cover
Contact Name
-
Contact Email
mkn.fhui@ui.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
mkn.fhui@ui.ac.id
Editorial Address
Magister Kenotariatan FHUI Depok
Location
Kota depok,
Jawa barat
INDONESIA
Indonesian Notary
Published by Universitas Indonesia
ISSN : -     EISSN : 26847310     DOI : -
Core Subject : Social,
Indonesian Notary adalah jurnal yang diterbitkan oleh Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia dalam rangka mewadahi karya ilmiah dalam bidang kenotariatan yang berkembang sangat pesat. Diharapkan temuan-temuan baru sebagai hasil kajian ilmiah dapat turut mendukung kemajuan keilmuan dan meningkatkan kebaharuan wawasan bagi profesi Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah ataupun dimanfaatkan oleh khalayak umum. Notary sebagai jurnal ilmiah berskala nasional menerapkan standar mutu publikasi jurnal ilmiah sesuai dengan norma-norma yang berlaku di lingkungan Pendidikan Tinggi (Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi). Untuk menjaga kualitas artikel yang akan diterbitkan Notary, telah ditetapkan sejumlah guru besar ilmu hukum dan para pakar ilmu hukum sebagai dewan redaksi. Selain itu, setiap artikel yang akan diterbitkan dipastikan melalui tahap review sesuai dengan standar yang berlaku pada suatu jurnal ilmiah. Adapun reviewer dipilih dari pakar-pakar ilmu hukum sesuai dengan bidang keilmuan. Sebagai jurnal yang bersifat nasional, Notary menerima kontribusi tulisan secara nasional dengan topik yang berkaitan dengan bidang kenotariatan yang meliputi pertanahan, perjanjian, perkawinan, waris, surat berharga, pasar modal, perusahaan, perbankan, transaksi elektronik, perpajakan, lelang, dan topik lainnya dalam lingkup kajian kenotariatan.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 473 Documents
KEABSAHAN PELAKSANAAN PEMINDAHAN HAK ATAS SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS (TERTUTUP) BERDASARKAN UNDANG – UNDANG NO. 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS Dimas Heru Cakra
Indonesian Notary Vol 1, No 001 (2019): Jurnal Notary
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (291.033 KB)

Abstract

Penelitian ini mengkaji suatu keabsahan dalam pelaksanaan jual beli saham, ada persyaratan Undang-Undang yang harus dipenuhi antara lain seperti diperolehnya persetujuan pemindahan hak atas saham oleh Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan (RUPS) yang harus dimuat dalam akta notaris yang kemudian harus dibuatkan akta jual beli atas saham-saham tersebut. Setelah akta dibuat, barulah akta atau salinanya dapat disampaikan tertulis kepada perseroan oleh subyek hukum yang memindahkan hak atau yang menerima hak, serta mekanisme akhirnya direksi wajib mencatatkan dan memberitahukan pemindahan hak tersebut ke Menteri. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian normatif. Bahan-bahan hukum dikumpulkan dengan studi kepustakaan dan studi dokumen dengan menitikberatkan pada sumber-sumber berupa peraturan perundang-undangan yakni antara lain peraturan mengenai pemindahan hak atas saham yang terdapat dalam Undang Undang Nomor 1 Tahun 1995 dan Undang Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas serta teori-teori hukum yang diperoleh dari tulisan - tulisan dari para ahli hukum. Sebagai hasil penelitian, dapat di simpulkan bahwa pentingnya memahami suatu keabsahan jual beli saham serta mekanisme hukumnya sebagai persyaratan formal dalam pelaksanaan jual beli saham merupakan sesuatu hal yang sangat esensial terutama bagi para pihak yang terlibat di dalamnya, terutama bagi kalangan Notaris.  Keyword : Pemindahan hak atas saham, jual beli saham, Perseroan Terbatas
Pembuatan Akta Jual Beli Yang Tidak Dibacakan Oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah Di Hadapan Para Pihak Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 627/PK/Pdt/2018 Naudi Kusuma Wardhini; Aad Rusyad Nurdin
Indonesian Notary Vol 4, No 2 (2022): Indonesian Notary
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (338.995 KB)

