cover
Contact Name
Anwar Hafidzi
Contact Email
prodi.htn@uin-antasari.ac.id
Phone
+6285251295964
Journal Mail Official
anwar.hafidzi@uin-antasari.ac.id
Editorial Address
Jalan Ahmad Yani Km. 4.5 Banjarmasin
Location
Kota banjarbaru,
Kalimantan selatan
INDONESIA
Journal of Islamic and Law Studies (JILS)
ISSN : 26568683     EISSN : 26568683     DOI : 10.18592/jils.v5i1.4577
The Journal of Islamic and Law Studies is a multi-disciplinary publication dedicated to the scholarly study of all aspects of science and of the Islamic in Indonesia. Particular attention is paid to works dealing with history geography political science economics anthropology sociology law literature religion philosophy international relations environmental and developmental issues as well as ethical questions related to scientific research. The Journal seeks to place Islam and the Islamic tradition as its central focus of academic inquiry and to encourage comprehensive consideration of its many facets; to provide a forum for the study of Islam and Muslim societies in their global context; to encourage interdisciplinary studies of the Islamic world that are crossnational and comparative; to promote the diffusion exchange and discussion of research findings; and to encourage interaction among academics from various traditions of learning.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 86 Documents
Juridicic Review On Punishment For Hard Drinkers (Khamr) By Positive Criminal Law And Islamic Criminal Law Safaruddin Harefa
JOURNAL OF ISLAMIC AND LAW STUDIES Vol 4, No 2 (2020)
Publisher : Fakultas Syariah UIN Antasari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (379.825 KB) | DOI: 10.18592/jils.v4i2.4217

Abstract

Abstract: In the current millineal era, society is very fast because of the many shifts from what was once a manual, now more to the era of digitization. But technological advances do not always have a positive impact, sometimes even a negative impact. . This is a challenge for law enforcement officials to be able to create a response, especially in the liquor case. The problem of liquor is now hotly discussed in the community because of the negative impact that damages the drinker and damages the community, as well as causing more criminal crimes. . This paper is an analysis of how the criminal law is able to achieve the legal goals aspired to be analyzed from the study "Juridical Review of Punishment for Drinking Liquors (Khamr) According to Positive Criminal Law and Islamic Criminal Law. The research method used is Normative Juridical. The results of the study are as follows that the sentence for alcoholic acts through Positive Criminal Law is not proportional to the consequences of his actions with the punishment (sanctions) that are given, because the consequences caused by this liquor are very dangerous. Because the danger posed by alcohol is very dangerous both drinkers themselves and others who are around. That the penalty for criminal acts khamr in Islamic criminal law is twofold, namely forty lashes and eighty lashes. According to the author this is a punishment worth the time when other people commit the crime of alcohol must be comparable with what he did. In Islam that is what is referred to as sanctions that witnesses are given in accordance with the level of the crime committed.Abstrak: Pada era milineal saat ini masyarakat sangatlah cepat sebab banyaknya pergeseran dari yang dahulunya manual sekarang lebih kepada era digitalisasi. Namun kemajuan teknologi tidak selalu berdampak positif, bahkan ada kalanya berdampak negatif. . Hal tersebut merupakan tantangan bagi aparat penegak hukum untuk mampu menciptakan penanggulangannya, kususnya dalam kasus Minuman keras. Masalah minuman keras kini hangat dibicarakan dalam kalangan masyarakat karena berdampak negatif yang merusak peminumnya dan merusak masyarakat, serta lebih menimbulkan berbagai kejahatan kriminal. . Tulisan ini merupakan analisa bagaimana hukum pidana itu mampu mencapai tujuan hukum yang dicita-citakan citakan yang di analisa dari kajian “Tinjauan Yuridis Tentang Hukuman Bagi Peminum Minuman Keras (Khamr) Menurut Hukum Pidana Positif dan Hukum Pidana Islam. Metode penelitian yang digunakan ialah Yuridis Normatif. Adapun Hasil penelitian sebagai berikut Bahwa hukuman bagi tindak pidana minuman keras melalui Hukum Pidana Positif tidak sebanding dengan akibat dari perbuatannya dengan hukuman (sanksi) yang diberikan, sebab akibat yang ditimbul oleh minuman keras ini sangatlah berbahaya. Sebab bahaya yang ditimbulkan oleh minuman keras sangatlah membahayakan baik peminum sendiri maupun orang lain yang ada disekitarnya. Bahwa hukuman bagi tindak pidana khamr di dalam hukum pidana islam ada dua, yaitu empat puluh kali cambukan dan delapan puluh kali cambukan. Menurut penulis ini adalah hukuman yang setimpal sebab ketika ornag lain melakukan tindak pidana minuman keras harus sebanding dengan apa yang dilakukannya. Di dalam islam itulah yang disebut dengan sanksi bahwa saksi diberikan sesuai dengan kadar tindak pidana yang dilakukannya.
KONSEP HUKUMAN ISLAM DALAM BINGKAI HUKUM TATA NEGARA (Analisis Komparatif Hukum Q.S. Yusud ayat 33, 42 dan Al-Maidah ayat 33) Arie Sulistyoko; Nisa Aulia Rahmah; Mi’rajziah Mi’rajziah
JOURNAL OF ISLAMIC AND LAW STUDIES Vol 1, No 1 (2017)
Publisher : Fakultas Syariah UIN Antasari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (562.796 KB) | DOI: 10.18592/jils.v1i1.2569

