This Author published in this journals
All Journal Jurnal Mahupiki
Rapiqoh Lubis
Unknown Affiliation

Published : 12 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PUTUSAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG ( Studi Kasus Putusan No.21/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Mdn.) YONGGI Malau; Madiasa Ablisar; Rapiqoh Lubis
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 02 (2016)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (148.111 KB)

Abstract

Yonggi Benhard Malau* Madiasa Ablisar** Rafiqoh Lubis***   Perbuatan pencucian uang di samping sangat merugikan masyarakat, juga sangat merugikan negara karena dapat mempengaruhi dan merusak stabilitas perkonomian nasional atau keuangan.Sejalan dengan ketentuan yang menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum, maka salah satu prinsip yang harus dipegang erat adalah menjamin penyelenggaraan kekuasaan lembaga peradilan.Dalam menjalankan peradilan, hakim memiliki kekuasaan yang bebas, merdeka, dan terlepas dari segala pengaruh, sehingga dalam prakteknya perbedaan pendapat (dissenting opinion) diantara Hakim sangat sering terjadi. Penelitian ini berjudul “Penerapan Dissenting Opinion dalam Putusan Tindak Pidana Pencucian Uang (Studi Kasus Putusan No.21/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Mdn).Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana dissenting opinion dalam mekanisme pengambilan putusan hakim dan bagaimana penerapan dissenting opinion dalam putusan pengadilan tindak pidana pencucian uang No.21/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Mdn. Penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif (juridis normative) dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dengan melakukan penelitian kepustakaan (Library Research) yang kemudian dianalisa secara kualitatif. Dalam penelitian ini didapat hasil bahwa menurut Pasal 182 KUHAP, dissenting opinion bukanlah suatu hal yang asing dalam sistem peradilan pidana di Indonesia.Dissenting opinion sangat mungkin terjadi sebagai akibat dari susunan persidangan Majelis Hakim yang berjumlah 3 orang dan setiap hakim diharuskan untuk mengemukakan pendapatnya masing-masing.Pada saat musyawarah, Majelis Hakim mengupayakan adanya permufakatan bulat.Namun jika terjadi perbedaan pendapat, putusan diambil dengan suara terbanyak.Pendapat hakim yang berbeda ini kemudian disebut dissenting opinion.Pendapat hakim yang berbeda tersebut kemudian dicatat dalam buku khusus yang sifatnya rahasia.Dalam perkembangannya, dissenting opinion menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan.Selain dalam KUHAP, dissenting opinion juga sudah diatur dalam Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman. Dalam penerapannya pada Putusan PengadilanTindak Pidana Pencucian Uang No.21/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Mdn, dissenting opinion yang dikemukakan Hakim Anggota II tidak mempengaruhi keputusan majelis yang diambil dengan suara terbanyak (voting).Namun, dissenting opinion menjadi upaya bagi hakim dalam menjaga independensinya dan sebagai sarana untuk menyuarakan keadilan. Kata kunci :dissenting opinion,pencucian uang * Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ** Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, selaku Dosen Pembimbing I Penulis *** Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, selaku Dosen Pembimbing II Penulis
PENJATUHAN PIDANA DENGAN SYARAT TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DARI PERSPEKTIF UNDANG- UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK. (Studi Terhadap Putusan Pengadilan Negeri No.02/Pid.Sus-Anak/2014/PN.BNJ dan Pengadilan Ti Taufiq Hidayat; Edi Yunara; Rapiqoh Lubis
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2017)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (507.766 KB)