Abstract

Di Indonesia tanah menjadi sangat vital peranannya bagi semua kehidupan, selain menjadi tempat tinggal, tanah dapat dimanfaatkan untuk segi ekonomi. Untuk memperoleh tanah yang diinginkan, salah satu caranya adalah dengan jual beli. PPAT sangat berperan dalam transaksi jual beli, dalam bingkai hukum Indonesia akta jual beli tanah wajib dibuat oleh PPAT dan ditandatangani oleh para pihak, maka akta jual beli tersebut menjadi bukti adanya transaksi jual beli tanah yang sah dengan kesepakatan harga dan ketentuan lain mengenai hak dan kewajiban para pihak yang telah disetujui kedua belah pihak dan dengan ditandatanganinya akta jual beli tersebut, menandakan terjadinya perpindahan hak atas tanah dari penjual kepada pembeli. Maka dari itu, proses pembuatan akta jual beli sangat penting dilakukan di hadapan PPAT karena tidak semua orang bisa memahami apa yang ia tanda tangani. PPAT harus berhati-hati dalam meneliti pembeli, penjual ataupun objek jual beli tersebut, agar timbulnya akta jual beli tidak merugikan segala pihak. Artikel ini membahas pertanggung jawaban PPAT dalam hal tidak membacakan akta jual beli di hadapan para pihak dan bagaimana akibat hukum dari akta jual beli tersebut, dan pertimbangan hakim judex factie dan judex juris dalam menimbang kasus ini, karena terdapat perbedaan pendapat antara pertimbangan hakim tersebut. Bentuk penelitian ini adalah yuridis normatif yang bersifat eksplanatoris dengan metode analisis data kualitatif. Hasil penelitian ini menyarankan kepada pemerintah yang mengurusi PPAT agar dapat selalu bersinergi dengan PPAT itu sendiri dalam rangka meningkatkan kualitas akta jual beli baik formil maupun materil dalam rangka meningkatkan kepastian hukum peralihan hak atas tanah.Kata Kunci: Akta Jual Beli; PPAT; Majelis Hakim
Pembatalan Perkawinan Sesama Jenis Oleh Jaksa Dan Akibat Hukumnya Terhadap Perkawinan (Studi Kasus Perkawinan Sesama Jenis di Nusa Tenggara Barat Berdasarkan Register Perkara Nomor 540/Pdt.G/2020/PA.GM) Muhammad Akbar Syawal; Rahma Madania
Indonesian Notary Vol 3, No 1 (2021): Indonesian Notary
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (173.985 KB)

Abstract

Pembatalan perkawinan membawa kedudukan perkawinan yang sebelumnya terjalin dianggap tidak pernah ada melalui putusan Pengadilan Agama atau putusan Pengadilan Negeri. Pembatalan perkawinan hanya dapat diajukan oleh pihak-pihak yang disebutkan secara tegas dalam ketentuan Pasal 23 dan Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan.Penelitian dilakukan melalui pendekatan yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder yakni data yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan. Penulisan ini membahas mengenai kewenangan Jaksa dalam pembatalan perkawinan dan akibat hukum pembatalan perkawinan sesama jenis. Hasil penelitian kemudian menyimpulkan bahwa Jaksa berwenang untuk mengajukan permohonan pembatalan perkawinan sesama jenis sejalan dengan ketentuan Pasal 23 dan 26 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan serta Pasal 30 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Kejaksaan sementara akibat hukum pembatalan perkawinan yang diatur dalam Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan tidak satu pun dapat dianulir dikarenakan kedua pihak yang melangsungkan perkawinan adalah pria maka dapat dipastikan bahwa tidak terdapat anak yang dilahirkan dan oleh karenanya pembatalan perkawinan tidak berdampak terhadap anak. Pembatalan perkawinan juga tidak berdampak terhadap suami istri yang bertindak dengan itikad baik terhadap harta bersama dan terhadap pihak ketiga. Sehingga pembatalan perkawinan hanya berdampak pada diri Muhlisin bin Kalamullah dan Mita alias Supriyadi, yaitu putusan pembatalan perkawinan menghapuskan ikatan suami istri diantara mereka dan perkawinan yang dilangsungkan sebelumnya dianggap seolah-olah tidak pernah ada. Kata Kunci: Jaksa, pembatalan perkawinan, sesama jenis
Konstruksi Perubahan Isi Dan Pembetulan Kesalahan Tulis Dan/Atau Ketik Dalam Akta Notaris (Analisis Putusan Majelis Pengawas Pusat Notaris No. 09/B/MPPN/VII/2019) Amrina Khairi Ilma
Indonesian Notary Vol 1, No 004 (2019): Indonesian Notary Jurnal
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (336.6 KB)

