cover
Contact Name
Vida P.R. Kusmartono
Contact Email
jurnal.naditirawidya@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
jurnal.naditirawidya@gmail.com
Editorial Address
Jalan Gotong Royong II, RT 03 RW 06, Banjarbaru 70714, Kalimantan Selatan
Location
Kota banjarbaru,
Kalimantan selatan
INDONESIA
Naditira Widya
ISSN : 14100932     EISSN : 25484125     DOI : https://doi.org/10.55981/nw
Naditira Widya aims to be a peer-reviewed platform and a reliable source of information. Scientific papers published consist of research, reviews, studies, and conceptual or theoretical thinking with regard to Indonesian and/or world archaeology and culture. All papers are double-blind reviewed by at least two peer reviewers. Naditira Widya is issued biannually and publishes articles on archaeology and cultural studies, including using anthropological, ethnographic, historical, language, geological, geographical, biological and other relevant approaches.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Arkeologi
Articles 153 Documents
KARAKTERISTIK SITUS-SITUS ARKEOLOGI KALIMANTAN SELATAN BERDASARKAN LOKASI GEOGRAFIS Nia Marniati Etie Fajari
Naditira Widya Vol. 11 No. 1 (2017): Naditira Widya Volume 11 Nomor 1 April Tahun 2017
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Provinsi Kalimantan Selatan memiliki bentang lahan berupa wilayah Pegunungan Meratus, perbukitan karst Meratus, lahan basah pada daerah aliran sungai, serta wilayah pesisir dan kepulauan. Lingkungan di keempat satuan lahan tersebut menyediakan kekayaan hayati melimpah sehingga menjadi kawasan budaya yang dihuni oleh manusia sejak masa prasejarah sampai dengan saat ini. Penelitian arkeologi di Kalimantan Selatan menemukan situs-situs arkeologi yangtersebar pada tiap-tiap satuan lahan. Artikel ini mengangkat permasalahan mengenai bagaimana karakteristik situs arkeologi yang berada di Kalimantan Selatan berdasarkan kondisi geografisnya. Penelitian ini diawali dengan pengumpulan data berdasarkan Laporan Penelitian Arkeologi di Balai Arkeologi Kalimantan Selatan dari tahun 1993-2015 di wilayah Kalimantan Selatan. Metode penelitian dilakukan dengan melakukan klasifikasi situs berdasarkan lokasi geografis. Langkah selanjutnya adalah identifikasi situs berdasarkan parameter letak geografis dan kondisi lingkungan, karakteristik temuan, karakteristik budaya, dan kronologi waktu baik absolut ataupun relatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik situs pada setiap lokasi geografis yang berbeda. Hasil analisis menghasilkan kecenderungan karakteristik situs arkeologi di Kalimantan Selatan, yaitu adanya orientasi pemilihan lokasi hunian seiring dengan kronologi waktu, karakteristik situs dan data arkeologi dipengaruhi oleh kondisi geografisnya, dan usulan lokasi strategis yang dapat ditindaklanjuti oleh tim peneliti di Balai Arkeologi Kalimantan Selatan. South Kalimantan Province has a landscape in the form of Meratus Mountains, Meratus karst hills, wetlands in the Barito River Basin, coastal areas and islands. Environment at those landscapes provides abundant resources and become cultural areas that has been occupied since prehistory until recently. The archaeological research in KalimantanSelatan has found archaeological sites that spreads along each landscapes. This article discusses about characteristics of archaeological sites in Kalimantan Selatan based on geographical location. The sources of study are from some archaeologicalreports conducted by Balai Arkeologi Kalimantan Selatan during 1993 to 2015. The research method has been done byclassifying the archaeological sites based on geographical location. Then identyfication is conducted to develop the parameterconsisting of geography and environmental conditions, characteristic of data, cultural characteristics, and the chronology either absolute or relative to define the character of archaeological sites. This study aims to determine the characteristics of sites in each different geographic location. The result shows that there is a tendency of the characteristics such as orientation of residential location choice which is along with chronology, the characteristics and archaeological data are influenced by geographical conditions, and the proposed strategies of site location that can be followed up by researchers at Balai Arkeologi Kalimantan Selatan.
