cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Acta Pharmaceutica Indonesia
ISSN : 0216616X     EISSN : 27760219     DOI : -
Core Subject :
Acta Pharmaceutica Indonesia merupakan jurnal resmi yang dipublikasikan oleh Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung. Jurnal ini mencakup seluruh aspek ilmu farmasi sebagai berikut (namun tidak terbatas pada): farmasetika, kimia farmasi, biologi farmasi, bioteknologi farmasi, serta farmakologi dan farmasi klinik. Acta Pharmaceutica Indonesia is the official journal published by School of Pharmacy Institut Teknologi Bandung. The journal covers all aspects of pharmaceutical issues which includes these following topics (but not limited to): pharmaceutics, pharmaceutical chemistry, biological pharmacy, pharmaceutical biotechnology, pharmacology and clinical pharmacy.
Arjuna Subject : -
Articles 222 Documents
Determination of Sugar Content in Fruit Juices Using High Performance Liquid Chromatography Damayanti, Sophi; Permana, Benny; Weng, Choong Chie
Acta Pharmaceutica Indonesia Vol 37, No 4 (2012)
Publisher : School of Pharmacy Institut Teknologi Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (175.577 KB)

Abstract

Sugar is a sweet, water-soluble, crystallizable material which is obtained commercially from sugarcane or sugar beet. As an important source of dietary carbohydrate, a sweetener, preservative in foods and a cause factor for Diabetic disease, analysis of sugar content is needed. The objective of this study was to verify the suitability and determination of sugar content in fruit juices using HPLC. The fresh fruits except strawberries were peeled, cut and blended using homogenizer. After filtration, 12.5mL of each fresh juices and packed juices were diluted with acetonitrile and distilled water (50:50). The diluted fresh juices and packed juices were loaded onto C18 Sep-Pak cartridge. Fructose, glucose, and sucrose of each fresh juices and packed juices were analyzed in HPLC with Refractive Index detector, NH2 polar bonded phase column, 10μm (250mm ×4.6mm I.D.), temperature of 43.5°C, mobile phase of acetonitrile and 10mM sodium phosphate (monobasic) (78:22) and flow rate of 1.0mL/min. The method validation showed good linearity of equations for fructose, glucose and sucrose were y = 3833208.4806x – 94721.0361, y = 3782886.4708x – 101683.4708, y = 3770593.9638x – 82870.9083 with regression coefficients, r2 of 0.9995, 0.9997 and 0.9996 respectively. The calculated regression function coefficients (Vx0) for fructose, glucose and sucrose were 0.0152, 0.0112 and 0.0132% respectively. The percentage recovery of fructose, glucose, and sucrose was found to be in a range of each 86.681 – 89.888, 86.898 – 90.029, and 94.541 – 97.885%. Sugar contents in fruit juices can be determined using verified HPLC method with Refractive Index Detektor. Fructose, glucose and sucrose of fresh juices contained 0.469 – 1.431, 0.454 – 1.286, 0.544 – 1.861%, whereas that of packed juices contained 0.309 – 1.587, 0.261 – 0.762,0.063 – 0.898%, respectively.Keywords: Fructose, glucose, sucrose, fruit juice, HPLC.Gula merupakan zat yang berasa manis, larut dalam air, berbentuk kristal yang dapat diperoleh dari berbagai sumber antara lain bit gula dan tebu. Sebagai sumber karbohidrat, pemanis dan pengawet dari makanan, dan penyebab diabetes, maka kandungan gula perlu ditentukan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk verifikasi kesesuaian penentuan kadar gula dalam jus buah menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Buah segar kecuali stroberi dikupas kemudian dipotong dan dicampur dengan menggunakan homogenizer. Setelah disaring, 12.5mL jus segar dan 12.5mL jus kemasan diencerkan dengan asetonitril dan air suling (50:50). Jus segar dan jus kemasan kemudian dilewatkan melalui tabung C18 Sep-Pak. Fruktosa, glukosa dan sukrosa kemudian dianalisis menggunakan KCKT detektor Indeks bias, kolom NH2, 10μm (250μm × ID 4.6mm) dan suhu kolom 43.5ºC, fase gerak asetonitril dan larutan natrium fosfat 10mM (78:22) dan laju aliran adalah 1.0mL/min. Metode validasi menunjukkan linearitas persamaan yang baik untuk fruktosa, glukosa dan sukrosa yaitu y = 3833208,4806x – 94721,0361, y = 3782886,4708x – 101683,4708, y = 3770593,9638x – 82870,9083 dengan koefisien korelasi, r2 adalah 0,9995, 0,9997 and 0,9996 masing-masing. Koefisien fungsi regresi yang dihitung (Vx0) untuk fruktosa, glukosa dan sukrosa adalah 0,0152, 0,0112 dan 0,0132 %. Persentase perolehan kembali untuk fruktose, glukosa dan sukrosa berada dalam rentang masing-masing 86,681 – 89,888, 86,898 – 90,029, dan 94,541 – 97,885%. Kandungan fruktosa, glukosa dan sukrosa dapatditentukan dengan menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi dengan detektor indek bias. Fruktosa, glukosa dan sukrosa jus segar mengandung 0,469 – 1,431, 0,454 – 1,286, 0,544 – 1,861% sementara pada jus kemasan mengandung masing-masing 0,309 – 1,587, 0,261 – 0,762, 0,063 – 0,898%.Kata kunci: Fruktosa, glukosa, sukrosa, jus buah, HPLC.
Karakterisasi Padatan Mikrosfer Metformin HCl / Alginat-Ca2+ Paut Silang Nugrahani, Ilma; Asyarie, Sukmadjaja; Nurmeyna, Belda
Acta Pharmaceutica Indonesia Vol 38, No 1 (2013)
Publisher : School of Pharmacy Institut Teknologi Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (577.68 KB)