Abstract

Tesis ini meneliti mengenai konstruksi atas pembetulan akta, yang meliputi pembetulan akta yang tidak substansial, dan pembetulan yang substansial, serta pembetulan sebelum penandatanganan, dan pembetulan setelah penandatanganan. Notaris dalam menjalankan jabatannya tidak diperkenankan untuk melakukan perubahan terhadap akta tanpa persetujuan kedua belah pihak, serta tanpa melalui prosedur sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris. Permasalahan yang akan dibahas dalam tesis ini adalah perkara dalam Putusan Majelis Pengawas Pusat Notaris No. 09/B/MPPN/VII/2019 mengenai bagaimana akibat hukum dan pertanggungjawaban dari perbuatan Notaris yang melakukan Pembetulan isi Akta Autentik pada Akta Notaris yang telah ditandatangani, tanpa adanya persetujuan salah satu pihak. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang menekankan pada norma-norma hukum tertulis dengan pendekatan yuridis dengan mempergunakan sumber data sekunder, untuk menganalisis berbagai peraturan perundang-undangan mengenai Jabatan Notaris, hukum perdata, dan hukum pidana, buku-buku dan artikel-artikel yang mempunyai korelasi dan relevan dengan permasalahan yang akan diteliti. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa, akibat hukum atas perbuatan Notaris adalah pendegradasian Akta No. 33 dan Akta No. 34 menjadi Akta dibawah tangan yang dibuat oleh Notaris selaku Terlapor. Kemudian, tanggung jawab Notaris adalah Notaris dapat dituntut ganti rugi atas gugatan perbuatan melawan hukum yang diajukan kepadanya oleh Pelapor, sebagaimana ketentuan Pasal 51 UU Jabatan Notaris Perubahan. Kata Kunci: Pembetulan Akta, Perubahan Akta, Renvoi, Perbuatan Melawan Hukum, dan Ganti Rugi
Akibat Hukum Pembatalan Akta Hibah Yang Objeknya Harta Warisan Yang Belum Dibagi Kepada Ahli Waris Dan Melebihi Legitieme Portie Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2954 K/PDT/2017 Israviza Notaria
Indonesian Notary Vol 2, No 3 (2020): Indonesian Notary
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (183.111 KB)

