cover
Contact Name
Siti Nurul Fatimah
Contact Email
nurul.tarimana@gmail.com
Phone
+6282193269384
Journal Mail Official
alqadau@uin-alauddin.ac.id
Editorial Address
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, Hukum Keluarga Islam
Location
Kab. gowa,
Sulawesi selatan
INDONESIA
Jurnal Al-Qadau: Peradilan dan Hukum Keluarga Islam
The subject of Al-Qadau: Peradilan dan Hukum Keluarga covers textual and fieldwork with various perspectives of Islamic Family Law, Islam and gender discourse, and legal drafting of Islamic civil law.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 11 Documents
Search results for , issue "Vol 5 No 2 (2018)" : 11 Documents clear
Upaya Perlindungan Konsumen terhadap Akad Klausula Baku (Studi pada Pengadilan Agama Makassar Klas IA) Disa Nusia Nisrina
Jurnal Al-Qadau: Peradilan dan Hukum Keluarga Islam Vol 5 No 2 (2018)
Publisher : Jurusan Hukum Acara Peradilan dan Kekeluargaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/al-qadau.v5i2.7102

Abstract

Penerapan akad klausula baku semakin banyak seiring berkembangnya berbagai macam bentuk transaksi dalam perbankan syariah dan lembaga keuangan Islam lainya, akad baku masih sering menggunakan klausula eksemsi yang mengandung pembatasan tindakan kepada konsumen dalam melakukan kegiatan bisnis, hal ini sering memicu terjadinya konflik atau sengketa dalam perjanjian. Sehingga, jika terjadi sengketa antara konsumen dengan lembaga keuangan syariah khususnya perbankan syariah maka dibutuhkan peran pengadilan agama dalam melindungi hak-hak konsumen. Pokok masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana upaya perlindungan konsumen terhadap akad klausul baku di Pengadilan Agama kota Makassar?. Metode yang digunakan dalam artikel ini adalah lapangan (field research kualitatif) dengan pendekatan teologis-Syari, dan yuridis-normatif, serta studi kasus. Setelah penelitian dan pengkajian dilakukan maka ditemukan bahwa, hakim memiliki upaya korektif untuk memperbaharui akad baku yang memberatkan konsumen dalam menjalankanya, upaya tersebut diharapkan dapat melindungi hak-hak konsumen, diantara bentuk upaya korektif tersebut adalah rescheduling yakni penjadwalan ulang, reconditioning merupakan persyaratan kembali dan restrukturisasi adalah penataan ulangThe implementation of standard contract is increasing as various forms of transactions develop in Islamic banking and other Islamic financial institutions, standard contract still often use exclusion clauses that contain restrictions on actions for consumers in conducting business activities, this often triggers conflicts or disputes in agreement. So, if there is a dispute between consumers and Islamic financial institutions, especially Islamic banking, the role of Islamic courts is needed in protecting consumer rights. The subject matter examined in this study is how to protect consumers against the standard clause contract in the Makassar City Religion Court?. The method used in this article is a field (field research qualitative) with a theological-Syari approach, and juridical-normative, as well as case studies. Upon research and  accomplishment of this study it is found that, the judge has a corrective effort to renew the standard contract which is burdensome for the consumer in carrying out it. The effort is expected to protect consumer rights. Among the corrective efforts is rescheduling, reconditioning and restructuring
Pandangan Hukum Islam terhadap Perkawinan Dibawah Tangan Nur Aisyah
Jurnal Al-Qadau: Peradilan dan Hukum Keluarga Islam Vol 5 No 2 (2018)
Publisher : Jurusan Hukum Acara Peradilan dan Kekeluargaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/al-qadau.v5i2.7107