Abstract

Abstract: In these verses discuss the punishment for those who forgot the provisions of God. The law in Islam is the law that is built on the understanding of the Qur'anic texts and assunnahs to regulate human life. The ultimate goal of God's law is to preserve the benefits of human beings, whether it is for the benefit of themselves or for the public. In this study using the perspective of three interpretations that is an interpretation of Al-Misbah, the interpretation of Al-Qurthubi, and Ibn Katsir. The data used to make this paper is the primary data derived from the Qur'an and the secondary data is sourced from other sources related to this issue. This research is done by interpretation method through comparative techniques between the Qur'anic verses, or on the different editorial statements but with the same problem, and the opinions of the scholars in interpretation. Based on the results of the study of QS.Yusuf verse 33 and verse 42 and QS.Al-Maidah verse 33 shows the punishment for those who forget the provisions of Allah. Abstrak: Dalam ayat-ayat ini membahas mengenai hukuman bagi orang-orang yang lupa terhadap ketentuan Allah. Hukum dalam islam adalah hukum yang dibangun berdasarkan pemahaman terhadap nas al-Qur’an dan assunnah untuk mengatur kehidupan manusia. Tujuan utama disyariatkannya hukum oleh Allah untuk melindungi kemaslahatan manusia, baik untuk kemaslahatan diri sendiri ataupun orang banyak. Dalam penelitian ini menggunakan perspektif tiga tafsir yaitu tafsir Al-Misbah, tafsir Al-Qurthubi, dan Ibnu Katsir. Data yang digunakan untuk membuat makalah ini adalah data primer bersumber dari Al-Qur’an dan data sekunder bersumber dari sumber lain yang berkaitan mengenai masalah ini. Penelitian ini dilakukan dengan metode penafsiran melalui teknik perbandingan antar ayat-ayat Al-Qur’an, ataupun mengenai redaksi kalimat yang berbeda tetapi dengan masalah yang sama, dan berbagai pendapat para ulama dalam penafsiran. Berdasarkan hasil penelitian dari QS.Yusuf ayat 33 dan ayat 42 serta QS.Al-Maidah ayat 33 menunjukan mengenai hukuman bagi orang-orang yang lupa terhadap ketentuan Allah.
Perlindungan Konsumen Jual Beli Properti Dalam Perspektif Fiqih Jual Beli Aulia Muthiah; Yogabakti Adipradana Setiawan
JOURNAL OF ISLAMIC AND LAW STUDIES Vol 5, No 1 (2021)
Publisher : Fakultas Syariah UIN Antasari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (662.053 KB) | DOI: 10.18592/jils.v5i1.4829

