cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Perspektif : Review Penelitian Tanaman Industri
Published by Kementerian Pertanian
ISSN : 14128004     EISSN : 25408240     DOI : -
Core Subject : Education,
Majalah Perspektif Review Penelitian Tanaman Industri diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan yang memuat makalah tinjauan (review) fokus pada Penelitian dan kebijakan dengan ruang lingkup (scope) komoditas Tanaman Industri/perkebunan, antara lain : nilam, kelapa sawit, kakao, tembakau, kopi, karet, kapas, cengkeh, lada, tanaman obat, rempah, kelapa, palma, sagu, pinang, temu-temuan, aren, jarak pagar, jarak kepyar, dan tebu.
Arjuna Subject : -
Articles 5 Documents
Search results for , issue "Vol 8, No 1 (2009): Juni 2009" : 5 Documents clear
Penerapan Teknologi Pengendalian Hama Terpadu Pada Komoditas Perkebunan Rakyat ADANG AGUSTIAN; BENNY RACHMAN
Perspektif Vol 8, No 1 (2009): Juni 2009
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v8n1.2009.%p

Abstract

ABSTRAKKajian  ini  dimaksudkan  untuk  mensintesis  tingkat implementasi dari introduksi teknologi pengendalian hama  terpadu (PHT)  pada  usahatani  perkebunan rakyat (kopi,  lada  dan  teh),  efektivitas  penerapan teknologi    PHT,    dan    menganalisis    perspektif keberlanjutan  teknologi  PHT.  Data  dan  informasi diperoleh dari berbagai hasil kajian terkait penerapan teknologi  PHT  perkebunan  rakyat.    Hasil  kajian menunjukkan  bahwa: (1)  Secara  umum  introduksi teknologi PHT relatif baik diterapkan oleh para petani perkebunan  rakyat,  meskipun  penerapannya  belum secara penuh karena terdapatnya kendala internal dan eksternal   yang   dihadapi   petani; (2)   Penerapan teknologi  PHT  pada  komoditas  perkebunan  rakyat masih  dapat  meningkatkan  keuntungan  usahatani yang relatif lebih tinggi dibanding dengan peningkatan biaya usahataninya, dan (3) Penerapan teknologi PHT dapat   berkelanjutan   apabila   didukung   dengan penyuluhan yang intensif menyangkut aspek teknis, manajemen dan pemasaran hasil.Kata kunci: Teknologi PHT, perkebunan rakyat, tingkat adopsi ABSTRACTThe Implementation of IPM Technology on Small Estate Farm CommoditiesThe   purpose   of   this   study   is   to   analyze   the implementation  level    of  introduced  technology  of Integrated  Pest Management  (IPM)  on  small estate farms (coffee, tea and pepper), effectiveness of the implementation of IPM technology, and analyze the perspective of the sustainability of IPM technology. Data and information obtained from  the results of various  studies  related  to  the  application  of  the technology  of  IPM  on  small  estate  farm.  Results showed  that: (1)  In  general  introduction  of  IPM technology is well applied by the farmers, although its application has not been fully adopted due to the internal and external constraints faced by farmers, (2) The application of  IPM technology on small estate commodities is profitable, and (3) The application of IPM technology can be sustained if it is supported with intensive counseling on technical and management, as well as product marketing. Key words: IPM technology, small estate farm, adoption
Status Penelitian Serangga Vektor Penyakit Kerdil Pada Tanaman Lada RODIA BALFAS
Perspektif Vol 8, No 1 (2009): Juni 2009
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v8n1.2009.%p

