cover
Contact Name
Rinto Hasiholan Hutapea
Contact Email
rintohutapea81@gmail.com
Phone
+6281330296185
Journal Mail Official
danumpambelum21@gmail.com
Editorial Address
Institut Agama Kristen Negeri Palangka Raya Alamat: Jl. Tampung Penyang No.KM.6, Menteng, Kec. Jekan Raya, Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah 73112
Location
Kota palangkaraya,
Kalimantan tengah
INDONESIA
Danum Pambelum: Jurnal Teologi dan Musik Gereja
ISSN : 27976858     EISSN : 2797684X     DOI : https://doi.org/10.54170/dp.v1i2
Danum Pambelum: Jurnal Teologi Dan Musik Gereja adalah jurnal yang diterbitkan oleh Institut Agama Kristen Negeri Palangka Raya. Periode Terbitan Jurnal ini yaitu bulan Mei dan November. Ruang Lingkup kajian jurnal ini di antaranya: Teologi Perjanjian Lama, Teologi Perjanjian Baru, Teologi dan Budaya, Misiologi, Sosiologi Agama, dan Musik Gereja.
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 48 Documents
Menafsir Ulang Makna בּ֣וֹרְאֶ֔יךָ dalam Pengkotbah 12:1: Sebuah Upaya Menangkap Pesan Qohelet terhadap Milieu-nya Yane Octavia Rismawati Wainarisi
Danum Pambelum: Jurnal Teologi dan Musik Gereja Vol 1 No 1 (2021): DPJTMG: Mei
Publisher : Institut Agama Kristen Negeri Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (337.338 KB) | DOI: 10.54170/dp.v1i1.32

Abstract

Biblical Hebrew actually composed with the consonant letter only. To get the original sound of Hebrew Bible, the Bible Editor use Nikud. This is cause one word with the same consonant in Hebrew can have many letters, sounds, and different meaning. This causes new problems in the translation and interpretation of the Bible, especially in finding the original meaning of the author of the Bible. Even so, the process of translating and interpreting the Bible can be approached in another way, namely by looking at the original context (sitz im leben) of the first reader or recipient of the original message (milieu). This phenomenon also occurs in Qohelet's writing which is the study of this paper. The word בּ֣וֹרְאֶ֔יךָ in the text of Ecclesiastes 12: 1 has the root בר which can have a variety of meanings when it is added to Nikud. While the time span from 3-2 BC century BC to the writing of Qohelet is quite far and errors in the gift of Nikud may lead to different interpretations. For this reason, a form criticism and cultural semiotics approach needs to be done to bridge this. This article is about Qohelet with the paradigm of human development that he aimed at young Jewish people at that time. Created with the approach of Cultural Semiotics and Form Criticism in the Old Testament with various book references as research aids. Bahasa Ibrani Alkitab umumnya terdiri dari huruf-huruf konsonan saja. Untuk memperoleh bunyi yang sesuai dengan aslinya, tulisan Bahasa Ibrani dibantu dengan Nikud. Hal ini menyebabkan satu kata dengan konsonan yang sama dalam Bahasa Ibrani dapat memiliki berbagai tulisan, bunyi dan menghasilkan berbagai arti yang berbeda. Hal ini menyebabkan persoalan baru dalam proses penterjemahan dan penafsiran Alkitab terutama untuk dapat menemukan makna asli dari si pengarang Alkitab. Pun demikian, proses penterjemahan dan penafsiran Alkitab ini dapat didekati dengan cara lain yaitu dengan melihat konteks asli (sitz im leben) dari pembaca pertama atau penerima pesan aslinya (milieu). Fenomena ini juga yang terjadi dalam tulisan Qohelet yang menjadi kajian dari tulisan ini. Kata בּ֣וֹרְאֶ֔יךָ dalam teks Pengkhotbah 12:1 memiliki kata dasar בר dapat menimbulkan beragam arti jika sudah ditambahi dengan Nikud. Sementara rentang waktu dari abad ke 3-2 SM masa penulisan Qohelet cukup jauh dan kesalahan dalam pemberian Nikud bisa saja menimbulkan penafsiran yang berbeda. Untuk itu, pendekatan Kritik Bentuk dan Semiotik budaya perlu dilakukan untuk menjembatani hal ini. Artikel ini adalah tentang Qohelet dengan paradigma pembangunan manusia yang ia tujukan kepada anak-anak muda Yahudi masa itu. Dibuat dengan pendekatan Semiotik Budaya dan Kritik Bentuk dalam Perjanjian Lama dengan berbagai referensi buku sebagai alat bantu penelitian.
Makna Kemah Suci Hingga Bait Allah Bagi Kehidupan Religius Kristen Masa Kini Jhon Leonardo Presley Purba
Danum Pambelum: Jurnal Teologi dan Musik Gereja Vol 1 No 1 (2021): DPJTMG: Mei
Publisher : Institut Agama Kristen Negeri Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (666.751 KB) | DOI: 10.54170/dp.v1i1.33

