Articles
224 Documents
ANALISIS KESANTUNAN BERBAHASA MAHASISWA UIN ALAUDDIN MAKASSAR DALAM BERKOMUNIKASI DENGAN DOSEN
Rahmiati Rahmiati
Al Daulah : Jurnal Hukum Pidana dan Ketatanegaraan Vol 6 No 1 (2017)
Publisher : Jurusan Hukum Tatanegara Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Alauddin
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24252/ad.v6i1.4873
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesantunan berbahasa mahasiswa dalam berkomunikasi dengan dosen baik yang dilakukan secara langsung maupun melalui sms. Untuk memecahkan permasalahan digunakan konsep strategi kesantunan dalam bentuk maksim Leech (1983) yang disesuaikan dan disederhanakan oleh penulis. Penggunaan teori ini karena sesuai dengan konteks yang diajukan dan situasi yang dialami. Secara metodologis data dikumpulkan melalui simak, observasi dan dokumentasi yang kemudian dianalisis (B. Bungin 2003). Dari enam maksim yang diajukan oleh Leech didapatkan bahwa komunikasi yang dilakukan mahasiswa dengan dosen masih mempertahankan kesantunan berbahasa yang nampak pada penggunaan maksim kearifan, maksim pujian, maksim kejujuran dan maksim kesederhanaan. Dengan penggunaan maksim tersebut diharapkan dapat membangun komunikasi secara efektif antara keduanya tanpa harus menghilangkan nilai tenggang rasa, penghormatan dan penghargaan bagi lawan bicara yang memiliki status yang lebih tinggi baik dari segi usia maupun status pendidikan. Namun demikian, selain menggunakan maksim kesopanan dalam berkomunikasi, mahasiswa juga masih melakukan pelanggaran terhadap kesantunan berbahasa. Meskipun tidak secara keseluruhan, namun pelanggaran tersebut jika dilakukan secara berulang-ulang atau terus menerus akan mengganggu komunikasi antara penutur dan lawan tutur. Bentuk pelanggaran tersebut terlihat pada kesalahan dalam pemakaian diksi dan gaya penulisan. Penggunaan maksim kesantunan yang lebih dominan menunjukkan bahwa karakter mahasiswa dalam berbahasa dan berkomunikasi masih terjaga dengan baik sebagai upaya mempertahankan budaya Indonesia
Perspektif Al-Qur’an Tentang Posisi Manusia Dalam Memakmurkan Alam Raya
Dudung Abdullah
Al Daulah : Jurnal Hukum Pidana dan Ketatanegaraan Vol 5 No 1 (2016)
Publisher : Jurusan Hukum Tatanegara Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Alauddin
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24252/ad.v5i1.1451
God's authority and control the universe of natural riches to humans and all other creatures with affection. Man was created as a servant of God and inheritors of God. As inheritors of God, he has the authority, potency, and the freedom to prosper nature of the universe that have been subjugated Allah. With the ability of mind, intelligence and vision science, humans are able to organize and preserve lives peacefully with other creatures. Humans as bearers of the message of God to inhabit the universe must be within the law and the rule of God and never against sunatullah which he set forth.
Pemikiran Muhammad Awwamah Seputar Keragaman Pendapat Pada Pakar Fiqih Tentang Hadis Rasulullah SAW
Rahman Qayyum
Al Daulah : Jurnal Hukum Pidana dan Ketatanegaraan Vol 4 No 2 (2015)
Publisher : Jurusan Hukum Tatanegara Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Alauddin
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24252/ad.v4i2.1482
Mencermati pemikiran yang ditulis oleh Muhammad Awwamah bahwa paling tidak ada empat faktor penyebab keragaman pendapat para pakar hukum islam terhadap hadis Rasulullah SAW. Faktor pertama, perbedaan mengenai kriteria hadis yang layak untuk diamalkan. Faktor Kedua, Keragaman pendapat para pakar hukum Islam dalam memahami hadis Rasulullah karena adanya dua masalah yaitu: 1. Perbedaan intenlegensi mereka disebabkan oleh perbedaan naluri (bakat), lingkungan soial, budaya, politik dan sebagainya; 2. Lafal itu sendiri mengandung makna musytarak. Faktor ketiga, Adanya hadis-hadis yang secara tekstual tampak bertentangan menyebabkan para fuqaha ketika menyimpulkan kandungan hukum berbeda. Faktor keempat, keragaman para pakar disebabkan adanya perbedaan tingkat pengetahuan mereka tentang sunnah.
