cover
Contact Name
Vida P.R. Kusmartono
Contact Email
jurnal.naditirawidya@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
jurnal.naditirawidya@gmail.com
Editorial Address
Jalan Gotong Royong II, RT 03 RW 06, Banjarbaru 70714, Kalimantan Selatan
Location
Kota banjarbaru,
Kalimantan selatan
INDONESIA
Naditira Widya
ISSN : 14100932     EISSN : 25484125     DOI : https://doi.org/10.55981/nw
Naditira Widya aims to be a peer-reviewed platform and a reliable source of information. Scientific papers published consist of research, reviews, studies, and conceptual or theoretical thinking with regard to Indonesian and/or world archaeology and culture. All papers are double-blind reviewed by at least two peer reviewers. Naditira Widya is issued biannually and publishes articles on archaeology and cultural studies, including using anthropological, ethnographic, historical, language, geological, geographical, biological and other relevant approaches.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Arkeologi
Articles 153 Documents
ARKEOLOGI KEPULAUAN TANIMBAR HASIL PENELITIAN 2011 – 2014 DAN ARAH PENGEMBANGANNYA Marlon Ririmasse
Naditira Widya Vol. 10 No. 1 (2016): Naditira Widya Volume 10 Nomor 1 April Tahun 2016
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kepulauan Tanimbar merupakan salah satu gugus pulau utama yang ada di Kepulauan Maluku. Wilayah ini cukup dikenal secara budaya, sebagaimana tercermin dalam karya-karya akademis. Demikian halnya ragam pusaka budaya Tanimbar yang tersebar di berbagai museum dunia. Fakta budaya tersebut menjadi cermin bagi potensi pengetahuan arkeologi dan sejarah budaya di kepulauan ini. Penelitian ini merupakan rangkuman hasil penelitian mengenai potensi arkeologi di Kepulauan Tanimbar selama tahun 2011-2014 yang dilakukan oleh Balai Arkeologi Maluku. Metode penelitian yang digunakan meliputi survei penjajakan, ekskavasi arkeologi, wawancara etnografi, dan studi pustaka. Hasil penelitian selama kurun waktu ini menunjukkan bahwa Kepulauan Tanimbar adalah kawasan yang kaya dengan tinggalan arkeologis dan potensial untuk ditindaklanjuti dengan studi yang lebih mendalam.Tanimbar Islands is one of the main island group in the Moluccas Archipelago. This area is well known culturally as reflected in the academic records. The cultural heritage of Tanimbar are also displayed in various museum in the world. Those cultural facts reflect the potential of archaeology and cultural history in the area. This research is a summary of archaeological studies in Tanimbar Archipelago from 2011-2014 as conducted by Balai Arkeologi Maluku. Reconaissance survey, test-excavation, ethnography interview and literature study were adopted as approaches in this study. The result of the research during this period shows that Tanimbar Islands is an area with a rich archaeological remains, and it is potential to be followed by in-depth studies.