Abstract

The religious life of today's Christians cannot be separated from the religious life of God's people in Old Testament times centered on the Tabernacle and temple. Therefore, this study aims to find and explain the meaning of the Tabernacle and the Temple for today's Christian religious life. This research is presented in descriptive qualitative form. The method used is literature studies to collect as many theories as possible from literature materials that correlate with research topics. The sources used are textbooks, physical or e-books, and journals. The results of this study show the Tabernacle of God, through Moses, speaks of the image of Christ in His journey, ministry and glory on earth. While the Temple, through Solomon, spoke of Christ in His ministry and glory in heaven. Implementation for Christians today, everyone must come to God through faith in Christ, Christians are the temple or dwelling place of the Spirit of God today, God is always present and leads the christian life, Christians must offer themselves to God and be His witnesses in the world. Kehidupan religius orang Kristen masa kini tidak dapat dilepaskan dari kehidupan religius umat Allah pada zaman Perjanjian Lama yang berpusat pada Kemah Suci dan Bait Allah. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mencari dan menjelaskan makna Kemah Suci dan Bait Allah bagi kehidupan religius Kristen masa kini. Penelitian ini disajikan dalam bentuk kualitatif deskriptif. Metode yang digunakan adalah studi literature untuk mengumpulkan sebanyak mungkin teori dari bahan kepustakaan yang berkorelasi dengan topik penelitian. Sumber-sumber yang digunakan adalah buku teks, fisik atau e-book, dan jurnal. Hasil penelitian ini menunjukkan Kemah Suci Allah, melalui Musa, berbicara tentang gambaran Kristus dalam perjalanan, pelayanan dan kemuliaan-Nya di bumi. Sedangkan Bait Allah, melalui Salomo, berbicara tentang Kristus dalam pelayanan dan kemuliaan-Nya di surga. Implementasi bagi Kristen masa kini, setiap orang harus datang kepada Allah melalui iman dalam Kristus, orang Kristen adalah bait atau tempat berdiamnya Roh Allah saat ini, Allah senantiasa hadir dan menuntun kehidupan orang Kristen, orang Kristen harus mempersembahkan dirinya bagi Allah dan menjadi saksi-Nya di dunia.
Prinsip-Prinsip Etika Kristiani Bermedia Sosial Simon Simon; Tan Lie Lie; Heppy Wenny Komaling
Danum Pambelum: Jurnal Teologi dan Musik Gereja Vol 1 No 1 (2021): DPJTMG: Mei
Publisher : Institut Agama Kristen Negeri Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (282.623 KB) | DOI: 10.54170/dp.v1i1.36

