cover
Contact Name
Iim Fahimah
Contact Email
jurnalmuasharah@gmail.com
Phone
+6285268535340
Journal Mail Official
jurnalmuasharah@gmail.com
Editorial Address
https://ejournal.uinfasbengkulu.ac.id/index.php/muasyarah/pages/view/EDITORIAL%20TEAM
Location
Kota bengkulu,
Bengkulu
INDONESIA
Mu'asyarah
ISSN : 30315204     EISSN : 30260647     DOI : 10.29300/mua.v3i1.4908
MUASYARAH: Jurnal Kajian Hukum Keluarga Islam aims to serve as an academic discussion ground on the development of Islamic Family Law and gender issues. It is intended to contribute to the long-standing (classical) debate and to the ongoing development of Islamic Family Law and gender issues regardless of time, region, and medium in both theoretical or empirical studies. Al-Ahwal always places Islamic Family Law and Gender issues as the focus and scope of academic inquiry.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 18 Documents
Kedudukan Anak Angkat Terhadap Harta Warisan Dalam Hukum Adat Jawa Perdata Dan KHI Berta Kurniwati
MU'ASYARAH: Jurnal Kajian Hukum Keluarga Islam Vol 1, No 2 (2022): Desember
Publisher : UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29300/mua.v1i2.4907

Abstract

Keluarga merupakan kelompok masyarakat terkecil, yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Dalam kenyataan tidak selalu ketiga unsur ini terpenuhi, dimana terdapat suatu keluarga yang tak kunjung dikaruniai keturunan, sehingga salah satu cara untuk mendapatkan keturunan adalah dengan mengangkat anak. Dalam pelaksanaan pengangkatan anak tersebut terkadang terdapat titik persilangan antara ketentuan hukum adat dengan ketentuan hukum Islam. Penelitian ini mengkaji kedudukan anak angkat di dalam masyarakat adat jawa berdasarkan hukum adat dan Kompilasi Hukum Islam (KHI); dan penyelesaian pewarisan anak angkat di masyarakat adat jawa berdasarkan hukum adat dan KHI. Metode penelitian yang digunakan yuridis normatif, dengan Spesifikasi Penulisan yang digunakan bersifat Deskriptif Analitis. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan terhadap bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Metode analisis data yaitu analisis kualitatif dan menarik kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif. Penelitian ini menyimpulkan kedudukan anak angkat menurut hukum adat Bugis dan KHI ialah anak angkat dapat mewaris orang tua angkatnya hanya sebatas nilai kasih si pewaris dan tergambar dalam Pasal 171 huruf (h) KHI. Penyelesaian sengketadapat melalui tudang sipulung atau mapahkiade,dan terdapat di dalam Pasal 188 KHI dan Pasal 209 KHI, sejalan dengan putusan RAAD VAN JUSTITIE tanggal 24 Mei 1940
Penyelesaian Administrasi Nikah Di Bawah Umur Perspektif Hukum Positif Dan Hukum Islam (Studi Kecamatan Lungkang Kule) Rohmadi Rohmadi; Muhammad Aziz Zakiruddin; Jasrin Abito
MU'ASYARAH: Jurnal Kajian Hukum Keluarga Islam Vol 3, No 1 (2024): Maret
Publisher : UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29300/mua.v3i1.5064

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penyelesaian administrasi nikah di bawah umur dari perspektif hukum positif dan hukum Islam, dengan studi kasus di Kecamatan Lungkang Kule. Dalam konteks hukum positif, pernikahan di bawah umur diatur oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang menetapkan batas minimal usia pernikahan. Sementara itu, hukum Islam memiliki ketentuan tersendiri yang mengatur pernikahan di usia dini berdasarkan syariat. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif, yang didukung oleh data primer dari wawancara dengan tokoh masyarakat, petugas Kantor Urusan Agama (KUA), dan pihak keluarga yang terlibat dalam pernikahan di bawah umur. Data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan yang mencakup literatur hukum positif dan hukum Islam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Kecamatan Lungkang Kule, terdapat beberapa kasus pernikahan di bawah umur yang disebabkan oleh faktor ekonomi, sosial, dan budaya. Proses penyelesaian administrasi nikah di bawah umur dalam perspektif hukum positif melibatkan prosedur dispensasi nikah yang diajukan ke Pengadilan Agama. Sedangkan dalam perspektif hukum Islam, terdapat perbedaan pandangan ulama terkait kebolehan pernikahan di usia dini, namun pada prinsipnya syariat mengedepankan kemaslahatan dan kesiapan mental serta fisik calon mempelai. Kesimpulan penelitian ini menegaskan pentingnya sinergi antara penerapan hukum positif dan pemahaman hukum Islam dalam menangani kasus pernikahan di bawah umur. Selain itu, diperlukan peningkatan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat mengenai dampak negatif pernikahan dini serta pentingnya mengikuti prosedur hukum yang berlaku demi tercapainya pernikahan yang sah dan berkualitas.
Kajian Hukum Islam Dan Hukum Positif Tentang Nusyuz Suami Rohmadi Rohmadi; Nenan Julir; Al Arkom Al Arkom
MU'ASYARAH: Jurnal Kajian Hukum Keluarga Islam Vol 1, No 1 (2022): Oktober
Publisher : UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29300/mua.v1i1.4898