Abstract

Abstract: House is fundamental needs of every family, since house has a function as a shelter for all family members. Sometimes house is also a reflection of the owner’s economy, so they compete to show the best house.  This is an interesting opportunity for developers. They offer houses to the public, but the houses they offer are usually just a land without buildings. Consumers who want the house must order previously with the developers. The ordering process must include a down payment, as proof that the consumer wish for the house.Buy and sell will become quite an interesting conversation among fiqh experts. It is feared that it will harm consumers so that the fiqh of buying and selling thoroughly reviews the law of buying and selling like this. There is a difference of opinion among the scholars of the mazhab. Opinions from the Hanafi, Hanbali and Maliki mazhab of buying and selling houses between consumers and developers where the house does not exist at the time the contract is allowed. Contemporary scholars allow property transactions even though the goods used as objects of sale and purchase do not yet existProperty transactions in Indonesia do not have the majority of objects, so in this case Islamic law must provide protection. However, legal protection is not binding because it is only regulated in the kompilasi hukum syariah fiqh in the form of khiyar ru'yah. Abstrak: Rumah adalah kebutuhan dasar setiap keluarga, sebab rumah mempunyai fungsi sebagai tempat bernaung semua anggota keluarga. Terkadang rumah juga menjadi cerminan ekonomi penghuninya, sehingga mereka berlomba-lomba menampilkan rumah terbaik. Hal ini menjadi peluang yang cukup menarik oleh para developer. Mereka menawarkan rumah-rumah kepada masyarakat, namun rumah yang mereka tawarkan biasanya hanya berupa lahan kosong tanpa bangunan. Para konsumen yang menghendaki rumah tersebut harus terlebih dahulu memesan kepada para developer. Proses pemesanan harus menyertakan uang muka, sebagai bukti bahwa konsumen benar dipastikan menginginkan rumah tersebut.Jual beli dengan objek akan ada menjadi perbincangan yang cukup menarik dikalangan para ahli fiqih. Sebab dikhawatirkan akan merugikan konsumen sehinga fiqih jual beli mengulas tuntas tentang hukum jual beli seperti ini. Ada perbedaan pendapat dari kalangan ulama mazhab. Mazhab Syafi’i secara keras melarang transaksi demikian, sedangkan Pendapat dari mazhab Hanafi, Hanbali dan Maliki jual beli rumah antara konsumen dengan developer dimana rumah itu belum ada pada saat akad diperbolehkan. Mereka berpendapat hukum jual beli diperbolehkan sebab diketahui jenis dan sifatnya oleh konsumen.  Ulama-ulama kontemporer memperbolehkan transaksi properti walaupun barang yang dijadikan sebagai objek jual belinya belum ada.Transaksi properti di indonesia mayoritas objeknya belum ada, maka dalam hal ini hukum Islam harus memberikan perlindungan. Akan tetapi wujud perlindungan hukumnya tidak bersifat mengikat sebab hanya diatur di dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah dan ilmu fiqih dalam bentuk khiyar ru’yah
Mediasi Online Dalam Penyelesaian Perkara Perceraian Di Era Pandemi Yusna Zaidah; Mutia Ramadhania Normas
JOURNAL OF ISLAMIC AND LAW STUDIES Vol. 5 No. 2 (2021)
Publisher : Fakultas Syariah UIN Antasari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1039.532 KB) | DOI: 10.18592/jils.v5i3.5847

Abstract

Abstract: Mediation in the settlement of divorce cases in the Religious Courts is a step that must be done. Mediation should be carried out directly face to face and in a closed room. However, due to the pandemic, mediation meetings were held online through long-distance audio visual communication. The implementation of online mediation in divorce cases can be done using audio visual communication in the form of zoom, google meet and Whatsapp.Although mediation meetings can be conducted through long-distance audio visual communication media, which allows all parties to see and hear each other directly and participate in meetings, due to network constraints and other reasons, mediation efforts cannot be maximized. Therefore, the important role of the mediator in carrying out the online mediation process is very necessary. Abstrak: Mediasi dalam penyelesaian perkara perceraian di Pengadilan Agama adalah merupakan tahapan yang harus dilakukan. Mediasi seyogyanya dilaksanakan secara langsung dengan tatap muka dan dalam satu ruangan tertutup. Namun karena adanya pandemi maka pertemuan mediasi pun dilaksanakan secara online melalui komunikasi audio visual jarak jauh. Pelaksanaan mediasi online dalam perkara perceraian dapat dilakukan dengan menggunakan komunikasi audio visual yang berupa zoom, google meet dan whatsapp.Meskipun pertemuan mediasi dapat dilakukan melalui media komunikasi audio visual jarak jauh yang memungkinkan semua pihak saling melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam pertemuan Namun karena alasan terkendala jaringan dan lain lain, maka upaya mediasi  tidak bisa maksimal. Oleh karena itu peran penting mediator dalam melaksanakan proses mediasi on line ini sangat diperlukan.
Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Doen Pleger dan Dader Menurut Hukum Pidana Islam dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Widya Astuti; Ishaq Ishaq; Edi Kurniawan
JOURNAL OF ISLAMIC AND LAW STUDIES Vol 4, No 1 (2020)
Publisher : Fakultas Syariah UIN Antasari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (58.004 KB) | DOI: 10.18592/jils.v4i1.3697