Abstract

Indonesian netizens are often labeled as social media users at will without heeding politeness when interacting. This assessment is further confirmed by a survey conducted by Microsoft, that Medsos users are labeled as netizens with the worst politeness level for Southeast Asia scale. The predicate is certainly aimed at allreligius netizens without emphasizing certain beliefs. The low politeness indicates the lack of social media ethics applied by the people of the country. Ironically, Indonesia is known as areligius and civilized country, it seems invisible if you look at the behavior of netizens who are. The method used in this paper is descriptive qualitative method with a literature study approach. The description of this topic religion certainly teaches how politeness and politeness in the public space are displayed especially in social media, because politeness is an indikator we are called ethical or not. The principle of Christian ethics teaches that when using social media what a believer must do is not to do body shaming with other online media users, or not to comment racistically. Because God does not differentiate between fellow humans by loving one and not loving another just because humans are different physically, race or nation. The next principle of Christian ethics in social media is not to argue theologically and not to spit negative things. The goal is to avoid quarrels, let alone hate speech. Netizen Indonesia kerap di cap sebagai pengguna media sosial sesuka hati tanpa mengindahkan kesantunan ketika berinteraksi. Penilaian ini makin dipertegas melalui survei yang dilakukan oleh Microsoft, bahwa pengguna Medsos dilabeli sebagai netizen dengan tingkat kesopanan paling buruk untuk skala Asia Tenggara. Predikat itu tentu ditujukan kepada semua netizen yang beragama tanpa menitik-beratkan keyakinan tertentu. Rendahnya kesopanan menandakan kurangnya etika bermedia sosial diterapkan oleh masyarakat tanah air. Ironisnya, Indonesia yang di kenal sebagai negara yang religius dan beradab, hal itu seakan tidak terlihat bila melihat perilaku netizen yang bar-bar. Metode yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode kualitatif deskriftif dengan pendekatan studi kepustakaan. Uraian dari topik ini agama tentu mengajarkan bagaimana kesopanan dan kesantunan di ruang publik ditampilkan terlebih dalam bermedia sosial, karena kesopanan itu merupakan indikator kita di sebut beretika atau tidak. Prinsip etika Kristiani mengajarkan bahwa ketika bermedia sosial yang harus dilakukan orang Kristen adalah tidak melakukanbody shaming kesesama pengguna media online, maupun tidak berkomentar secara rasis. Karena Allah tidak membeda-bedakan sesama manusia dengan mengasihi yang satu dan tidak mengasihi yang lain hanya karena manusia itu berbeda secara fisik, ras atau bangsa. Prinsip etika Kristiani berikutnya dalam bermedia sosial adalah tidak berdebat secara teologis dan tidak mengumbar hal negatif. Tujuannya agar tidak terjadi pertengkaran apalagi ujaran kebencian.
Memaknai Ajaran Alkitab Tentang Keadilan Allah Dari Sudut Pandang Teologi Pentakosta Kosma Manurung
Danum Pambelum: Jurnal Teologi dan Musik Gereja Vol 1 No 1 (2021): DPJTMG: Mei
Publisher : Institut Agama Kristen Negeri Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (263.296 KB) | DOI: 10.54170/dp.v1i1.37