Abstract

ABSTRAKSI   Taufiq Hidayat* Edy Yunara** Rafiqoh Lubis***   Perlindungan terhadap hak anak yang berkonflik dengan hukum bertujuan untuk memberi jaminan terhadap anak terhadap tumbuh kembang anak dalam menjalankan kehidupannya untuk menjadi seseorang yang lebih baik dimasa depan. Dalam pelaksanaan penegakan hukum sering terjadi perbedaan pandangan oleh para hakim dalam menjatuhkan sanksi kepada anak yang berkonflik dengan hukum, hal tersebut salah satunya dapat disebabkan oleh perbedaan pandangan mengenai pengertian tentang keadilan, dimana hakim harus mampu untuk menentukan sanksi yang tepat bagi anak yang berkonflik dengan hukum dengan tidak mengenyampingkan rasa penderitaan yang dirasakan oleh korban. Skripsi ini membahas beberapa permasalahan yaitu bagaimana penjatuhan sanksi terhadap anak yang berkonflik dengan hukum kaitannya dengan tujuan pemidanaan dan prinsip perlindungan anak, bagaimana pengaturan sanksi dalam UU No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan bagaimana penjatuhan pidana bersyarat menurut UU No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang terdapat pada Putusan Hakim Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi. Skripsi ini merupakan penelitian hukum normatif, dengan melakukan penelitian diperpustakaan (library research) serta menganalisis putusan Pengadilan Negeri Binjai dan Pengadilan Tinggi Sumatera Utara. Dalam model keadilan restoratif, sanksi terhadap anak yang berkonflik dengan hukum diletakkan sebagai bagian dari proses pendidikan, bukan sebagai balas dendam dan pemidanaan tetapi harus berfungsi mencerahkan secara moral dan mendewasakan sebagai pribadi yang utuh. UU No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak pada Paasal 71 telah memberikan aturan bahwa jenis sanksi pidana pokok  yang dapat dijatuhkan kepada anak adalah pidana peringatan, pidana dengan syarat, pidana pelatihan kerja, pidana pembinaan dalam lembaga dan pidana penjara. Aturan yang terdapat pada UU No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak tersebut harus menjadi pedoman utama hakim dalam menentukan dan menjatuhkan sanksi terhadap anak yang berkonflik dengan hukum. Putusan Pengadilan Negeri Binjai, dimana Hakim menjatuhkan pidana bersyarat dengan tidak menjatuhkan pidana penjara merupakan putusan yang berusaha untuk memenuhi kepentingan dan perlindungan anak. Dengan menjatuhkan pidana bersyarat berupa kewajiban membersihkan Mesjid/Muhollah diharapkan anak dapat berubah menjadi lebih baik lagi setelah menyadari kesalahan-kesalahannya.  
PENGALIHAN OBJEK JAMINAN FIDUSIA TANPA PERJANJIAN TERTULIS DARI PERSPEKTIF HUKUM PIDANA DI INDONESIA (Studi Putusan PN Sleman No.330/Pid.Sus/2015/PN.Snm Dan Putusan PN Purworejo No.15/Pid.Sus/2015/PN.Pwr) NAZMA HUSNA; Syafruddin Kalo; Rapiqoh Lubis
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2017)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (255.617 KB)

Abstract

ABSTRAK Nazma Husna[1] Syafruddin Kalo** Rafiqoh Lubis***   Dalam perjanjian pinjam meminjam, Lembaga Pembiayaan non bank selalu mensyaratkan adanya suatu jaminan yang harus dipenuhi untuk bisa mendapatkan pinjaman. Perjanjian pinjam meminjam atau perjanjian kredit dengan jaminan fidusia merupakan kebijakan yang diambil dalam rangka untuk menyesuaikan dengan perkembangan dunia usaha dan kebutuhan masyarakat. Meskipun suatu perjanjian telah dilaksanakan dengan sebuah jaminan namun bukan berarti perjanjian tersebut akan berjalan dengan lancar. Adapun salah satu kendala dalam perjanjian dengan jaminan fidusia yaitu Debitur melakukan perbuatan dengan mengalihkan objek jaminan fidusia tanpa persetujuan kreditur dengan cara menjual maupun menyewakan kembali kepada pihak ketiga. Rumusan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini yaitu bagaimana aspek hukum pidana dalam perjanjian jaminan fidusia dan bagaimana penerapan hukum pidana terhadap pelaku yang mengalihkan objek jaminan fidusia tanpa perjanjian tertulis terlebih dahulu dari penerima fidusia. Penelitian skripsiini merupakan penelitian hukum normatif yang menggunakan data sekunder yang diperolehdaribahanhukum primer, bahanhokumsekunderdanbahanhokumtersier. Perbuatan-perbuatan yang termasuk dalam tindak pidana terhadap perjanjian Jaminan Fidusia dalam UUJF yaitu diatur dalam Pasal 36 UUJF, pemberi fidusia yang mengalihkan, menyewakan dan menggadaikan objek jaminan fidusia yang bukan merupakan barang persediaan tanpa perjanjian tertulis terlebih dahuludari Penerima Fidusia, kemudian yang diatur dalam Pasal 35 UUJF para pihak dengan sengaja memalsukan, mengubah, menghilangkan atau dengan cara apapun memberikan keterangan secara menyesatkan, yang jika hal tersebut diketahuioleh salah satu pihak tidak melahirkan perjanjian Jaminan Fidusia. Dalam menerapkan hukum pidana terhadap pelaku pengalihan objek jaminan fidusia hakim tidak hanya mempertimbangkan delik yang ada di UUJF tetapi juga delik yang ada di KUHP. Pada Putusan No. 330/Pid.Sus/2015/PN.SNM hakim lebih cenderung menerapkan hukum pidana khusus yaitu Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, Sementara pada Putusan No.15/Pid.Sus/2015/PN.PWR hakim lebih cenderung menerapkan hukum pidana umum daripada Hukum pidana khusus, yaitu hakim menjatuhkan Pasal 372 KUHP  sebagai delik penggelapan. Padahal segala perbuatan yang merupakan pelanggaran jaminan fidusia harus dikenakan delik dalam UUJF. Sebab aturan khusus menyampingkan aturan umum. [1]Mahasiswa Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara **Dosen Pembimbing I, Staff Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ***Dosen Pembimbing II, Staff Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
PENERAPAN KETENTUAN PIDANA TERHADAPANAKSEBAGAIPERANTARA JUAL BELI NAROTIKA (Analisis Putusan No.10/Pid.Sus Anak/2015/PN. Stb) Ruhut Sitompul; Syafruddin Hasibuan; Rapiqoh Lubis
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2017)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (334.578 KB)

