cover
Contact Name
Agung Andiojaya
Contact Email
journal.amlcft@ppatk.go.id
Phone
+6221-50928484
Journal Mail Official
journal.amlcft@ppatk.go.id
Editorial Address
Jalan Ir. H. Juanda No. 35, Jakarta Pusat Indonesia 10120
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
AML/CFT Journal The Journal of Anti Money Laundering and Countering the Financing of Terrorism
ISSN : 2963220X     EISSN : 2964626X     DOI : https://doi.org/10.59593/amlcft
Core Subject : Economy, Social,
AML/CFT Journal: The Journal of Anti Money Laundering and Countering the Financing Terrorism published by the Indonesia Financial Transaction Report and Analysis Center (INTRAC) or in Bahasa "Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)", contains publication on the research and studies on issues related to Anti Money Laundering and Countering the Financing of Terrorism. The scope of articles for AML/CFT Journal shall focus on Anti-Money Laundering and Prevention of the Financing of Terrorism in which coverage includes but is not restricted to: 1. Money Laundering from Predicate Crimes; 2. Green financial crime; 3. Organized crime and Financing of Terrorism; 4. Money laundering using financial technology; 5. Development in financial crime investigations; 6. Trends in mode and typology of financial crimes; 7. Tracing and recovering assets; 8. Supervision of compliance with anti-money laundering and countering the financing terrorism programs; 9. Proliferation of mass destruction; 10. Crimes in Banking system.
Articles 13 Documents
Kewenangan Penyidik Otoritas Jasa Keuangan Dalam Menyidik Tindak Pidana Pencucian Uang Muh. Afdal Yanuar
AML/CFT Journal : The Journal Of Anti Money Laundering And Countering The Financing Of Terrorism Vol 1 No 1 (2022): Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian Uang untuk Ekonomi Hijau
Publisher : Pusdiklat APU PPT PPATK

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (755.552 KB) | DOI: 10.59593/amlcft.2022.v1i1.4

Abstract

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 15/PUU-XIX/2021 telah menyebabkan transformasi normatif terhadap pengaturan kewenangan penyidikan tindak pidana pencucian uang. Pada awalnya melalui penjelasan Pasal 74 UU TPPU, penyidik ​​yang diberi wewenang untuk menyidik tindak pidana pencucian uang dibatasi. Namun melalui putusan MK tersebut, semua penyidik ​​yang berwenang menyidik ​​tindak pidana asal dari TPPU, secara mutatis mutandis, diberi kewenangan untuk dapat melakukan penyidikan TPPU. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif, dengan menggunakan pendekatan konseptual, perundang-undangan, dan kasus. Melalui penelitian ini, dapat dinyatakan bahwa penyidik ​​Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru memiliki kewenangan menyidik tindak pidana pencucian uang, sejak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 15/PUU-XIX/2021. Selanjutnya, semua penyidik ​​yang berwenang menyidik tindak pidana pencucian uang pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 15/PUU-XIX/2021, antara lain Penyidik ​​OJK, secara mutatis mutandis, juga berwenang menyidik tindak pidana pencucian uang yang terjadi sebelum diucapkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 15/PUU-XIX/2021 tersebut.
Risiko Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme dari Kejahatan Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) Vidyata Annisa Anafiah
AML/CFT Journal : The Journal Of Anti Money Laundering And Countering The Financing Of Terrorism Vol 1 No 1 (2022): Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian Uang untuk Ekonomi Hijau
Publisher : Pusdiklat APU PPT PPATK

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (654.739 KB) | DOI: 10.59593/amlcft.2022.v1i1.5

Abstract

Perdagangan ilegal tumbuhan dan satwa liar (TSL) merupakan salah satu dari kejahatan yang menghasilkan banyak uang secara global yaitu sekitar 5 hingga 23 miliar dolar AS setiap tahunnya, sedangkan di Indonesia, perdagangan ilegal TSL ini diperkirakan menghasilkan Rp 9-13 triliun setiap tahunnya.   Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran risiko TPPU dan TPPT dari TSL berdasarkan profil pelaku, wilayah, delik pidana Undang-Undang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (UU KSDAE), dan TSL yang terlibat dalam TPPU; serta mitigasi risiko yang telah dilakukan. Penelitian ini menggunakan metodologi explanatory sequential design dalam proses melakukan penilaian risiko. Profil pelaku individu, wilayah Jawa Bali (sebagai sumber aliran dana) dan Sumatera (sebagai tujuan dana), Pasal 21 ayat 2 huruf a UU KSDAE, dan trenggiling ditemukan sebagai profil, wilayah, delik pidana dan TSL yang berisiko tinggi. Risiko TPPU perdagangan ilegal TSL di Indonesia berdasarkan data yang tersedia dapat dinilai rendah hingga menengah. Sementara itu, berdasarkan data yang ada saat ini, sulit menilai risiko TPPT kejahatan TSL. Untuk memitigasi risiko perdagangan ilegal TSL dan TPPU, para pemangku kepentingan melakukan upaya antara lain pelaporan kejahatan TSL yang berbasis teknologi, edukasi dan sosialisasi, penerapan multi-door approach dalam penanganan perkara, kerjasama formal dan informal, serta perbankan hijau.
Model Ideal Pararel Investigation Penanganan TPPU Berasal dari Pidana LHK Pasca Putusan MK Nomor 15/PUU-XIX/2021 Muthi'ah Maizaroh; Muh. Fikran Sena; Khulaifi Hamdani
AML/CFT Journal : The Journal Of Anti Money Laundering And Countering The Financing Of Terrorism Vol 1 No 1 (2022): Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian Uang untuk Ekonomi Hijau
Publisher : Pusdiklat APU PPT PPATK