PELESTARIAN SITUS-SITUS ARKEOLOGI DI KALIMANTAN SELATAN: MASALAH DAN SOLUSI PEMECAHANNYA Wasita
Naditira Widya Vol. 10 No. 1 (2016): Naditira Widya Volume 10 Nomor 1 April Tahun 2016
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Realitas di lapangan terdapat beberapa kepentingan yang berbeda terhadap situs arkeologi. Akibat kepentingan di luar arkeologi menyebabkan beberapa situs mengalami kerusakan. Tujuan yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah mengetahui sebab-sebab munculnya berbagai kepentingan terhadap situs yang mengakibatkan kerusakan dan cara mengatasinya. Metode yang digunakan untuk memecahkan permasalahan tersebut adalah deskriptif analitis. Deskripsi dilakukan terhadap berbagai hal yang terjadi pada situs. Deskripsi itu akan membantu memahami penyebab munculnya berbagai kepentingan terhadap situs dan kerusakan yang ditimbulkan, sehingga dapat diperoleh solusinya. Hasilnya diketahui bahwa adanya perbedaan kepentingan karena cara pandang terhadap situs yang berbeda. Solusinya diraih dengan menggunakan cara pelestarian yang melibatkan masyarakat dengan pendekatan ekonomi dan budaya. Cara ini diharapkan akan menjadi sistem pelestarian yang dapat berjalan dengan sendirinya, karena pelestarian dilakukan dengan memperhatikan sistem kehidupan masyarakat yang sedang berlangsung. Kajian yang dilakukan membuktikan bahwa pelestarian yang sistemik dapat terwujud jika tinggalan arkeologi itu memiliki relevansi dengan masyarakat, baik dalam aspek ekonomi maupun identitas.   There are some different interest in the field of archaeological sites. That beyond interest of archeological caused damaged sites. This study aims to determine the causes of interest emergence that resulted damaged sites and the ways to overcome. The method used is analytical descriptive. Description is conducted on a variety of things happened at sites. It will help to understand the causes of interest emergence at sites and the damages so that solution can be obtained. The results revealed that the difference in interest is becaused of the perspective of sites is different. The solution is achieved byusing a preservation method that involves the community by economic and cultural approaches. This method is expectedto be the preservation systems that can run by itself, for the preservation are carried out on the ongoing life of community. It can be proved that the systemic preservation can be realized when the archaeological remains can be connected to the community, both in terms of economy and identity.
LAPANGAN TERBANG BELANDA DI MELAK-SENDAWAR SEBAGAI PERTAHANAN UDARA KALIMANTAN TIMUR Nugorho Nur Susanto
Naditira Widya Vol. 9 No. 2 (2015): Naditira Widya Volume 9 Nomor 2 Oktober Tahun 2015
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Salah satu lapangan terbang yang menarik untuk diteliti di wilayah Kalimantan Timur adalah lapangan terbang yang dibangun oleh Belanda di Melak-Sendawar. Artikel dengan tujuan untuk mendeskripsi peninggalan arkeologi di lapangan terbang tersebut akan menggunakan metode induktif interpretatif. Hasil kajian menunjukkan bahwa lapangan terbang dibangun sebagai antisipasi menghadapi invasi Jepang. Hal tersebut terlihat pada keberadaan landasan pacu ganda yang dikelilingi oleh sarana dan prasarana pendukung seperti kantor pusat komando, pillbox, gudang peluru, bunker, penjara, penampungan air, gardu listrik, jaringan jalan, bahkan rumah sakit. Fasilitas tersebut menggambarkan adanya strategi untuk mempertahankan Kalimatan Timur yang kaya akan sumber mineral. Disimpulkan bahwa keberadaan bandara Melalan dengan prasarana pendukungnya menunjukkan strategi pertahanan yang terencana dan matang (dapat menjadi model pertahanan nasional yang kokoh). Bandara yang juga sebagai Pangkalan Samarinda II ini juga pernah berperan dalam persiapan operasi “Ganyang Malaysia” semasa konfrontasi pada tahun 1964. There is an interesting airport bulit by Dutch to be considerable studied in Melak-Sendawar, East Kalimantan Province. The paper with aim to describe archaeological data at the airport uses inductive interpetatif method. The result shows that the airport has been built to anticipate the Japanese invasion. That are supported by the existence of double runway surrounded by facilities such as command center office, pillboxes, arsenals, bunkers, prisons, water storages, electrical substations, roads, and hospitals. Those infrastructures represented a strategy to harbor East Kalimantan which has ample of mineral resources. It is concluded that the existence of Melalan airport and surrounding fasilities are evincing of planned air defense (could be a model of sturdily national defence). This airport which was also called as Samarinda II airfield had a role in preparation of “Ganyang Malaysia” operation during confrontation in 1964.