Abstract

Pernikahan adalah hubungan lahir bathin antara laki-laki dan perempuan. Sebagaimana halnya dengan semua bentuk perjanjian di sebuah negara Hukum seperti Indonesia perkawinan tentu mempunyai aturan-aturan yang harus dipahami dan dipatuhi oleh masyarakat yang hendak melaksanakan perkawinan beserta hal-hal yang menyangkut dengannya. Perkawinan dibawah tangan merupakan suatu perkawinan yang syarat dan rukunnya terpenuhi, namun tidak tercatat atau tidak terdaftar di Kantor Urusan Agama (KUA) dan tidak dihadiri oleh pejabat yang berwenang. Meski sah menurut agama, namun perkawinan di bawah tangan tidak berkah dan luput dari perlindungan hukum yang berwenang serta perkawinan di bawah tangan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap.Marriage is a relationship of the birth of a man between men and women. As with any form of agreement in a state of Law such as Indonesia marriage certainly has the rules that must be understood and adhered to by the people who want to conduct marriage and things related to it. Marriage under the hands of a marriage is a requirement of marriage and conditions fulfilled, but not registered or not registered in the Office of Religious Affairs (KUA) and not attended by the authorities. Although legitimate in religion, however, the marriage is under the legitimation of no blessings and is escaped from the legal protection of the lawful and under-married marriage has no permanent legal force
Implementasi Dispensasi Nikah dalam Tinjauan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak di Pengadilan Agama Takalar Jasmianti Kartini Haris
Jurnal Al-Qadau: Peradilan dan Hukum Keluarga Islam Vol 5 No 2 (2018)
Publisher : Jurusan Hukum Acara Peradilan dan Kekeluargaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/al-qadau.v5i2.7103

Abstract

Implementasi Dispensasi Nikah Dalam Tinjauan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Di Pengadilan Agama Takalar. Metode penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif melalui data primer dan sekunder, yang kemudian dituangkan secara deskriktif. Hasil penelitian: 1) pelaksanaan undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak di pengadilan agama Takalar kurang efektif,  karena majelis hakim kurang mempertimbangkan usia anak yang masih dibawah umur serta hak-hak anak yang telah diatur dalam undang-undang perlindungan anak 2) Faktor-faktor yang mempengaruhi permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Takalar adalah struktur hukum, subtansi hukum dan budaya hukum. Saran: Hendaknya Majelis Hakim menjadikan Undang-undang perlindungan anak sebagai bahan pertimbangan dalam memutus perkara permohonan dispensasi nikah. Diperlukan penyuluhan hukum kepada masyarakat khususnya mengenai Dispensasi Nikah dalam kaitannya dengan Undang-undang Perlindungan Anak.Implementation of Marriage Dispensation in Review of Law Number 23 of 2002 concerning Child Protection in the Takalar Religious Court. This research method uses a qualitative approach method through primary and secondary data, which is then described descriptively. The results of the study: (1) the implementation of law number 23 of 2002 concerning the protection of children in the Takalar religious court is less effective, because the panel of judges does not consider the age of underage children and the rights of children stipulated in the child protection law (2) The factors that influence the marriage dispensation request in the Takalar Religious Court are the legal structure, legal substance and legal culture. Suggestion: The Judge Council should make the child protection law a material for consideration in deciding cases of marriage dispensation applications. Legal counseling is needed for the community of the specific rules regarding Marriage Dispensation in relation to the Child Protection Act 
Poligami dalam Perspektif Hukum Islam Andi Intan Cahyani
Jurnal Al-Qadau: Peradilan dan Hukum Keluarga Islam Vol 5 No 2 (2018)
Publisher : Jurusan Hukum Acara Peradilan dan Kekeluargaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/al-qadau.v5i2.7108

