cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kab. aceh besar,
Aceh
INDONESIA
Jurnal Magister Ilmu Hukum
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject :
Arjuna Subject : -
Articles 112 Documents
KEEFEKTIFAN PELAKSANAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN ACEH BARAT Budi Handoyo, Eddy Purnama, M. Saleh.
Jurnal Ilmu Hukum Vol 2, No 4: November 2014
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (133.034 KB)

Abstract

Abstract: Article 4 of West Aceh Qanun No.13 of 2011 about Disaster Management says that the implementation of disaster management aims to provide protection to the public from the threat of disaster, aligning the legislation that already exists, ensure the implementation of disaster management in a planned, integrated, coordinated, and comprehensive, appreciate the local culture, building and public participation. However, in practice the function structure, substance and legal culture in disaster management has not been effective because it is still faced with many obstacles that affect the effectiveness.The implementation of disaster management in Aceh Barat District have not been fully implemented yet effective considering the functioning of the three elements of the legal system became a major element of disaster management.In fact, if all three elements of a functioning legal system with another implementation of disaster management can be effective as effective as can be seen in the alignment of the substance elements Qanun No.13 of 2012 on the disaster management with other legislation.Effective functioning legal culture provide an understanding of the legal community as integration through community participation and socialization legislation implemented through institutional legal authorities.Factors which become obstacles in the disaster relief efforts in Aceh Barat District include inadequate institutional performance and disaster management officials, the low awareness of disaster risk and low understanding of both the law and public administration officials to the disaster rules. Keywords: Effectiveness and Disaster Management. Abstract: Pasal 4 Qanun Kabupaten Aceh Barat Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan bahwa penyelenggaraan penanggulangan bencana bertujuan memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana, menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada, menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh, menghargai budaya lokal, membangun partisipasi dan kemitraan publik. Namun demikian, falam pelaksanaannya fungsi struktur, substansi dan budaya hukum dalam penanggulangan bencana belum berjalan efektif karena masih berhadapan dengan berbagai kendala yang mempengaruhi keefektifan tersebut. Pelaksanaan penanggulangan bencana di Kabupaten Aceh Barat belum sepenuhnya berjalan efektif mengingat belum berfungsinya ketiga unsur sistem hukum yang menjadi unsur utama penanggulangan bencana. Padahal apabila ketiga unsur sistem hukum berfungsi satu dengan yang lain pelaksanaan penanggulangan bencana dapat berjalan efektif seperti efektifnya unsur- substansi dapat dilihat penyelarasan Qanun Nomor 13 Tahun 2012 Tentang penanggulangan bencana tersebut dengan peraturan perundang-undangan lainnya. Efektifnya fungsi budaya hukum memberikan pemahaman hukum terhadap masyarakat secara integrasi melalui partisipasi masyarakat dan sosialisasi perundang-undangan yang dilaksanakan melalui kelembagaan hukum yang berwenang. Faktor yang menjadi kendala dalam upaya penanggulangan bencana di Kabupaten Aceh Barat antara lain belum memadainya kinerja aparat dan kelembagaan penanggulangan bencana, masih rendahnya kesadaran terhadap risiko bencana dan masih rendahnya pemahaman hukum baik itu para pejabat pemerintahan dan masyarakat terhadap aturan-aturan kebencanaan. Kata Kunci : Efektifitas dan Penanggulangan Bencana.
PERDAMAIAN DALAM TINDAK PIDANA KECELAKAAN LALU LINTAS Al Mahdi, Mohd. Din, Saifuddin Bantasyam
Jurnal Ilmu Hukum Vol 1, No 4: November 2013
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (126.53 KB)