Abstract

Salah satu akibat hukum dari perkawinan berdasarkan KUHPerdata adalah terciptanya harta percampuran bulat/harta bersama antara suami dan istri secara otomatis sejak ikatan perkawinan terjadi. Salah satu cara bagi seseorang mengalihkan haknya secara hukum adalah dengan dihibahkan kepada seseorang yang dikehendakinya dengan membuat akta hibah dihadapan PPAT untuk barang-barang tidak bergerak seperti tanah. Pelaksanaan atas pemberian hibah dapat menimbulkan sengketa, terutama menyangkut pembagian harta warisan yang ditinggalkan. Oleh karena itu, pemberian hibah kepada pihak lain tidak boleh melanggar dan merugikan bagian ahli waris menurut undang-undang, karena ahli waris menurut undang-undang memiliki bagian mutlak (legitieme portie) yang sama sekali tidak dapat dilanggar bagiannya. Maka, para ahli waris memiliki suatu hak khusus yaitu hak “hereditatis petitio” dimana tiap-tiap ahli waris berhak memajukan gugatan guna memperjuangkan hak warisnya. Adapun pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana kedudukan hukum akta hibah yang dibuat PPAT yang objeknya harta warisan yang belum dibagi dan bagaimana akibat hukum akta hibah yang objeknya harta warisan yang belum dibagi waris dan melebihi legitieme portie. Melalui penelitian yuridis normatif dan bersifat analitis preskriptif ini, penulis dengan menggunakan data sekunder berusaha menganalisis kedudukan akta hibah dan memberikan solusi serta saran atas pembagian harta warisan dengan dibatalkannya akta hibah tersebut. Simpulannya, kedudukan akta hibah yang dibuat oleh PPAT adalah cacat secara hukum karena tidak terpenuhinya syarat fomil dan syarat materil sehingga dibatalkan oleh hakim yang mengakibatkan batal demi hukum dan atas pembatalan akta hibah tersebut maka perhitungan pembagian waris seharusnya berdasarkan ahli waris golongan I. Kata Kunci: harta bersama, hibah, waris, legitieme portie, PPAT.
PEMBUATAN AKTA SEWA MENYEWA ATAS DASAR SURAT KUASA DAN RENVOI YANG CACAT HUKUM (STUDI PUTUSAN PENGADILAN TINGGI JAWA BARAT NOMOR 146/PDT/2018/PT.BDG.) Crystal Yoanna
Indonesian Notary Vol 1, No 002 (2019): Indonesian Notary
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (253.807 KB)

Abstract

Notaris sebagai pejabat umum yang di tunjuk negara dengan salah satu tugasnya untuk membuat akta haruslah membuat akta tersebut secara sempurna, dalam arti sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Salah satu akta yang dibuat oleh notaris adalah akta sewa menyewa. Dalam Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Barat Nomor 146/PDT/2018/PT.BDG. ini akta sewa menyewa dibuat dengan surat kuasa yang mengalami pemunduran tanggal dan kesalahan dalam penerapan renvoi kedua hal ini merupakan salah satu pelanggaran dalam pembuatan akta oleh notaris. Penelitian ini menyoroti akibat hukum dari pembuatan akta sewa menyewa dengan dasar surat kuasa yang cacat hukum dan renvoi yang cacat hukum berdasarkan Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Barat Nomor 146/PDT/2018/PT.BDG.. penelitian ini akan menggunakan Metode penelitian Yuridis- Normatif yang dilakukan berdasarkan bahan hukum tertulis dengan cara menelaah teori-teori, konsep- konsep, asas-asas hukum, serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini. Surat kuasa yang cacat hukum mengakibatkan pihak dalam perjanjian tidak memiliki kewenangan dalam bertindak dan tidak memenuhi syarat subyektif sahnya perjanjian sehingga perjanjian tersebut bersifat dapat dibatalkan. Selanjutnya, Renvoi yang cacat hukum menunjukkan bahwa akta tersebut tidak dibuat dalam bentuk yang ditentukan udang-undang sehingga akta tersebut menjadi mempunyai kekutan hukum dibawah tangan saja. Tentu saja dua akibat yang telah disebutkan pada akhirnya akan merugikan pihak dalam perjanjian. Untuk mengetahui lebih lanjutKata Kunci: Notaris, Sewa Menyewa, Cacat Hukum, Surat Kuasa, Renvoi
Pertanggungjawaban Pidana Atas Pelaksanaan Kewenangan Notaris Dalam Membuat Akta Autentik (Analisis Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 1362/Pid.B/2019/Pn.Jkt.Utr) Hari Sumarga; Surastini Fitriasih
Indonesian Notary Vol 3, No 2 (2021): Indonesian Notary
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (309.968 KB)