HUNIAN BERULANG DI DOLINA KIDANG, BLORA KALA HOLOSEN Indah Asikin Nurani
Naditira Widya Vol. 10 No. 2 (2016): Naditira Widya Volume 10 Nomor 2 Oktober Tahun 2016
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dolina Kidang adalah suatu lobang besar yang di dalamnya terdapat sebuah gua dan ceruk. Dolina ini merupakan tempat hunian manusia prasejarah kala Holosen yang sangat intensif dihuni. Bukti-bukti arkeologis memberikan gambaranbagaimana pola hunian yang berlangsung di dalam dolina ini. Temuan hasil ekskavasi meliputi artefak, ekofak, fitur, dan rangka manusia. Kajian geoarkeologis menunjukkan adanya proses pengendapan sedimentasi dan material budaya yangsignifikan. Kajian antropologi ragawi memberikan kontribusi tentang sistem kubur yang dianut manusia penghuni Dolina Kidang. Pengembangan teknologi dalam mempertahankan hidup juga memberikan informasi tersendiri dalam pola hidup manusia penghuni Dolina Kidang. Tulisan ini akan memberikan gambaran menyeluruh pola hunian beserta jejak okupasi yang berlangsung di dolina ini. Metode yang digunakan adalah deskriptif analitis, dengan penalaran induktif. Hasil penelitian memberikan informasi tentang pola pemanfaatan lahan gua secara berulang, yaitu ditemukan lantai gua berupa konglomerat alas. Kidang Dolina is a big hole in which there is a cave and a niche. This dolina was a prehistoric human settlements from Holocene period that had been inhabited very intensively. Archaeological evidence gave an overview of how settlement patterns had taken place in this dolina. Research findings of excavation were artifacts, ecofacts, features, and skeleton. Geo-archaeological studies showed the deposition process of sedimentation and the significant material culture. Paleoanthropological study contributed the burial system adopted by human inhabitants of Kidang Dolina. Development of technology in maintaining the life also provided some information in the lifestyle of human occupants at Kidang Dolina. Thispaper depicts the whole of settlement pattern along with occupation traces took place at the dolina. The method used isanalytical descriptive, with inductive reasoning. The results of study provide information on the land use patterns of recurring cave that was found on the cave foor of pedestal conglomerates.
TIPOLOGI ARTEFAK BATU LIANG ULIN 2: ANALISIS FUNGSIONAL BERDASARKAN MORFOLOGI Nia Marniati Etie Fajari
Naditira Widya Vol. 10 No. 2 (2016): Naditira Widya Volume 10 Nomor 2 Oktober Tahun 2016
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Situs Liang Ulin 2 adalah salah satu ceruk hunian prasejarah di kawasan karst Mantewe, Kalimantan Selatan. Artefak dan ekofak yang ditemukan merupakan jejak aktivitas manusia masa lalu. Data tersebut adalah bentuk respon manusia guna pemenuhan kebutuhan hidup yang paling mendasar, antara lain pangan, sandang, dan papan. Penelitian ini membahas permasalahan mengenai keragaman artefak batu yang ditemukan di Liang Ulin 2. Penelitian bertujuan untuk menggambarkan fungsi alat batu berdasarkan bentuk dan tipologinya. Penjabaran fungsi alat diharapkan dapat menambah informasi tentang kehidupan masa prasejarah di Liang Ulin 2. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan dua tahap kegiatan, yaitu analisis dan interpretasi. Analisis data dilakukan secara makroskopis untuk menentukan morfologi dan tipologi artefak batu. Interpretasi disusun berdasarkan argumen fungsional sesuai dengan bentuk alat batu yang sudah ditetapkan. Hasil analisis menunjukkan terdapat dua kelompok artefak batu, yaitu alat dan bukan alat. Alat terdiri atas batu inti dan serpih dengan retus, sedangkan kelompok bukan alat terdiri atas serpih proksimal, fragmen serpih, dan tatal. Analisis argumen fungsional menunjukkan, jenis alat batu serpih dengan retus digunakan untuk aktivitas manusia sehari-hari sepertimengupas, memotong, menyerut, dan mengiris. Alat batu Liang UIin 2 memiliki bentuk bervariasi yang digunakan untukberbagai keperluan, tanpa ada tipe khusus yang disiapkan untuk aktivitas tertentu. Liang Ulin 2 is one of the prehistoric rock-shelters in the Mantewe karst region, South Kalimantan. Artifacts dan ecofacts that had been found there were traces of past human activity. The data are forms of human responses for fullfiling the basic needs, such as food, clothing, and shelter. This study discusses the diversity of lithics found in Liang Ulin 2. The aim of this research is to explain the function of stone tools based on morphology and typology. The description of tool function is expected to add information of the prehistoric life in Liang Ulin 2. This research uses descriptive method with twosteps, analysis and interpretation. Macroscopic analysis was conducted to determine the lithic morphology and typology.Interpretation is elaborated based on a functional argument in accordance with the lithic morphology that have been defined. The result showed there were two groups of lithic, which are tool and debitage. Tool consists of core and flake, while debitage consists of proximal flake, flake shatter, and nonflake. Functional argument analysis shows that retouching flake tool was used for everyday human activities, such as peeling, cutting, scrapping, and slicing. Lithic of Liang UIin 2 has varied forms used for many purposes, without any special typhology prepared for a particular activity.
TEKNOLOGI, BENTUK, FUNGSI, DAN MOTIF HIAS TEMBIKAR DI ISTANA ALMUKARRAMMAH, SINTANG Ulce Oktrivia
Naditira Widya Vol. 10 No. 2 (2016): Naditira Widya Volume 10 Nomor 2 Oktober Tahun 2016
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tembikar dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kepandaian teknologis dan aktivitas masyarakat pada masa lalu. Guna mengetahui hal tersebut, maka perlu diketahui tingkat teknologi tembikar, bentuk, dan motif hias, serta kaitan antara fungsi tembikar dan fungsi situs pada masa lalu. Ragam tembikar ini diharapkan dapat digunakan untuk mengetahui aktifitas yang pernah terjadi di lokasi ini. Permasalahan tersebut dijawab dengan menggunakan teknik pengamatan berdasarkan variabel jejak buat, warna bagian permukaan dan inti tembikar, motif hias dan teknik hias. Selain itu, juga dilakukan penggambaran dengan teknik mirror untuk bagian tepian tembikar. Gambaran ini dapat dijadikan sebagai tambahan informasi perkembangan sejarah kebudayaan di Sintang dan sekitarnya. Tembikar Istana Almukarramah yang terdiri dari periuk, mangkuk, kendi, dan tembikar berbentuk persegi, dibentuk dengan tangan, alat, dan gabungan kedua teknik tersebut. Tidak semua bahan tanah liat dipilih dengan baik. Rata-rata tembikar dibakar pada suhu yang rendah sampai sedang, meskipun terdapat beberapa yang dibakar pada suhu tinggi. Motif hias dan teknik yang digunakan sangat bervariasi. Pada umumnya motif hias yang ditemukan berupa garis horisontal dan vertikal, namun terdapat juga motif hias berupa bulan sabit, duri ikan, dan bentuk persegi. Tembikar Istana Almukarramah digunakan sebagai peralatan sehari-hari dan alat upacara. Asumsi ini didasarkan pada fungsi lokasi Istana Almukarrammah sebelum tahun 1932. Pada masa tersebut lokasi ini dimanfaatkan sebagai pemukiman yang lingkungannya berupa semak belukar dan ditumbuhi pohon sagu. Beliung persegi tampaknya digunakan sebagai alat untuk eksploitasi sagu, sedangkan tembikar digunakan