KERAMAT BATU (PATAHU) DI MASYARAKAT NGAJU, KALIMANTAN TENGAH Sunarningsih
Naditira Widya Vol. 9 No. 2 (2015): Naditira Widya Volume 9 Nomor 2 Oktober Tahun 2015
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Masyarakat Ngaju yang tinggal di sepanjang Sungai Kahayan dan Sungai Kapuas Kalimantan Tengah merupakankomunitas asli. Mereka mengenal kepercayaan Kaharingan dan masih mengadakan ritual yang berkaitan dengan daur kehidupan dan kematian. Salah satu bangunan yang dimiliki oleh setiap desa di masyarakat Ngaju adalah keramat batuatau yang biasa disebut dengan patahu. Artikel ini mengkaji tentang ragam bentuk dan fungsi, serta perubahan fungsikeramat batu di masyarakat sekarang. Metode yang digunakan adalah deskriptif dengan penalaran induktif. Data patahudikumpulkan melalui kegiatan survei dan wawancara. Berdasarkan hasil observasi dan analisis dapat diketahui bahwamayoritas bentuk batu yang dikeramatkan adalah batu bentukan alam, dan ada bentuk lain yang memberi petunjuk padamasuknya pengaruh luar di masyarakat. Selain itu, meskipun kepercayaaan terhadap kekuatan keramat batu tetap lestari, tetapi fungsi utama keramat batu di masyarakat telah berubah, hanya sebagai simbol penjaga desa. Ngaju communities who are living along the river banks of Kapuas and Kahajan in Central Kalimantan are indigenouse people. Some of them are adherent the Kaharingan belief and still hold rituals associated with the cycle of life and death. One of the buildings owned by each village community is a sacred stone or commonly referred to as patahu. This article attempts to learn about the various forms and functions, as well as changes in rock sacred function in today’s society. The method used is descriptive with inductive reasoning. Patahu data were collected through surveys and interviews. Based on observations and analysis, the paper shows that the majority forms of sacred stones are natural rockformations, and there are other forms that give instructions on the influx of outside influences in society. In addition, although the belief of sacred stones power remains stable, but the principal function of sacred stone in society has changed, just as the symbol of guardian villages.
REVITALISASI KESENIAN LAMUT DI KALIMANTAN SELATAN Agus Yulianto
Naditira Widya Vol. 9 No. 2 (2015): Naditira Widya Volume 9 Nomor 2 Oktober Tahun 2015
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Lamut adalah seni tutur khas masyarakat Banjar, Kalimantan Selatan. Kesenian lamut merupakan teater tutur tunggal dan hanya diiringi oleh satu alat musik yang bernama tarbang lamut. Lamut sudah mulai ditinggalkan generasi muda akibat dari kemajuan teknologi dan gaya hidup. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah lamut dapat direvitalisasi. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan teknik studi pustaka dan observasi. Hasil dari penelitian dapat diketahui antara lain pagelaran lamut terbagi menjadi dua, yaitu untuk pertunjukkan dan upacara. Isi cerita lamut sudah baku dan banyak mengandung nilai-nilai kebaikan. Melalui bengkel sastra, revitalisasi kesenian lamut berhasil dilakukan. Lamut is a speciefic oral art of Banjarese, South Borneo. Lamut is a single oral theatre and accompanied by a musical instrument, namely tarbang Lamut. This oral art is becoming obsolete for youth as a result of technological advance and change of lifestyle. The method used is descriptive and library research technique The result tells that lamut performance consists of two types, for entertainment and ceremony. The content of Lamut story is standard and it containns moral values.The Lamut revitalization effort through literary workshop (bengkel sastra) has been done successfully.