Abstract

Abstrack: Traffic accident often causes the accident both small or big scales, the small scale causes light injury while the death. It is ruled in Article 310 of the Act Number 22, 2009 regarding the Traffic and Land Transportation states that the settlement of the violation of the act is done through litigation. However, there is the settlement outside the court in the level of investigation by the police by restitution given by the violator to the victim that can be material or immaterial form. The settlement of non-litigation is not recognized in the criminal law but it can be found in the society. This research aims to know the causes of the police allow the peace settlement of the traffic violation, to know the settlement done by the violator in providing the restitution for the victim and to know the fund of the compensation given that becomes the decreasing factor in sentencing the violator by the court.This research applies normative and empirical methods. Secondary data comprise of primary, secondary and tertiary legal sources. To complete the data, the field research is conducted by determining the respondents and informants. The collected data are analyzed and explored by applying qualitative approach.The research shows that the non-litigated settlementis allowed in the case of traffic accident in the level of investigation because of the agreement between the violator and the victim. However, the accident does not cause the death or heavy injury. The agreement of peace between the violator and the victim are like a usual meeting by providing the fund for the victim because of the loss he feels both material and non-material, the police just mediate the case of the accident by arranging the meeting between them. The form of the restitution provided by the violator to the victim if the case brought before the court, the result of the agreement of the parties in the non-serious accident, the judge provides an opportunity for the parties in considering the decision sentenced.It is recommended that the police should provide more opportunities for the non-litigation settlement for the traffic accident cases. Such non-litigated settlement is expected to reflex the non-litigated settlement process that is fast, simple and cheap. It is recommended that the police should not bring the case before the court, in case of the case has been settled by the parties, the violator and the victim. In addition, the police should also publicize the Act Number 22, 2009 regarding the Traffic and Land Transportation; hence the people obey and be aware if they are driving. Furthermore, the judge should also try the case fairly by considering the peace agreement of the parties that agrees not to bring it before the court. Keywords: Traffic Accident and Peace Agreement. Abstrak: Kecelakaan lalu lintas sering menyebabkan pengendara dan pengguna jalan mengalami luka ringan atau kematian. Sebagaimana diatur dalam Pasal 310 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, menekankan penyelesaian kasus pelanggaran lalu lintas melalui jalur hukum. Namun dalam realitanya, ada perdamaian terhadap pelanggaran lalu lintas di tingkat kepolisian, yang dilakukan oleh pelaku dengan memberikan sejumlah ganti kerugian materil maupun immateril (santunan) kepada korban. Penyelesaian dengan jalur perdamaian tidak diakui dalam hukum pidana tetapi telah berkembang dan hidup di tengah masyarakat. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui penyebab polisi membolehkan perdamaian tindak pidana lalu lintas jalan raya, untuk mengetahui perdamaian yang dilakukan pelaku kecelakaan yang berkaitan dengan korban tindak pidana lalu lintas jalan raya, dan, untuk mengetahui pemberian santunan sebagai bentuk perdamaian dari pelaku tindak pidana lalu lintas jalan raya yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian normatif dan metode penelitian empiris. Data yang digunakan yaitu data sekunder meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan. Untuk melengkapi data, digunakan penelitian lapangan dengan wawancara terhadap responden dan informan. Data yang telah dikumpulkan, dianalisis dan diolah dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian di Kota Banda Aceh menunjukkan perdamaian dalam kecelakaan lalu lintas di tingkat kepolisian dilakukan karena adanya kesepakatan dari dua belah pihak, baik pelaku maupun korban, dengan syarat korban tidak mengalami luka berat maupun kematian. Perdamaian yang dilakukan antara pelaku dengan korban lebih bersifat musyawarah, dengan memberikan biaya santunan atas kerugian yang diderita oleh korban, baik secara materil dan immateril. Pihak kepolisian pada umumnya hanya memfasilitasi kedua pihak dalam menyelesaikan kasus kecelakaan. Apa bila kasus tersebut sampai ke tingkat pengadilan maka hasil perdamaian atas kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan luka ringan, hakim memberikan ruang atas hasil musyawarah perdamaian dalam pertimbangan hakim sebelum memuat putusan hukum yang tetap. Disarankan kepada pihak kepolisian agar dapat memberikan ruang yang lebih kepada penyelesaian secara damai terhadap kasus kecelakaan lalu lintas. Penyelesaian secara damai tersebut diharapkan dapat mencerminkan penyelesaian di luar peradilan secara asas cepat, sederhana dan biaya ringan. Disarankan kepada pihak kepolisian agar tidak memproses secara hukum lebih lanjut dari kecelakaan lalu lintas apabila telah diselesaikan secara damai oleh para pihak. Serta, melakukan sosialisasi hukum terkait UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan agar masyarakat dapat patuh dan sadar apabila berkendaraan di jalan raya. Disarankan kepada setiap hakim agar dapat memberikan penyelesaian yang adil dalam pelanggaran lalu lintas, dengan menjadikan pertimbangan hukum atas hasil perdamaian yang telah disepakati oleh para pihak Kata Kunci: Kecelakaan lalu lintas dan perdamaian
PERANAN DIREKTORAT INTELIJEN KEAMANAN (INTELKAM) DALAM PENANGANAN KEJAHATAN DENGAN MENGGUNAKAN SENJATA API (Suatu Penelitian di Wilayah Hukum Polda Aceh) Faisal Riza, Dahlan Ali, M. Gaussyah.
Jurnal Ilmu Hukum Vol 4, No 2: Mei 2016
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (135.094 KB)