Abstract

Nusyuz berasal dari akar kata an;nasyiz atau an-nasyaz yang berarti tempat yang tinggi atau sikap tidak patuh dari salah seorang atau perubahan sikap suami atau istri. Nusyuz adalah sebaliknya dari taat. Yaitu, segala tindakan negatif dalam relasi pasutri yang melemahkan ikatan berpasangan antara suami dan isteri, sehingga menjadi jauh dari kondisi sakinah, mawaddah, dan rahmah. Penelitian ini membahas tentang bagaimana praktik Nusysuz suami yang terjadi di Desa Napallicin Kecamatan Ulu Rawas Kabupaten Musi Rawas Utara Provinsi Sumatera Selatan dan bagaimana Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam terhadap praktik Nusysuz suami yang terjadi di Desa Napallicin Kecamatan Ulu Rawas Kabupaten Musi Rawas Utara Provinsi Sumatera Selatan. Metode penelitian ini yaitu penelitian lapangan (field research) dengan pendeketan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu wawancara dan dokumentasi. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, bentuk dan dampaknya yakni Meninggalkan istri lebih dari enam bulan, tidak memberi nafkah, menikahi adik kandung isteri yang berdampak pada psikologi istri, anak dan keuangan dan dalam hokum Islam nusyuz Suami merupakan jembatan pemisah hubungan isteri dengan suami dalam pernikahan serta jalan keluar bagi isteri melepaskan diri dari pernikahan apabila suami tidak menjalankan kewajibannya. Sedangakan hukum positif, nusyuz Suami merupakan memberikan hak dan menjadikan alasan kepada istri untuk mengajukan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama. 
Peran Kepala Keluarga Dalam Membangun Nilai-Nilai Moderasi Beragama Pada Pasangan Muda Bambang Utoyo
MU'ASYARAH: Jurnal Kajian Hukum Keluarga Islam Vol 2, No 1 (2023): Maret
Publisher : UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29300/mua.v2i1.5077

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan peran kepala keluarga dalam membangun nilai-nilai moderasi beragama yang diambil dari perdebatan literatur. Keberhasilan peran seorang kepala keluarga dalam membangun nilai-nilai moderasi beragama akan dapat dilihat dari pola kehidupan dalam suatu keluarga tersebut. Dalam penelitian ini, kita akan membahas peran kepala keluarga dalam membangun nilai-nilai moderasi beragama pada pasangan muda, melalui komunikasi terbuka, memberikan teladan positif, memberikan pengajaran yang mendalam, dan menjadi mediator dalam mengatasi perbedaan. Beberapa sumber menunjukkan bahwa Kepala keluarga memang sangat berperan dalam mendidik anak, khususnya terkait moderasi beragama. Namun, tantangan seperti penyebaran pemahaman ekstremis dan intoleran, serta adanya potensi peningkatan perilaku intoleransi di kalangan Generasi Z, menunjukkan bahwa masih diperlukan upaya lebih lanjut dalam memastikan bahwa setiap kepala keluarga telah optimal dalam usahanya membangun nilai-nilai moderasi beragama. Oleh karena itu, perlu adanya kerjasama antara berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat, untuk terus mendorong peran kepala keluarga dalam membangun moderasi beragama guna menciptakan lingkungan yang lebih harmonis dan toleran.
Akad Nikah Melalui Visualisasi Media Komunikasi Online Video Call Dalam Pandangan Bahtsul Masa’il Nu Dan Majelis Tarjih Muhammadiyah Lampung Relit Nur Edi; Susiadi Susiadi AS; Muslim Muslim
MU'ASYARAH: Jurnal Kajian Hukum Keluarga Islam Vol 3, No 1 (2024): Maret
Publisher : UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29300/mua.v3i1.4908

