Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

Hubungan konsumsi emping melinjo (Gnetum gnemon L) Aceh terhadap kadar asam urat pada mencit (Mus musculus L) sakdiah sakdiah; Tjut Mariam Zanaria; Suryawati Suryawati; Zakiaturrahmi Zakiaturrahmi; Vinkan Dwika Rendra
Jurnal Kedokteran Syiah Kuala Vol 23, No 1: April 2023
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/jks.v23i1.28008

Abstract

Abstrak. Berdasarkan survey World Heath Organization (WHO), penduduk yang mengalami penyakit asam urat terbesar di dunia adalah Indonesia. Dari survey tersebut menunjukkan bahwa penyakit asam urat yang terjadi pada pria yang berusia 34 tahun sebanyak 35%. Asam urat merupakan hasil akhir proses metabolisme purin yang diproduksi oleh tubuh secara alami. Ketika kadar asam urat melebihi kadar normal yaitu7 mg/dl pada laki-laki dan 6 mg/dl pada perempuan, maka keadaan ini disebut hiperurisemia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan konsumsi emping melinjo (Gnetum gnemon L) Aceh terhadap peningkatan kadar asam urat pada mencit (Mus musculus L). Penelitian ini merupakan penelitian True Experimental Research dengan menggunakan design Pretest Posttest With Control Group. Pengelompokkan dilakukan berdasarkan rancangan acak sederhana (simple random sampling) dengan menggunakan hewan coba berupa mencit (Mus musculus L) jantan dengan berat badan berkisar 20-45 gram yang dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan. Hasil uji statistik menggunakan uji analysis of variance (ANOVA) one way menunjukkan P-value = 0,000 dan nilai signifikasinya ( p0,05 ) yang berarti bahwa terjadi peningkatan kadar asam urat darah yang bermakna antar kelompok perlakuan, sehingga dilanjutkan dengan uji Post Hoc metode Duncan dan didapatkan nilai p0,05. Kesimpulan pada penelitian ini, terjadinya peningkatan kadar asam urat darah pada mencit setelah mengkonsumsi emping melinjo dan adanya perbedaan peningkatan kadar asam urat darah setiap pemberian dosis emping melinjo. Kata kunci: Asam urat, emping melinjo, hiperurisemia, mencit Abstract. Based on a survey by the World Health Organization (WHO), Indonesia is the population with the largest gout disease in the world. The survey showed that gout occurred in men aged 34 years as much as 35%. Gout disease is the result of the end process of purine metabolism which is naturally produced by the body. When blood uric acid levels exceed normal levels, namely 7 mg/dl for men and 6 mg/dl, this condition is called hyperuricemia. This study aims to determine the relationship between the consumption of Aceh's emping melinjo (Gnetum gnemon L) to the increase in gout disease levels in mice (Mus musculus L). The research is a True Experimental  Research using Pretest Posttest With Control Group design. The grouping was done based on simple random sampling using experimental animals in the form of male mice (Mus musculus L) with bodyweight ranging from 20-45 grams which were divided into 4 treatment groups. The results of the statistical test using the one-way analysis of variance (ANOVA) test showed P-value = 0.000 and the significance value (p0.05) which means that there was a significant increase in blood uric acid levels between the treatment groups, so it was continued with the Post Hoc test. Duncan's method obtained a p value 0.05. The conclusion in this study was that there was an increase in blood uric acid levels in mice after consuming Aceh's emping melinjo and there were differences in the increase in blood uric acid levels for each dose of emping melinjo.Key Words: Emping melinjo, Gout Disease, , Hiperurisemia, Mice
Hubungan Tingkat Pengetahuan Terhadap Perilaku Swamedikasi Obat Asam Mefenamat Pada Mahasiswa Universitas Syiah Kuala Hijra Novia Suardi; Amida Jannatus Saleha; Dina Alia; Zahratul Aini; Hanifah Yusuf; Suryawati Suryawati; Vera Dewi Mulia
Jurnal Kedokteran Syiah Kuala Vol 23, No 1: April 2023
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/jks.v23i1.28717