Abstract

Abstract: Crime using firearm is a global phenomenon. National police and the army of Indonesia are one of the causes of the crime incidence with the misused of firearms in the Aceh regional police. Although the crime could be dealt with various types of criminal provisions, in fact, criminal acts often occurs because of ineffective of the law enforcement officers in preventing the criminal acts. The purpose of this research was to identify the cause of crime using firearm occurrence in the Aceh province, to examine the efforts of the Directorate Intelkam of Aceh regional police in preventing crime using firearm and to examine the obstacles. Based on the results, it was noted that the causative factors of crime using firearms in Aceh province were environmental factor, economic factor, the scarcity of employment opportunities factor and lack of community awareness about the law and harm caused by the use of illegal firearms. The efforts of the Directorate Intelkam of Aceh regional police in preventing crime using firearm were by repressive efforts (open coordination) and preventative efforts (close coordination). The obstacles were the difficulty in finding the correct perpetrators, providing the evidence, and the inability of investigators in completing the case file. These was all caused by internal factor and external factor. It was suggested that police investigators could be more active in completing this criminal act. It was also recommended to the organizers of Government and law enforcement officers that CCTV as a security facility should be installed specifically in the government facilities, banking or crime-prone areas to arrest the perpetrators easily. Also, all registered firearms owned by civilian or law enforcement officers should be re-recorded.Keywords: Intelkam, criminal act, crime using firearm. Abstrak: Kejahatan dengan menggunakan senjata api adalah sebuah fenomena global. Aparat Kepolisian dan TNI, merupakan salah satu penyebab timbulnya kejahatan dengan penyalahgunaan senjata api di wilayah hukum Polda Aceh. Walaupun kejahatan dapat ditindak dengan berbagai jenis ketentuan pidana, namun dalam prakteknya, tindak pidana tersebut masih sering terjadi. Hal ini akibat dari belum efektifnya aparat penegak hukum dalam melakukan upaya pencegahan terhadap tindak pidana tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya kejahatan dengan menggunakan senjata api di Provinsi Aceh dan untuk mengetahui upaya Direktorat Intelkam Polda Aceh dalam mencegah kejahatan menggunakan senjata api. Selain itu juga untuk mengetahui hambatan yang dihadapi oleh Direktorat Intelkam Polda Aceh. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa faktor penyebab terjadinya kejahatan dengan menggunakan senjata api di Provinsi Aceh adalah faktor lingkungan, faktor ekonomi, faktor minimnya lapangan kerja serta faktor kurangnya kesadaran masyarakat tentang hukum dan bahaya yang ditimbulkan akibat penggunaan senjata api ilegal (illegal). Upaya Direktorat Intelkam Polda Aceh dalam mencegah  kejahatan menggunakan senjata api, pada umumnya adalah upaya represif dalam bentuk koordinasi terbuka dan preventif dengan koordinasi tertutup. Sedangkan hambatan yang dihadapi adalah sulitnya menemukan pelaku, ketiadaan barang bukti dan ketidakmampuan penyidik melengkapi berkas perkara yang diakibatkan oleh faktor yang berasal penyidik (Intern) dan faktor dari luar penyidik (Ekstern). Disarankan agar penyidik kepolisian lebih pro aktif dalam proses penyelesaian tindak pidana penggunaan senjata api. Disarankan kepada penyelenggara pemerintahan dan aparat penegak hukum agar dapat melengkapi fasilitas pengamanan berupa pemasangan CCTV di fasilitas-fasilitas pemerintahan dan perbankan atau wilayah-wilayah rawan kejahatan, untuk memudahkan menangkap pelaku kejahatan. Serta mendata ulang mengenai semua senjata api yang terdaftar, baik dari kalangan sipil maupun aparat penegak hukum.Kata kunci: Intelkam, Tindak Pidana, dan senjata api.
KASASI LIMIT DALAM MEWUJUDKAN INDEPENDENSI HAKIM Eka Kusnita, Faisal A. Rani, Mahdi Syahbandir.
Jurnal Ilmu Hukum Vol 3, No 2: Mei 2015
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (116.322 KB)