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendapat Lembaga Bahtsul Masa’il Nahdhatul Ulama dan Majelis Tarjih Muhammadiyah Lampung tentang akad nikah melalui visualisasi media komunikasi online video call. Fenomena menarik berkaitan dengan pemanfaatan media dalam suatu perkawinan menimbulkan suatu kajian baru berkaitan dengan sah atau tidaknya perkawinan yang dilangsungkan secara jarak jauh. Inti dari masalah ini sebenanrnya ialah salah satu syarat sah akad nikah ialah ittiha Al-Majlis atau bersatunya majelis. Jenis penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) yang bersifat deskriptif-analisis-komparatif. Dalam penelitian ini data-data yang digunakan ialah data kualitatif yaitu yang bersumber dari data primer dan data skunder. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dan studi dokumen. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa menurut Pengurus Lembaga Bahsul Masail Nahdatul Ulama Lampung berpandangan bahwa menggunakan media komunikasi online video call dalam akad nikah hukumnya tidak sah, karena akad nikah dengan cara seperti itu dilakukan tidak dalam satu majelis, sehingga syarat ittihad al-majlis tidak terpenuhi. Sedangkan Menurut pendapat pengurus Majelis Tarjih Muhamadiyah berpendapat menggunakan media telekomunikasi termasuk di dalamnya menggunakan online video call pada akad nikah hukumnya sah, karena konsep ittihad al-majelis dianggap terpenuhi karena walaupun berada berbeda lokasi namun pada waktu yang berkesinambungan Adapun persamaan tentang penggunaan media komunikasi pada perkawinan adalah kedua-duanya memiliki sumber hukum yang sama yaitu Al-Qur’an dan Al Hadist, keduanya marujuk pada empat ulama mazhab besar pada ilmu fikih dan keduanya sepakat atas syarat ittihad al-majlis pada akad nikah, perbedaannya, menggunakan metode qiyas menerima ijma’ ulama’ terdahulu, dan fatwa yang dikeluarkan tidak bersifat secara kolektif. Sedangkan Majelis Tarjih Muhammadiyah merujuk kepada Mazhab Hanafi, tidak sepakat dengan penggunaan metode qiyas, tidak menerima ijma’ ulama’ terdahulu, dan fatwa bersifat kolektif.
Pandangan Ulama Dayah Terhadap Berjabat Tangan Dengan Pengantin Bukan Mahram Pada Pesta Perkawinan (Studi Kasus Kecamatan Suka Makmue Kabupaten Nagan Raya) Agustin Agustin Hanapi; Syukri Asnawi
MU'ASYARAH: Jurnal Kajian Hukum Keluarga Islam Vol 3, No 1 (2024): Maret
Publisher : UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29300/mua.v3i1.5070

Abstract

Terdapat permasalahan terkait berjabat tangan saat pesta perkawinan di Kecamatan Suka Makmue Kabupaten Nagan Raya, dilakukan  para masyarakat yang  menyimpang dari Al-Qur’an, Hadis dan pendapat Ulama yaitu masyarakat beranggapan berjabat tangan di saat pesta perkawinan dengan pengantin adalah suatu hal yang sopan serta beradap. Padahal para Ulama sepakat bahwasanya berjabat tangan dengan yang bukan muhrim adalah haram. Permasalahan yang ingin diteliti dalam penelitian ini adalah pertama, Bagaimana Berjabat Tangan Antara Tamu Dengan Pengantin Yang dilakukan di Kecamatan Suka Makmue Kabupaten Nagan Raya, kedua Bagaimana Pandangan Ulama Dayah Terhadap Praktek Berjabat Tangan Antara Tamu Dengan Pengantin Pada Pesta Perkawinan. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus (Case Study) yaitu menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang diamati. Penelitian lapangan meliputi wawancara dan dokumentasi yang didapatkan dari masyarakat dan Ulama di kecamatan Suka Makmue. Dari hasil penelitian Adapun prosesi berjabat tangan dengan tamu memiliki dua proses yaitu pertama pihak linto atau dara baro menjumpai tamu untuk berjabat tangan  dan yang kedua tamu berjabat tangan dengan mempelai pada saat selesai proses intat linto/dara baro dengan menghampiri mempelai sambil memberikan hadiah .Hasil penelitian kedua yaitu  Padangan keempat ulama dayah terkait hal berjabat tangan dengan tamu yang bukan mahram  ini memeliki beberapa  pendapat di mana masalah hukum berjabat tangan non mahram secara langsung adalah haram, kecuali bagi anak kecil atau yang sudah lanjut usia yang tidak berpotensi menimbulkan efek negatif (syahwat dan fitnah). Hukum jabat tangan antara lawan jenis non-mahram dengan menggunakan kaos tangan atau penutup berhukum (boleh) asalkan tidak berpotensi menimbulkan syahwat dan fitnah.
Kriteria Saksi Adil dalam Peradilan menurut Ulama Syafi`iyah dan Hanafiyah Toha Andiko; Masril Masril; Edi Mulyono; Amelia Reza; Aan Gunawan
MU'ASYARAH: Jurnal Kajian Hukum Keluarga Islam Vol 1, No 1 (2022): Oktober
Publisher : UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29300/mua.v1i1.4899