Abstract

Telah dilakukan karakterisasi padatan metformin HCl - natrium alginat-Ca2+ paut silang untuk memprediksi kemampuannya menahan pelepasan bahan aktif dikaitkan dengan sifat kristalinitas dan higroskopisitasnya. Karakterisasi mikrosfer dilakukan dengan membandingkan mikrosfer berisi metformin HCl (MDM) dengan persen penjeratan bahan aktif tertinggi yang diperoleh dari optimasi formulasi sebelumnya, mikrosfer tanpa metformin HCl (MTM), dan campuran fisik dari natrium alginat dengan metformin HCl (CF). Selanjutnya setiap sampel dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang disimpan pada desikator dengan RH 75% dan kelompok yang disimpan pada RH 85% selama 72 jam. Karakteristik kristalinitas padatan mikrosfer dikarakterisasi dengan Powder X-Ray Diffractometry (PXRD). Deteksi adanya perubahan struktur dan perubahan gugus hidrat dilakukan dengan Fourier Transform Infra Red Spectroscopy (FTIR). Sedangkan interaksi metformin HCl dengan matriks dan higroskopisitasnya dievaluasi menggunakan Differential Scanning Calorimetry (DSC) dan Thermogravimetric Analysis (TGA). Hasil karakterisasi dengan PXRD menunjukkan MDM memiliki sifat amorf setelah pemautan silang. Hasil FTIR menunjukkan terjadinya perubahan struktur setelah pemautan silang dan kandungan hidrat yang semakin bertambah setelah penyimpanan MDM pada RH 85%. Hasil DSC mengindikasikan terjadinya interaksi higroskopisitas antara metformin HCl dengan matriksnya pada MDM. Kecuali itu ditunjukkan juga higroskopisitas MDM yang tinggi, didukung data TGA yang menunjukkan bahwa MDM sebelum penyimpanan mengandung hidrat sebesar 9,98% sedangkan setelah penyimpanan selama 72 jam pada RH 85% sebesar 54,31%. Dari keseluruhan karakterisasi menunjukkan bahwa MDM memiliki sifat amorf dan higroskopisitas tinggi; yang diduga dapat menyebabkan pelepasan metformin HCl secara cepat dan menyebabkan stabilitas fisik yang kurang baik. Maka, sistem metformin HCl - natrium alginat-Ca2+ paut silang disarankan untuk tidak digunakan sebagai sediaan controlled release.Kata kunci: mikrosfer, natrium alginat, metformin HCl, analisis padatan. AbstractSolid characterization of metformin hydrochloride - sodium alginate cross linked to predict the ability to withstand the release of active ingredients related with crystallinity and hygroscopicity by solid analysis has been done. The characterization was performed by comparing microspheres containing metformin HCl (MDM) that the initial formulation of the study showed the highest percent of active ingredient trapping, microspheres without metformin HCl (MTM) and a physical mixture of sodium alginate and metformin HCl (CF). Subsequently each sample was divided into two groups: the group that is stored in a desicator with RH 75% and 85% RH for 72 hours. Characteristics of the crystallinity of the solid microspheres were characterized by X-Ray Powder Diffractometry (PXRD). Detection of structural and water crystal changes detected by Fourier Transform Infra Red Spectroscopy (FTIR). Then physical interaction with the matrix of metformin hydrochloride and its higroscopicity was detected by Differential Scanning Calorimetry evaluated (DSC) and Thermogravimetric Analysis (TGA). Characterization with PXRD results showed MDM has an amorphous nature after the cross linked. FTIR results indicate the spectra changes indicate interaction has after the cross linked and increment of the hydrate content after storage at RH 85% MDM. DSC results showed possibility of interaction between metformin HCl with the matrix on the MDM and its high hygroscopicity that is supported by TGA data showed that the MDM before storage contained hydrate 9.98%; then contained 54.31% after storage for 72 hours at 85%. Overall yields of characterization showed that MDM has an amorphous form and has an high hygroscopicity which causing the rapid release of metformin HCl and decreasing its physical stability. Thus, MDM should not be recommended as a controlled release dosage.Keywords: microsphere, sodium alginate, metformin HCl, solid analysis.