Abstract

Tulisan ini mendiskusikan pertanggungjawaban pidana terhadap orang yang menyuruh untuk melakukan penganiayaan terhadap orang lain (doen pleger) dan atau orang yang disuruh (dader) menurut hukum pidana Islam dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Kedua hukum ini bertujuan untuk menimbulkan efek jera kepada pelaku tindak pidana serta pengajaran kepada orang lain untuk tidak mengikutinya. Hanya saja, adanya perbedaan sumber hukum pada kedua hukum ini berimplikasi kepada perbedaan sanksi kepada doen pleger dan dader. Untuk mengungkap perbedaan sanski ini, tulisan ini menggunakan pendekatan kajian hukum perbandingan. Data-data didapatkan dari sumber kepustakaan yang relevan. Hasilnya menunjukkan bahwa dalam hukum Islam, doen pleger dikenakan hukuman taʻzir, sementara menurut KUHP sanksi kepada doen pleger sama dengan dader atau orang yang melakukannya. Perbedaan sanksi ini akibat perbedaan sumber keduanya, hukum Tuhan dan hukum manusia. Namun persamaannya terletak pada sama-sama memberikan efek jera kepada pelaku tindak pidana serta pengajaran kepada orang lain untuk tidak menirunya.
Hukum Talak Yang Dijatuhkan Oleh Suami Karena Dipaksa Menurut Madzhab Hanafi Dan Madzhab Syâfi’i Imam Alfiannor; Risna Febrianti; Ilham Masykuri Hamdie; Siti Aisyah
JOURNAL OF ISLAMIC AND LAW STUDIES Vol 2, No 1 (2018)
Publisher : Fakultas Syariah UIN Antasari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (563.823 KB) | DOI: 10.18592/jils.v2i1.4696

Abstract

Abstract: Abstract: This study aims to determine what if the divorce that was dropped was based on coercion. The method used in this research is literature study which discusses the concept of talak from the Hanafi and Syaf'ii schools. This research proves that the Hanafi Madzhab, the law of divorce for people who are forced to remain legitimate (fall) because they say it (lafadz), is accompanied by an intention or not according to the Hanafi School, lafadz is one of the legal requirements for dropping talak. Furthermore, the Hanafi Islamic School is of the opinion that from the point of view of the objectives of the Shari'a, an action that is done because it is forced is invalid.Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana jika talak yang dijatuhkan itu berdasarkan paksaan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka yang membahas tentang konsep talak dari mazhab Hanafi dan Syaf’ii. Penelitian ini membuktikan Madzhab Hanafi hukum talak orang yang dipaksa tetap sah (jatuh) karena ia mengucapkanya (lafadz), disertai niat ataupun tidak menurut Madzhab Hanafi, lafadz merupakan salah satu syarat sah dalam menjatuhkan talak. Lebih lanjut Madzhab Hanafi berpendapat dari segi tujuan syariat bahwasanya perbuatan yang dilakukan karena dipaksa maka tidak sah perkataannya.
KESEHATAN MENTAL MASA KINI DAN PENANGANAN GANGGUANNYA SECARA ISLAMI Widiya A Radiani
JOURNAL OF ISLAMIC AND LAW STUDIES Vol 3, No 1 (2019)
Publisher : Fakultas Syariah UIN Antasari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (507.106 KB) | DOI: 10.18592/jils.v1i1.2659