Abstract

judges, the operator of the judiciary must be guaranteed. One way to realize the independence of the Constitutional Court is through the implementation of a good surveillance system in order to enforce the code of ethics and conduct of judges. The main problem in this study is whether the system of internal supervision within the Court can realize the independence of judges and whether the constitutional Judge can be monitored externally. PMK No. 2/2014 About the Honorary Council of the Constitutional Court can not guarantee the realization of the independence of the Constitutional Court, it can be seen from the supervisory role of the Board of Ethics that is passively waiting for reports from the public in the event of violations committed by the Constitutional Court, then the authority and composition both the membership of the Board of Ethics and the Court of Honor Assembly that require improvement, so ensuring the neutrality and mutual balance between the elements contained in the Board of Ethics and the Council of Honor Court. It is recommended that the Court made improvements with respect to the internal control system by means of amending the PMK No. 2/2014. It should be carried out a review of the elements of the membership of the Board of Ethics and Honor Council and the authority of the institution so that it can more leverage in carrying out its functions, that the surveillance system is applied can be realized a guarantee for the independence of the Constitutional Court. Keywords : Control of The Constitutional Judges. Abstrak: Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan salah satu lembaga pemegang kekuasaan yudikatif yang memiliki kewenangan dan tanggungjawab dalam memberikan keadilan secara konstitusional kepada masyarakat. Oleh karena itu independensi dari para hakim selaku pelaksana kekuasaan yudikatif haruslah terjamin. Salah satu cara untuk mewujudkan independensi Hakim Konstitusi adalah melalui penerapan sistem pengawasan yang baik guna menegakkan kode etik dan perilaku hakim. Masalah pokok pada penelitian ini adalah apakah sistem pengawasan internal di lingkungan MK dapat mewujudkan Independensi Hakim dan apakah secara konstitusional Hakim MK dapat diawasi secara eksternal. Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Majelis Kehormatan MK belum dapat memberikan jaminan terwujudnya independensi Hakim Konstitusi, hal tersebut dapat dilihat dari peran pengawasan Dewan Etik yang bersifat pasif yang menunggu pelaporan dari masyarakat apabila terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh Hakim Konstitusi, kemudian kewenangan dan komposisi keanggotaan baik Dewan Etik maupun Majelis Kehormatan MK yang memerlukan penyempurnaan, agar terjaminnya netralitas dan saling mengimbangi antara unsur-unsur yang terdapat di dalam Dewan Etik maupun Majelis Kehormatan MK. Disarankan agar MK melakukan penyempurnaan berkenaan dengan sistem pengawasan internal dengan cara melakukan perubahan terhadap Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2014. Perlu dilakukan peninjauan ulang terhadap unsur keanggotaan Dewan Etik dan Majelis Kehormatan serta kewenangan yang dimiliki oleh lembaga tersebut sehingga dapat lebih maksimal dalam menjalankan fungsinya, agar sistem pengawasan yang diterapkan dapat menjadi jaminan bagi terwujudkan independensi Hakim Konstitusi. Kata kunci :Pengawasan Hakim Konstitusi.
PEMENUHAN HAK NARAPIDANA WANITA YANG MELAHIRKAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN Teuku Iqbal Haekal, Dahlan Ali, Mohd. Din.
Jurnal Ilmu Hukum Vol 2, No 3: Agustus 2014
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (116.94 KB)

Abstract

Abstract: Human rights are the fundamental rights of citizens must be met by the state, including prisoners who have been convicted and a sentence in prisons, jails and detention branches. As the provisions of Article 14 Paragraph (1) of Law No. 12 Year 1995 on The Correctional, all the needs and protection of prisoners shall be met by the prison /detention, including prisoners and pregnant women giving birth. The fulfillment both in the areas of health, food, to leave according to the applicable rules. However, the reality has not been found in Aceh, especially in detention Lhoknga branch, giving rise to problems. Fulfillment of the rights of women prisoners who give birth are still not accommodated as trustful Law. 12, 1995. The method used is normative and juridical sociological. Specifications are descriptive analytical study. Source of data used are secondary data include primary legal materials, legal materials secondary, tertiary and legal materials. It is also used primary data by using a mechanism interview. Once the data is collected, classified and arranged in a normative, it will formulate a scientific paper with the application of qualitative methods. Keywords : fulfillment of rights and convict women who give birth. Abstrak: Hak asasi manusia merupakan hak fundamental warga negara yang wajib dipenuhi oleh negara, termasuk narapidana yang telah dipidana dan menjalani pidana di lembaga pemasyarakatan, rumah tahanan dan cabang Rutan. Sebagaimana ketentuan dalam Pasal 14 Ayat (1) UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, segala kebutuhan dan perlindungan narapidana wajib dipenuhi oleh Lapas/Rutan, termasuk narapidana wanita hamil dan melahirkan. Pemenuhan tersebut baik dalam bidang kesehatan, makanan, hingga cuti menurut aturan berlaku. Namun, realita tersebut belum ditemukan di Aceh, khususnya di Cabang Rutan Lhoknga, sehingga menimbulkan persoalan. Pemenuhan hak narapidana wanita yang melahirkan masih belum terakomodir sebagaimana amanah UU No. 12 Tahun 1995. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dan yuridis sosiologis. Spesifikasi penelitian adalah deskriptif analitis. Sumber data yang digunakan yaitu data sekunder meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Selain itu juga digunakan data primer dengan menggunakan mekanisme wawancara. Setelah data dikumpulkan, diklasifikasi dan disusun secara normatif, maka akan disusun suatu karya ilmiah dengan penerapan metode kualitatif. Kata kunci : pemenuhan hak, dan narapidana wanita hamil dan melahirkan.
LAHIR DI LUAR PERKAWINAN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (Suatu Kajian dalam Perspektif Hukum Islam) Yusnardi, Syahrizal Abbas, Adwani
Jurnal Ilmu Hukum Vol 1, No 3: Agustus 2013
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (193.885 KB)