Abstract

Notaris sebagai pejabat umum memiliki kewenangan membuat akta autentik. Kewenangan tersebut harus dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan dan Kode Etik Notaris. Namun, ada kalanya terdapat seorang Notaris yang tidak mengikuti prosedur hukum dalam pelaksanaan kewenangannya membuat akta autentik. Hal ini pun mengakibatkan Notaris dinyatakan telah melakukan perbuatan pidana dan karenanya dibebankan pertanggungjawaban pidana. Seperti halnya Terdakwa RUUR yang merupakan seorang Notaris didalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 1362/Pid.B/2019/Pn.Jkt.Utr. Dalam Putusan tersebut, RUUR dinyatakan telah melakukan pemalsuan akta autentik karena membuat PPJB dan AJB tanpa dihadiri oleh para pihak yang berkepentingan dan karenanya tidak membacakan PPJB dan AJB tersebut. Terlebih lagi PPJB dan AJB tersebut merupakan tranksaksi jual beli tanah yang fiktif. Akibat perbuatan RUUR tersebut, Hakim menyatakan RUUR telah bersalah melakukan tindak pidana karena melanggar pasal 264 ayat (1) ke-1 KUHP dan membebankan pertanggungjawaban pidana kepadanya. Namun, sebelum proses hukum terhadap RUUR, telah terjadi perdamaian antara RUUR dengan para pihak sehingga telah tercipta restorative justice. Dengan demikian, karena telah ada restorative justice, pertanggungjawaban pidana tidak harus dibebankan kepada RUUR dan dapat dikesampingkan dengan pembebanan pertanggungjawaban jabatan baik secara administrasi maupun secara etik. Hal ini juga sebagai implementasi dari konsep hukum pidana sebagai ultimum remedium. Dengan demikian, RUUR dapat dibebankan sanksi administrasi dan juga sanksi etik. Penelitian tesis ini berbentuk penelitian hukum normatif dengan menggunakan data sekunder serta  menggunakan studi dokumen atau bahan pustaka sebagai alat pengumpulan data.Kata Kunci: Notaris, Akta Autentik, Pertanggungjawaban Pidana
Keabsahan Akta Pembagian Hak Bersama Atas Dasar Surat Keterangan Ahli Waris Yang Diregister Oleh Kepala Desa/Lurah Dan Camat Yang Palsu Atau Dipalsukan (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 688 K/Pid/2017) Nizar Satrio Wicaksono
Indonesian Notary Vol 2, No 1 (2020): Jurnal Notary
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (230.644 KB)

Abstract

Surat keterangan waris merupaka salah satu syarat terbitnya akta pembagian hak bersama sebagaimana diatur dalam Pasal 111 ayat 1 huruf c angka 4, Peraturan Menteri Agraria Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997, sehingga keberadaannya merupakan hal yang penting. Namun demikian, bukan berarti Notaris/PPAT memiliki kekuasaan yang besar dalam pembuatan Surat Keterangan Waris tersebut, segala informasi yang ada dalam isi Surat Keterangan Waris harus didapatkan dari pihak-pihak yang ada dalam Surat Keterangan Waris tersebut, bukan secara serta merta Notaris /PPAT mengisi isi Surat Keterangan Waris sesuai dengan keinginannya dengan maksud suatu tujuan tertentu. Notaris/PPAT yang mengisi isi Surat Keterangan Waris yang tidak sesuai dengan informasi dari para pihak terjadi pada Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 688 K/Pid/2017 yang secara otomatis tindakan tersebut harus dipertanggungjawabkan secara hukum oleh Notaris/PPAT tersebut. Kata Kunci: Surat Keterangan Waris, Akta Pembagian Hak Bersama, Notaris/PPAT
Akta Jual Beli Berdasarkan Akta Kuasa Mutlak Sebagai Pengikat Perjanjian Hutang Piutang Ghina Ghina Putri; Ismala Dewi; Arsin Lukman
Indonesian Notary Vol 3, No 3 (2021): Indonesian Notary
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (292.508 KB)