Abstract

ABSTRAK Ruhut Trifosa[1] Syafruddin Hasibuan[2] Rafiqoh Lubis[3]   Penerapan ketentuan pidana terhadap anak sebagai perantara jual beli narkotika merupakan salah satu bagian dari pemberantasan tindak kejahatan narkotika yang saat ini makin meningkat dan bersifat masif, hal ini merupakan suatu permasalahan serius yang belum bisa di antisipasi oleh pemerintah. Meningkatnya kasus pemakaian narkoba ini tidak terlepas dari para mafia narkoba yang melakukan berbagai cara untuk melancarkan operasi barang berbahaya itu. Cara yang efektif untuk menghindari petugas dalam melakukan operasinya sekarang bahkan dengan memerintahkan seseorang anak dengan dijanjikan imbalan untuk mengedarkan narkoba, atau dapat disebut dengan kurir atau perantara narkotika. Anak yang menjadi kurir atau perantara narkotika dikarenakan beberapa faktor yang mempengaruhi anak baik internal yaitu berasal dari dalam diri maupun faktor eksternal yaitu berasal dari luar diri anak Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini dengan metode penelitian hukum yuridis normatif yaitu suatu penelitian metode yuridis normatif tersebut mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan pengadilan serta norma-norma hukum yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan normatif tentang hubungan antara suatu peraturan dengan peraturan lain dan penerapannya dalam prakteknya. Perbuatan anak sebagai perantara jual beli Narkotika disebabkan faktor ekonomi, keluarga, pergaulan anak, dan pendidikan yang paling mempengaruhi anak. Penerapan ketentuan pidana pada putusan Pengadilan Negeri Stabat Nomor 10/Pid.Sus Anak/2015/PN.Stb, berdasarkan UU No. 35 tahun 2009 tentang narkotika Jo UU No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, dimana anak dikenakan delik sebagai Perantara Jual Beli Narkotika padahal dengan memperhatikan fakta-fakta hukum delik Membawa Narkotika lebih tepat. Sehingga menyebabkan kerugian terhadap anak karena ancaman pidana dalam delik perantara jual beli Narkotika lebih berat dari pada delik membawa narkotika penjatuhan pidana penjara terhadap anak lebih berat. [1] Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Departemen Hukum Pidana [2] Dosen Pembimbing [3] Dosen Pembimbing II
PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP ANAK PELAKU PEMBUNUHAN YANG DISERTAI MUTILASI DARI PERSPEKTIF HUKUM PIDANA DAN KRIMINOLOGI (Studi Kasus NO.774 K/PID.SUS/2015) ALMUNAWAR Sembiring; Edi Warman; Rapiqoh Lubis
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2017)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKSI Almunawar Sembiring[1] Ediwarman[2] Rafiqoh Lubis[3] Kata Kunci[4]   Tindak Pidana merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, artinya suatu perbuatan yang telah melanggar ketentuan perundang-undangan yang apabila telah terbukti secara sah dan meyakinkan maka akan di proses sesuai dengan hukum yang berlaku dan akan dikenakan sanksi sesuai dengan tindak pidana yang terjadi, Berdasarkan pokok permasalahan di atas maka dapat dirumusakan beberapa permasalahan yaitu bagaimana pengaturan hukum tentang anak yang membantu melakukan tindak pidana, faktor-faktor apakah yang menjadi penyebab timbulnya suatu tindak pidana, dan bagaimana kebijakan hukum pidana terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anak. Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan hukum normatif (yuridis normative) dengan teknik pengumpulan data yaitu penelitian kepustakaan  (library research) yang menitik beratkan pada data sekunder yaitu memaparkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan judul skripsi serta buku-buku, artikel, majalah yang menjelaskan peraturan perundang-undangan dan dianalisis secara kualitatif.Faktor yang paling mempengaruhi terjadinya suatu tindak pidana yang dilakukan oleh anak ialah, Faktor Intelegentia, faktor Usia, faktor Jenis kelamin,faktor kedudukan anak dalam keluarga dan sebagainya. Penanggulangan tindak pidana dapat dilakukan dengan kebijakan penal dan nonpenal. Dimana kebijakan penal lebih ke upaya represif dimana setiap perbuatan yang dilakukan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan seperti pada putusan Nomor :.774 K/PID.SUS/2015, sedangkan kebijakan non-penal lebih ke upaya preventif. [1] Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. [2] Dosen Pembimbing I, Guru Besar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. [3] Dosen Pembimbing II, Staf Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. [4] Kata Kunci :Anak, Tindak Pidana, Pengaturan Hukum.
PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERDAGANGAN SATWA LIAR YANG DILINDUNGI ( Studi Putusan Nomor 1731/Pid.Sus/2015/PN.Medan dan Nomor 124/Pid.Sus/2016/PN.Mdn) Nanda Nababan; Alvi Syahrin; Rapiqoh Lubis
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2017)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (354.304 KB)

