasannya, terdapat beberapa alasan hukum untuk melakukan perceraian sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975. Wajib adanya alasan untuk melakukan perceraian diharapkan agar tidak mudah melakukan perceraian. Proses melakukan perceraian diwajibkan melalui prosedur penyelesaian melalui Pengadilan Negeri setempat yang tentunya mewajibkan adanya proses penyelesaian alternatif sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016. Proses melakukan perceraian dengan tahapan yang panjang mulai dari wajib melakukan penyelesaian secara mediasi hingga proses penyelesaian di Pengadilan memiliki harapan supaya para pihak berpikir kembali dan tidak jadi melakukan perceraian.

Page 1 of 1 | Total Record : 10