Abstract

Swamedikasi adalah suatu perilaku pemilihan dan penggunaan obat-obatan sendiri yang dilakukan seseorang dalam mengobati gejala penyakit yang dialaminya tanpa menggunakan resep dokter. Jenis obat yang banyak digunakan untuk swamedikasi adalah obat anti nyeri asam mefenamat. Saat ini masih banyak masyarakat yang melakukan praktek swamedikasi secara tidak rasional sehingga menimbulkan masalah seperti efek samping yang berbahaya bagi tubuh. Hal ini dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan masyarakat tentang bagaimana cara melakukan swamedikasi yang tepat, aman, dan rasional. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan terhadap perilaku swamedikasi obat asam mefenamat pada mahasiswa non kesehatan (Fakultas Hukum) Universitas Syiah Kuala. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan cross-sectional. Pengambilan data dilakukan secara online dengan metode proportional random sampling pada mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala. Hasil penelitian dari 104 responden didapatkan sebanyak 52,9% responden memiliki pengetahuan swamedikasi yang cukup dan sebanyak 78,8% responden memiliki perilaku yang cukup mengenai swamedikasi obat asam mefenamat. Hasil uji korelasi Spearman antara pengetahuan dan perilaku didapatkan nilai r=0,032 dan p=0,018 yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan prilaku swamedikasi asam mefenamat dengan korelasi yang lemah pada mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Syiah kuala.
Perbandingan risiko fraktur berdasarkan Indeks Singh dan Fracture Risk Assessment pada penderita autoimun yang mendapat terapi steroid di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Dytha Putri Harwani; Maryatun Hasan; Dedy Syahrizal; Safrizal Rahman; Suryawati Suryawati
Jurnal Kedokteran Syiah Kuala Vol 23, No 1: April 2023
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/jks.v23i1.31127

Abstract

Abstrak. Penyakit autoimun adalah sekelompok penyakit yang ditandai dengan tidak berfungsinya sistem kekebalan tubuh yang menyebabkan hilangnya toleransi terhadap antigen diri sendiri. Penggunaan steroid jangka panjang menyebabkan efek yang kompleks terhadap tulang. Patah tulang belakang dan tulang pinggul merupakan karakteristik dari osteoporosis yang diinduksi oleh steroid. Metode yang relatif mudah untuk dilakukan dan cukup akurat untuk melihat risiko fraktur adalah menggunakan Indeks Singh pada foto polos panggul dan penilaian menggunakan kuesioner Fracture Risk Assessment (FRAX). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan risiko fraktur berdasarkan Indeks Singh dan FRAX pada penderita autoimun yang mendapat terapi steroid. Jenis penelitian ini adalah analitik obervasional dengan desain cross sectional, dilaksanakan di RSUD dr. Zainoel Abidin, Banda Aceh, pada bulan Desember 2020 hingga Januari 2021 dengan teknik purposive sampling. Hasil penelitian didapatkan dari 45 responden, sebanyak 35 orang (77,8%) mengalami Osteopenia (Grade 4-5) berdasarkan Indeks Singh dan sebanyak 42 pasien (93,3%) mengalami risiko fraktur rendah berdasarkan penilaian FRAX score. Hasil analisis bivariat menggunakan uji Chi Square didapatkan P value=0,000, yang menunjukkan terdapat perbedaan risiko fraktur antara penilaian menggunakan metode Indeks Singh dan metode FRAX score pada penderita autoimun yang mendapat terapi steroid di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.   Kata kunci: Penyakit Autoimun, Steroid, Risiko Fraktur, Indeks Singh, FRAX Score Abstract. Autoimmune disease is a group of diseases characterized by improper immune system. This condition causes the body to lose its tolerance to its own antigen. The use of steroid over a long period of time can affect the bones. Spinal and pelvic bone fracture are the characteristic of steroid-induced osteoporosis. The accurate and easily used method to see the risk factors of having bone fracture is by using Singh Index based on the result of pelvic bone x-ray, and by using FRAX questionnaire. This study aims to compare the risk factors of having bone fracture by using Singh index and FRAX score on patients with autoimmune diseases that were prescribed with steroid therapy. This is an analytical observational study with cross-sectional design. This study was carried out in Zainoel Abidin Hospital, Banda Aceh, from December 2020 to January 2021 with purposive sampling method. The result of this study with 45 respondents found that 35 patiens (77,8%) had osteopenia (Grade 4-5) based on the Singh Index and 42 patiens (93,3%) had low fracture risk based on the FRAX score. The result of bivariate analysis using the Chi-Square test obtained P value=0.000, which indicated that there was a difference in fracture risk between assessments using the Singh Index method and the FRAX score method in autoimmune patients receiving steroid therapy at Zainoel Abidin Hospital, Banda Aceh. Keywords: autoimmune disease, steroid, risk for bone fracture, Singh index, FRAX score