MODEL STRATEGI PENGELOLAAN RUMAH ADAT BANJAR DI TELUK SELONG ULU Hartatik
Naditira Widya Vol. 9 No. 2 (2015): Naditira Widya Volume 9 Nomor 2 Oktober Tahun 2015
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Rumah adat Banjar tipe Bubungan Tinggi dan Gajah Baliku di Teluk Selong Ulu, Kalimantan Selatan mempunyai bentuk dan bahan yang masih asli serta nilai penting bagi sejarah dan ilmu pengetahuan. Untuk kepentingan pariwisata, pemerintah membuat taman dan halaman parkir konblok beton dengan mengurung lahan rawa di depan dan samping rumah adat. Tulisan ini bertujuan untuk mengidentifikasi dampak pengelolaan dan membuat model pengelolaan kawasan rumah adat di Teluk Selong Ulu. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif.Teknik pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan langsung dan wawancara mendalam. Untuk membuat model pengelolaan dilakukan dengan teknik Participatory Rural Apprasial (PRA), kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa pengembangan kawasan rumah adat telah menimbulkan dampak sosial yang meresahkan. Model pengelolaan dibuat dengan memperhatikan zonasi cagar budaya, melibatkan multi stakeholder baik pemerintah maupun masyarakat yang terkoordinir dan dilakukan secara berkelanjutan.Disimpulkan bahwa dengan strategi pengelolaan yang didasarkan pada prinsip pengelolaan sumber daya arkeologi dan kearifan lokal, maka kawasan rumah adat Banjar dapat dikembangkan dan dimanfaatkan optimal sebagai ikon dan kebanggaan budaya lokal.The Banjarese traditional buildings such as Bubungan Tinggi and Gajah Baliku in Teluk Selong Ulu, South Kalimantan have the authenticity of the form and material, and the values of historical and knowledge. Government created a garden and parking lot with concrete floor by swamp land reclamation in front and side of the traditional houses for tourism benefit,. This paper aims to identify the impact of current management, and makes new applicable management model of traditional house area in Teluk SelongUlu. The study was conducted by qualitative methods. Data were collectedby direct observation and in-depth interviews. The making of applicable management model is using Participatory Rural Appraisal (PRA), and analyzing by SWOT. The results show that the development of the traditional house area has a social impact, disturbing surrounding people. The applicable management model is made by paying attention on cultural heritage zoning and involving multiple stakeholders, both government and society, which are coordinated and carried out in a sustainable manner. It is concluded that the strategy is based on the principle of archaeological resources and local knowledge, so the area of Banjarese traditional house can be developed and used optimally as an icon and pride of the local culture.
POTENSI ARKEOLOGI PRASEJARAH KABUPATEN TANAH BUMBU DAN ANCAMAN YANG DIHADAPINYA Bambang Sugiyanto
Naditira Widya Vol. 9 No. 1 (2015): Naditira Widya Volume 9 Nomor 1 April Tahun 2015
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kabupaten Tanah Bumbu merupakan daerah pemekaran baru dari Kabupaten Kotabaru. Kabupaten Tanah Bumbu mempunyai sumber daya kawasan karst yang besar, terutama di wilayah Kecamatan Mantewe. Penelitian arkeologi di Kabupaten Tanah Bumbu dilakukan Balai Arkeologi Banjarmasin sejak tahun 2008. Permasalahan penelitian adalah mengetahui potensi situs arkeologi prasejarah di Kabupaten Tanah Bumbu dan ancamannya. Metode penelitian yang digunakan adalah survei dan ekskavasi arkeologi terhadap gua-gua di kawasan karst Mantewe. Hasil penelitian menunjukkan adanya informasi baru tentang situs gua hunian prasejarah di kawasan tersebut, yaitu adanya lukisan dinding gua dan temuan rangka manusia. Ditemukan juga adanya tiga kegiatan yang mengancam keberadaan situs, yaitu kegiatan penambangan batubara, penambangan batu gamping, dan penambangan guano. Oleh karena itu penelitian lanjutan yang intensif harus segera dilakukan, kawasan karst harus dilindungi dan dikelola dengan baik. Tanah Bumbu Regency is a new enfoldment of Kotabaru Regency. This regency has huge of karsts area, especially in Mantewe District. Archaeological researches of survey and excavation in Tanah Bumbu have been conducted since 2008 by Balai Arkeologi Banjarmasin. The problems will be solved in this article are how high the potency of prehistoric sites and the threatened condition of sites. The methods used were survey and excavation in the karsts region of Mantewe. The results inform the new data of cave settlements which contain rock art and human burial from prehistory. There are also found three activities which harm the cave sites coal mining, limestone mining, and guano collecting. Therefore, it is compulsory to conduct advance researches, to protect the sites by the Heritage Act, and to manage the karsts area effectually.