sebagai peralatan sehari-hari mereka. Fungsi tembikar sebagai alat upacara didasarkan pada banyaknya temuan tembikar di sekitar Batu Kundur. Pottery can be used to determine the level of technological skill and community activities in the past. Therefore, it is necessary to determine the level of technology of pottery, shapes and motifs, and the link between pottery function and site functionality in the past. Variety of pottery is expected to be used to determine the activities that have occurred at the site. This image can be used as additional information on the cultural history of Sintang and its surroundings. The potteriesare consisting of pots, bowls, jugs, and a square-shaped. It were molded by hand, tools, and combined of these two techniques. The clay material is not all well chosen. Average pottery burned at low to moderate temperatures, although some of them were burned at high temperatures. The pottery decorations and techniques are widely varied. In general, motifs are found in the form of horizontal and vertical lines, but there is also a motif in the form of a crescent moon, fishspines, and a square shape. Pottery was used as everyday equipment and tool ceremony. This assumption is based onthe function of palace location before 1932. At that time, the area was shrub land as habitat of sago palms. Hand axe seems to be used as a tool for exploitation of sago, while pottery used as their everyday equipment. The pottery function supposed to be a ceremonial tool is based on its location around Batu Kundur.
SITUS JANGKUNG DAN KOMUNITAS MAANYAN Sunarningsih
Naditira Widya Vol. 10 No. 2 (2016): Naditira Widya Volume 10 Nomor 2 Oktober Tahun 2016
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Situs pemukiman kuna Pulau Jangkung, Kabupaten Tabalong terletak di tepi aliran anak Sungai Tabalong, telah diteliti oleh Balai Arkeologi Kalimantan Selatan pada tahun 2012. Keberadaan situs tersebut cukup menarik, karena letaknya yang berada di tempat yang jauh dari pemukiman sekarang, dan berada di lereng bukit dengan aliran sungai yang mengelilinginya. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kapan dan siapa komunitas penghuni situs Jangkung. Olehkarena itu, artikel ini akan menggunakan data hasil penelitian tahun 2012 dan penelusuran studi pustaka untuk menjawab permasalahan tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah deskriptif eksplanatif dengan penalaran induktif. Data hasil penelitian akan dianalisis kembali dan disintesakan dengan dukungan data pustaka sehingga akan menghasilkan sebuah interpretasi baru. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa situs Jangkung dihuni oleh komunitas Maanyan pada masa setelah penaklukan Majapahit di wilayah Kalimantan bagian tenggara. Pulau Jangkung ancient settlement site is located on the banks of Tabalong's tributary stream which had been investigated by Balai Arkeologi Kalimantan Selatan in 2012. The existence of the site is quite interesting, because it lies at a distance from the recent settlement, on the slopes hill surrounded by the river flow. This paper aims to know the chronological site and who were Jangkung's occupants community during the past. Therefore, this paper will be using research data of 2012, and literature sources to answer the problem. The method used in this research is descriptive-explanative with inductive reasoning. Research data will be reanalyzed and synthesized with literature data support that will obtain a new interpretation. Results from the study showed that the site was inhabited by Maanyan community in the aftermath of the Majapahit conquest in the southeastern part of Kalimantan.