Abstract

ABSTRAK Nanda P. Nababan* Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH., MS.** Rafiqoh Lubis, S.H.,M.Hum***   Indonesia merupakan negara dengan endemisme ( tingkat endemik) yang tinggi. Diperkirakan sebanyak 300.000 jenis satwa liar atau sekitar 17% satwa di dunia terdapat di indonesia, walaupun luas indonesia hanya 1,3% dari luas daratan dunia. Upaya perlindungan terhadap kekayaan tersebut juga telah dilakukan dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi pentingnya melakukan penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana perdagangan satwa liar yang dilindungi dalam rangka menjaga keseimbangan ekosistem alam agar tetap terjaga. Skripsi ini menggunakan suatu kajian kepustkaan dan metode penulisan skripsi yang yuridis normatif dalam mengkaji suatu literatur dalam arti mengkaji suatu literatur dan perundang-undangan yang ada. Secara sistematika skripsi ini terdiri dari 4 (empat) bab yanng menguraikan  fakta-fakta maupun analisis hukum terkait dengan penegakan hukum terhadap pelaku perdagangan satwa liar yang dilindungi. Penulisan skripsi ini juag menganalisis putusan Pengadilan Negeri Medan tentang perdagangan satwa trenggiling dengan nomor register 1731/Pid.Sus/2015/PN.Mdn dan nomor register 124/Pid.Sus/2016/PN.Mdn. Kajian dalam penulisan skripsi ini membahas aspek-aspek hukum pidana secara umum dan kaitannya dengan penerapan penegakan hukum pidana. Pokok-pokok bahasan dan kajian tersebut kemudian diimplementasikan kembali dengan penegakan hukum pidana terhadap pelaku perdagangan satwa liar yang yang dilindungi melalui analisis terhadap putusan Pengadilan Negeri Medan tersebut di atas. Permasalahan yang menjadi bahasan utama dalam skripsi ini adalah apakah penegakan hukum pidana terhadap pelaku perdagangan satwa liar yang dilindungi telah efektif dan menimbulkan efek jera terhadap pelaku tersebut jika dikaitkan dengan vonis yang telah dijatuhkan Majelis Hakim kepada para terdakwa. Hasil pembahasan skripsi ini berfokus pada tidak sesuainya putusan hakim terhadap 2 (dua) kasus yang sama terkait dengan perdagangan satwa trenggiling. Pada perkara 1731/Pid.Sus/2015/PN.Mdn majelis hakim memvonis terdakwa pidana penjara 1 (satu) tahun dan 5 (lima) bulan penjara dan denda 50 juta rupiah atau subsider 1 bulan  kurungan dengan barang bukti 5 ton daging trenggiling. Sementara pada perkara 124/Pid.Sus/2016/PN.Mdn majelis hakim memvonis para terdakwa pidana penjara 2 (dua) tahun dan 3 (tiga) bulan dan denda 50 juta rupiah atau subsider 1 bulan penjara.
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU PENYERTAAN TINDAK PIDANA PORNOGRAFI MENURUT UU NO 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI (STUDI PUTUSAN NO. 465/PID.SUS/2014/PN DPS DAN PUTUSAN NO. 466/PID.SUS/2014/PN DPS) Agung Sirait; Syafruddin Hasibuan; Rapiqoh Lubis
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2017)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (400.494 KB)