Abstract

Abstract Mental disorders if not handled properly, will get worse, and in the end can burden families, communities, and the government. The method used in this paper is to use descriptive exploratory analysis, through literature review and secondary data studies. The results of the study show that the study of the 2018 Riskesdas data revealed that the prevalence of severe mental disorders in the Indonesian population is 7% (per mile of the total population) and most were in Bali, Yogyakarta, NTB and Aceh. The mental emotional disorders with symptoms of depression and anxiety amounted to 9.8% and most were in Central Sulawesi, Gorontalo, NTT and Maluku. The mental health movement must prioritize prevention and the role of the community to help optimize the mental functions of individuals. Mental health is not only related to medical or psychological problems, but also has a socio-cultural dimension to the spiritual and religious dimensions. For this reason, not only medical treatment but also religious handling, such as being patient, getting used to implementing and disciplining commendable habits, doing positive activities, increasing confidence in certain values (truth, beauty, virtue, faith and others), reading prayers, read Al-Quran, remembrance of remembrance and hadith of the Prophet, performing evening prayers, associating with people who are good or pious, fasting, follow Islamic studies, follow recitations of recitation and jurisprudence, follow the Assembly of Remembrance and learning Da'wah and science Islam.  Keywords: Mental Health, Islamic Intervention  Abstrak Gangguan mental jika tidak ditangani dengan tepat, akan bertambah parah, dan pada akhirnya dapat membebani keluarga, masyarakat, serta pemerintah. Metode yang digunakan pada tulisan ini adalah  menggunakan analisis deskriptif eksploratif, melalui tinjauan literatur dan kajian data sekunder. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa kajian data Riskesdas 2018 diketahui prevalensi gangguan mental berat pada penduduk Indonesia 7% (per mil dari jumlah penduduk) dan terbanyak terdapat di Bali, Yogyakarta, NTB dan Aceh. Adapun gangguan mental emosional dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan sebesar 9,8% dan terbanyak terdapat di Sulawesi tengah, Gorontalo, NTT dan Maluku. Gerakan kesehatan mental harus lebih mengedepankan pada aspek pencegahan dan peran komunitas untuk membantu optimalisasi fungsi mental individu. Kesehatan jiwa tidak hanya terkait masalah medis atau psikologis semata, tetapi juga mempunyai dimensi sosial budaya sampai dimensi spiritual dan religius. Untuk itu diberikan tidak hanya penanganan secara medis tetapi juga perlu penanganan secara keagamaan seperti bersikap sabar, membiasakan diri dalam melaksanakan dan mendisiplinkan kebiasaan terpuji, melakukan kegiatan positif, meningkatkan keyakinan atas nilai-nilai tertentu (kebenaran, keindahan, kebajikan, keimanan dan lainnya), membaca doa-doa, ayat-ayat Alquran, zikir-zikir dan hadis nabi, melakukan shalat malam, bergaul dengan orang yang baik atau salih, puasa, mengikuti pengajian pengobatan islami, mengikuti pengajian Tajwid dan Fiqih, mengikuti Majelis Zikir serta belajar Dakwah dan ilmu keislaman. Kata Kunci: Kesehatan mental, Penangan gangguan kesehatan mental.
Kualifikasi Pemimpin Dalam Tafsir Al-Azhar Ali Mu'ammar
JOURNAL OF ISLAMIC AND LAW STUDIES Vol 3, No 2 (2019)
Publisher : Fakultas Syariah UIN Antasari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (474.185 KB) | DOI: 10.18592/jils.v3i2.3275

