cover
Contact Name
Vincentius Widya Iswara
Contact Email
vincentius@ukwms.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
jakobus@ukwms.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota surabaya,
Jawa timur
INDONESIA
JURNAL WIDYA MEDIKA
ISSN : 23380373     EISSN : 26232723     DOI : -
Core Subject : Health,
Arjuna Subject : -
Articles 142 Documents
Diskusi Dilema Moral dalam Peningkatan Kemampuan Penalaran Etika B. Dian Novita; Soegianto Ali; Yeremias Jena
JURNAL WIDYA MEDIKA Vol 1, No 1 (2013)
Publisher : FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (0.036 KB) | DOI: 10.33508/jwm.v1i1.285

Abstract

Beberapa tahun terakhir, telah terjadi perubahan pada pendidikan dokter profesional. Saat ini, pendidikan menekankan tidak hanya untuk hard skills (kemampuan akademik), seperti pengetahuan dan keterampilan klinis, tetapi juga soft skills (keterampilan interaksi manusia), seperti keterampilan komunikasi, keterampilan menghadapi masalkondisi kritis, empati, penalaran etika, kemampuan sebagai pemimpin dan anggota tim dan banyak lagi. Keterampilan penalaran etika perlu dipelajari dan dipraktekkan dalam kondisi nyata. Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, membuat program yang disebut "Diskusi Dilema Moral" (DDM) dalam bentuk diskusi kelompok dan kuliah pa kar. DDM dirancang selama bjuh semester atau selama pendidikan sarjana kedokteran. Tujuan program ini adalah untuk meningkatkan kemampuan penalaran etika sehingga mereka akan mampu mengelola dan membuat lebih baik 1 masalah keputusan terbaik terkait etika dan moral di masa depan. Penelitian ini untuk mengetahui " apakah model DDM efektif dalam meningkatkan kemampuan penalaran etika?
Optimizing the dosage of antibiotic for hospitalized pneumonia patients Benjamin Margono
JURNAL WIDYA MEDIKA Vol 1, No 2 (2013)
Publisher : FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (627.297 KB) | DOI: 10.33508/jwm.v1i2.857

Abstract

Untuk mengupayakan optimalisasi terapi antibiotik diperlukan pencapaian serta dipertahankannya konsentrasi antibiotik yang optimal ditempat infeksi pada waktu yang tepat. Kriteria dasar yang harus dipenuhi adalah 1) Apakah penderita benar benar menderita penyakit infeksi yang bisa ditanggulangi dengan antibiotika. 2) Apakah memerlukan identifikasi spesimen mikrobial untuk pemilihan antibiotika, karena infeksi saluran nafas memerlukan assesmen kwantitatif. 3) Apakan memerlukan MONO atau terapi KOMBINASI. 4) Rute administrasi lewat jalan apa ? 5) Patogen, kepekaan serta patofisioli. 6) Mencegah timbulnya resistensi. Interaksi antibiotika – situs infeksi – farmakokinetik – serta farmakodinamik amat penting dan merupakan bagian dari TEKA TEKI terapi antibiotik ( antibiotic puzzle)
Gambaran Penanganan Ibu Hamil Dan Bersalin Pada Suku Boti Dalam Kecamatan Kie Kabupaten Timor Tengah Selatan Joy January A. S. Ninu; Slamet Rihadi; Kusuma Tirtahusada
JURNAL WIDYA MEDIKA Vol 4, No 1 (2018)
Publisher : FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (429.138 KB) | DOI: 10.33508/jwm.v4i1.1783

Abstract

Maternal Mortality Rate (MMR) and Infant MortalityRate (IMR) in ASEAN are high, including Indonesia. An analysis by the Directorate of Maternal Health in 2010 indicates that maternal mortality is closely related to a helper and place or delivery facility. This research uses qualitative method with ethnography research type. The research was conducted at Boti Tribe of KiE Subdistrict of South Central Timor District (TTS) of East Nusa Tenggara Province (NTT) with research focus in Boti Dalam Tribe. The results showed that the main factor that makes the community of Tribe Boti Dalam tends to use the help of maternity dukun is the belief and adherence to following the adat. In the treatment of pregnant women and maternity, traditional birth attendants still use traditional methods ranging from massage andvarious traditional ingredients that are believed to improve maternal health conditions and overcome various complications that arise during pregnancy, childbirth, and childbirth and post partum.. The equipments are still traditional. The researcher suggested that regeneration and training of maternity dukun on the procedures for the handling of pregnant women and healthy and safe maternal mothers should be provided to the Boti Dalam tribecommunity with socio-cultural approach and local policy
Kedokteran Keluarga = Family Medicine Willy F. Maramis
JURNAL WIDYA MEDIKA Vol 2, No 2 (2014)
Publisher : FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (451.774 KB) | DOI: 10.33508/jwm.v2i2.847