Telaah Fitokimia Daun Jarak Tintir (Jathropa multifida Linn) dan Uji Hayatinya dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) Riyanti, Soraya; Sunardi, Clara; Honasan, Yoshua
Acta Pharmaceutica Indonesia Vol 38, No 3 (2013)
Publisher : School of Pharmacy Institut Teknologi Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Obat tradisional Indonesia merupakan warisan budaya yang telah menjadi bagian dari aspek pengobatan di Indonesia. Salah satu tanaman di Indonesia yang digunakan masyarakat sebagai tanaman obat adalah tanaman jarak tintir (Jatropha multifida Linn). Getah tanaman jarak tintir telah digunakan oleh masyarakat untuk mengobati luka baru dengan cara dioleskan pada daerah luka. Uji hayati daun jarak tintir menggunakan metode BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) menggunakan larva udang Artemia salina Leach yang berumur 48 jam. Daun jarak tintir diekstraksi secara maserasi menggunakan pelarut metanol. Ekstrak difraksinasi dengan ekstraksi cair-cair berturut-turut menggunakan pelarut n-heksana, etil asetat dan air. Efek toksik dari masing-masing ekstrak dan fraksi dihitung persentase kematian larva udang menggunakan analisis Probit (LC50). Fraksi yang aktif kemudian diuji kandungan fitokimianya dan diidentifikasi senyawa bioaktif yang terkandung di dalamnya dengan menggunakan beberapa tekhnik kromatografi dan spektroskopi. Penelitian menunjukkan harga LC50 untuk ekstrak metanol daun jarak tintir, fraksi n-heksana, fraksi etil asetat dan fraksi air berturut-turut adalah 2,8057 µg/mL; 0,9128 µg/mL; 17,0918 µg/mL dan 1801,94 µg/mL.Kata kunci: Jarak Tintir, Jatropha multifida Linn., brine shrimp lethality test, Artemia salina Leach., LC50AbstractIndonesian traditional medicine is a cultural heritage that has become part of the aspects of treatment in Indonesia. One plant in Indonesia which used as a medicinal plant is a jarak tintir (Jatropha multifida Linn). The latex of this plant has been used by people to treat fresh wounds topically to the wound area. Method of bioassay of jarak tintir leaf using BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) using larval shrimp Artemia salina Leach was 48 hours. Jarak tintir leaves extracted by maceration using methanol. Extracts was fractionated by liquid-liquid extraction using n-hexane, ethyl acetate and water. Toxic effects of each of the extracts and fractions calculated using Probit analysis. Active fractions was tested and identified of bioactive compounds contained in active fraction by using some of the techniques of chromatography and spectroscopy. The results showed LC50 for methanol extract of the jarak tintir leaves, the fraction of n-hexane, ethyl acetate fraction and water fraction respectively were 2.8057 µg/mL; 0.9128 µg/mL; 17.0918 µg/mL and 1801.94 µg/mL.Keywords: Jarak Tintir, Jatropha multifida Linn, brine shrimp lethality test, Artemia salina Leach., LC50
Karakteristik Energy Expenditure di Kegiatan Alam Terbuka Adnyana, I Ketut; Apriantono, Tommy; Purwanti, Sandra Jati; Armina, Tjokorde Istri
Acta Pharmaceutica Indonesia Vol 37, No 1 (2012)
Publisher : School of Pharmacy Institut Teknologi Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (143.926 KB)