Abstract

ABSTRAKSI AgungMaruliG.A.Sirait[1] Syafruddin, SH.,MH.,DFM[2] Rafiqoh Lubis,SH.,M.Hum[3]   Pornografi merupakan tindak pidana yang Pemerintah Negara Republik Indonesia sudah lama berusaha untuk memberantasnya. Tindak Pidana Pornografi merupakan salah satu aktivitas kriminal yang berkembang cepat seiring dengan berkembangnya Ilmu dan Pengetahuan terutama teknologi dan informasi, sehingga juga dapat mempengaruhi bagaimana pelaku tindak pidana pornografi melakukan kejahatannya tersebut terutama dalam hal penyertaan, selain itu Tindak Pidana Pornografi ini tidak sesuai dengan ideologi dan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia, terkhusus dalam hal kesusilaannya. Beberapa hal dilakukan oleh Pemerintah Negara Republik Indonesia untuk dapat mencegah dan menegakkan Tindak PidanaPornografi, salah satunya dengan dikeluarkannya UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana pengaturan tentang tindak pidana pornografi menurut Undang-Undang No.44 Tahun 2008 tentang Pornografi.Bagaimana Penyertaan (deelneming) menurut hukum pidana di Indonesia.Bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku penyertaan tindak pidana pornografi bedasarkan Putusan No.465/Pid.Sus/2014/PN Dps dan Putusan No.466/Pid.Sus/ 2014/PN Dps. Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (library researching). Penelitian ini dengan mengumpulkan data sekunder yang diperoleh dari bahan hukum primer seperti menganalisis peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan judul skripsi ini dan bahas hukum sekunder seperti buku-buku, putusan-putusan Pengadilan Negeri, dan dari berbagai majalah, literatur, artikel, Jurnal dan internet yang berkaitan dengan permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini. BerdasarkanpermasalahandiatasmakadapatdisimpulkanbahwaPengaturan tentang tindak pidana pornografi menurut Undang-Undang No.44 Tahun 2008 tentang Pornografi.Penyertaan (deelneming) menurut hukum pidana di Indonesia.Penyertaan diatur dalam Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP, yaitu:pelaku (pleger), yang menyuruhlakukan (doenpleger),  yang turut serta (medepleger), penganjur (uitlokker),dan pembantu/Medeplichtige (Pasal 56). Pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku penyertaan tindak pidana pornografi bedasarkan Putusan No.465/Pid.Sus/2014/PN Dps dan Putusan No.466/Pid.Sus/2014/PN Dps, para Terdakwa dengan pidana penjara selama 6 bulan penjara dan dikenai denda sebesar Rp 250.000.000,- (dua raatus lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar oleh Terdakwa maka diganti dengan pidana penjara selama 15 (lima belas) hari. [1]MahasiswaFakultasHukumUniversitas Sumatera Utara [2]DosenPembimbing I, StafPengajarFakultasHukumUniversitas Sumatera Utara [3]DosenPembimbing II. StafPengajarFakultasHukumUniversitas Sumatera Utara
Pemenuhan Hak Atas Kesehatan Anak Didik Pemasyarakatan (Studi di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas II-A Tanjung Gusta Medan) Devi Ria; Suwarto Suwarto; Rapiqoh Lubis
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2017)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (679.748 KB)