Abstract

Pendahuluan Mengapa profesi kedokteran dikatakan profesi yang mulya? Karena profesi kedokteran menolong manusia yang sakit dan menderita. Dan menolong sesama manusia karena kasih adalah rahmat dan karunia Tuhan bagi yang menolong dan yang ditolong. Mungkin pula karena dahulu pengobatan orang sakit dilakukan juga oleh para imam dan dukun yang melayani masyarakat dalam hal spiritual dan keagamaan. Banyak penyakit dipercaya karena pengaruh roh jahat, sehingga pantas kalau para imam dan dukun yang menangani mereka. Sejak Hippokrates (460 – 370 BC) ilmu pengobatan mulai dipelajari secara ilmiah sehingga perlahan-lahan mulai dipisahkan dari tugas para imam. Sekarang telah terpisah sama sekali sebagai ilmu kedokteran modern. Namun kita melihat banyak cara pengobatan tradisional yang masih erat hubungannya dengan hal-hal spiritual, dengan roh-roh, bahkan dengan agama. Tidak sedikit dokter jaman sekarang pun masih tertarik pada hal-hal paranormal dalam kesehatan. Dalam pengobatan tradisional sejak dahulu kala sampai sekarang, dan dalam ilmu kedokteran pun sampai dengan perang dunia ke-2, pertolongan manusia yang sakit adalah individual. Tidak dapat disangka, kedokteran individual (individual medicine) atau kedokteran klinik (clinical medicine) adalah penting. Namun makin lama makin disadari bahwa untuk melayani kesehatan seluruh masyarakat, kedokteran klinik saja tidak cukup. Bila diteliti betul, kalau masyarakat sudah lebih sehat, itu bukan karena ilmu kedokteran, melainkan karena ekonomi dan pendidikan sudah lebih baik. Dengan demikian ilmu kedokteran maju juga dan memberi andil kepada perbaikan kesehatan masyarakat, namun tetap dipraktekkan sebagai clinical atau hospital based medicine. Bayangkan kalau keadaan ekonomi dan pendidikan tidak maju, bagaimana dengan kesehatan masyarakat. Lihat saja, misalnya Afrika, atau tidak usah jauh-jauh, lihat saja pada beberapa bagian negara kita sendiri, misalnya Papua. Sejak akhir perang dunia ke-2 dan terutama sejak Deklarasi Alma Ata, Kazakhstan, 6-12 September 1978, mengenai Primary Health Care (PHC), studi dan 68 Willy F. Maramis pendidikan kesehatan masyarakat mulai berkembang sampai sekarang, dengan berbagai istilah: misalnya kesehatan masyarakat (community health), kedokteran masyarakat (community medicine), community based medicine, community oriented medicine, dsb., tergantung pada aspek mana yang mau diberi tekanan, sehingga ontologi, epistemiologi dan axiologinya berbeda. Sekarang KKI dan Dikti serta Depkes menganjurkan kedokteran keluarga (family medicine) dan kedokteran primer (primary health care, seruan deklarasi Alma Ata 36 tahun yang lalu). Kedokteran klinik terlalu mahal, sebagian besar masyarakat tidak dapat menjangkaunya. Negara maju pun merasa terlalu berat, sampai ada yang sedikit atau banyak sudah menerapkan “socialized medicine”. Pemerintah dan para pendidik juga ingin mencegah, jangan sampai terjadi “defensive medicine”, bukan “preventive medicine”, atau “commodity oriented doctors” dan bukan “community oriented doctors”, dsb. Anjuran WHO adalah agar dalam sistem kesehatan suatu negara, sarana kesehatan harus dapat diperoleh, dapat dicapai dan dapat diterima (available-accessable and acceptable) oleh masyarakat. Kalau boleh saya tambah, harus juga affordable (mampu dibayar atau dibeli).
Hubungan antara Kadar Mieloperoksidase (MPO) dan Kejadian Sindroma Koroner Akut (SKA) Jusak Nugraha; Citra Indah Setyaningrum; M. Aminuddin
JURNAL WIDYA MEDIKA Vol 3, No 1 (2015)
Publisher : FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (128.686 KB) | DOI: 10.33508/jwm.v3i1.774