Abstract

Salah satu syarat dalam peradilan adalah adanya saksi yang harus adil, yaitu yang menunaikan yang fardhu dan sunnah, menjauhi yang haram dan dimakruhkan. Namun beberapa ulama berbeda pendapat tentang persyaratan kriteria saksi ada yang berpendapat tidak mensyaratkan adil pendapat ulama Hanafiyah, dan ada yang berpendapat saksi harus adil menurut pendapat ulama Syafi`iyah. Dari latar belakang persoalan tersebut timbul pertanyaan bagaimana kriteria saksi yang adil dalam Peradilan menurut pendapat ulama Hanafiyah dan Syafi`iyah ? dan bagaimana analisis kriteria saksi yang adil dalam Peradilan menurut pendapat Ulama Hanafiyah dan Syafi`iyah? Adapun tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui kriteria saksi yang adil dalam Peradilan menurut pendapat ulama Hanafiyah dan Syafi’iyah dan untuk menganalisis kriteria saksi yang adil dalam Peradilan menurut pendapat ulama Hanafiyah dan Syafi’iyah. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian pustaka (library research), Untuk memperoleh datadata yang dipaparkan dalam penelitian ini penulis menggunakan data primer dan data skunder. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa ulama Hanafiyyah yang mengatakan kriteria saksi adalah menegaskan dan menyaksikan kebenaran sedangkan ulama Syafi`iyah akriteria saksi adalah menjauhkan dosa besar, selamat aqidahnya dan dipercaya amarahnya.
Problematika Dan Solusi Pelaksanaan Undang Undang No. 16 Tahun 2019 Tentang Perkawinan Dan Perma Nomor 5 Tahun 2019 Tentang Dispensasi Kawin Dalih Effendy
MU'ASYARAH: Jurnal Kajian Hukum Keluarga Islam Vol 1, No 2 (2022): Desember
Publisher : UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29300/mua.v1i2.5090

Abstract

Dispensasi merupakan suatu bentuk keringanan yang diberikan atas suatu larangan yang diatur dalam   undang-undang.  Usia  minimal  melangsungkan  perkawinan  di  Indonesia  semula  tercantum  dalam  ketentuan Pasal 7 Ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan) “Perkawinan diizinkan jika pria sudah berusia 19 tahun dan wanita 16 tahun”, Ketentuan  usia  minimal  dianggap  mencerminkan  diksriminasi  khusus  bagi  kaum  perempuan  serta berpotensi  melanggar  hak  konstitusional  anak  perempuan  dengan  terjadinya  perkawinan  bawah umur karena batas usia minimal perempuan lebih rendah sehingga ketentuan tersebut menjadi suatu ketentuan yang dianggap melegalkan perkawinan anak dibandingkan pria belum lagi diketahui bahwa antara hukum positif yang berlaku di Indonesia makna dewasa antara aturan satu dengan pengaturan yang  lainnya  tidak  sejalan,  seperti  halnya  batasan  usia  mininimal  perkawinan  terhadap  perempuan yang  jelas-jelas  telah  bertentangan  dengan UU  Perlindungan  Anak  yang  menetapkan  bahwa  anak adalah seorang yang belum berusia 18 tahun. Dengan menggunakan pendekatan yuridis normative produk hukum dari perkara permohonan dispensasi kawin adalah berupa penetapan, yang berisi tentang diberikannya permohonan dispensasi kepada anak pemohon untuk menikah dengan calonnya. Oleh Pegawai Pencatat Nikah pada KUA setempat melakukan pencatatan perkawinan tersebut atas dasar penetapan dari pengadilan agama yang telah diperolehnya. Mahkamah Agung mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2019, khusus merespon bagaimana pengadilan memberi keadilan dalam penanganan perkara permohonan dispensasi kawin demi untuk memberi perlindungan bagi anak. Hasil penelitian menemukan penentuan batas usia perkawinan tidak bertentangan dengan syariat Islam. Ukuran usia perkawinan ditentukan berdasarkan ‘urf yang berlaku di tengah masyarakat dengan mempertimbangkan berbagai kemajuan, seperti kemajuan di bidang ekonomi, pendidikan, sosial, budaya, kesehatan, dan kemajuan lainnya yang tidak bertentangan dengan syariat Islam.
Sakinah Mawaddah Warahmah Dalam Konsep Seni Islam Sayyed Hossein Nashr Wahyu Wahyu; Achmad Khudori Soleh
MU'ASYARAH: Jurnal Kajian Hukum Keluarga Islam Vol 3, No 1 (2024): Maret
Publisher : UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29300/mua.v3i1.4909