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (923.882 KB) | DOI: 10.59593/amlcft.2022.v1i1.20

Abstract

Tulisan ini memiliki tujuan untuk mengetahui secara komprehensif bentuk gabungan investigasi (Pararel Investigation) dalam Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang berasal dari Tindak Pidana Lingkungan. Kajian ini juga akan menguji relevensi dan efektivitas penerapan Pararel Investigation yang selaras dengan penambahan kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Konsentrasi yang digunakan adalah pemaknaan konsepsi penambahan kewenangan PPNS untuk menyidik TPPU sekaligus memberikan tawaran mekanisme sebagai tindak lanjutnya. Mekanisme yang ditawarkan selaras dengan asas penyidikan TPPU dengan memaksimalkan sistem yang telah ada. Kajian ini disajikan melalui penelitian yuridis-normatif dengan menggunakan olahan data sekunder dengan didukung oleh berbagai pendekatan. Pendekatan yang digunakan yaitu peraturan perundang-undangan untuk menentukan keabsahan yuridis, konseptual sebagai kerangka paragdimatik, dan perbandingan untuk menentukan mekanisme yang efektif. Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu menggambarkan legalisasi Pararel Investigation sekaligus gambaran implementasinya di Indonesia. Disamping itu, juga memberikan ukuran pasti bagi peranan dan evektifitas dalam penegakan hukumnya.
In Rem Asset Forfeiture dalam Bandul Asset Recovery dan Property Rights Isnaini Nur Fadilah
AML/CFT Journal : The Journal Of Anti Money Laundering And Countering The Financing Of Terrorism Vol 1 No 1 (2022): Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian Uang untuk Ekonomi Hijau
Publisher : Pusdiklat APU PPT PPATK

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (623.665 KB) | DOI: 10.59593/amlcft.2022.v1i1.23

Abstract

Dalam kasus-kasus tindak pidana terkhusus pada Tindak Pidana Pencucian Uang ada berbagai macam bentuk hasil kejahatan, tidak hanya potensi kerugian secara privat, namun lebih dari itu juga menyentuh pada ranah publik, baik yang bersifat materiil maupun immateriil. Dari sekian banyak kasus yang terjadi, nyatanya pengembalian kerugian keuangan negara akibat Tindak Pidana Pencucian Uang saat ini masih belum efektif dan efisien. Adanya ketimpangan ini, kemudian menghadirkan sebuah gagasan mengenai  upaya optimalisasi asset recovery milik negara melalui in rem asset forfeiture. Namun, adanya gagasan penerapan in rem asset forfeiture ini menimbulkan pendapat pro dan kontra dalam masyarakat. Dalam artikel ini, penulis akan menganalisa melalui 2 (dua) pokok permasalahan, yakni bagaimana upaya penghidupan in rem asset forfeiture dalam Rancangan Undang-undang Perampasan Aset dan bagaimana pula in rem asset forfeiture yang berada dalam bandul property rights dan asset recovery. Dari analisa dan kajian yang telah dilakukan oleh penulis, dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa bandul dari penerapan Perampasan Aset secara in rem bukan condong pada asset recovery ataupun property rights, namun berada pada titik impas kedua aspek tersebut secara balance.
Kemungkinan Atas Digunakannya Hasil Analisis PPATK sebagai Alat Bukti pada Penanganan Perkara Pencucian Uang Fuad Hasan
AML/CFT Journal : The Journal Of Anti Money Laundering And Countering The Financing Of Terrorism Vol 1 No 1 (2022): Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian Uang untuk Ekonomi Hijau
Publisher : Pusdiklat APU PPT PPATK

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (627.007 KB) | DOI: 10.59593/amlcft.2022.v1i1.26