Abstract

ABSTRAK Suwarto* Rafiqoh Lubis** Devi Ria Winanda Sinaga*** Anak Didik Pemasyarakatan merupakan komunitas masyarakat suatu bangsa. Sebagai manusia Anak Didik Pemasyarakatan memiliki hak yang wajib untuk dilindungi dan dihormati serta dijunjung tinggi oleh negara,pemerintah, hukum, dan setiap orang. Anak Didik Pemasyarakatan juga merupakan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa sehingga diperlukan pembinaan terbaik demi kelangsungan hidup,pertumbuhan dan perkembangan fisik,mental dan sosial. Namun kenyataannya saat ini Anak Didik Pemasyarakatan dihadapkan kepada situasi maksimalnya perawatan banyaknya kasus mengenai risiko Anak Didik Pemasyarakatan terinfeksi HIV,IMS serta penyakit menular lainnya yang menyebabkan kesakitan dan kematian serta masalah kelebihan kapasitas menyebabkan kurang maksimalnya perawatan dan pelayanan kesehatan di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Untuk itu, permasalahan yang diajukan dalam skripsi ini yaitu bagaimana perlindungan hak atas kesehatan Anak Didik Pemasyarakatan menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia dan bagaimana pemenuhan hak atas kesehatan Anak Didik Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis empiris untuk mendapatkan data primer, memperoleh keterangan, penjelasan dan data mengenai pemenuhan hak atas kesehatan anak didik pemasyarakatan serta melihat secara langsung bentuk penerapannya di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan. Analisis data yang digunakan adalah metode analisis kualitatif. Demi melindungi hak atas kesehatan anak didik pemasyarakatan, Pemerintah membentuk UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, PP No. 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan serta mengeluarkan Permen Hukum dan HAM Republik Indonesia No. M.HH-01.PK.07.02 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Makanan Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara. Dari hasil penelitian di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan diperoleh kesimpulan bahwa dalam pemenuhan hak atas kesehatan anak didik pemasyarakatan baik fisik maupun mental rohani, Lapas telah mengadakan kegiatan olahraga, pemeriksaan kesehatan, pemberian makan dengan menu yang terdiri dari lauk-pauk serta buah dan snack, menjaga kebersihan lingkungan, serta melaksanakan kegiatan ibadah dan pendidikan keagamaan serta moralitas. Namun pemenuhan hak atas kesehatan anak pidana di dalam Lapas Anak Tanjung Gusta Medan tersebut tidak maksimal karena kelebihan kapasitas yang terjadi serta sarana dan prasarana yang terbatas.
Penjatuhan Sanksi Tindakan Perawatan di Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS) Terhadap Anak yang turut serta melakukan Pembunuhan Berencana (Studi Putusan PN Dompu No. 2/Pid.Sus-Anak/2016/PN.Dpu) Renata Hasibuan; Liza Erwina; Rapiqoh Lubis
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2017)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (656.352 KB)