Abstract

Penelitian ini membahas tentang Poligami dalam Prespektif Hukum Islam. Poligami merupakan laki-laki memiliki istri lebih dari satu sampai empat orang. Dalam pandangan Islam, poligami boleh dilakukan jika memenuhi syarat yang sudah jelas dalam al-Qur’an yaitu, mampu berlaku adil. Adil yang dimaksud disini meliputi beberapa bagian, yaitu: adil dalam pembagian waktu, adil dalam nafkah, adil dalam tempat tinggal dan adil dalam biaya anak. Poligami Rasulullah berbeda dengan poligami yang kita lihat sekarang ini. Praktek poligami Rasulullah di sini bukan berlandaskan ebutuhan biologis, tetapi ada beberapa pertimbangan diantaranya ingin memberi kehormatan untuk janda, mengangkat derajat para janda dan wanita yang menawarkan dirinya untuk dinikahi. Dalam masa sekarang poligami hanya berlandaskan kebutuhan biologis, dan melupakan unsur keadilan di dalamnya.This study discusses polygamy in the perspective of Islamic law. Polygamy is a man who has a wife more than one up to four people. In Islamic view, polygamy can be done if it meets the requirements that are clearly mentioned in the Qur'an, that is, being able to be fair. The fair referred includes several parts, namely: fair in the shared time, fair in living, fair in the place of residence and fair in the cost of the child. Rasulullah's polygamy is different from the polygamy phenomena that we face today. The practice of the Prophet's polygamy is not based on biological needs, but there are several considerations including wanting to honor the widow, raising the degree of widows and women who offer herself to be married. In the present, polygamy is based solely on biological needs, and lose the element of justice in it
Tinjauan Hukum Islam terhadap Musyawarah dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Musyfikah Ilyas
Jurnal Al-Qadau: Peradilan dan Hukum Keluarga Islam Vol 5 No 2 (2018)
Publisher : Jurusan Hukum Acara Peradilan dan Kekeluargaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/al-qadau.v5i2.7104

Abstract

Musyawarah merupakan salah satu bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan, mencakup segala sesuatu yang diambil dari orang termasuk pendapat. Sebagai langkah awal dalam menyelesaikan sengketa memberikan kemudahan bagi yang berperkara karena bersifat informal, sederhana dan fleksibel.Manfaat musywarah menggunakan biaya yang ringan, sengketa ekonomi syariah diselesaikan tanpa melibatkan pengadilan agama dan kemenangan didapatkan dari kedua belah pihak sehingga tetap terjalin silahturahmi.Musyawarah sangat dianjurkan dalam hukum Islam untuk mengakhiri pertikaian dan mengedepankan musyawarah dalam menyelesaiakan persoalan umat. Deliberation is one of the dispute resolutions out of the court, in terms of people including their opinions. As a first step in resolving the dispute is to put the litigants at ease as it is informal, simple and flexible.The benefits of deliberation are using a low cost, resolved without involving religious courts, and the victory is obtained from both parties with the result that the relationship continues.Deliberation is highly recommended in Islamic law to resolve the dispute and to prior the deliberation in solving the problems of the people.
Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam di Kota Makassar Muhammad Anis
Jurnal Al-Qadau: Peradilan dan Hukum Keluarga Islam Vol 5 No 2 (2018)
Publisher : Jurusan Hukum Acara Peradilan dan Kekeluargaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/al-qadau.v5i2.7109

Abstract

Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam berdasarkan Kompilasi Hukum Islam di Kota Makassar sesuai instruksi Presiden RI No.1 Thn. 1991 belum efektif. Beberapa faktor yang mempengaruhi dalam pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam di Kota Makassar adalah substansi hukum yang belum menjamin adanya kepastian hukum, tingkat pengetahuan masyarakat, tingkat pengetahuan aparat dan tingkat persepsi masayarakat.Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam di Kota Makassar berdasarkan Kompilasi Hukum Islam, diharapkan menjadi input masyarakat muslim dan pejabat terkait untuk menjadi bahan koreksi dan perbaikan terhadap pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam.Untuk mengefektifkan pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam di Kota Makassar diharapkan agar Kompilasi Hukum Islam disempurnakan dan ditingkatkan menjadi Undang-Undang, karena itu dibutuhkan upaya yang maksimal untuk mewujudkannya guna meningkatkan pengetahuan masyarakat, pengetahuan aparat, dan persepsi masyarakat.The implementation of Islamic Inheritance Law is based on the Compilation of Islamic Law in Makassar City according to the instructions of the Republic of Indonesia No.1 1991 that has been ineffective. Several factors that influence the implementation of Islamic Heritage Law in Makassar City are legal substances that have not guaranteed legal certainty, the level of knowledge of the community, the level of knowledge of the officers and the level of perception of the community.The implementation of Islamic Inheritance Law in Makassar City based on the Compilation of Islamic Law is expected to be the input of Muslim communities and related officials to be the material for correction and improvement of the implementation of Islamic Heritage Law.In order to make the implementation of Islamic Inheritance Law effective in Makassar City, it is hoped that the Compilation of Islamic Law will be refined and upgraded to the Act because it requires total effort to make it happen in order to increase public knowledge, knowledge of officials, and public perceptions. 
Belis dalam Perkawinan Masyarakat Islam Lamaholot di Flores Timur Perspektif Hukum Islam Ahmad Asif Sardari
Jurnal Al-Qadau: Peradilan dan Hukum Keluarga Islam Vol 5 No 2 (2018)
Publisher : Jurusan Hukum Acara Peradilan dan Kekeluargaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/al-qadau.v5i2.7098