Abstract

Beberapa juta pasien nyeri dada dicurigai menderita Sindroma Koroner Akut (SKA) tetapi hanya sekitar 10% yang didiagnosis dengan Infark Miokard Akut (IMA). SKA merupakan kumpulan gejala akibat gangguan aliran darah ke jantung yang terdiri dari infark miokard akut (IMA) disertai peningkatan segmen ST (STEMI), IMA tanpa peningkatan segmen ST (NSTEMI) dan angina pektoris tak stabil (UA). Mieloperoksidase (MPO) merupakan suatu enzim yang berperan dalam terjadinya destabilisasi dan ruptur plak yang meningkat lebih dini dalam waktu 2 jam sesudah serangan IMA sehingga dapat dipakai sebagai penanda awal terjadinya SKA tanpa bergantung adanya bukti nekrosis miokard. Penelitian ini bersifat analitik observasional dengan rancangan cross sectional. Sampel penelitian berupa serum 40 pasien dengan keluhan utama nyeri dada yang datang ke UGD RSUD dr Soetomo Surabaya. Analisa data dilakukan dengan korelasi Pearson dan nilai diagnostik dengan tabel 2x2. Hasilnya diketahui pasien nyeri dada dengan dugaan SKA 27 orang (67,5%) sedangkan pasien nyeri dada yang non-SKA 13 orang (32,5%). Pasien SKA dengan jenis kelamin laki-laki 20 orang (74,07%), perempuan 7 orang (25,93%). Terdapat perbedaan yang signifikan kadar MPO antara kelompok pasien SKA (STEMI, NSTEMI, UA) yaitu sebesar 986,48 ng/ml dan non-SKA 381,08 ng/ml (p
Menelusuri arus pemeriksaan kesehatan dan pengobatan ke luar negeri Inge W. Benjamin
JURNAL WIDYA MEDIKA Vol 2, No 1 (2014)
Publisher : FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (422.423 KB) | DOI: 10.33508/jwm.v2i1.1646

Abstract

In recent years, a big flow of patients seeking health care abroad occurs in spite of the advancement of science and technology in the health sector in Indonesia, which is not much different than abroad. This situation is less supportive for the trust to the health care and science, and the growth of the domestic economy. To explore this phenomena, a qualitative survey was done to ten people who were pleased to give their written opinion for two open ended questions delivered by email. The results showed a dissatisfied and distrust to the nation’s health care in quality, teamwork, ethics, and facilities. These unfavorable conditions affect the patient’s as well as the family’s health and well-being. Professionalism, multidimensional modernization, and holistic health management are the foreign countries policy, which are respectable values to be considered of. These survey results are valuable inputs in developing the nation’s high quality health services.
Model Pembelajaran Moral dan Etika Kedokteran pada Mahasiswa, di F.K. Widya Mandala Surabaya Kusuma Tirtahusada; Willy F. Maramis
JURNAL WIDYA MEDIKA Vol 4, No 1 (2018)
Publisher : FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (274.211 KB) | DOI: 10.33508/jwm.v4i1.1808

Abstract

The increasing conciousness on law and personal right among people, must be responded by medical doctors with increasing their attention on medical ethics when providing medical practice, to avoid malpractice. Ethics and medical law are closely related. Attention and learning medical ethics must begin early during medical study, and continue as long as the study. Widya Mandala medical faculty provide a programe called “Ethical Dilemma Discussion”. Begins from the first semester, designed for seven semesters. The programme consists of small group weekly discussions on moral dilemma cases, ten times for each semester, plus classes on morals, philosofy of man, bioethics, social ethics, behavioral sciences in medicine and medical law. Every student must be involved in each dilemma case discussion, express his/her opinion and the reasoning. The discussion attend to the six stages of L. Kohlberg’s moral development. Each dilemma case being analized according to the six principals of Beauchamp and Childress, those are personal autonomy, veracity, beneficence, nonmaleficence, confidentiality, justice. According to reports from students in internship, they feel at easy when discussing dilemma cases in hospital, because they are familiar with moral dilemma dialogues already
Luka Bakar Sudut Pandang Dermatologi Jose L. Anggowarsito
JURNAL WIDYA MEDIKA Vol 2, No 2 (2014)
Publisher : FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (613.045 KB) | DOI: 10.33508/jwm.v2i2.852

Abstract

Luka bakar memberikan pengaruh hebat pada manusia, terutama dalam hal kehidupan manusia, penderitaan, cacat, dan kerugian finansial. Luka bakar dapat disebabkan oleh panas (api, cairan/lemak panas, dan uap panas), radiasi, listrik, kimia. Kerusakan dan perubahan berbagai sistem tubuh berkaitan dengan trauma luka bakar yang kadang sulit dipantau, sehingga permasalahannya sangat kompleks. Pengertian terhadap fase luka bakar, derajat kedalaman, luas dan derajat keparahan luka bakar akan membantu dalam penanganannya. Penanganan luka bakar sebaiknya dikelola oleh tim trauma yang terdiri dari multi disiplin ilmu. Sudut pandang dermatologi mengacu pada dermatoterapi, manajemen nyeri, dan dispigmentasi.
Pengembangan Manajemen MRSA Pneumonia Nosokomial Hasil Uji ZEPHyR Benyamin Margono
JURNAL WIDYA MEDIKA Vol 1, No 1 (2013)
Publisher : FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (647.168 KB) | DOI: 10.33508/jwm.v1i1.843