Abstract

ABSTRAKPenyakit   kerdil   merupakan   salah   satu   penyakit penting pada tanaman lada. Penyakit ini disebabkan oleh  dua  jenis  virus,  Piper  Yellow  Mottle  Virus (PYMV) dan Cucumo Mottle Virus (CMV). Penyebaran penyakit terjadi melalui melalui bahan tanaman  dan serangga   vektor.   Pengelolaan   serangga   vektor merupakan salah satu cara untuk menekan penyebaran penyakit tersebut. Jenis-jenis serangga vektor PYMV di Indonesia adalah  kutu putih, Planococcus minor dan Ferrisia virgata;  serangga  vektor  CMV  adalah  Aphis gossypii.  Kedua jenis kutu putih diketahui sebagai serangga yang polifag dan  vektor yang sangat efisien. Penanggulangan serangga vektor  masih dalam tahap awal. Telah dilakukan pengujian di rumah kaca dan lapangan. Hasil uji lapangan dengan menggunakan ekstrak  air  tembakau  dan  mimba  dapat  menekan populasi   Planococcus.   Untuk   menekan   penyebaran penyakit diperlukan teknologi penanggulangan vektor yang efektif yang berdasarkan  pemahaman ekobiologi serangga vektor. Selain itu perlu pengujian potensi serangga-serangga   pengisap   lain   yang   potensial sebagai vektor dan  pengujian nomor-nomor tanaman lada hibrida yang telah ada terhadap  serangga vektor dan penyakit kerdil untuk mendapatkan tanaman lada yang tahan terhadap serangan serangga vektor atau penyakit kerdil.Kata kunci : Piper nigrum L., penyakit kerdil, PYMV, CMV, seranggga vektor ABSTRACTResearch Status on Insect Vector of Stunted Disease on Black PepperStunted disease is one of the important diseases of black pepper. Two viruses, i.e. Piper Yellow Mottle Virus (PYMV) and Cucumo Mottle Virus (CMV) are associated  with  this  disease.  The  disease  is  spread through seed as well as insect vectors. Two mealybugs, Planococcus minor and Ferrisia virgata; are known as insect vectors of PYMV in Indonesia and  Aphis gossypii is an insect vector of CMV. The two mealybugs are polyphagous insects and efficient vectors.of stunted disease. Preliminary control of insect vectors has been conducted at the green house and field. Neem and tobacco extracts have showed effective control against Planococcus  as  also  shown  on  monocrotophos  and carbofuran treatments. Vector management is needed to reduce disease spread, through controlling insect vectors based on understanding their ecobiology. In addition, examining other potential insect vectors and screening existing hybrid lines to the disease and insect vectors need further examination.Key words: Piper nigrum L. stunted disease, PYMV, CMV, insect vector
Pasokan dan Permintaan Tanaman Obat Indonesia Serta Arah Penelitian dan Pengembangannya EKWASITA RINI PRIBADI
Perspektif Vol 8, No 1 (2009): Juni 2009
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v8n1.2009.%p