Abstract

Abstract:this research looks at the Islamic guardianship (wali) system of marriage for illegitimate female children post constitutional court decisionNo. 46/PUU-VIII/2010 in the perspective of islamic law. One of the purposes of the decree is to provide the fulfillment of children's rights and biological father’s responsibilities, especially in civil rights. However, if there is no limitation in interpreting civil relations between biological father and illegitimate child, the Constitutional Court's decree may lead to some concerns of various parties, especially Muslims in Indonesia. For example, the establishment of lineage relationships (nasab) of illegitimate child to the biological father and the permissibility of marriage guardianship (wali) to biological father of extramarital daughter, whether the child conceived in a valid marriage conducted according to Islamic law but not registered in State law or as a result of adultery. The method used in this study is a normative juridical method of descriptive analytical research. The purpose of this research is to know and to examine the Constitutional Court's decision in the perspective of Islamic law, especially regarding: 1) the lineage relationship with the biological father of an illegitimate child 2) the biological father marriage guardianship of an illegitimate daughter and, 3) the judicial consequences of biological father as a marriage guardian to a daughter born out of wedlock according to Islamic law. Keywords : The Islamic guardianship system of marriage,illegitimate children, biological father, the lineage relationship, constitutional court decision, the judicial consequences. Abstrak: Penelitian ini mengkaji mengenai hak perwalian nikah anak perempuan yang lahir di luar perkawinan pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010 dalam perspektif hukum Islam. Salah satu tujuan dari putusan tersebut adalah untuk memberikan pemenuhan hak anak dan pertanggung jawaban dari ayah biologis, khususnya dalam hal hak keperdataan. Namun, apabila tidak adanya batasan dalam menafsirkan hubungan perdata antara ayah biologis dengan anak di luar perkawinan, putusan MK tersebut dapat menimbulkan kekhawatiran berbagai pihak, khususnya umat Islam di Indonesia, antara lain dapat ditetapkannya hubungan nasab anak di luar perkawinan kepada ayah biologisnya dan diperbolehkannya hak perwalian nikah ayah biologis terhadap anak perempuan hasil di luar perkawinan, baik dalam makna luar perkawinan sebagai perkawinan yang dilaksanakan sesuai agama namun tidak dicatatkan, maupun dalam makna luar perkawinan sebagai akibat/ hasil dari perzinaan.Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif, dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis.Adapun tujuan penelitian ini yaitu mengetahui dan mengkaji Putusan MK menurut perspektif hukum Islam khususnya mengenai : 1) hubungan nasab ayah biologis dengan anak yang lahir di luar perkawinan, 2) hak perwalian nikah ayah biologis terhadap anak perempuan yang lahir di luar perkawinan. Dan, 3) mengkaji konsekuensi yuridis hak perwalian nikah ayah biologis bagi anak perempuan yang lahir di luar perkawinan menurut hukum Islam. Kata kunci : Perwalian nikah, anak luar perkawinan, ayah biologis, hubungan nasab, putusan mahkamah konstitusi, konsekuensi yuridis
PERJANJIAN JUAL BELI ANTARA NASABAH DENGAN BANK MENURUT SISTEM SYARIAH DAN SISTEM KONVENSIONAL (SUATU STUDI PERBANDINGAN DARI PERSPEKTIF HUKUM KONTRAK) Ledi Riana, Adwani, Mujibussalim.
Jurnal Ilmu Hukum Vol 3, No 4: November 2015
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (175.633 KB)