Abstract

Semua infeksi MRSA ditandai oleh genotip mecA, yang mengkode protein pengikat (PBP’s, PBP2A) di dinding sel, sehingga menimbulkan penurunan afinitas dalam mengikat penisilin anti staphylococus, fenotipik ini berlaku untuk semua antibiotik gol β-lactam, dan juga dapat menjadi resisten untuk kelas antibiotik seperti: macrolides, lincosamides, aminoglycosides, fluoroquinolones, tetracyclines, and sulfonamides. Faktor risiko independen terkait dengan infeksi MRSA adalah: rawat inap 12 bulan terakhir, onset lambat dari HAP, pembedahan, makanan enteral, dan pemberian antibiotik sebelumnya: aminoglycoside (7,9x), levofloxacine (7,2x), macrolide (5x), vancomycin (4.3x), dan βL/βLI (β-lactam/β lactamase inhibitor) (2,3 x). Kebanyakan pedoman infeksi mendukung penggunaan vancomycin atau linezolid jika dicurigai MRSA. Percobaan ZEPHyR adalah suatu studi acak terkontrol dengan rasio 1:1 linezolid q12h 600 mg IV vs vancomycin 15 mg / kg BB IV q12h selama 7-14 hari, Hasil klinis bermakna lebih baik linezolid daripada vancomycin, meskipun angka kematian pada 60 hari tidak menunjukkan perbedaan. Linezolid secara keseluruhan menunjukkan keamanan dan profil tolerabilitas yang memuaskan. Ringkasan: Indikasi linezolid adalah pneumonia dengan etiologi Staphylococus aureus nosokomial baik MSSA / MRSA atau Streptococus pneumoniae yang sensitif terhadap penisilin. Kombinasi terapi diberikan bila diduga gram negatif patogen. Dosis IV sama dengan dosis oral 600 mg BID, dosis pediatrik: 10 mg/kg/8 jam. Lama pengobatan 10-14 hari.
Treatment options for severe pneumonia: focus on pseudomonas pneumonia Benjamin Margono
JURNAL WIDYA MEDIKA Vol 2, No 1 (2014)
Publisher : FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (560.467 KB) | DOI: 10.33508/jwm.v2i1.1651

Abstract

Pneumonia due to Pseudomonas aeruginosa occurs in several distinct syndromes: 1/ Community Acquired Pneumonia (CAP) usually in patients with chronic lung disease e.g.: COPD / Cystic Fibrosis / bronchiectasis. Rather uncommon : 0.9%-1.9% of patients with CAP requiring hospitalization. 2/ Hospital Acquired Pneumonia (HAP), usually occurring in the ICU after day 4 or VAP. Much more common : 18%. 3/ bacteremic , usually in the neutropenic host e.g. hematologic malignancy, HIV ( Pre HAART : 8-25%; HAART era: 5-6.7%) P.aeruginosa. is a gram negative rod that is ubiquitous in nature and is an opportunistic pathogen in humans. It is a particularly virulent pathogen that produces many virulent factors, including exotoxins, enzymes and biofilms that protects it from host antibodies and phagocytes. Pseudomonas pneumonia carries a notably higher mortality rate than other pneumonia pathogens. Therapy has always been challenging magnified in recent years by the emergence of MDR (multi drug resistant) and PDR ( Pan drug resistant ) pathogen, compounded further by the diagnostic problem of differentiating between colonization and infection, as blood cultures are rarely positive and gram stains have not proven useful. Anti Pseudomonal antibiotics : Aminoglycosides; .β Lactam congeners; Monobactam; Extended spectrum penicillins e,g, piperacillin-tazobactam, Carbapenems; anti pseudomonal fluoroquinoles; Colistin. Combination antibiotic therapy may potentially broaden the antimicrobial spectrum, provide synergistic interaction, decrease emergence of antimicrobial resistance and minimize superinfection. Incombination antibiotic therapy the greatest synergy is obtained by combining an aminoglycoside(A) + antipseudomonal penicillin (~90%), followed in decreasing order A + cephalosporin (~ 80%) then A + carbapenem (~50%), while the interaction of a fluoroquinolone + A or βlactam is usually indifferent or autonomous. Given the nephrotoxicity of aminoglycosides the following algorithm is proposed : Combination of an anti-pseudomonal penicillin + an aminoglycoside for 3-5 days, then replace the aminoglycoside with an anti-pseudomonal fluoroquinolone for a total of 8-15 days.

Page 1 of 15 | Total Record : 142