Kualifikasi Maqashid Al-Syari'ah dalam Konteks Penetapan Hukum Islam
Zulhas’ari Mustafa
Al Daulah : Jurnal Hukum Pidana dan Ketatanegaraan Vol 3 No 2 (2014)
Publisher : Jurusan Hukum Tatanegara Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Alauddin
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24252/ad.v3i2.1433
Maqashid al-syari’ah merupakan ranah kajian dalam usul fikih, fikih, dan filsafat hukum Islam. Kajiannya telah melampaui beberapa zaman sejak masa Islam klasik. Sejak diintrodusir oleh al-syathibiy, kajian maqashid al-syari’ah berkembang pesat dalam tradisi keilmuan Islam terutama dalam keilmuan hukum Islam. Akan tetapi, keberadaan teori tentang maqashid belum sepenuhnya seattled di kalangan ahli hukum Islam. Untuk itu, diperlukan kajian yang mengeksplorasi kualifikasi teori maqashid al-syari’ah tersebut, baik dari aspek posisinya, differensisinya dengan istilah lain, kehujjahan, dan pola penalarannya.
UNSUR KEMODERENAN DALAM MAZHAB INBU HANBAL
Mawardi Djalaluddin
Al Daulah : Jurnal Hukum Pidana dan Ketatanegaraan Vol 6 No 1 (2017)
Publisher : Jurusan Hukum Tatanegara Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Alauddin
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24252/ad.v6i1.4863
Mazhab Hanbali merupakan mazhab keempat dalam sejarah perkembanagan mazhab dalam fiqh Islam yang diakui di kalangan umat Islam. Wujud kemodernan Mazhab Hanbali adalah adalah pemikiran-pemikiran baru dari Imam Ahmad bin Hanbal dan tokohtokoh Mazhab Hanbali yang datang kemudian dan mengembangkan secara rasional Mazhab Hanbali sehingga memiliki banyak pengikut di kawasan dunia Islam.
KEKUASAAN DALAM TRADISI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM (Refleksi Atas Pemikiran Politik Islam)
Usman Usman
Al Daulah : Jurnal Hukum Pidana dan Ketatanegaraan Vol 6 No 2 (2017)
Publisher : Jurusan Hukum Tatanegara Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Alauddin
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24252/ad.v6i2.4887
Studi ini mendiskusikani masalah kekuasaan dalam tradisi pemikiran politik Islam. Persoalan utama yang menjadi perhatian dalam diskusi ini adalah bagaiman kekuasaan, ulama dan umara dalam struktur kekuasaan Islam. Melalui analisis konten dan pendekatan konseptual diperoleh pemahaman bahwa kekuasaan itu bersumber dari Tuhan dan tidak ada seorang pun yang mempunyai kekuasaan mutlak, tetapi kekuasaan itu didelegasikan kepada manusia sebagai wakil (khalifah) di bumi yang mendapat perintah untuk menegakkan pemerintahan yang adil dan mewujudkan kesejahteraan bersama. Dengan konsep kekuasaan seperti ini tidak ada lagi pertentangan antara kekuasaan Allah dan kebutuhan manusia akan adanya pemerinthan. Ulama dan umara dalam struktur pemerintahan adalah mereka yang diisyaratkan oleh Al-Qur’an sebagai ulu al-Amr atau mereka yang memerintah dan harus ditaati karena mereka terdiri dari orang-orang yang terpilih dan memenuhi syarat-syarat komplementer, seperti, amanah, keberanian, kekuatan, berakal sehat, dan berilmu pengetahuan. Diharapkan agar mereka mampu menjadi suri tauladan yang baik bagi segenap lapisan masyarakat. Mereka berperan sebagai penafsir terhadap aturan-aturan yang belum jelas dalam Al-Qur’an dan sekaligus sebagai pengawas “konstitusionalitas” aturan-aturan pemerintah dan para administrator demi meyakinkan rakyat bahwa aturan-aturan tersebut tidak melanggar syari’at. Sedangkan umara atau pemerintah menerapkan hukum-hukum syari’at.