Abstract

ABSTRAK Renata Tilanda Maharani Hasibuan* Liza Erwina** Rafiqoh Lubis*** Anak merupakan generasi penerus bangsa yang harus dididik dengan sebaik-baiknya agar dapat memberikan masa depan yang baik bagi bangsa dan negara. Namun belakangan ini sering sekali terjadi kejahatan yang dilakukan oleh anak. Anak melakukan suatu kejahatan bahkan yang tergolong serius, seperti pembunuhan berencana sehingga anak akan dijatuhkan sanksi sebagai akibat dari perbuatannya. Hakim-hakim anak di Indonesia masih cenderung memilih untuk menjatuhkan sanksi pidana kepada anak yang melakukan tindak pidana dengan mengenyampingkan keberadaan sanksi tindakan sebagai alternatifnya. Padahal sanksi yang akan dijatuhkan kepada anak dianjurkan tidak merugikan kepentingan dari si anak. Jurnal ini membahas permasalahan mengenai kaitan antara penjatuhan sanksi terhadap anak dengan prinsip perlindungan anak dan pengaturan sanksi tindakan terhadap anak menurut Hukum Pidana di Indonesia.Jurnal ini juga membahas tentang penjatuhan sanksi tindakan terhadap anak yang turut serta melakukan pembunuhan berencana dalam putusan PN Dompu No. 2/Pid.Sus-Anak/2016/PN.Dpu.Penulisan jurnal ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan meneliti bahan-bahan kepustakaan.Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif untuk menjawab permasalahan yang ada dalam skripsi ini. Penjatuhan sanksi terhadap anak yang melakukan tindak pidana harus bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap anak agar tetap dapat melanjutkan kehidupannya.Hakim yang menjatuhkan sanksi harus meneliti dengan sungguh-sungguh faktor penyebab anak melakukan tindak pidana dan memperhatikan kepentingan serta hak-hak anak, sehingga sanksi yang dijatuhkan nanti tidak merugikan anak serta masa depannya, misalnya dengan menjatuhkan sanksi tindakan.Pengaturan sanksi tindakan terhadap anak dimuat dalam Pasal 82 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.Sanksi tindakan merupakan sanksi alternatif yang tidak bersifat nestapa, melainkan bertujuan untuk melindungi dan membina anak agar menjadi pribadi yang lebih baik. Putusan PN. Dompu No.2/Pid.Sus-Anak/2016/PN.Dpu telah memberikan perlindungan terhadap Terdakwa Anak dengan menjatuhkan sanksi tindakan berupa perawatan di LPKS.Dengan sanksi ini, anak diharapkan dapat menyadari kesalahannya dan memperbaki diri menjadi lebih baik agar dapat kembali ke tengah masyarakat untuk menjalani kehidupan secara layak.   * Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. ** Dosen Pembimbing I. *** Dosen Pembimbing II.
PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU PORNOGRAFI ANAK MELALUI MEDIA INTERNET (Studi Putusan No: 2191/PID.B/2014/PN.SBY) Dara Ade Suandi Ade; Edi Yunara; Rapiqoh Lubis
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2017)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (451.955 KB)

Abstract

ABSTRAK Dara Ade Suandi[1] Edy Yunara[2] Rafiqoh Lubis[3]   Pada zaman era globalisasi saat ini, tidak dapat dipungkiri bahwa teknologi informasi dan komunikasi telah dimanfaatkan dalam kehidupan sosial masyarakat saat ini, manfaat teknologi informasi selain memberikan dampak yang positif juga disadari memberi peluang untuk dijadikan sarana melakukan tindakan kejahatan-kejahatan baru, kejahatan baru tersebut di sebut dengan cyber crime. Cyber crime disebut juga dengankejahatan dunia maya yaitu jenis kejahatan yang berkaitan dengan sebuah teknologi informasi tanpa batas Bentuk kejahatan cyber crime yang menjadikan anak sebagai sasaran korbannya merupakan dampak negatif dari perkembangan teknologi komunikasi yang sangat memprihatinkan, sebab hal itu dapat mempengaruhi mental anak hingga kehidupan sosialnya. Salah satu penyalahgunaan internet yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab yang melibatkan anak sebagai korban yaitu pelecehan dan pengeksploitasian seksual akibat dari kejahatan seksual. Rumusan masalah yang akan dibahasa dalam skripsi ini yaitu mengenai bagaimana pengaturan tentang tindak pidana pornografi melalui media internet menurut hukum pidana di Indonesia dan bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku pornografi anak melalui media internet. Penelitian skripsi ini merupakan penelitian hukum normatif yang menggunakan data sekunder yang diperoleh dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Pengaturan tentang tindak pidana pornografi melalui media internet menurut hukum pidana di Indonesia diatur oleh Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang terdapat dalam Pasal 45 ayat (1) yang menyatakan bahwa sertiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3) atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Kasus  dalam  Putusan perkara No.2191/PID.B/2014/PN.SBY dengan terdakwa Tjandra Adi Gunawan Als Recca Hanabishi adalah kasus mengenai pornografi anak melalui media internet dalam putusan tersebut hakim belum tepat dalam menjatuhkan putusan  sebab hakim seharusnya menjatuhkan Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dihubungkan dengan atau Jo Pasal 27 ayat (1) dan dihubungkan pula atau Jo Pasal 52 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elekteronik, karena menyangkut tentang pornografi anak melalui media internet dimana hukumannya ditambah sepertiga maka hukumannya seharusnya menjadi 8 (delapan tahun).     [1]Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara [2]Dosen Pembimbing I [3]Dosen Pembimbing II