Abstract

Human social identity requires him to continue to be connected with other humans in a harmonious social relationship. The Bible also places justice as a vital part of human social life. The biblical description reveals that God is a just person and there is never fraud in God. The aim of this research is to interpret the Bible's teachings about God's justice from the perspective of Pentecostal theology. This article contains an explanation of the importance of justice for humans, the Bible's narrative about God's justice, and the way Pentecostals interpret God's justice. The method used in this research is descriptive and literature review. Based on the results of the discussion, it was concluded that in the view of the Pentecostals, God's justice speaks of God's character. The justice of Allah is also interpreted by the Pentecostals as God's Rule that God wants to be obeyed. In addition, God's justice also means the defense of Allah and the demands that God wants every believer to do in social life so that they can be maximized as witnesses of God and become salt and light for the community where God has placed. Identitas sosial manusia menuntutnya untuk terus terkoneksi dengan manusia lainnya dalam sebuah hubungan sosial yang harmonis. Alkitab pun meletakkan keadilan sebagai bagian vital dalam kehidupan sosial manusia. Deskripsi Alkitab mengungkapkan bahwa Allah adalah pribadi yang adil dan tidak ada kecurangan dalam diri Allah. Tujuan penelitin ini bermaksud memaknai ajaran Alkitab tentang keadilan Allah dari sudut pandang teologi Pentakosta. Artikel ini berisi tentang penjelasan pentingnya keadilan bagi manusia, narasi Alkiab tentang keadilan Allah, dan cara kaum Pentakosta memaknai keadilan Allah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini deskriptif dan kajian literatur. Berdasarkan hasil pembahasan ditarik kesimpulan bahwa dalam pandangan kaum Pentkosta keadilan Allah berbicara karakter Allah. Keadilan Allah juga dimaknai kaum Pentaksota sebagai Aturan Allah yang Allah ingin untuk dipatuhi. Selain itu, keadilan Allah juga dimaknai pembelaan Allah dan tuntutan yang Allah ingin setiap orang percaya lakukan dalam kehidupan bermasyarakat agar bisa maksimal sebagai saksi Tuhan dan menjadi garam serta terang bagi komunitas dimana Tuhan tempatkan.
Memaknai Kisah Daud dan Batsyeba Melalui Kritik Naratif Dalam Teks 2 Samuel 11:1-27 Yola Pradita
Danum Pambelum: Jurnal Teologi dan Musik Gereja Vol 1 No 1 (2021): DPJTMG: Mei
Publisher : Institut Agama Kristen Negeri Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (347.496 KB) | DOI: 10.54170/dp.v1i1.38

Abstract

David was a clever king, great at war, correct in making decisions, sincere and loyal. However, the writer book of 2 Samuel did not consider King David to be a great dan perpect king in his leadership. David had a week point too, so that David’s sin was told frankly. This study aims to interpret David weakness in the story of David and Bathsheba (2 Samuel 11: 1-27) through the method of narrative criticism, then it can be provide relevance for today's life. The result of the narrative criticism that has been done is David disregarded God's law in using his power, even he was sleeping with Bathsheba, the Uriah wife’s. Bathsheba and the other characters in the narrative are only supporting figures representing small people to criticize David's power. The results of this interpretation can be relevant for Christian leaders today. This text means that everything we are doing must be in accordance with God's perspective. A Christian leader in his power must be under God's law, because a leader is an example and role model for many people. Daud adalah seorang raja yang pandai, hebat dalam peperangan, tepat dalam mengambil keputusan, tulus dan setia. Namun, penulis kitab 2 Samuel tidak menganggap raja Daud sebagai raja yang hebat dan sempurna dalam kepemimpinannya. Daud juga mempunyai titik kelemahan sehingga dosa Daud pun diceritakan dengan terus terang. Penelitian ini bertujuan untuk memaknai kelemahan Daud dalam kisah Daud dan Batsyeba (2 Samuel 11:1-27) melalui metode kritik naratif, kemudian direlevansikan bagi kehidupan masa kini. Hasil dari kritik naratif yang sudah dilakukan adalah Daud tidak menghiraukan hukum Allah dalam menggunakan kekuasaannya, ia tidur dengan Batsyeba, istri Uria. Batsyeba dan tokoh lain dalam narasi hanyalah tokoh pendukung yang mewakili orang-orang kecil untuk mengkritik kekuasaan Daud. Hasil penafsiran ini dapat direlevansikan bagi para pemimpin Kristen masa kini. Teks ini bermakna bahwa segala sesuatu yang dilakukan harus sesuai dengan perspektif Allah. Seorang pemimpin kristen dalam kekuasaannya harus berada di bawah hukum Allah, sebab seorang pemimpin adalah teladan dan panutan bagi banyak orang.
Perkembangan Musik Gereja dan Interpretasi Pemusik Gereja Terhadap Nyanyian Jemaat Di Gereja Sinta Kuala Kapuas Berth Penny Pahan
Danum Pambelum: Jurnal Teologi dan Musik Gereja Vol 1 No 1 (2021): DPJTMG: Mei
Publisher : Institut Agama Kristen Negeri Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (269.986 KB) | DOI: 10.54170/dp.v1i1.40