PERMASALAHAN HASIL PERTANGGALAN RADIOKARBON PADA SITUS PATIH MUHUR DAN POSISINYA DALAM SEJARAH KERAJAAN-KERAJAAN DI KALIMANTAN SELATAN Wasita
Naditira Widya Vol. 9 No. 1 (2015): Naditira Widya Volume 9 Nomor 1 April Tahun 2015
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kadang-kadang hasil analisis pertanggalan absolut, tidak sepenuhnya menuntaskan persoalan kronologi situs. Tidak jarang hasil pertanggalan absolut justru menimbulkan persoalan baru, contohnya di situs Patih Muhur. Berkaitan dengan itu, tujuan kajian ini dimaksudkan untuk memberikan sumbangan pemikiran mengenai penempatan situs Patih Muhur dalam kerangka sejarah kerajaan-kerajaan di Kalimantan Selatan. Metode yang digunakan adalah deskriptif-analitik. Aplikasinya dilakukan dengan mendeskripsikan tahapan pengambilan sampel, analisis yang dilakukan, dan membandingkan hasil pertanggalan absolut dan relatif. Kajian yang dilakukan menghasilkan temuan bahwa terdapat ketidaksinkronan antara pertanggalan absolut dan relatif. Berdasarkan temuan tersebut disimpulkan bahwa validitas hasil pertanggalan absolut tidak cukup dilakukan hanya dalam satu kali uji pertanggalan dan kemudian dianggap final. Idealnya, kajian pertanggalanabsolut dilakukan terhadap beberapa sampel dan akan lebih baik jika analisis dilakukan dengan radiokarbon modern.Setelah itu, seluruh hasilnya dikaji lagi dengan metode Bayesian untuk mendapatkan durasi aktivitas yang meyakinkan yang pernah terjadi di situs.Terakhir, kritisi kembali cara mendapatkan pertanggalan relatif. Sometimes the results of absolute dating analysis, does not fully resolve issue of the site chronology. Actually, some absolute dating results cause new problems, for example Patih Muhur site. Therefore, this study is intended to contribute ideas regarding the placement of Patih Muhur site within the framework of the historical kingdoms in South Kalimantan. The method used is descriptive-analytic. Applications are done by describing the stages of sampling, analyzing, and comparing the results of absolute and relative dating. The result is the discrepancy between absolute and relative dating which means that the validity of the dating result is not enough only in once dating (one sample), and then considered final. Ideally, absolute dating studies are conducted on several samples, and it is better by modern radiocarbon. After that, all the results are studied again with the Bayesian method to obtain conclusive duration of activity that had occurred on the site. Finally, the ways to get relative datingg need to be criticized.