Abstract

Kuasa mutlak dalam pemindahan hak atas tanah adalah dilarang, hal ini berdasarkan Pasal 39 ayat (1) huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Penggunaan kuasa mutlak merupakan suatu penyelundupan hukum penguasaaan atas tanah. Salah satu kasus penggunaan kuasa mulak yaitu kuasa mutlak digunakan sebagai pengikat perjanjian hutang-piutang yang kemudian dijadikan dasar pembuatan akta jual beli, hal ini terjadi di Purwokerto. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai pembuatan akta jual beli dengan dasar kuasa mutlak dan pertanggungjawaban PPAT terkait akta jual beli yang didasari kuasa mutlak perlindungan terhadap pihak yang kehilangan hak atas tanahnya akibat dari peralihan hak atas tanah dengan dasar kuasa mutlak. Untuk menjawab permasalahan tersebut metode penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif atau metode penelitian hukum kepustakaan. Alat pengumpulan data dalam penelitian ini melalui studi dokumen atau studi kepustakaan yang didapat dari berbagai sumber pengaturan yang berlaku di Indonesia. Bagian akhir dari penelitian ini disimpulkan bahwa kuasa mutlak yang digunakan sebagai pengikat perjanjian hutang-piutang merupakan suatu penyelundupan hukum dan penyalahgunaan keadaan, hal ini karena pemindahan hak atas tanah dengan kuasa mutlak adalah dilarang dan kedudukan debitur lebih rendah daripada kreditur, dimana debitur akan menuruti permintaan kreditur menandatangani kuasa mutlak tersebut. PPAT yang membuat akta jual-beli dengan dasar kuasa mutlak tersebut dapat dimintakan pertanggung jawaban baik secara administrasi maupun perdata Kata kunci: kuasa jual, kuasa mutlak, akta jual-beli
Hak Waris Isteri Kedua yang Beragama Islam dari Pewaris Keturunan Tionghoa Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Nomor 5/Pdt.G/2018/PN Ngawi) Eveline Yusim
Indonesian Notary Vol 2, No 2 (2020): Notary Journal
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakPluralisme hukum waris di Indonesia menyebabkan polemik tersendiri bagi Warga Negara Indonesia, khususnya Warga Negara Indonesia Keturunan Tionghoa. Pada umumnya, hukum waris yang berlaku bagi masyarakat Indonesia keturunan Tionghoa adalah hukum waris menurut Kitab Undang Undang Hukum Perdata, namun menjadi permasalahan tersendiri bagi keturunan Tionghoa yang beragama Islam atau menikah dengan seseorang yang beragama Islam karena hukum kewarisan Islam juga berlaku di Indonesia. Dalam studi kasus terhadap putusan Nomor 5/Pdt.G/2018/PN Ngawi, isteri kedua dari seorang pewaris keturunan Tionghoa menuntut hak warisnya dari harta yang sebelumnya dimiliki oleh Pewaris dengan isteri pertamanya dan memohon agar perkara diselesaikan dengan Hukum Waris Perdata Barat. Dalam pertimbangan hukumnya, Majelis Hakim menggunakan Undang Undang Perkawinan karena alasan pernikahan Pewaris tunduk pada dua hukum yang berbeda. Penelitian ini membahas mengenai hukum yang seharusnya berlaku bagi pewaris keturunan Tionghoa yang menikah kedua kalinya dengan seseorang yang beragama Islam dan penerapan hukum waris yang tepat bagi isteri kedua pewaris yang menikah dengan pewaris setelah berlakunya Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan menggunakan data sekunder untuk kajian dan penelitian lebih lanjut. Hasil penelitian adalah bahwa hukum waris yang berlaku adalah hukum waris yang dianut oleh pewaris, yaitu hukum waris perdata barat dan bahwa isteri kedua pewaris berhak atas harta pewaris meski harta tersebut dibeli oleh pewaris pada perkawinan pertamanya.Kata Kunci : Hukum Waris, Keturunan Tionghoa, Isteri Kedua

Page 9 of 48 | Total Record : 473