Abstract

Laporan Hasil Analisis (HA) PPATK dipandang sebagai laporan intelijen, sehingga tidak digunakan sebagai alat bukti dalam penanganan perkara Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Jika HA PPATK dapat dijadikan alat bukti dalam penanganan perkara TPPU akan memperkuat aparat penegak hukum untuk membuktikan TPPU. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui mengapa HA PPATK saat ini tidak dapat dijadikan alat bukti dalam penanganan perkara pencucian uang dan kemungkinan HA PPATK dapat menjadi Alat Bukti. Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif. Secara normatif ketentuan dalam peraturan perundang-undangan tidak dapat mengkualifisir laporan HA sebagai alat bukti, untuk dapat dijadikan alat bukti, HA harus memenuhi ketentuan Alat Bukti sebagaimana ditentukan dalam Pasal 184 Ayat (1) KUHAP. Adapun bentuk alat bukti pada laporan HA adalah dapat berupa surat sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 184 ayat (1) huruf c yang dibuat atau disusun sesuai dengan Pasal 187 KUHAP yaitu atas sumpah jabatan sebagai ahli analis transaksi keuangan dan diterangkan melalui keterangan ahli pada proses peradilan seperti pada visum et repertum.
Posibilitas Kepemilikan Saham oleh Koperasi sebagai Sarana Tindak Pidana Pencucian Uang Otniel Yustisia Kristian
AML/CFT Journal : The Journal Of Anti Money Laundering And Countering The Financing Of Terrorism Vol 1 No 1 (2022): Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian Uang untuk Ekonomi Hijau
Publisher : Pusdiklat APU PPT PPATK

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (661.574 KB) | DOI: 10.59593/amlcft.2022.v1i1.27

Abstract

Dengan ditetapkannya Surat Edaran Nomor 90/M.KUKM/VIII/2012, Menteri Koperasi dan UMKM telah mendorong Badan Usaha Koperasi yang ada untuk dapat mendirikan Anak Usaha berupa PT/CV. Dalam rangka memitigasi risiko digunakannya koperasi atau anak perusahaan koperasi sebagai media Pencucian Uang, maka perlu untuk dilakukannya kajian yang mendalam terhadap koperasi dari sisi rezim Pencucian Uang. Adapun jenis penelitian hukum ini adalah penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka. Berdasarkan penelitian hukum yang dilakukan, terdapat peluang koperasi yang memegang saham di perusahaan dijadikan wadah atau sarana pencucian uang dikarenakan keanggotaan koperasi yang sejatinya bersifat terbuka serta terdapat mekanisme penempatan modal koperasi dari luar anggota koperasi melalui skema modal penyertaan. Bahwa dapat dimungkinkan dimanfaatkannya koperasi yang memegang saham di perusahaan beserta anak perusahaan dari koperasi tersebut sebagai media pencucian uang. Adapun praktik pencucian uang tersebut dapat meliputi praktik pencucian uang dengan menggunakan modus use of nominee, modus concealment within bussines structure, dan modus issue of legitimate bussines.
Pertanggungjawaban Pidana oleh Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) sebagai Pelaku Pencucian Uang dan Kejahatan Lainnya dalam Perseroan Terbatas Syahrijal Syakur
AML/CFT Journal : The Journal Of Anti Money Laundering And Countering The Financing Of Terrorism Vol 1 No 1 (2022): Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian Uang untuk Ekonomi Hijau
Publisher : Pusdiklat APU PPT PPATK

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (609.544 KB) | DOI: 10.59593/amlcft.2022.v1i1.28

Abstract

Seiring dengan perkembangan dunia investasi yang berwujud penanaman modal di perseroan terbatas, baik dalam negeri maupun luar negeri, maka konsep pendirian korporasi dengan tidak menampilkan Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) atau pemilik modal yang sebenarnya, semakin marak dalam praktik-praktik bisnis. Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) dari suatu perusahaan atau korporasi tidak selalu berkaitan dengan perbuatan pencucian uang atau tindak pidana lainnya. Akan tetapi dalam rezim anti pencucian uang, Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) ini menjadi perhatian khusus karena seringkali dalam penegakan hukum tindak pidana pencucian uang atau tindak pidana lainnya, para Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) ini tidak tersentuh oleh hukum. Tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah bagaimana mengidentifikasi pihak-pihak yang dapat dikualifikasikan sebagai Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) dan bagaimana pertanggungjawaban pidana dari Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) tersebut dalam kejahatan pencucian uang dan kejahatan lainnya. Metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah metode doktrinal dengan pendekatan penelaahan peraturan perundang-undangan, kasus, dan doktrin-doktrin atau pandangan para ahli. Hasil penelitian dalam tulisan ini yaitu bahwa identifikasi siapa Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) dari suatu korporasi dapat ditemukan melalui keberadaan atau keterkaitan dalam struktur organisasi dalam korporasi, penelusuran pihak-pihak di luar korporasi yang mengendalikan korporasi, dan penelusuran aliran transaksi keuangan.
Menyelamatkan Hutan melalui Instrumen Pembiayaan Berkelanjutan dan Penegakan Hukum terhadap Financial Backers Felix Aglen Ndaru
AML/CFT Journal : The Journal Of Anti Money Laundering And Countering The Financing Of Terrorism Vol 1 No 2 (2023): Permasalahan Hukum terkait Tindak Pidana Pencucian Uang
Publisher : Pusdiklat APU PPT PPATK