Abstract

Abstract: The objectives of this research are to: 1) explain the difference of selling-purchase agreement between the banks and their customer based on syaria’ vs. conventional systems; 2) clarify whether Islamic banking has been applying the syaria’ system in the selling-purchase agreement. In order to acquire an accurate and a relevant data, therefore, data was collected based on descriptive analysis, normative and empirical juridical approach. Data collecting was conducted through literature study and purposive sampling. Data analysis was conducted qualitatively through law approach, while results were written in the form of deductive method. Results showed that the main difference in terms of selling-purchase agreement between syaria’ based- and conventional-system was distinguished with several factors, e.g. the relationship between banks and their customers, business revenues’ system, organization, funding distribution, general risk level of business, kinds of agreement, financial orientation, disputes settlement. This study also revealed that the basic purpose of syaria’ based system in term of selling-purchase agreement has been impured due to business element. This study recommends the involved banks, e.g. BNI Syaria and Bank Aceh Syaria to clarify explisicitely the difference between syaria’ vs. conventional systems and to implement immediately the syaria’ systems by the selling-purchase agreement. Moreover, human resources’ improvement in terms of islamic banking expertise and progressive efforts from all stakeholders, e.g. government, religious leader, banking practitioners, and especially academics are highly encouraged in order to secure the existence and development of Islamic banks.Keywords: Aceh, islamic finance, juridical approach, selling-purchase, syaria’ banking.Abstrak: Tujuan dari penelitian adalah untuk: 1) menjelaskan perbedaan perjanjian jual-beli antara bank dan nasabahnya menurut sistem syariah dan konvensional; 2) menjelaskan apakah perbankan syariah telah menjalankan sistem syariah pada perjanjian jual beli. Untuk memperoleh data yang akurat dan relevan, untuk itu data dikumpulkan berdasarkan analisis deskriptif, pendekatan normative dan empiris yuridis. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan dan purposive sampling. Data analisis dilakukan secara kualitatif melalui pendekatan perundang-undangan, sementara itu hasilnya dituangkan dalam bentuk metode deduktif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa perbedaan utama dalam perjanjian jual-beli antara sistem syariah dan konvensional dibedakan berdasarkan hubungan antar bank dengan nasabahnya, sistem pendapatan usaha, organisasi, penyaluran pembiayaan, tingkat resiko umum dalam usaha, jenis perjanjian, orientasi pembiayaan dan penyelesaian sengketa. Studi ini juga mengungkapan bahwa tujuan dasar dari sistem syariah dalam perjanjian jual beli telah dikontaminasikan dengan adanya unsur bisnis. Studi ini menyarankan kepada bank-bank syariah yang terlibat, yaitu BNI Syariah dan Bank Aceh Syariah untuk segera memperjelas perbedaan antara sistem syariah dengan konvensional dan segera melaksanakan sistem syariah dalam perjanjian jual-beli. Selain itu, peningkatan kualitas SDM dalam hal keahlian di bidang perbankan syariah serta upaya progesif dari semua pihak, misalnya kalangan pemerintah, ulama, praktisi perbankan, khususnya kalangan akademisi sangat didukung untuk menjamin keberadaan dan pengembangan bank syariah.Kata Kunci: Aceh, keuangan berbasis islam, pendekatan yuridis, jual-beli, bank syaria.
WAKAF DALAM JANGKA WAKTU TERTENTU (Suatu Analisis terhadap Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan Hukum Islam). Nurul Hukmiah, Syahrizal Abbas, Ilyas Ismail.
Jurnal Ilmu Hukum Vol 3, No 1: Februari 2015
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (248.91 KB)