Abstract

Pengukuran pengeluaran energi (energy expenditure) selama kegiatan di alam terbuka merupakan salah satu cara untuk mengurangi risiko kecelakaan dan menghindari penurunan kinerja selama kegiatan. Pada penelitian ini akan dilakukan pengukuran pengeluaran energi dan parameter lain selama kegiatan Pendidikan Dasar Wanadri (PDW) 2010, di Situ Lembang dengan ketinggian 1600 meter dpl, dalam rentang waktu 4 -16 Juli 2010. Pengukuran pengeluaran energi serta denyut jantung menggunakan Polar RS400. Pengukuran berat badan, persentase lemak tubuh, dan tekanan darah dilakukan pada hari tertentu dari setiap jenis kegiatan yang berbeda. Kuesioner diberikan pada akhir terakhir setiap jenis kegiatan berbeda.Subjek penelitian yang digunakan berjumlah 6 orang pria yang rata-rata berusia 20,7 ± 1,6 tahun, dengan rata-rata tinggi badan 171,8 ± 3 cm, dan berat badan 66,2 ± 5,1 kg. Pengeluaran energi saat kegiatan berbeda bermakna dan mencapai 2-3 kali lipat dari pengeluaran energi saat kegiatan normal sebelum kegiatan PDW (2956 ± 495 kkal/hari). Pengeluaran energi terbesar terjadi saat kegiatan longmarch (8286 ± 730 kkal/hari). Jumlah asupan energi (energy intake) rata-rata selama PDW terekam sebesar 1380 kkal/hari. Terjadi penurunan berat badan (10,20 ± 0,80 %), penurunan persentase lemak tubuh (48,80 ± 2,63 %), danpenurunan massa bebas-lemak (2,87 ± 0,06 %). Dari analisis data dapat disimpulkan bahwa pengeluaran energi tidak diimbangi dengan asupan energi yang cukup, sehingga terjadi perubahan berat badan dan komposisi tubuh.Kata Kunci: pengeluaran energi, kegiatan alam terbuka Determination of energy expenditure during outdoor activity is performed to reduce the risk of accidents and to avoid a fall of performance during activity. In this study, energy expenditure measurement was performed during Pendidikan Dasar Wanadri (basic training of Wanadri or PDW) 2010, at Situ Lembang which is 1600 meter above sea level, from 4 to 16 July 2010. Measurement of body weight, body fat percentage and blood pressure was performed on certain days of each different type of activity. Questionnaires were distributed on the last day of each different activity. Subjects were 6 males, which average age, height, and weight were 20.7 ± 1.6 years old, 171.8 ± 3 cm, and 66.2 ± 5.1 kg respectively. Energy expenditure during PDW activity was significantly larger, around 2-3 times of the normal activity energy expenditure prior to PDW (2956 ± 495 kcal/day). The largest energy expenditure recorded was during long march activity (8286 ± 730 kcal/day). Average energy intake during PDW was recorded at 1380 kcal/day. Weight loss (10.20 ± 0.80 %), body fat percentage decrease (48.80 ± 2.63 %), and fat-free mass decrease (2.87 ± 0.06 %) occurred in subjects during the activity. It was concluded from the data that the energy expenditure was much larger than the energy intake, which caused changes in body weight as well as body composition.Keywords: energy expenditure, outdoor activity
Peningkatan Disolusi Nifedipin dari Mikrokristalnya yang Dibuat Melalui Pengendapan Antisolvent dengan Keberadaan Poloxamer 188 atau Natrium Lauril Sulfat Wikarsa, Saleh; Samaria, Monika Fenita
Acta Pharmaceutica Indonesia Vol 37, No 3 (2012)
Publisher : School of Pharmacy Institut Teknologi Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (535.95 KB)