REKONSTRUKSI BENTUK DAN FUNGSI STRUKTUR SUMUR PUTARAN PADA TAMBANG BATU BARA ORANJE NASSAU PENGARON Ulce Oktrivia; Nugorho Nur Susanto
Naditira Widya Vol. 10 No. 2 (2016): Naditira Widya Volume 10 Nomor 2 Oktober Tahun 2016
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sumur Putaran adalah sebutan masyarakat untuk struktur bata yang terletak di Kecamatan Pengaron, Kabupaten Banjar. Struktur ini diduga merupakan sebuah bangunan yang tersisa dari tambang batu bara Oranje Nassau Pengaron. Penelitian yang telah dilakukan di lokasi ini belum dapat menjawab secara pasti bentuk asli dan fungsi dari struktur ini padamasa lalu. Berdasarkan hal tersebut, tulisan ini bertujuan untuk mengetahui bentuk dan fungsi struktur Sumur Putaran. Tambang batu bara pada umumnya memiliki beberapa bangunan utama, yaitu sebuah kantor, rumah sakit, dapur, dan rumah pekerja. Selain itu, untuk tambang bawah tanah, pada umumnya juga dilengkapi dengan kipas berukuran besar yang berfungsi mengatur sirkulasi oksigen untuk pernapasan bagi pekerja dan mengurangi efek berbahaya akibat ledakan. Pemahaman sejarah batu bara Oranje Nassau, sangat penting dan strategis. Hal ini tidak saja terkait dengan teknologi yangditerapkan, namun menyangkut juga pada hegemoni dan keberlangsungan Kesultanan Banjar. Tulisan ini menggunakan metode deskriptif-komparatif. Data di lapangan akan dibandingkan dengan hasil penelusuran pustaka berupa arsip, foto, dan gambar. Penerapan metode ini menghasilkan asumsi bahwa terdapat beberapa fungsi bangunan yang ada di struktur Sumur Putaran. Fungsi yang pertama adalah sebagai rumah kipas untuk ventilasi, fungsi yang kedua sebagai rumah mesin, dan yang ketiga sebagai derek atau crane untuk mengangkat batu bara atau manusia dari dalam tambang yang terletak di bawah tanah. ‘'Sumur Putaran' is local people predicate for brick structure located in District Pengaron, Banjar Regency. The structure was allegedly as coal mining remnant, Oranje Nassau Pengaron. Research has been done in this location still can not answer the original form and function of the structure. Therefore, this paper aims to determine the shape and function of the "Sumur Putaran" structure. Generally, coal mining has several main building such as an office, hospital, kitchen, collier barracks. Underground mining is also equipped with a large-sized fan that serves to regulate the circulation of oxygen for coalman breathing and to reduce the harmful effects of blast. Understanding the history of coal miningOranje Nassau is a very important and strategic. This is not only related to the applied technology, but also the hegemonyand sustainability of the Banjarese Sultanate. This paper used a descriptive-comparative method. The data in the fieldwere compared with the literature search results in the form of archives, photographs and drawings. The application of thismethod resulted in the assumption that there are some functions of existing buildings in "Sumur Putaran". The functions are as home ventilation fan, home machine, and a crane to lift coal or human from basement.
EKSISTENSI RUMAH-RUMAH ADAT BANJAR DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Hartatik
Naditira Widya Vol. 10 No. 2 (2016): Naditira Widya Volume 10 Nomor 2 Oktober Tahun 2016
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Rumah adat Banjar merupakan salah satu sumber daya budaya yang memiliki nilai penting bagi sejarah perkembangan arsitektur, seni, dan sejarah budaya lokal. Materialnya yang terbuat dari bahan kayu menyebabkan rumah adat ini rentan terhadap kerusakan, baik karena ulah manusia, cuaca maupun faktor biologis. Di balik keterancamannya, rumah adat mempunyai nilai yang dapat diambil manfaatnya untuk masa kini dan masa depan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan realitas pengelolaan dari sisi pemerintah dan masyarakat, sejauh mana keberadaan rumah adatBanjar sebagai salah satu sumber daya budaya dapat dimanfaatkan dalam pembangunan berkelanjutan, serta pesan apa saja yang dapat ditangkap oleh masyarakat dalam memaknai rumah adat ini. Tulisan ini merupakan