BATU SILINDRIS DAN BUDIDAYA TEBU DI BANTEN, BATAVIA, DAN SEKITARNYA PADA ABAD KE 17—18 Libra Hari Inagurasi
Naditira Widya Vol. 9 No. 1 (2015): Naditira Widya Volume 9 Nomor 1 April Tahun 2015
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Banten dan Batavia adalah contoh dua kota pada abad ke-17 -18 yang memproduksi gula dari bahan baku tebu. Pembuatan gula di Banten dan Batavia dilakukan oleh orang-orang Cina.Tujuan dari tulisan ini adalah memberikan gambaran tentang peralatan yang digunakan untuk menggiling tebu beserta lokasi-lokasinya di Kota Banten, Batavia, dan sekitarnya abad ke-17-18. Adapun tahap-tahap dalam penulisan ini adalah deskripsi terhadap data arkeologi dan penelusuran literatur. Hasil dari penelitian ialah diketahuinya alat yakni batu untuk menggiling tebu dinamakan molen di Museum Situs Banten Lama, Museum Sejarah Jakarta, dan di Kalapadua, Tangerang. Tempat-tempat penggilingan tebu di Banten berada di pemukiman orang Cina seperti Pabean dan Pamarican, adapun di Batavia berada di Ommelanden, misalnya di tepi Sungai Ciliwung. Dalam pembahasan, batu-batu penggilingan tebu yang telah ditemukan tersebut diperbandingkan dengan batu sejenis yang terdapat di Museum Gula di Klaten, Jawa Tengah, guna direkonstruksi cara penggunaannya. Adapun kesimpulan dari tulisan ini Banten dan Batavia abad ke-17-18 menjadi pusat produksi gula di belahan barat Pulau Jawa menggunakan alat dibuat dari bahan batu berbentuk silindris (molen). Banten and Batavia are two cities which produced sugar from sugar cane feedstock during the 17-18th century. The manufactures of sugar in Banten and Batavia were conducted by Chinese. This paper aims to describe the equipments for grinding sugar cane and locations of manufactures not only in Banten and Batavia, but also its surroundings. The method used is description of the archaeological data and literature study. The result shows that there is a stone tool for grinding sugar cane called molen which are being collection at Banten Lama Site Museum, Jakarta History Museum, andin Kalapadua, Tangerang. The sugar mill in Banten were located in Chinatown, such as Pabean and Pamarican, while in Batavia were located in Ommelanden, on the Ciliwung riverbanks. In the discussion, the grinding stones have been compared to similar objects from Sugar Museum in Klaten, Central Java, for reconstruction how the use of tool. It can be concluded that during 17-18th century, Banten and Batavia have become the center of sugar production in western Java, and had been using the cylindrical stone for grinding tool.
DINAMIKA SANDUNG DI HULU SUNGAI KAHAYAN Sunarningsih
Naditira Widya Vol. 9 No. 1 (2015): Naditira Widya Volume 9 Nomor 1 April Tahun 2015
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Daerah Aliran Sungai (DAS) Kahayan mengalir di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah dan bermuara di Laut Jawa. Di sepanjang DAS Kahayan ini bermukim masyarakat Ngaju yang menjadi mayoritas. Sandung merupakan bangunan kubur yang digunakan oleh masyarakat Ngaju dari dulu hingga sekarang. Tulisan ini akan membicarakan penggunaan sandung dan perubahannya pada masyarakat Ngaju di hulu DAS Kahayan. Metode yang digunakan adalah deskriptif eksplanatif. Data yang digunakan diperoleh melalui survei dan wawancara yang dilakukan pada 2013. Selain itu, juga dilakukan penelusuran terhadap data pustaka untuk membantu dalam analisis dan interpretasi. Dari data yang didapatkan dan hasil analisis yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa perubahan terjadi pada penggunaan sandung sebagai tempat kubur sekunder oleh masyarakat Ngaju, terlihat pada letak, bentuk, pemilihan bahan, dekorasi (motif hias), dan konsep. Hal tersebut disebabkan oleh perubahan tata cara hidup (bermukim), ketersediaan bahan baku di lingkungan sekitar, perubahan cara pandang masyarakat terhadap keberadaan sandung, perubahan kepercayaan keluarga si mati yang menyediakan bahan pembuatan sandung, dan perubahan tren.Kahayan watershed flows in theregion of Central Kalimantanan disembogues into the Java Sea. Along the Kahayan are settled the major communities, Ngaju. They build sandung, a secondary burial that has been used by the publicfrom the past until present. This paper discusses the use of sandung and its changes, to the Ngaju community in the watershed flows Kahayan. The method used is descriptive explanative. Meanwhile, data were obtained by archaeological survey and interview conducted by Balai Arkeologi Banjarmasin in 2013. Analysis and interpretation processes will be completed by adding data from literature. The results depict that the changes in the use of sandung as a secondary burial of Ngaju society are location, shape, material selection, decoration, and concepts. Those are caused by the changes of their living, basic materials in their surroundings, the family's belief of the dead, and trend. 

Page 10 of 16 | Total Record : 153