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan laju disolusi nifedipin melalui pembentukan mikrokristalnya. Mikrokristal nifedipin dibuat melalui pengendapan antisolvent dengan keberadaan poloxamer 188 atau natrium lauril sulfat pada tiga konsentrasi (1%, 3%, dan 5%) sebagai stabilisator dan peningkatan keterbasahan. Karakterisasi mikrokristal yang dilakukan meliputi morfologi, spektrofotometer inframerah, difraksi sinar-X dan uji disolusi. Profil disolusi nifedipin dari mikrokristalnya menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan serbuk nifedipin. Kecepatan disolusi terbaik nifedipin dari mikrokristalnya dengan keberadaan NLS adalah mikrokristal nifedipin-natrium lauril sulfat 5% sedangkan untuk profil disolusi nifedipin dari mikrokristalnya dengan keberadaan poloxamer 188 dalam berbagai konsentrasi tidak berbeda secara bermakna. Profil disolusi nifedipin terbaik dari mikrokristal nifedipin-natrium lauril sulfat dan poloxamer 188 tidak berbeda secara bermakna. Campuran fisik serbuk nifedipin-surfaktan dengan perbandingan 9:1 memberikan profil disolusi lebih baik dari mikrokristalnya. Hasil pengamatan mikrokristal melalui SEM tidak menunjukkan perbedaan morfologi kristal. Sementara hasil pemeriksaan serapan inframerah, difraksi sinar X memberikan parameter yang sama. Perbedaan kecepatan disolusi nifedipin dari serbuk nifedipin, mikrokristal, dan campuran fisik bukan disebabkan oleh perbedaan bentuk kristal (polimorfisme) tetapi karena adanya perbedaan ukuran partikel dan keberadaan surfaktan.Kata Kunci: nifedipin, poloxamer 188, natrium lauril sulfat, disolusi, pengendapan antisolvent, mikrokristal. The aim of this study is to enhance the dissolution rate of nifedipine through formation its microcrystal. Microcrystals of nifedipine are made by antisolvent precipitation with presence poloxamer 188 (PLX) and sodium lauryl sulfate (SLS) within three concentrations (1%, 3%, 5%) as stabilitator and wet improver. Then, the crystal characterization will be carried out through crystal morphology, infrared spectrum, x-ray diffraction pattern, and dissolution test. Dissolution rate profile of nifedipine from microcrystal showed enhancement was comapared by nifedipine powder. The best dissolution rate profile of nifedipine from microcrystal with presence of SLS is nifedipine microcrystal-SLS 5% whereas for dissolution rate profiles of nifedipine from microcrystal with presence of PLX within some concentration were not different significantly. Dissolution rate of nifedipine from microcrystal-SLS 5% was not different significantly with dissolution rate profiles of nifedipin from microcrystal with presence of PLX. Physical mixture of nifedipine powder-surfactant showed dissolution rate profiles better than its microcrystal. The crystal morphology which observed by SEM did not showed differences. The characterization with infrared spectrophotometer, X-ray diffraction showed the same result for all sample. The difference of dissolution rate of nifedipine was not caused by the shape of its crystal (polymorphism) but by the difference of particle size and presence of surfactant.Keyword: nifedipine, poloxamer 188, sodium lauryl sulfate, dissolution, antisolvent precipitation, microcrystal.
Pengaruh Penyiapan Sampel pada Pengembangan Metode Analisis Laktosa dalam Susu Formula Menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Mardiana, Mardiana; Damayanti, Sophi; Ibrahim, Slamet
Acta Pharmaceutica Indonesia Vol 39, No 1 & 2 (2014)
Publisher : School of Pharmacy Institut Teknologi Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (379.7 KB)

Abstract

Penelitian ini menggunakan tiga jenis prosedur preparasi sampel untuk penetapan kadar laktosa dari susu formula bayi menggunakan KCKT. Kondisi optimum KCKT adalah sebagai berikut: detektor indeks refraksi, kolom NH2, fase gerak ACNH2O (65:35) dengan laju alir 1 mL/menit. Metode ini memberikan linieritas dengan r 0,9998; koefisien variansi regresi 1,25%; batas deteksi 0,12 mg/mL; dan batas kuantitasi 0,35 mg/mL. Prosedur preparasi III memberikan keseksamaan dan keakuratan yang lebih baik dibandingkan prosedur I dan II, mengindikasikan bahwa prosedur preparasi sampel adalah tahap krusial pada penentuan kadar laktosa dalam susu formula bayi.Kata kunci: laktosa, susu formula bayi, preparasi sampel, kromatografi cair kinerja tinggi, detektor indeks refraksiAbstractThis research performed three different sample preparation procedure before the determination of lactose content from infant milk formula using HPLC technique under following optimum conditions: refractive index detector, NH2 column, mobile phase ACN-H2O (65:35) with the flow rate 1 mL/minute. The method gave calibration curve with r = 0.9998; regression coefficient variance 1.25%; limit of detection 0.12 mg/mL; and limit of quantitation 0.35 mg/mL. Procedure preparation III gave precision and recovery better than procedure I and II, indicating that the sample preparation is crucial step in the determination of lactose in infant milk formula.Keywords: lactose, infant milk formula, sample preparation, high performance liquid chromatography, refractive index detector
Front Matter Vol 38 No 3 (2013) Indonesia, Acta Pharmaceutica
Acta Pharmaceutica Indonesia Vol 38, No 3 (2013)
Publisher : School of Pharmacy Institut Teknologi Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (686.893 KB)