hasil penelitian kualitatif dengan metode dekriptif, pengambilan data dilakukan dengan survei dan kajian pustaka. Analisis data dilakukan dengan menggunakan penalaran induktif dengan pendekatan sosial budaya. Dari hasil analisis diketahui bahwa keberadaanrumah adat Banjar belum dikelola secara maksimal, belum ada kerjasama yang harmonis terutama antara pemerintahdaerah di tingkat provinsi dan kabupaten. Kabar baiknya, perjuangan para penggiat budaya untuk melestarikan rumahadat dan keseimbangan alam telah mendapat respon positif dari pemerintah. Kini bangunan rumah tradisional berupakonstruksi panggung dan beberapa elemennya telah diakomodir dalam peraturan daerah di beberapa tempat. Hal tersebut menunjukkan adanya apresiasi terhadap budaya leluhur yang penuh kearifan lokal dan kesungguhan untuk menjaga keseimbangan lingkungan. The Banjarese traditional house is one of cultural resources which significance for history of architecture, art and history of local culture. The wooden material building causing the traditional house is susceptible to damage, by human error, weather, and biological factor. Behind its threatened, traditional house has advantage values to the present and future. The purpose of this research is to explain the reality of management by government and society, to what extent the Banjarese traditional house as the cultural resources can be exploited in sustainable development, and what kind of messages can be captured by public on the meaning of traditional house. This paper is the result of qualitative research with descriptive method, and collected data were done by survey and literature review. The data analysis was performed using inductive reasoning. The analysis showed that the existence of Banjarese traditional house has not been managed optimally,and harmonious cooperation, mainly between local authorities at provincial and district levels is still not available. However, there is a good news, that cultural activists effort to preserve the traditional house and natural balance has received a positive response from the government. Recently, the construction stage of traditional houses and some of its elements have been accommodated in local regulation at some places. It shows their appreciation of the cultural heritage contains with local wisdom, and the commitment to maintain environmental balance.
ROCK-ART KALIMANTAN TIMUR: JENIS GAMBAR DAN WAKTU PEMBUATANNYA Bambang Sugiyanto
Naditira Widya Vol. 10 No. 1 (2016): Naditira Widya Volume 10 Nomor 1 April Tahun 2016
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Keberadaan lukisan dinding gua di Kalimantan Timur yang mulai ditemukan sekitar tahun 1990an, merupakan penemuan baru dan merubah wawasan pengetahuan arkeologi di Indonesia. Beraneka jenis gambar ada di dinding guagua di kawasan karst Sangkulirang Mangkalihat. Telapak tangan merupakan jenis gambar yang paling dominan di kawasan situs ini, dengan berbagai bentuk dan variasinya. Penelitian ini akan membahas hubungan antara jenis gambar yang ada dan waktu pembuatannya secara relatif. Metode yang digunakan bersifat deskriptif. Penentuan kronologi didasarkan pada perbedaan jenis gambar dan kebiasaan yang dilakukan dalam budaya rock-art pada umumnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pembuatan lukisan dinding pada masa lalu dilakukan secara berurutan.   The existence of rock-art in East Kalimantan discovered around the 1990s became a new invention that changes the insight archeology in Indonesia. Various kinds of figures were found on the cave-walls in the karst region of Sangkulirang Mangkalihat. The palms are the most dominant type on the site, with a variety of shapes and forms. This study will discuss the relationship between the existence types of images and the time when it was created in relative terms. The method used is descriptive. The chronology determination is based on the difference types of images and habits thatoccured in the rock-art culture in general. The results showed that the process of painting the cave-walls in the past carriedout sequentially.