Abstract

Church music is part of worship service in a church. Each church denomination has church musik management according its tradition and habitual. Sinta Church in Kuala Kapuas as an old church is hoped as a barometer locally or regionally of Kalimantan Evangelical Church in singing congregation song. In its development so far church music at Sinta Church has been arranged in such a way for improving the quality and quantity in singing congregation songs. In this research, the researcher tried to conduct the problem dan development of church musik in Sinta Church Kuala Kapuas. The goal was to find out a general about church music management so it would be found the solutions constructively in improvinf the quality and quantity in singing congregation songs. By using descriptive qualitative method, it would be presented the research data from depth interview. The conclusion of this research that church music management in Sinta Church has been developed in such a way just like practicing and scheduling in Sunday news and also has been held by musicions and song leaders. Musik gereja adalah bagian dari ibadah atau pelayanan di gereja. Setiap denominasi gereja mempunyai penataan musik gereja masing-masing sesuai dengan tradisi atau kebiasaan gereja tersebut. Gereja Sinta di Kuala Kapuas sebagai salah satu gereja yang cukup tua dari segi usia diharapkan menjadi barometer di tingkat lokal atau bahkan di tingkat regional Gereja Kalimantan Evangelis (GKE) dalam hal menyanyikan nyanyian jemaat. Selama ini dalam perkembangannya musik gereja di Gereja Sinta telah diatur sedemikian rupa untuk meningkatkan kualitas bernyanyi dan kuantitas nyanyian jemaat yang dinyanyikan. Dalam penelitian ini penulis mencoba mengangkat permasalahan dan perkembangan musik gereja di Gereja Sinta Kuala Kapuas. Tujuannya untuk mendapatkan suatu gambaran umum sehingga nantinya diharapkan akan dilakukan solusi-solusi yang bersifat konstruktif untuk peningkatan kualitas dan kuantitas bernyanyi nyanyian jemaat. Dengan metode penelitian deskriptif kualitatif akan dipaparkan data penelitian dari hasil wawancara mendalam. Kesimpulan dari penelitian ini musik gereja di Gereja Sinta Kuala Kapuas telah berkembang cukup baik secara penataan dan diatur sedemikian rupa dalam bentuk latihan dan penjadwalan pada berita jemaat Minggu dan dilaksanakan oleh organis serta pemandu lagu.
Kepemimpinan Rasul Paulus Menurut Teks 1 Korintus 4:1-21 Dalam Pengembangan Yayasan Mercy Indonesia, Denpasar Roberto Hutapea
Danum Pambelum: Jurnal Teologi dan Musik Gereja Vol 1 No 1 (2021): DPJTMG: Mei
Publisher : Institut Agama Kristen Negeri Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (240.97 KB) | DOI: 10.54170/dp.v1i1.42

Abstract

This study aims to analyze the leadership concept of the Apostle Paulus 1 Corinthians 4: 1-21 in the development of the Mercy Indonesia Foundation, Denpasar. It is illustrated that the concept of democratic leadership is one of the leadership models close to the leadership of the Apostle Paul. The concept of leadership is based on text analysis of 1 Corinthians 4: 1-21. This research method uses qualitative. Data collection was carried out in literature and interviews. The results of the study concluded that the leadership concept of the Apostle Paul in the development of the Mercy Indonesia Foundation shows that Christian leaders must have a leadership concept that educates and builds, embraces, can be role models, can accompany their subordinates, and have soothing or entertaining explanations and communication. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis konsep kepemimpinan Rasul Paulus 1 Korintus 4:1-21 dalam pengembangan yayasan Mercy Indonesia, Denpasar. Digambarkan bahwa konsep kepemimpinan demokratis menjadi salah satu model kepemimpinan yang dekat dengan kepemimpinan Rasul Paulus. Konsep kepemimpinan tersebut didasarkan pada analisa teks 1 Korintus 4:1-21. Metode penelitian ini menggunakan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan secara literatur dan wawancara. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa konsep kepemimpinan Rasul Paulus dalam perkembangan Yayasan Mercy Indonesia menunjukkan bahwa pemimpin Kristen mesti memiliki konsep kepemimpinan yang mendidik dan membangun, merangkul, dapat menjadi teladan, dapat mendampingi bawahannya, serta memiliki penjelasan dan komunikasi yang menyejukkan atau menghibur.
Implikasi Teologis Makna Peristiwa Pentakosta Dalam Kisah Para Rasul 2: 1-13 Daido Tri Sampurna Lumbanraja
Danum Pambelum: Jurnal Teologi dan Musik Gereja Vol 1 No 1 (2021): DPJTMG: Mei
Publisher : Institut Agama Kristen Negeri Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (316.696 KB) | DOI: 10.54170/dp.v1i1.43