Abstract

Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Etanol Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L.) terhadap Propionibacterium acnes, Staphylococcus epidermidis, MRSA dan MRCNS Sukandar, Elin Yulinah; Fidrianny, Irda; Triani, Rizka
Acta Pharmaceutica Indonesia Vol 39, No 3 & 4 (2014)
Publisher : School of Pharmacy Institut Teknologi Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (393.412 KB)

Abstract

Belimbing wuluh adalah salah satu tanaman tropis yang hidup subur di Indonesia.Saat ini pemanfaatan buah belimbing wuluh masih terbatas dibandingkan dengan ketersediannya. Aktivitas antimikroba ditentukan terhadap empat bakteri uji meliputi penentuan konsentrasi hambat minimum, konsentrasi bakterisid minimum dan profil kurva pertumbuhan.Nilai KHM ekstrak etanol buah belimbing wuluh terhadap Staphylococcus epidermidis, Propionibacterium acnes, Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) dan Methicillin Resistant Coagulase-Negative Staphylococci (MRCNS) berturut-turut adalah 128,256, 256 dan 256 µg/mL. Nilai konsentrasi bakterisid minimum ekstrak etanol buah belimbing wuluh terhadap Staphylococcus epidermidis, Propionibacterium acnes, MRSA dan MRCNS berturut-turut adalah 512, 512, 1024 dan 512 µg/mL. Hasil pengujian kurva pertumbuhan menunjukkan ekstrak memiliki aktivitas bakteriostatik terhadap keempat bakteri pada 1 KHM, 4 KHM dan 8 KHM. Ekstrak etanol buah belimbing wuluh memiliki aktivitas bakteriostatik terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis, Propionibacterium acnes, MRSA dan MRCNS.Kata kunci: antibakteri, ekstrak etanol, buah belimbing wuluh, mikrodilusi.AbstractCucumber tree is one of lush tropical plants that live in Indonesia. Currently, the use of cucumber fruit is still limited compared to availability. Antimicrobial activity was determined against four bacteria includes the determination of minimum inhibitory concentration (MIC), minimum bactericidal concentration (MBC) and the profile of the growth curve. By using the microdilution method, the MIC value of the ethanol extract of cucumber tree fruit against Staphylococcus epidermidis, Propionibacterium acnes, Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) and Methicillin Resistant Coagulase-Negative Staphylococci (MRCNS) was 128, 256, 256 and 256 μg/mL respectively. Value of the minimum bactericidal concentration of ethanol extract of cucumber fruit against Staphylococcus epidermidis, Propionibacterium acnes, MRSA and MRCNS was 512, 512, 1024 and 512 µg/mL respectively. Turbidimetry method showed the ethanol extract of the cucumber tree fruit had bacteriostatic activity against Staphylococcus epidermidis, Propionibacterium acnes, MRSA and MRCNS until 8 MIC.Keywords: antibacterial, Averrhoa bilimbi L., ethanolic extract, broth microdilution, MIC.
Elisitasi Kultur Sel Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) untuk Produksi Senyawa Aktif Xantorizol Elfahmi, Elfahmi; Aziz, Syaikhul; Dana, Akbar
Acta Pharmaceutica Indonesia Vol 39, No 1 & 2 (2014)
Publisher : School of Pharmacy Institut Teknologi Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (266.053 KB)