Abstract

Sakinah mawaddah dan warahmah merupakan konsep yang didambakan setiap keluarga, memiliki ketenangan, kasih sayang dan perhatian dari pasangan inilah hakikat dari relasi hubungan keluarga. Dalam seni Islam Sayyed Husein Nasr memiliki konsep diantaranya kedamaian (Tawajjjud), pembebasan jiwa (Tajarrud), penyucian diri (Tadzkiya al-nafs), Fungsi seni yang lain pula ialah untuk menyampaikan hikmah dan sebagai sarana efektif menyebarkan gagasan, pengetahuan, informasi yang berguna bagi kehidupan. dari konsep diatas ditemukan korelasi yang sama yang akan dijabarkan lebih dalam tulisan ini. tujuan Pada penelitian ini akan mengkolaborasikan konsep Sakinah, mawaddah dan warahmah dengan konsep seni Islam Sayyed Husaen Nasr yang kemudian disebut seni mencintai, Metode yang akan digunakan pustaka (library research) dengan pendekatan yang digunakan deskriptif kualitatif, Pada akhirnya hasil dari tulisan ini, (1). memudahkan seseorang atau pasangan untuk membangun relasi keluarga sakinah, mawaddah dan warahmah kerena sudah menjalani seni Islam, (2). Perpaduan dua konsep ini diharapkan menjadi solusi untuk mengurangi konflik internal di dalam kelaurga, mengingat kedua pasangan sudah mengaplikasikan seni Islam dalam kehidupan sehari-hari. Ketika hadirnya problematika keluarga kedua pasangan akan dengan mudah mengendalikan emosional dengan komunikasi dua arah, (3). keluarga akan lebih mendapatkan esensi kedamaian, cinta kasih saying dan tentu kebahagian sesuai dengan konsep Sakinah, mawaddah dan warahmah dalam relasi berkeluarga.
Telaah Mubadalah Tentang Poligami di Era Digital Agus Hermanto; Arif Fikri; Syeh Sarip Hadaiyatullah; Rudi Santoso
MU'ASYARAH: Jurnal Kajian Hukum Keluarga Islam Vol 2, No 2 (2023): Oktober
Publisher : UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29300/mua.v2i2.5073

Abstract

Monogami adalah asas yang terkandung dalam Undang-Undang 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan di Indonesia, yaitu laki-laki hanya memiliki istri satu, hal ini seirama dengan prinsip mubadahlah agar dapat berbuat adil. Realitanya, upaya pemerintah dalam meminimalisir angka perceraian yang disebabkan oleh poligami dengan cara mewujudkan e-KTP fenomena poligami masih marak kita saksikan. Pertanyaannya adalah, bagaimana telaah mubadalah terhadap poligami pada era digital di Indonesia? Penelitian ini bertujuan untuk menelaah fenomena pologami dalam kacamata mubadalah untuk mewujudkan keadilan. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dalam bentuk liberary seseach yaitu mengkaji tentang fenomena poligami pada era rad an pasca diwujudkannya e-KTP, yang kemudian telaah dengan teori mubadalah untuk mewujudkan keadilan. Dalam konteks digital, fenomena poligami sebenarnya telah terstruktur, yaitu orang kerap melakukan poligami secara resmi yaitu terdaftar di pegawai pencatat nikah, sedangkan markanya poligami yang terjadi pada era digital ini adalah penipuan ijin nikah pada istri pertama, sehingga akan menimbulkan konflik hingga pada ranah perceraian akibat terkhianati. Dalam telaah mubadalah bahwa fenomena poligami ini bertentangan dengan prinsip-prinsip mubadalah, yaitu rahmah dan akhlakul karimah, yaitu suami tidak memiliki rasa sayang pada istrinya hingga melakukan penipuan surat ijin poligami, dan perilaku penipuan seperti ini adalah bentuk dari suami yang tidak bertanggungjwab dan tidak memiliki akhlakul karimah.

Page 1 of 2 | Total Record : 18