Jaminan Konstitusional Terhadap Hak Atas Lingkungan Hidup Di Indonesia
Ashabul Kahpi
Al Daulah : Jurnal Hukum Pidana dan Ketatanegaraan Vol 2 No 2 (2013)
Publisher : Jurusan Hukum Tatanegara Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Alauddin
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24252/ad.v2i2.1472
Hak dan problematikanya adalah sebuah persoalan yang nyaris menjadi topik hangat yang diperbincangkan setiap saat, betapa tidak, sebab persoalan hak adalah persoalan yang langsung mengena jati diri manusia sebagai penyandang hak. Sementara itu usaha usaha kearah penegakan dan pengakuan hak asasi manusia terus diusahakan sampai pada adanya jaminan per- lindungan dan pengakuan yang tertuang pada berbagai kon- stitusi, baik di dalam peraturan internasional maupun nasional (Indonesia). Termasuk ke dalam usaha mengakomodir hak-hak atas lingkungan dan hak lingkungan itu sendiri. Untuk ukuran Indonesia, telah berevolusi 3 (tiga) undang-undang lingkungan yang mencoba mengangkat norma hak-hak individu dan hak- hak sosial ke dalam rumusan pasal-pasalnya, baik itu dengan cara mengadopsi (meratifikasi) hasil-hasil pertemuan inter- nasional atau dengan menggali sendiri kesadaran lingkungan masyarakat, atau terkadang melalui yurisprudensi. Terlepas dari adanya usaha tersebut, pada kenyataannya tetap saja dalam tataran implementasi, terkadang masih ada hak-hak yang terlanggar (termasuk hak lingkungan) terlebih menyang- kut hak gugat masyarakat.
Analisa Kriminologi Terhadap Kekerasan dalam Kejahatan
Erlina Erlina
Al Daulah : Jurnal Hukum Pidana dan Ketatanegaraan Vol 3 No 2 (2014)
Publisher : Jurusan Hukum Tatanegara Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Alauddin
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24252/ad.v3i2.1507
Berkaitan dengan masalah kejahatan, maka kekerasan sering merupakan pelengkap dari bentuk kejahatan itu sendiri. Kejahatan kekerasan sesungguhnya merupakan salah satu subspesies dari violence. karakteristik dari model kejahatan dengan kekerasan ini adalah adanya agresivitas atau apa yang dinamakan assaultive conduct. Gibbons membedakan dua macam assaultive conduct, yaitu, (1) Situational or sub-cultural in character; (2) Individualistic or phsychogenic in character. Salah satu perspektif teori kriminologi yang dapat dipergunakan untuk menganalisis model kejahatan dengan kekerasan di Indonesia adalah teori yang dikembangkan oleh Hoefnagels. Hoefnagels dalam bukunya telah mengungkapkan bahwa para ahli kriminologi pada umumnya sering bertumpu pada teori kausa kejahatan dan pelakunya, namun kurang memperhatikan sisi lain dari suatu kejahatan. Ia menunjukkan bahwa sisi lain dimaksud adalah aspek stigma dan seriousness.
PEMBAHARUAN HUKUM DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM
intan cahyani
Al Daulah : Jurnal Hukum Pidana dan Ketatanegaraan Vol 5 No 2 (2016)
Publisher : Jurusan Hukum Tatanegara Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Alauddin
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24252/ad.v5i2.4850
Dalam konteks Kompilasi Hukum Islam, pembaharuan hukum Islam dipandang sebagai amanah konstitusi negara untuk menggantikan produk-produk hukum kolonial Belanda yang masih berlaku dan untuk menggantikan beberapa produk hukum yang dipandang tidak sesuai dengan tuntutan zaman. Hukum Islam dalam konteks keindonesiaan terkhusus dalam pembaharuan hukum keluarga meliputi empat kategori, yaitu: fikih, fatwa, yurisprudensi, dan Undang-Undang. Kompilasi Hukum Islam merupakan rumusan fikih ala Indonesia yang dijadikan sebagai pedoman dan rujukan umat Islam Indonesia. KHI sebagai rumusan fikih, meniscayakan untuk ditafsir sesuai dengan konteksnya. Hal tersebut dapat dilihat dalam beberapa ketentuan hukum yang ada dalam KHI
Etika Politik dalam Islam
Thahir Maloko
Al Daulah : Jurnal Hukum Pidana dan Ketatanegaraan Vol 2 No 1 (2013)
Publisher : Jurusan Hukum Tatanegara Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Alauddin
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24252/ad.v2i1.1423
Etika politik dan moral kepemimpinan Islam maupun ke- pemimpinan di luar Islam sangat ditentukan oleh penguasa. Oleh karena itu, yang menghendaki sebuah pemerintahan yang adil dan didasari oleh nilai etika, maka harus banyak belajar dari realitas yang terjadi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai ke- adilan sehingga tercipta suatu kedamaian. Sebuah peme- rintahan yang tidak didasari nilai-nilai etika dan moral yang baik, akan menimbulkan kekecauan. Apalagi pemimpinnya yang tidak menanamkan nilai etika, sudah pasti kekuasaannya akan hancur. Oleh sebab itu penguasa yang baik adalah penguasa yang memberikan suasana kebahagiaan bukan sebaliknya.