JEJAK TANTRAYANA DI SITUS BUMIAYU Sondang Martini Siregar
Naditira Widya Vol. 10 No. 1 (2016): Naditira Widya Volume 10 Nomor 1 April Tahun 2016
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Agama Hindu Buddha mengenal aliran Tantrayana. Aliran ini bersifat gaib dan diajarkan secara lisan kepada pemeluknya. Aliran ini pernah berkembang di Nusantara dan sisa-sisa arca yang dipuja masih ditemukan di beberapa situs di Indonesia. Aliran Tantrayana juga berkembang di situs Bumiayu. Selanjutnya, permasalahan yang muncul adalah bagaimana penggambaran arca Tantrayana yang ada di Bumiayu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis dan ciri arca Tantrayana di situs Bumiayu, dan hubungannya dengan arca Tantrayana lainnya di Pulau Sumatera (Padang Lawas dan Sungai Langsat). Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah kualitatif yang bersifat deskriptif dengan penalaran induktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa awal perkembangan agama Hindu di Bumiayu berkisar pada abad ke-9 Masehi, yang selanjutnya mendapat pengaruh aliran Tantrayana. Arca dengan aliran Tantrayana digambarkan dalam bentuk menyeramkan dan memiliki hiasan tengkorak. Umat Hindu melakukan upacara Tantrayana dengan tujuan untuk melindungi daerah Bumiayu dari serangan Raja Kertanegara yang melakukan ekspedisi Pamalayu ke Sumatera pada tahun 1275.Hindu-Buddhist religion had known Tantrayana stream. Tantrayana was supernatural and had been taughtorally to its adherents. This stream had ever grown in the archipelago and the remains of revered statues were found in several sites in Indonesia. Tantrayana had also developed in Bumiayu site. An important issue is how the depiction of Hindu-Tantric statues in Bumiayu. This study aims to gain the types and characterictics of Hindu-Tantric statues in Bumiayu, and its relationship with other Tantric statues found in Sumatera (Padang Lawas and Sungai Langsat). The method used in this research is a qualitative method, by descriptive analysis and inductive reasoning. The result showed that the development of Hindu in Bumiayu began during 9th century, and then It had gotten Tantrayana influence. Some Hindu-Tantric statues were depicted in horrific form with skull ornaments. The aim of Hindu-Tantric follower performed their religious ceremonies was to protect Bumiayu from Kertanegara attack who did Pamalayu expedition to Sumatera in 1275.
GEORADAR DALAM PENELITIAN ARKEOLOGI DI INDONESIA M. Fadlan S. Intan
Naditira Widya Vol. 10 No. 1 (2016): Naditira Widya Volume 10 Nomor 1 April Tahun 2016
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Disadari bahwa kegiatan ekskavasi yang dilakukan terhadap situs arkeologi cenderung bersifat merusak, strukturlapisan tanah tidak bisa dikembalikan ke kondisi semula, ditambah dengan sifat data arkeologi yang terbatas, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Oleh karena itu, perlu digunakan metode yang lebih maju sehingga dengan mudah bisa menemukandata arkeologi tanpa harus membuka banyak kotak ekskavasi yang kosong. Penelitian ini bertujuan untuk memperkenalkan metode georadar yang memberikan rekomendasi terhadap lokasi anomali di bawah permukaan tanah sehingga akan mempermudah dalam proses penelitian arkeologi. Metode yang digunakan bersifat deskriptif dengan penalaran induktif. Data dikumpulkan melalui studi pustaka, baik dari sumber primer maupun sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan metode modern sudah mulai dilakukan pada beberapa penelitian arkeologi di Indonesia, meskipun dalam jumlah yang terbatas. Oleh karena itu, diharapkan penggunaan metode georadar dapat lebih ditingkatkan bagi institusi yang berkecimpung dalam penelitian arkeologi.It is well known that the excavation activities performed on archaeological sites tend to be destructive; soil layer structure can not be restored to its original condition, coupled with the limited nature of archaeological data, in terms of both quality and quantity. Therefore, it is necessary to use more advanced methods so could easily find the data without havingto open many empty pits during archaeological excavation. This study aims to introduce georadar method, which provides recommendations on the location of anomalies in the subsurface that will ease the process of archaeological research. The method used is descriptive with inductive reasoning. Data were collected through literature, from both primary and secondary sources. Results of the study showed that the use of modern methods has already begun on some of the archaeological research in Indonesia, albeit in a limited number. Therefore, it is expected that the use of georadar method can be further improved for institutions which are engaged in archaeological research.

Page 9 of 16 | Total Record : 153