Abstract

Belis dalam perkawinan masyarakat lamaholot berupa gading gajah yang diberikan oleh pihak calon mempelai laki-laki kepada keluarga calon mempelai perempuan menjadi suatu bentuk penghargaan yang luar biasa kepada perempuan lamaholot. Aturan adat lamaholot, jika  laki-laki beserta keluarganya telah menunaikan, memberikan atau mengantarkan belis ke kediaman orang tua perempuan, dan dari keluarga pihak perempuan pun telah memberikan balasan dari belis tersebut berupa kain sutra, lipa (sarung), kwatek (kain tenun), pakaian, gelang, kalung dan emas yang diisi penuh dalam lemari, maka mereka telah dinyatakan sah secara adat menjadi pasangan suami istri, meskipun belum terjadi akad nikah secara Islam melalui wali dari pihak perempuan. Belis termasuk dalam kategori hadiah, meskipun dalam aturan adat lamaholot, belis merupakan syarat pemberian mutlak yang harus ditunaikan seorang laki-laki jika ingin menikahi perempuan lamaholot, tapi berdasarkan syariat Islam, belis bukanlah merupakan ketentuan wajib atau syarat mutlak jika ingin melakukan proses pernikahan. Adapun hibah dalam syariat Islam hukumnya adalah sunnah.Belis in the marriage of lamaholot community is in the form of elephant ivory provided by the prospective bridegroom to the family of the prospective bride to be a form of extraordinary appreciation to the lamaholot female. The lamaholot customary rules, when a man and his family have fulfilled, provided or delivered belis to the residence of a woman's parents, and from the woman’s family has offered a reply from the belis in the forms of silk cloth, lipa (sarong), kwatek (woven cloth), clothes, bracelets, necklaces and gold filled in the closet, they have been legally declared customary to become a husband and a wife, even though the marriage contract has not yet taken place through a female guardian. Second, belis belongs to the prize category, although in lamaholot customary rules, belis is an absolute requirement that a man must fulfill when he wishes to marry a lamaholot woman, yet based on the Islamic law, belis is not a mandatory requirement or an absolute requirement when wishing to carry out the marriage process. As for hibah in Islamic law it is sunnah.
Hudud dalam Al-Quran Subehan Khalik
Jurnal Al-Qadau: Peradilan dan Hukum Keluarga Islam Vol 5 No 2 (2018)
Publisher : Jurusan Hukum Acara Peradilan dan Kekeluargaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/al-qadau.v5i2.7105

Abstract

Ḥudūd dalam ayat-ayat Al-Quran sebagai batasan terhadap perbuatan manusia. Jika perbuatan yang dibatasi itu adalah perbuatan yang menjadi kesenangan manusia maka batasannya biasa dikemukakan dalam bentuk larangan untuk mendekatinya. Namun jika perbuatan itu adalah sesuatu yang dibenci, maka pada konteks ini diajarkan untuk tidak melampaui batas.Ḥudūd dalam Al-Quran berisi pesan untuk menjauhi dan tidak melampaui batas terhadap beberapa perbuatan. Penelusuran terhadap ayat ḥudūd memberi pengertian bahwa defenisi yang dikemukakan oleh ahli hukum tentang ḥudūd dan hukuman yang menjadi ancamannya, berbeda dengan pengertian yang terbangun dari ayat-ayat yang menggunakan redaksi ḥudūd. Pengertian ḥudūd di kalangan ahli hukum berisi berbagai rupa perbuatan yang dikenal dalam bahasa hukum sebagai perbuatan jarīmah sementara konteks ḥudūd dalam Al-Quran bermakna batasan.Ḥudūd in the verses of the Al-Qur’an as a limit to human activity. If the restricted action is an act that becomes a human pleasure, the restriction is usually expressed in the form of a prohibition to approach it. But if the behavior is something that is hated, then in this context it is taught not to exceed the border.Ḥudūd in the Quran contains a message to evade and not exceed the boundary of some actions. The research for the hudud verse gives the understanding that the definition of hudud revealed by the jurist and the sentence as the threat differs from the understanding which is built from the verses that use the editorial of ḥudūd. The hudud definition among jurists contains various forms of deeds that known in legal language as acts of jarīmah while the context of ḥudūd in Al-Quran means boundaries.
Implementasi antara Legislatif dan Eksekutif dalam Pembentukan Peraturan Daerah yang Partisipatif Adriana Mustafa
Jurnal Al-Qadau: Peradilan dan Hukum Keluarga Islam Vol 5 No 2 (2018)
Publisher : Jurusan Hukum Acara Peradilan dan Kekeluargaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/al-qadau.v5i2.7110