Abstract

 AbstrakTulisan ini mencoba mengupas tentang kualifikasi pemimpin perspektif Buya Hamka dalam karya tafsir beliau yang dikenal dengan nama tafsir al-Azhar. Dalam konteks tafsir ayat-ayat kepemimpinan dan kualifikasinya, tafsir al-Azhar sangat sarat dengan muatan politisnya, karena Hamka menulis sebagian besar isi dari masterpiece-nya itu disaat ia mendekam dalam penjara sebagai tahanan politik. Ini bisa berarti bahwa karya yang terlahir dari sebuah tekanan politik, memiliki muatan dan nuansa politis juga. Maka tafsir yang dihasilkan pun sarat dengan kritik terhadap pemerintah yang berkuasa ketika itu. Ini tentu akan menjadikan tafsir al-Azhar sangat mendalam, rinci dan holistik dalam pembahasan mengenai kepemimpinan dan kualifikasinya tersebut. Ada 8 kualifikasi pemimpin yang penulis temukan dalam karya monumental seorang Buya Hamka yakni tafsir al-Azhar ini. Semua dibahas oleh Hamka dengan penuh heroik dan gairah. Adapun kualifikasinya adalah pertama beragama Islam, kedua berjenis kelamin laki-laki, ketiga memiliki kecakapan intelektual (berilmu pengetahuan), keempat memiliki kekuatan (kesehatan) fisik, kelima mampu menjaga amanah, keenam bersikap adil, ketujuh jujur, dan kedelapan bijaksana.Katakunci: Kualifikasi, kepemimpinan, tafsir, al-azhar Abstract This paper attempts to explore the qualifications of perspective leader Buya Hamka in his commentary, known as the commentary on al-Azhar. In the context of the interpretation of the leadership verses and their qualifications, al-Azhar's interpretation is very loaded with political content, because Hamka wrote most of the contents of his masterpiece when he was incarcerated in prison as a political prisoner. This can mean that works that are born from political pressure, have political content and nuances too.Then the resulting interpretation was laden with criticism of the ruling government at the time. This will certainly make al-Azhar's interpretation very profound, detailed and holistic in the discussion of leadership and its qualifications. There are 8 leadership qualifications that the writer found in the monumental work of a Buya Hamka namely al-Azhar's interpretation. All discussed by Hamka with heroic and passion. The qualifications are Muslim first, second male, third have intellectual skills (knowledgeable knowledge), fourth have physical (health) strength, fifth are able to maintain the mandate, six are fair, seventh is honest, and eight is wise.Keywords: Qualification, leadership, interpretation, al-azhar 
Pelanggaran Ham Yang Terjadi Di Papua Dan Poso Rustandi Senjaya
JOURNAL OF ISLAMIC AND LAW STUDIES Vol. 6 No. 1 (2022)
Publisher : Fakultas Syariah UIN Antasari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (444.406 KB) | DOI: 10.18592/jils.v6i1.7123

Abstract

Abstract: The purpose of this study is to demonstrate if the legal commission has to be familiar with the fundamentals of human rights in an international setting. The strategy used in this study incorporates normative works that analyze human rights breaches in Papua and Poso from a variety of journal sources. Based on these instances, the study concludes that special measures are required in order to lessen law enforcement's infringement of human rights. For legal certainty and tangible references by all parties, the framework for international and national regulation is required. Law enforcement organizations must put in place a UN system that can quickly react to requests from States for human rights education and training initiatives, special education on standards as set out in international human rights instruments and in humanitarian law and their application to special groups such as law enforcement personnel. Abstrak: Penelitian ini ingin membuktikan apakah komisi hukum perlu memahami dasar HAM dalam konteks internasional. Metode dalam penelitian ini menggunakan kajian normative dari berbagai referensi jurnal yang membahas tentang pelanggaran HAM di Papua dan Poso. Penelitian ini menemukan bahwa diperlukan pengaturan khusus berdasarkan kasus-kasus tersebut agar pelanggaran HAM oleh penegak hukum dapat berkurang. Dasar pengaturan baik secara internasional dan nasional diperlukan demi kepastian hukum dan acuan yang konkret oleh semua pihak. Lembaga-lembaga penegak hukum harus menerapkan system PBB yang dapat segera merespon permintaan dari Negara untuk kegiatan pendidikan dan pelatihan di bidang HAM pendidikan khusus tentang standar sebagaimana tercantum dalam instrumen HAM internasional dan dalam hukum humaniter dan penerapannya pada kelompok-kelompok khusus seperti personel penegak hukum.
Menakar Perspektif Masyarakat Kalimantan Selatan Terhadap Rencana Pilkada Serentak di Masa Transisi Pandemi Covid-19 Muhammad Torieq Abdillah; Muhamad Ishaac; Siti Mukhalafatun; Anwar Hafidzi; Arie Sulistyoko; Bahran Bahran
JOURNAL OF ISLAMIC AND LAW STUDIES Vol 4, No 2 (2020)
Publisher : Fakultas Syariah UIN Antasari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (302.435 KB) | DOI: 10.18592/jils.v4i2.4569