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (668.716 KB) | DOI: 10.59593/amlcft.2023.v1i2.39

Abstract

International reports show a correlation between financing and deforestation. Law enforcement has not fully touched financiers and beneficiaries. Law Number 18 of 2013 concerning the Prevention and Eradication of Forest Destruction is a progressive regulation that regulates the punishment of activities to fund forest destruction. Still, the offense is relatively rarely used by law enforcement. This study uses normative legal research methods and case studies. The study aims to dissect the concept of funding forest destruction and explore strategies for implementing sustainable financing. The study results show that the punishment for supporting forest destruction must be done by proving the element of guilt, namely the element of intentionality for individuals and at least culpa lata for corporations. To implement sustainable financing, strategies for financial institutions include strengthening the principal system of recognizing service users, active and continuous monitoring and auditing, and cross-sector collaboration. Financial institutions must also support policies and guidelines related to green financing, anti-money laundering, and anti-deforestation. The challenge of funding forest destruction is the existence of business actors who take refuge in complete permits and the absence of operational definitions in Law Number 18 of 2013. The case study results show that the punishment for funding forest destruction cannot be done partially but must simultaneously ensnare investors, forest destruction actors, and other parties who participate.
Organisasi Non-Profit Sebagai Media Tindak Pidana Pencucian Uang Ningrum Natasya Sirait; Liza Hafidzah Yusuf Rangkuti
AML/CFT Journal : The Journal Of Anti Money Laundering And Countering The Financing Of Terrorism Vol 1 No 2 (2023): Permasalahan Hukum terkait Tindak Pidana Pencucian Uang
Publisher : Pusdiklat APU PPT PPATK

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (420.436 KB) | DOI: 10.59593/amlcft.2023.v1i2.54

Abstract

Non-Profit Organisations (NPOs) as known as Foundation received attention when there was suspicion of money laundering. Several cases that has become the highlight is the Aksi Cepat Tanggap Foundation (ACT) and Yayasan Keadilan Untuk Semua Foundation (YKUS). In its development, the Foundation has been used as a medium for money laundering due to weak regulations on the organization of the Foundation. This study aims to find out how the law regulates Foundation, maps risk factors and preventive measures against Foundation as a medium for money laundering crimes. The research is normative using statutory and conceptual approaches. The results showed that Foundation are regulated through laws and government regulations, there are four risk factors for running Foundation as a medium for money laundering, namely anonymous donations/mysterious donors, overvaluation of donation assets, misuse of funds, and other unusual transactions. Likewise, the importance of applying proper due diligence procedures as an effort to prevent money laundering in accepting foundation donations. The conclusion is that money laundering threatens the integrity and stability of the system and financial institutions, including Foundation. Regulations for Foundation in Indonesia are still limited, not yet comprehensive and highly vulnerable to money laundering, so further research is needed to compare laws and regulations in other countries related Foundation.
Pencucian Uang di Negara-Negara APEC: Analisis Model Gravitasi tentang Daya Tarik dan Pilihan Tujuan Amarillys Enika Noora Ariesiyani; Lalu Garin Alham
AML/CFT Journal : The Journal Of Anti Money Laundering And Countering The Financing Of Terrorism Vol 1 No 2 (2023): Permasalahan Hukum terkait Tindak Pidana Pencucian Uang
Publisher : Pusdiklat APU PPT PPATK

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (824.875 KB) | DOI: 10.59593/amlcft.2023.v1i2.56

Abstract

This paper has three main contributions. First it attempts to measure which APEC countries are attractive destinations for money laundering to Indonesia. Second it measures and ranks the degree of money laundering attractiveness in-between APEC country members themselves. Third, it tests the variables contributing to a country’s money laundering attractiveness. The attractiveness is measured using the Gravity model derived from Newtonian gravitational equations by utilizing variables ranging from countries’ wealth, government attitude on money laundering, corruption perception index, SWIFT membership, conflict, financial secrecy, and physical & cultural distances. Pearson correlation analysis is also employed to test the statistical interaction & correlation between corresponding variables. Our simulations show that several countries consistently sit on the top 3 (three) most attractive money laundering destinations: Singapore, Hongkong, and the United States. It is also found that financial secrecy and GNI per capita significantly correlate with the degree of money laundering attractiveness. This analysis unveils that an attractive financial regime (beneficial ownership and bank secrecy) and a strong economy attract money launderers to conceal their ill-gotten money in a country.

Page 1 of 2 | Total Record : 13