Abstract

Peraturan Daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Disamping  kewenangan yang ada pada Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mengandung pengertian bahwa pembentukan Peraturan Daerah dilakukan bersama-sama. Pembentukan Peraturan Daerah melibatkan peran serta masyarakat dalam menyampaikan aspirasi-aspirasinya dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan sehingga menghasilkan Peraturan Daerah yang baik, bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat, menciptakan kehidupan yang lebih teratur (taat hukum) dan sesuai dengan tujuan dan asas-asas pembentukan Peraturan Daerah. Implementasi dari ketentuan ini diatur lebih lanjut melalui Peraturan Tata Tertib DPRD. DPRD dapat meminta laporan keterangan pertanggungjawaban Gubernur, Bupati dan Walikota. Dengan klausul ini maka kedudukan DPRD dalam menjalankan tugasnya menjadi sangat kuat. Pemerintahan daerah hendaknya dapat mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Local Regulations are formed by the local leaders or mayor with the approval of the House of Representatives. In addition, the authority of the Regional Head and the house of Representative means that the formation of Regional Regulations is carried out both parties. The establishment of Regional Regulations involves the participation of the community in conveying their aspirations in the process of establishing legislation in order to produce proper Regional Regulations, to be beneficial to all levels of society, to create a more orderly (law-abiding) life and in accordance with the objectives and principles of formation Local regulation. The implementation of this provision is further regulated through the DPRD Rules of Procedure. The DPRD could ask a statement of responsibility for the Governor, Regent, and Mayor. With this clause, the position of the DPRD in carrying out its duties becomes very strong. Regional governments should be able to organize and manage their own government affairs according to the principle of autonomy and co-administration..
Problematika Perkawinan Anak (Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif) Fadli Andi Natsif
Jurnal Al-Qadau: Peradilan dan Hukum Keluarga Islam Vol 5 No 2 (2018)
Publisher : Jurusan Hukum Acara Peradilan dan Kekeluargaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/al-qadau.v5i2.7101

Abstract

Fenomena maraknya perkawinan anak menimbulkan problematika, baik dari segi perspektif hukum Islam (fikih) maupun hukum positif. Kajian ini menggunakan metode pendekatan studi peraturan perundang-undangan dan pandangan para ahli yang tercantum dalam berbagai buku (literatur). Hasil pembahasan dalam kajian ini menyimpulkan bahwa problematika perkawinan anak menimbulkan perbedaan pemahaman isi atau nash dalam hukum Islam (fikih). Selain itu dalam hukum positif, yaitu UU Perkawinan dan UU Perlindungan Anak, ada pertentangan di dalamnya terkait usia anak. Problematika ini membawa dampak negatif berupa psikis dan pikiran terhadap perkawinan yang dilangsungkan oleh anak.The phenomenon of the rise of child marriage raises problems, both in terms of perspective Islamic law (fiqh) and positive law. This study uses the statute study approach method and the views of experts listed in various books (literature). The results of the discussion in this study concluded that the problem of child marriages led to differences in understanding content or texts in Islamic law (fiqh). Also in addition to the positive law, namely the Marriage Law and the Child Protection Law, there are conflicts in it regarding the age of the child. This problem has a negative impact in the form of psychology and thoughts on marriage that are carried out by children. 

Page 1 of 2 | Total Record : 11