Abstract

Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan salah satu tanaman asli Indonesia yang telah digunakan untuk tujuan pengobatan. Xantorizol, senyawa seskuiterpenoid dari temulawak, telah banyak diteliti aktivitasnya. Kandungan senyawa xantorizol dari tanaman ini sangat kecil dan waktu panen relatif lama. Untuk mengoptimalkan produksi xantorizol, teknik kultur jaringan tanaman dapat digunakan sebagai salah satu alternatif. Penelitian ini ditujukan untuk meningkatkan kadar xantorizol dari kultur suspensi sel temulawak menggunkan elisitor. Kultur kalus yang telah diinisiasi pada media padat diinduksi menjadi suspensi sel dengan media cair. Kultur suspensi sel yang berumur dua minggu dan dielisitasi dengan ekstrak ragi. Kultur dipanen pada minggu pertama dan kedua setelah perlakuan dan dikeringkan. Sampel kering diekstraksi dengan etil asetat dan dianalisis dengan KCKT. Hasil analisis menunjukkan bahwa kultur yang dielisitasi dengan ekstrak ragi 100 ppm dapat menstimulasi pembentukan xantorizol sebesar 0,186%.Kata kunci: Curcuma xanthorrhiza Roxb., ekstrak ragi, kultur suspensi sel, temulawak.AbstractTemulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) is the one of indigenous plants in Indonesia that has been used for medicinal purpose. Xanthorrhizol, a sesquiterpenoid compound from temulawak, was studied for various activities. Xantorrhizol content in this plant is very low and relatively have long time for harvest. For optimize the production of xanthorrhizol, tissue culture technique could be used as an alternative. The aim of this research was carried out by to enhance the production of xanthorrhizol from cell suspension cultures using elicitors. The initiated callus cultures from solid medium, was induced to suspension cell cultures in liquid medium. The suspension cell culture was grown for two weeks and elicited with yeast extract. The cultures were harvested on the first and second weeks after elicited. Dry sample was extracted by ethyl acetate as a solvent and analyzed by HPLC. The results showed for elicitated culture by yeast extract 100 ppm could stimulate production of xanthorrhizol by 0.186%.Keywords: Curcuma xanthorrhiza Roxb., yeast extract, cell suspension culture, temulawak.
Telaah Kandungan Kimia Rambut Jagung (Zea mays L.) Wirasutisna, Komar Ruslan; Fidrianny, Irda; Rahmayani, Annisa
Acta Pharmaceutica Indonesia Vol 37, No 1 (2012)
Publisher : School of Pharmacy Institut Teknologi Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (194.721 KB)

Abstract

Rambut jagung merupakan limbah dari industri pangan, namun sering dimaanfaatkan sebagai obat tradisional untuk peluruh air seni dan penurun tekanan darah. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah kandungan kimia yang terdapat pada rambut jagung. Simplisia rambut jagung diekstraksi secara sinambung dengan alat Soxhlet. Ekstrak etil asetat difraksinasi menggunakan metode kromatografi cair vakum. Pemurnian dilakukan dengan menggunakan metode kromatografi lapis tipis preparatif. Isolat dikarakterisasi menggunakan spektrofotometri ultraviolet-sinar tampak dan spektrofotometri inframerah. Spektrum ultraviolet-sinar tampak isolat menunjukkan dua buah puncak pada panjang gelombang 290 nm dan 367 nm. Spektrum inframerah isolat menunjukkan adanya gugus –OH, C–H alifatik, C=C aromatik, dan C=O. Isolat diidentifikasi sebagai salah satu flavanon dengan gugus –OH pada posisi atom C nomor 5 dan atau 3´, 4´ tersubstitusi.Kata kunci : Zea mays L, rambut jagung, flavanoid, flavanone. Corn silk is considered as food industry waste; however it is traditionally utilized as diuretic and treatment for hypertension. The aim of this research is to study the chemical compound of corn silk. Crude drugs of corn silk were extracted using Soxhlet apparatus. Ethyl acetate extract was fractionated by vacuum liquid chromatography. Purification was conducted by preparative thin layer chromatography. Isolate was characterized by ultraviolet-visible and infrared spectrophotometry. Ultraviolet-visible spectrum of isolate showed two peaks at 290 nm and 367 nm. Infrared spectrum showed the presence of –OH, aliphatic C–H, aromatic C=C, and C=O groups. Isolate was identified as one of flavanone with substituted –OH group at atom C number 5 and or 3´, 4´.Keywords: Zea mays L, corn silk, flavanoid, flavanone.

Page 3 of 23 | Total Record : 222