Abstract

ABSTRAKDi Indonesia, terdapat sekitar 31 jenis tanaman obat digunakan sebagai    bahan baku industri obat tradisional (jamu), industri non jamu, dan bumbu, serta untuk kebutuhan ekspor, dengan volume permintaan lebih dari 1.000 ton/tahun.  Pasokan bahan baku   tanaman   obat   tersebut   berasal   dari   hasil budidaya (18 jenis) dan penambangan (13 jenis).  Oleh karena itu, perlu usaha yang lebih intensif supaya pasokan bahan baku tanaman obat dapat terpenuhi, terutama tanaman obat yang masih ditambang dari habitat alaminya.  Berdasarkan data neraca pasokan dan permintaan, serta teknologi yang tersedia, arah kebijakan pengembangan dan penelitian tanaman obat  bagi menjadi 4 kelompok.  Pertama, untuk kelompok tanaman obat yang telah dibudidayakan dalam skala luas, seperti jahe, maka prioritasnya adalah penelitian untuk   pengendalian   penyakit layu  bakteri yang disebabkan oleh Raltsonia solanacearum.Untuk tanaman obat yang masih memungkinkan dikembangkan areal budidayanya, seperti temulawak (Curcuma xanthorrhiza) dan lempuyang wangi (Zingiiber aromaticum),   prioritasnya   adalah   penelitian   untuk menghasilkan varietas unggul dan teknologi budidaya untuk   meningkatkan   produksi   dan   bahan   aktif. Sedangkan  untuk  tanaman  obat  lainnya,  prioritas penelitian  ditujukan  pada  diversifikasi  vertikal  dan horizontal.    Kedua,  untuk  menunjang  kemandirian pasokan  tanaman  obat  budidaya  yang  diusahakan dalam skala sempit, seperti ketumbar, adas, dan cabe jawa,    prioritas  penelitian  adalah  penelitian  untuk mendapatkan  varietas  unggul  dan  teknik  budidaya Ketiga, untuk tanaman obat yang masih ditambang dari habitat alami dan permintaannya cukup besar, seperti beluntas, majakan, kunci pepet, seprantu, dan brotowali, maka prioritas penelitian diarahkan pada domestikasi,   benih   unggul,   cara   bercocok   tanam, pemupukan  dan  pengendalian hama  dan  penyakit. Keempat,  untuk  tanaman  obat  yang  sudah langka, seperti kedawung, pulasari, pulai, bidara putih, bidara laut, bangle, temu giring, dan joho keling, prioritas penelitiannya adalah penangkaran, penentuan kesesuaian lingkungan tumbuh dan teknologi budidaya.Kata kunci : Tanaman obat, pasokan, permintaan, pengembangan, penelitian ABSTRACTStatus of Supply and Demand of Indonesian Medicinal Crops and Their Research and Development PrioritiesThere are 31 medicinal crops of Indonesia that are demanded more than 1.000 tones/year for traditional medicine (jamu)  industry, spices and export.  Some of these crops (18 species) are cultivated  and the others (13 species) are harvested directly from their natural habitat, such as forest.  Therefore, the intensive effort to supply the demand of the raw material of medicinal plants is needed, especially the medicinal plants which were still harvested from their natural habitat. Based on the supply and demand data, as well as current available   cultivation   technologies,   research   and development strategy of medicinal crops in Indonesia can be grouped in 4 classifications.  First, for those medicinal crops which are used in large scale, such as ginger, the research priority is to find effective contro measure   of   bacterial   wilt   caused   by   Raltsonia solanacearum.    However,  for  those  which  can  be expanded, such as Curcuma xanthorrhiza (temulawak) and  Zingiiber  aromaticum (lempunyang  wangi),  the research  priority  should  be  focused  on  developing high-yielding varieties and cultivation technology for improving yield and lead compounds of the plants. For other crops within this group, diversification of secondary products need to be intensified.  Second, to sustain the supply of medicinal crops that grow in small-scale areas, such as coriander, fennel, and long pepper, research on crop improvement and cultivation technologies  must  be  intensified.  Third,  medicinal plants which are harvested directly from their natural habitat in large scale, such as Pluchea indica (beluntas), Querqus   lusitania (majakan),   Kaempferia   angustifolia (kunci   pepet),   Sindora   sumatrana (seprant)u,   and Tinospora tuberculata (brotowali), domestication of these crops should be carried out to fulfill the demand of raw materials, supported by studies on improving plant breeding and their cultivation technologies.  Finally, the endanger medicinal plants  such as Parkia roxburghii (kedawung,  Alyxia  reinwardti  (pulasari), Alstonia scholaris (pulai),  Merremia  mammosa (bidara  putih), Strychnos  lucida  (bidara  laut), Zingiber cassumunar (bangle), Curcuma heyneana (temu giring), and Terminalia arbereae (joho keling), the research priority is conservation,  finding  site-specific  location  for  their growth, and cultivation technology.Key words: Medicinal crops, supply, demand, research, development
Pengelolaan Patogen Tular Tanah Untuk Mengembalikan Kejayaan Tembakau Temanggung di Kabupaten Temanggung Titiek Yulianti
Perspektif Vol 8, No 1 (2009): Juni 2009
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v8n1.2009.%p