Abstract

Abstract: Pandemic Covid-19, which has not yet ended in the area of South Kalimantan inhibit different agenda, one of which is the agenda of the simultaneous Pilkada scheduled to be held on December 9, 2020 in the middle of the fragility of the spread of Covid-19. Through Perppu No. 2 by 2020, the implementation of the simultaneous Pilkada is planned to be held by applying the protocol of health strictly to the community. The government believes the simultaneous Elections later will be a success upon acceptance of the community towards the implementation of government policy related to the implementation of the Elections simultaneously with the determination of the protocol strict health it. It can be said that the acceptance of the community towards the policy of the simultaneous Pilkada plays an important role in the success of the agenda of the government.This research uses qualitative research method with case study approach of exploratory against the perspective of the people of South Kalimantan against the implementation of Pilkada in the middle of the pandemic Covid-19, which the data taken from 83 South Kalimantan spread across 13 Districts/Cities in South Kalimantan, with the use of media Google Form as a means of surveys, interviews via WhatsApp, interviews face-to-face, and with the documents related to the discussion of the research.Abstrak: Pandemi Covid-19 yang belum berakhir di daerah Kalimantan Selatan menghambat berbagai agenda, salah satunya adalah agenda Pilkada serentak yang rencananya akan dilaksanakan pada tanggal 9 Desember 2020 mendatang di tengah rawannya penyebaran Covid-19. Melalui Perppu No. 2 Tahun 2020, pelaksanaan Pilkada serentak tersebut rencananya akan digelar dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat terhadap masyarakat. Pemerintah meyakini Pilkada serentak nanti akan sukses atas penerimaan masyarakat terhadap penerapan kebijakan pemerintah terkait pelaksanaan Pilkada serentak dengan penetapan protokol kesehatan yang ketat itu. Maka dapatlah dikatakan bahwa penerimaan masyarakat terhadap kebijakan Pilkada serentak tersebut memegang peranan penting dalam suksesnya agenda pemerintah itu. Namun, berbagai gelombang penolakan timbul dari berbagai kalangan, salah satunya dari kalangan tokoh masyarakat dalam sebagaimana disebutkan dalam penelitian Singgih dan Adam, banyak tokoh masyarakat dan organisasi masyarakat menolak agenda Pilkada serentak tersebut. Keputusan pemerintah terkait penetapan Pilkada serentak digelar di tengah pandemi itu dinilai tidak tepat oleh masyarakat Kalimantan Selatan. Hasil penelitian di lapangan menyebutkan 61,7% masyarakat Kalimantan Selatan tidak setuju dan bahkan 9,8% diantaranya sangat tidak setuju dengan dilaksanakannya Pilkada serentak di tengah pandemi itu. Mereka menilai keputusan yang diambil oleh pemerintah tidaklah tepat karena dikhawatirkan akan menimbulkan klaster baru Covid-19 pasca Pilkada. 75,9% dari mereka meyakini bahwa masyarakat tidak akan mau mematuhi protokol kesehatan yang ditetapkan oleh pemerintah ketika pelaksanaan Pilkada serentak berlangsung. Mereka berharap pemerintah kembali merevisi jadwal pelaksanaan Pilkada serentak tersebut dan melakukan penundaan terhadap pelaksanaan Pilkada serentak sampai pandemi benar-benar berakhir agar tidak ada lagi kekhawatiran dari timbulnya klaster baru pasca Pilkada.Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus eksploratif terhadap perspektif masyarakat Kalimantan Selatan terhadap pelaksanaan Pilkada serentak di tengah pandemi Covid-19 yang diambil datanya dari 83 masyarakat Kalimantan Selatan yang tersebar di 13 Kabupaten/Kota di Kalimantan Selatan, dengan menggunakan media Google Form sebagai alat survei, wawancara melalui WhatsApp, wawancara secara tatap muka, dan dengan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pembahasan penelitian.