Abstract

Naturally the discussion about the Spirit leads to the book of Acts which is the basis of the Baptism of the Holy Spirit by the Pentecostal school. As Pentecostalism developed, advocates emerged as people who were trained theologically, so that the discussion became moreweighty with the consensus that the interpretation of Acts must be carried out responsibly by applying correct hermeneutic principles. The author is interested in delving deeper into the text about the Holy Spirit from the events of Pentecost, namely Acts 2: 1-13, by applying hermeneutic principles in an exegetical study. Therefore, this article uses a type of literature research to support exegetical studies of the text of Acts 2: 1-13. The results obtained were in the form of interpretations of the Pentecost event, namely: the moment of the outpouring of the Holy Spirit as the fulfillment of God's promise and the moment of the outpouring was the fulfillment of the promise regarding the Power of the Holy Spirit as empowerment to become a witness of Jesus Christ. This article also includes the theological implications of today's Pentecost events. Secara natural diskusi mengenai Roh Kudus mengarah pada kitab Kisah Para Rasul yang menjadi landasan pengajaran tentang baptisan Roh Kudus oleh aliran Pentakosta. Seiring dengan berkembangnya aliran Pentakosta, bermunculan para advokat sebagai orang-orang yang terlatih secara teologis, sehingga diskusi menjadi lebih berbobot dengan adanya konsensus bahwa penafsiran Kisah Para Rasul, harus dilakukan secara bertanggung jawab dengan menerapkan prinsip-prinsip hermeneutik yang benar. Penulis tertarik untuk mengkaji lebih mendalam teks mengenai Roh Kudus dari peristiwa Pentakosta, yaitu Kisah Para Rasul 2: 1-13, dengan menerapkan prinsip-prinsip hermeneutik dalam suatu studi eksegesis. Dengan demikian artikel ini menggunakan jenis penelitian kepustakaan untuk mendukung studi eksegesis terhadap teks Kisah Para Rasul 2: 1-13. Hasil yang didapat berupa pemaknaan terhadap peristiwa Pentakosta, yaitu: momen pencurahan Roh Kudus sebagai penggenapan janji Allah dan momen pencurahan adalah penggenapan janji mengenai Kuasa Roh Kudus sebagai pemberdayaan untuk menjadi saksi Yesus Kristus. Artikel ini juga menyertakan implikasi teologis peristiwa Pentakosta pada masa sekarang.
Teologi Kebangkitan: Mengkaji Kembali Pemikiran Wolfhart Panenberg Tentang Kebangkitan Tolop Oloan Marbun
Danum Pambelum: Jurnal Teologi dan Musik Gereja Vol 1 No 1 (2021): DPJTMG: Mei
Publisher : Institut Agama Kristen Negeri Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (218.699 KB) | DOI: 10.54170/dp.v1i1.45