Abstract

ABSTRAKTembakau   Temanggung   mempunyai   aroma   khas senyawa  nikotin  dan  digunakan  sebagai  campuran rokok  kretek.    Penanaman  tembakau  Temanggung telah dilakukan secara intensif selama bertahun-tahun oleh   sebagian   petani   tembakau   di   lereng-lereng Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro, Kabupaten Temanggung.   Kondisi   ini   telah   menyebabkan kerusakan lahan dan akumulasi patogen tular tanah, seperti  Ralstonia  solanacearum  dan  Meloidogyne  spp., yang   telah   mengakibatkan   kematian   pertanaman tembakau cukup tinggi, serta menurunkan produksi dan mutu tembakau.  Selama 10 tahun terakhir, luas lahan pertanaman tembakau Temanggung menurun sampai 50%, dari sekitar 20.284 ha pada tahun 1996 menjadi 9.326 ha pada tahun 2006. Namun, petani setempat tetap saja menanam tembakau karena harga tembakau temanggung masih cukup tinggi. Makalah ini membahas keterkaitan antara pengelolaan tanaman tembakau  Temanggung  oleh  petani  dengan  tingkat kerusakan    lingkungan    dan    kerugian    tanaman tembakau. Untuk mengembalikan kejayaan Kabupaten Temanggung   sebagai   penghasil   utama   tembakau Temanggung. Strategi yang perlu dilakukan adalah penerapan teknologi pengelolaan pertanian berkelanjutan    berbasis    lingkungan    yang    telah dihasilkan   oleh   Balai   Peneltian   Tembakau   dan Tanaman Serat, seperti penanaman varietas tahan R. solanacearum dan Meloidogyne spp., konservasi lahan menggunakan tanaman pencegah erosi, rotasi tanaman dengan   jenis   tanaman   bukan   inang   patogen, pemupukan dengan bahan organik, dan pengelolaan agens hayati dalam tanah.  Diharapkan usaha-usaha tersebut akan meminimalkan kerusakan lingkungan sekaligus   meningkatkan   produksi   tembakau.   Di samping   itu,   keterlibatan   petani,   penyuluh,   dan pemerintah  daerah  setempat  secara  terus  menerus perlu  digalakan  untuk  mengoptimalkan  hasil  yang diharapkan.Kata kunci: Tembakau Temanggung, Lincat, degradasi lahan, Ralstonia solanacearum,  Meloidogyne, pengelolaan berkelanjutan, lingkungan ABSTRACTManagement of Soil-Born Diseases to Sustain the Greatness of Temanggung District as the Center Producer of Temanggung TobaccoTemanggung Tobacco has a unique nicotine flavour for cigarette blending. Continuous growing tobacco for many years on the slope of Sindoro and Sumbing Mounts has led to land degradation and accumulation of pathogens, i.e Ralstonia solanacearum and Meloidogyne spp.  Many tobacco plants suffered from wilt disease and died resulting in production and quality decreased which made significant income loss. In the last 10 years, tobacco areas in Temanggung decreased up to 50%, from 20,284 ha in 1996 to 9,326 ha in 2006. And yet, local farmers are continuing to grow tobacco plants because of its highly steady price. This paper discusses the   correlation   of   farmers   habits   during   tobacco cultivation and environmental degradation to sustain the Temanggung District as the centre producer of Temanggung tobacco. The study comments adoption of  ecologically  friendly  cultivation  technologies  as resulted by the Indonesian Tobacco and Fiber Research Institute   of   Malang,   including   land   conservation, planting tobacco resistant varieties to R. solanacearum and Meloidogyne spp., increase biodiversity through growing economic non host crops, organic fertilizers, and   management   of   soil   microbial   antagonists. Furthermore, farmer participation, agricultural services and  local  institutions  need  to  be  strengthening  to optimize expected results.Keywords:  Temanggung  tobacco,  land  degradation, Ralstonia               solanacearum,         Meloidogyne, sustainability management practices
Pengendalian Terpadu Busuk Pangkal Batang Lada WAHYUNO, DONO
Perspektif Vol 8, No 1 (2009): Juni 2009
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v8n1.2009.%p