Abstract

Abstract: According to statute No. 41 of 2004 on waqf, which is a waqf is legal to separate and or give up some of his property to be used permanently or for a specified period of time in accordance with their interests aimed at public welfare interests of worship or according to the shari'ah. Waqf in Islamic law mentioned is put of beneficial ownership of property without subtracting the object to be left the individuals or groups (organizations) in order to be used for purposes that do not conflict with the Shari'ah in forever. The second definition of waqf seen a significant difference in the presence of some new and important clauses in the legislation. Among which, the courage to change the concept of waqf absolutism forever be a relative. The results showed that, first, Basis of Statute No. 41 of 2004 provides for a time limit fixed objects endowments, namely: judicial discretion, maqashid Syar'iyyah, the benefit to facilitate the ‘wakif’, economic empowerment foundation, and sociological communities. Second, the provisions of Islamic law when endowments are given a period of time is endowments including environmental issues of fiqh, not shari'ah. This means that all rules and regulations relating to waqf is jurisprudence which is the result of the human perspective that is subject to the sociological determinants. Basically substances contained in the provisions of Article 1, clause (1) of Statute No. 41 of 2004 on Waqf is the value of the benefit of waqf property. So that the principle of expediency objects into foundation endowments are most relevant to the existence of the object itself. Logical consequence of the endowment period of time (temporary) that more and more people to mewakafkan their property, because endowments forever (eternal) is identical to eliminate tenure. With the increasing number of enthusiasts indirectly waqf property is also growing, so it is possible to be developed to the maximum for the welfare of the community. Keywords: Endowments and Certain Period. Abstrak: Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf, yang dimaksud dengan wakaf adalah perbuatan hukum wakif (pewakaf) untuk memisahkan dan atau untuk menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya yang bertujuan untuk kepentingan ibadah atau kesejahteraan umum menurut syari’ah. Dalam hukum Islam disebutkan wakaf adalah melepas kepemilikan atas harta yang bermanfaat dengan tanpa mengurangi bendanya untuk diserahkan kepada perorangan atau kelompok (organisasi) agar dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan yang tidak bertentangan dengan syari’at dalam waktu selama-lamanya. Dari kedua definisi wakaf terlihat perbedaan yang signifikan dengan adanya beberapa hal baru maupun klausul penting dalam UU tersebut . diantaranya yaitu, keberanian merubah konsep absoltisme wakaf selam-lamanya menjadi bersifat relatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama, Landasan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 memberi batas waktu untuk wakaf benda tetap, yaitu: berdasarkan pertimbangan yuridis, maqashid syar’iyyah, kemaslahatan untuk memudahkan si wakif, landasan pemberdayaan ekonomi masyarakat, dan sosiologis masyarakat. Kedua, Ketentuan hukum Islam bila wakaf diberikan dalam jangka waktu tertentu yakni masalah wakaf termasuk lingkungan fiqh, bukan syari’at. Artinya segala aturan dan ketentuan yang berhubungan dengan wakaf hanyalah fiqih yang merupakan hasil pandang manusia yang tunduk kepada determinan-determinan sosiologis. Pada dasarnya substansi yang terkandung dalam ketentuan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 adalah nilai manfaat dari harta benda wakaf. Sehingga azas kemanfaatan benda wakaf menjadi landasan yang paling relevan dengan keberadaan benda itu sendiri. Konsekuensi logis dari wakaf jangka waktu (temporer) yaitu semakin banyaknya masyarakat untuk mewakafkan harta benda mereka, karena wakaf selamanya (abadi) identik dengan menghilangkan hak kepemilikan. Dengan makin banyaknya peminat wakaf secara tidak langsung harta benda wakaf juga makin bertambah, sehingga hal ini memungkinkan untuk dapat dikembangkan secara maksimal untuk mewujudkan kesejahteraan ummat. Kata Kunci: Wakaf dan Jangka Waktu.
KEWENANGAN KEMENTERIAN AGAMA DALAM PERIZINAN OPERASIONAL LEMBAGA PENDIDIKAN KEAGAMAAN DAN PONDOK PESANTREN DI KABUPATEN ACEH BESAR Azzahri, M.Saleh Sjafei, Mujibussalim.
Jurnal Ilmu Hukum Vol 2, No 2: Mei 2014
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (168.318 KB)