Abstract

This article examines the theology of resurrection: rethinking the thought of Wolfhart Pannenberg about resurrection. Resurrection is the centre of Pannenberg theology. In his views, the bible should be approached in a historical approach and the resurrection is the climax of incarnation since the incarnation was progressive. The method is a qualitative method with a literature approach. The author will describe Pannenberg’s thought, after that the author will evaluate his thought, and last the author will give argumentations. As the result, histories were written in the bible because of revelation, the resurrection was not the climax of the incarnation. Bible did not agree with the progressive incarnation, and the death of Jesus was not a catastrophe. The conclusion, Bible should be approached in a revelation approach, Jesus as fully God from eternity to eternity. Bible does not have internal testimony that incarnation was progressive. The death of Jesus is penal substitution. Artikel ini membahas tentang Teologi Kebangkitan: Mengkaji ulang pemikiran Wolfhart Pannenberg tentang kebangkitan. Kebangkitan merupakan sentral dari teologi Pannenberg. Dalam pandangan Pannenberg, Alkitab harus dipelajari dengan pendekatan historis dan kebangkitan merupakan klimaks dari inkarnasi. Metode yang digunakan metode kualiatas dengan pendekatan studi Pustaka. Pertama penulis akan deskripsikan pemikiran Pannenberg, selanjutanya penulis akan mengkaji ulang pemikirannya dan terakhir penulis akan memberikan argumentasi. Hasilnya, sejarah ditulis dalam Alkitab karena pewahyuan, kebangkitan bukan klimaks inkarnasi, Alkitab tidak menyetujui inkaranis progresif dan kematian Yesus Kristus bukan sebuah catastrophe. Kesimpulannya, mempelajari Alkitab harus menggunakan pendekatan wahyu, Yesus Kristus adalah Allah dari kekekalan sampai kekekalan, Alkitab tidak memiliki kesaksian internal mengenai inkarnasi progresif, dan kematian Yesus adalah penal substitusi.
Teologika Kepemimpinan Pelayanan Konstrutif Yudhi Kawangung
Danum Pambelum: Jurnal Teologi dan Musik Gereja Vol 1 No 1 (2021): DPJTMG: Mei
Publisher : Institut Agama Kristen Negeri Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (275.282 KB) | DOI: 10.54170/dp.v1i1.46

Abstract

Leadership in the title describes the attitudes and abilities of a person who is selected with competence and Christian character based on theological studies, so as to be able to support constructive service fields. Nowadays the productivity review and leadership principles are often absent to fill the fundamentals that remain true to theological ground because of the wide range of experiential product offerings. However, the product is at a distance, then the equilibrium curve is inversely proportional and there is a weak understanding of the theological basis, so that it loses the authority and spiritual competency due to no longer relying on the Bible, as a result constructive service becomes sloping. This paper aims to systematically describe the capacities and capabilities of leadership in the context of constructive service to the people, so that the framework as well as the sketches that have been presented in this paper is able to answer the crisis and friction surrounding leadership. This research approach uses descriptive, literary and exegetical methods, which means explaining by investigating various related literatures and then analyzing it word for word to extract the hidden meanings of the text and context. Kepemimpinan dalam judul tersebut memaparkan tentang sikap dan skill seorang terpilih dengan kompetensi serta karakter kristiani yang berpijak pada kajian teologika, sehingga mampu mem’back-up’ untuk menunjang bidang layanan yang konstruktif. Dewasa ini produktivitas tinjauan dan kaidah kepemimpinan acapkali absen mengisi soal-soal fundamental yang tetap setia pada pijakan teologis oleh karena maraknya tawaran produk pengalaman. Akan tetapi produk tersebut berjarak yang kemudian kesetimbangan kurva berbanding terbalikdan terjadi adanya lemahnya pemahaman pijakan teologis.Sehingga kehilangan kewibawaan dan kewenangan spiritualitas disebabkan tidak bertumpu lagi pada Alkitab akibatnya pelayanan konstruktif melandai. Tulisan ini bertujuan untuk membentangkan secara sistematis akademis tentang kapasitas dan kapabilitas kepemimpinan dalam rangka pelayanan konstruktif kepada umat. Sehingga kerangka sekaligus sketsa yang sudah disuguhkan dalam tulisan ini mampu menjawab krisis dan friksi seputar kepemimpinan. Pendekatan riset ini dengan metoda deskriptif, pustaka dan eksegesa yang artinya memaparkan dengan menyelidiki berbagai literatur terkait kemudian ditelaah kata demi kata untuk mengeluarkan makna tersembunyi dari teks dan konteks.