Abstract

ABSTRAKLada (Piper nigrum L) merupakan komoditi rempah yang penting untuk meningkatkan pendapatan petani di  Indonesia.    Daerah  pusat  pengembangan  lada, banyak terdapat di Lampung, Bangka dan akhir-akhir ini berkembang di Kalimantan. Penyakit busuk pangkal batang (BPB) yang disebabkan oleh cendawan Phytophthora capsici merupakan kendala dalam budidaya lada di Indonesia. Penyakit ini telah tersebar luas hampir di semua pertanaman lada di Indonesia. Naskah  ini  menguraikan  kemajuan  penelitian  dan pengalaman di lapang terhadap usaha pengendalian BPB.  Pengendalian yang lazim dilakukan oleh petani adalah menggunakan fungisida sintetik.  Pengendalian dengan cara kimia sering dilakukan saat harga lada tinggi, dan sebaliknya petani tidak memelihara kebunnya dengan baik saat harga lada turun. Akibatnya, BPB menjadi masalah yang serius pada banyak  pertanaman  lada  untuk  saat  ini.  P.  capsici mempunyai spora yang dapat bergerak dan berenang secara aktif pada lapisan air yang terdapat pada tanah. Hal tersebut membuat Phytophthora mudah tersebar melalui tanah yang terkontaminasi, bagian tanaman yang terserang atau terbawa oleh aliran air yang ada dipermukaan tanah. Phytophthora asal lada mempunyai dua tipe kawin, yaitu A1 dan A2 yang memungkinkan mereka untuk melakukan reproduksi secara seksual di daerah-daerah dimana kedua tipe kawin tersebut ada. Hasil perkawinan seksual memungkinkan Phytophthora lada menghasilkan turunan yang lebih ganas daripada induknya  yang  sudah  ada.  Usaha  untuk  mengembangkan   komponen   teknologi   pengendalian   telah dilakukan dengan mengedepankan pengendalian BPB yang ramah lingkungan, murah dan dapat dilakukan oleh  petani  lada. Komponen teknologi yang telah dikembangkan meliputi kultur teknis, aplikasi agen hayati  dan  kimia apabila  terjadi ledakan serangan, serta usaha untuk menciptakan tanaman tahan. Memadukan komponen teknologi  tersebut tidak dapat memusnahkan semua P. capsici yang ada di dalam tanah,  tetapi  mampu  menekan  perkembangan  dan penyebarannya  apabila  dilakukan secara baik dan benar, sehingga kehilangan hasil dapat ditekan dan penggunaan fungisida   dapat diminimalkan. Saran implementasi  IPM meliputi peningkatan keragaan vigor tanaman dengan menerapkan budidaya anjuran,menekan  perkembangan  populasi  P.  capsici melalui aplikasi agen hayati, seperti Trichoderma; sedangkan pemakaian fungisida hanya dilakukan sebagai pilihan terakhir kalau perkembangan penyakit semakin serius, serta peningkatan pengetahuan petani melalui berbagai  pelatihan teknis,  Untuk memaksimalkan implementasi  IPM  memerlukan  keterlibatan  secara aktif semua pihak terkait, termasuk petani, departemen terkait, dan peneliti.Kata kunci: Busuk pangkal  batang, lada, IPM, Phytophthora, Piper nigrum ABSTRACTIntegrated  Control  of  Foot  Rot  Disease  of Black PepperBlack  pepper  (Piper  nigrum)  is  important  crop  for increasing  farmer  income  in  Indonesia.  Traditional pepper  planting  areas  are  Lampung  and  Bangka-Belitung provinces, as well as new planting areas in Kalimantan  provinces.  Foot  rot  disease  caused  by Phytophthora capsici is the main constraint in pepper cultivations  in  these  areas.  The  disease  is  widely distributed  in  almost  all  pepper  cultivations.  This paper describes information on the research progresses on   foot   rot   disease   control   methods   and   field experiences on controlling the disease on black pepper. Control method of the foot rot disease by farmers is commonly using synthetic fungicides.  This practice was only applied when the price of pepper is high. Otherwise, farmers only applied minimal cultivation practices.  As the result, the foot rot disease becomes more   serious   problem   on   pepper   plantations throughout Indonesia. Spores of P. capsici is actively swiming on water film, therefore, the fungus is easily disseminates   through   contaminated   soil,   diseased planting materials or running water of soil surface. The fungus has two mating types, A1 and A2 that makes  sexual  reproduction  possible  in  some  areas where   both   mating   types   exist.   The   sexual reproduction may produce progenies that are more virulent than their parents. Therefore, it is important to minimize    distribution    of    planting    materials contaminated with the different matting types into a certain location to prevent new strain of P. capsici. Attempts to control the disease have been conducted with  focusing  on  technologies  that  is  eco-friendly, cheap and simple (easy to be handled and adopted by farmers).   The   eco-friendly   technologies   included improving cultural practices, application of biological control   agents,   and   fungicide   is   applied   when necessary.  An initial effort to find resistant or tolerant black   pepper   varieties   had   also   been   studied. Integrated pest management (IPM) by combining those available  technologies  will  not  eradicate  P.  capsici totally, but it will reduce the population of the fungus to a certain level that lessens the damage or yield lost. Implementation of the IPM includes increasing plants vigor through conducting proper planting activities followed by suppressing of fungal population through incorporating  of  biological  control  agent,  such  as Trichoderma;  while  fungicide  application  is  the  last resort,  as  well  as  improving  farmers  knowledge various  technical  trainings.  To  maximize  the  IPM implementation   by   farmers,   it   requires   active participation    from    all    involved    stakeholders, government official services and researchers.Keywords: Foot rot disease, black pepper, Phytophthora, Piper nigrum, IPM

Page 1 of 1 | Total Record : 5