Abstract

Abstract: The mechanism of the issuance of religious educational institutions and Islamic boarding school by the Ministry of Religion is done by earlier consulting between leaders or managers of religious educational institution and Islamic boarding school, then followed by the application by fulfilling general and specific conditions depending on the institution offered and fulfilling other juridical requirements including recommendations from regional government issued by the Department of Welfare, Development, Protection of Society in Aceh Besar District and Aceh Province. Moreover, the application is going to be processed by the Ministry of Religion of Aceh Besar and if by the research and survey conducted by the Ministry of Religion of Religious Educational Institution and Islamic boarding school which have fulfilled conditions then it will be issued by the Ministry. The license then becoming main condition in the educational institutions and the schools obtaining several forms of aids from government (central or regional) or the third party in conducting its operational. The obstacles faced by the Ministry in issuing the license of religious education and Islamic boarding school in Aceh Besar consists of two that are the internal constraint relating to existing laws, difficulty in identifying the need and interest of society quickly because the width of area of Aceh Besar District and the lack of human resource in the Ministry of Religion Aceh Besar. Apart from that, the District of Aceh Besar is facing the external obstacles comprising a lack of law awareness of society and the managers of the institution and the school to get the license needed to run the institutions and the school, lack of coordination with other related institutions and there is no good law enforcement on the management of religion education and the school that is not obeying the existing laws Keywords : Religion Ministry, Religious Education Institutions and Islamic Boarding School. Abstrak: Mekanisme penerbitan izin operasional lembaga pendidikan keagamaan dan pondok pesantren oleh Kantor Kementerian Agama di Aceh Besar didahului adanya konsultasi antara pimpinan atau pengelola lembaga pendidikan keagamaan dan pondok pesantren, kemudian pengajuan permohonan dengan melengkapi persyaratan umum dan persyaratan khusus tergantung jenis lembaga yang diajukan serta memenuhi persyaratan yuridis lainnya, termasuk dalam hal ini adanya rekomendasi dari pemerintah daerah yang dikeluarkan oleh Kesbanglinmas Kabupaten Aceh Besar dan Provinsi Aceh. Selanjutnya permohonan kemudian akan diproses oleh pihak Kementerian Agama Kabupaten Aceh Besar dan apabila melalui penelitian dan survey yang dilakukan oleh Kementrian Agama lembaga pendidikan keagamaan dan pondok pesantren yang bersangkutan memenuhi syarat maka akan diterbitkan izin dimaksud oleh Menteri Agama. Izin Kementerian Agama ini kemudian juga menjadi persyaratan utama dalam hal lembaga pendidikan keagamaan dan pondok pesantren memperoleh berbagai bentuk bantuan dari pemerintah (APBN/APBD) maupun pihak ketiga dalam menjalankan operasionalnya. Kendala yang dihadapi dalam penerbitan izin, yaitu kendala internal yang menyangkut ketentuan perundang-undangan yang berlaku, sulitnya melakukan identifikasi kebutuhan dan kepentingan aspirasi masyarakat secara cepat karena luasnya wilayah Kabupaten Aceh Besar dan adanya keterbatasan sumber daya di dalam Kementerian Agama Kabupaten Aceh Besar sedangkan kendala eksternal yang meliputi masih lemahnya kesadaran hukum masyarakat dan pengelola lembaga pendidikan keagamaan dan pondok pesantren untuk mengurus perizinan yang diperlukan untuk penyelenggaraan lembaga pendidikan keagamaan dan pondok pesantren, lemahnya koordinasi dengan instansi terkait lainnya dan belum adanya penegakan hukum yang tegas terhadap pengelola lembaga pendidikan keagamaan dan pondok pesantren yang tidak mematuhi ketentuan yang berlaku. Kata kunci : Kementerian Agama, Lembaga Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren.
PERANAN VISUM ET REPERTUM DALAMMENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN. M. Jabir, Suhaimi, Syarifuddin Hasyim,
Jurnal Ilmu Hukum Vol 3, No 3: Agustus 2015
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (200.112 KB)

Abstract

Abstract:Homicide is ruled in Article 338 of the Indonesian Penal Code and in order to punish a killer, there should be evidence. One of the evidences is obtained from experts as worded in Article 184 of the Indonesian Criminal Procedure Law in the form of visum et repertum. However, in developing it investigators are facing obstacles.This research aims to explore the relationship between visum et repertum by forensic unit with investigators and the proving of the crime, constraints faced by the police unit in making it at the crime, and efforts done by the investigators of police station of Banda Aceh towards the obstcales in probing the crime. Keywords :investigators, visum et repertum, homicide. Abstrak: Kejahatan terhadap nyawa khususnya pembunuhan diatur dalam Pasal 338 KUHP dalam proses peradilan untuk menjatuhkan pidana bagi pelaku diperlukan adanya pembuktian. Salah satu alat bukti dimaksud adalah keterangan ahli sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP dalam bentuk visum et repertum. Namun demikian, dalam pembuatan visum et repertum penyidik juga mengalami banyak kendala dan hambatan. Tujuan penulisan ini adalah untuk menjelaskan kaitan antara pembuatan visum et repertum oleh pihak kedokteran kehakiman dengan penyidik dan pembuktian suatu tindak pidana pembunuhan, hambatan yang dihadapi satuan reskrim dalam pembuatan visum et repertum pada pembuktian tindak pidana pembunuhan dan upaya yang dilakukan oleh penyidik Reskrim Polresta Banda Aceh terhadap hambatan yang dihadapi dalam mengungkapkan tindak pidana pembunuhan. Kata kunci :Penyidik, visum et repertum,danpembunuhan.

Page 3 of 12 | Total Record : 112