Nurmalawaty Nurmalawaty
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Published : 7 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

UPAYA DAN HAMBATAN DALAM MELAKUKAN PENANGGULANGAN KENAKALAN ANAK JALANAN DITINJAU DARI ASPEK KRIMINOLOGI DI MEDAN AMPLAS (STUDI KASUS DI TERMINAL AMPLAS) Ari Ade Bram Manalu; Nurmalawaty Nurmalawaty; Marlina Marlina
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2014)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (268.193 KB)

Abstract

ABSTRAKSI Ari Ade Bram Manalu* Nurmalawaty, S.H., M.Hum** Dr. Marlina S.H., M.Hum*** Kenakalan anak dewasa ini tetap merupakan persoalan yang aktual hampir di semua negara-negara di dunia, termasuk juga Indonesia. Kenakalan anak bukan hanya merupakan gangguan terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat semata-mata, akan tetapi juga merupakan bahaya yang dapat mengancam masa depan masyarakat suatu bangsa. Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana faktor penyebab terbentuknya kenakalan anak jalanan, bagaimana upaya penanggulangan terhadap kenakalan anak jalanan dan bagaimana hambatan dalam melaksanakan penanggulangan terhadap kenakalan anak jalanan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis empiris dengan mengkaji dan menganalisis data primer yaitu dengan cara penelitian ke lapangan dan data sekunder yaitu data arsip yang bersifat publik. Faktor penyebab terbentuknya kenakalan anak jalanan. Para anak jalanan tidak dapat mengikuti alur perkembangan zaman dengan baik. Penyebab menjadi anak jalanan antara lain adalah adanya tekanan yang berlebihan dari orang tua yang menuntut anak untuk berbuat sesuatu tanpa diberi dukungan, rasa frustasi karena dibandingkan dengan anak lain, kurangnya perhatian dari keluarga dan ingin mencoba kehidupan baru. Upaya penanggulangan terhadap kenakalan anak jalanan yaitu upaya pembinaan terhadap anak jalanan bukannya tidak pernah dilakukan. Sejak tahun 1998 telah mencanangkan program rumah singgah. Dimana bagi mereka disediakan rumah penampungan dan pendidikan (Draft Pembinaan Anak Jalanan). Pendekatan yang cenderung represif dan tidak integrative, ditunjang dengan watak dasar anak jalanan yang tidak efektif. Sehingga mendorong anak jalanan tidak betah tinggal di rumah singgah. Selain pemerintah, beberapa LSM juga concern pada masalah ini. Kebanyakan bergerak di bidang pendidikan alternatif bagi anak jalanan. Kendati demikian, dibanding jumlah anak jalanan yang terus meningkat, daya serap LSM yang sangat terbatas sungguh tidak memadai dan hambatan yang ditemukan ketika melakukan penanggulangan anak jalanan tersebut, kejar-kejaran dengan anak jalanan tersebut, ketika ditangkap dan diberi pelatihan sesudah selesai menjalani hukuman anak jalanan tersebut kembali kejalan untuk meminta-minta dan mengemis kembali dan mengelabuhi petugas di lapangan dengan cara bersembunyi di kolong-kolong jembatan serta tidak adanya rumah panti khusus Dinas Sosial Kota Medan, melainkan hanya punya Dinas Sosial Provinsi yaitu Kesejahteraan Sosial. Kata Kunci: Anak Jalanan, Upaya Penanggulangan, Hambatan Penanggulangan. * Mahasiswa Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara **Dosen Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ***Dosen Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
PENGUATAN KEWENANGAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA MICHAEL LAURENSCIUS; Muhammad Hamdan; Nurmalawaty Nurmalawaty
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 1 (2018)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (210.079 KB)

Abstract

PENGUATAN KEWENANGAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ABSTRAK Michael Laurenscius* M. Hamdan** Nurmalawaty **   Keberadaan Saksi dan Korban merupakan hal yang sangat menentukan dalam pengungkapan tindak pidana pada proses peradilan pidana. Oleh karena itu, terhadap Saksi dan Korban diberikan perlindungan pada semua tahap proses peradilan pidana. Ketentuan mengenai subjek hukum yang dilindungi dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan  atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang  Perlindungan Saksi dan Korban diperluas selaras dengan perkembangan hukum di masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, maka permasalahan dalam skripsi ini adalah peraturan-peraturan apakah yang berkaitan dengan kewenangan lembaga perlindungan saksi dan korban (LPSK), bagaimana penguatan kewenangan lembaga perlindungan saksi dan korban (LPSK). Sifat penelitian yang digunakan adalah deskriptif dan jenis penelitian yang dipergunakan adalah penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang menggunakan peraturan perundang-undangan sebagai dasar pemecahan permasalahan yang dikemukakan. Data yang dipergunakan adalah data sekunder dan metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian kepustakaan (Library Research). Analisis data yang digunakan adalah data kualitatif. Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan kewenangan lembaga perlindungan saksi dan korban (LPSK) terdapat dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan  atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang  Perlindungan Saksi dan Korban, Peraturan Lembaga Perlindungan Saksi Dan Korban Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pelayanan Permohonan Perlindungan Pada Lembaga Perlindungan Saksi Dan Korban, dan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi dan Bantuan Kepada Saksi dan Korban. Sebelum LPSK memberikan perlindungannya, saksi dan/atau korban haruslah mengajukan permohonan memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh LPSK, yang terkadang dirasakan berat oleh saksi dan korban untuk melakukannya. Diberikannya jaminan keamanan dan keselamatan bagi saksi dan/atau korban, dapat membuat rasa aman dan nyaman bagi mereka sehingga mereka dapat bersaksi dan memberikan keterangan-keterangan yang dapat membantu apgakum membongkar suatu tindak pidana kejahatan yang terorganisir. Saksi dan/atau korban berhak mendapat perlindungan baik pribadi, keluarga maupun harta bendanya. Saksi dan/atau korban juga bePENGUATAN KEWENANGAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ABSTRAK Michael Laurenscius* M. Hamdan** Nurmalawaty **   Keberadaan Saksi dan Korban merupakan hal yang sangat menentukan dalam pengungkapan tindak pidana pada proses peradilan pidana. Oleh karena itu, terhadap Saksi dan Korban diberikan perlindungan pada semua tahap proses peradilan pidana. Ketentuan mengenai subjek hukum yang dilindungi dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan  atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang  Perlindungan Saksi dan Korban diperluas selaras dengan perkembangan hukum di masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, maka permasalahan dalam skripsi ini adalah peraturan-peraturan apakah yang berkaitan dengan kewenangan lembaga perlindungan saksi dan korban (LPSK), bagaimana penguatan kewenangan lembaga perlindungan saksi dan korban (LPSK). Sifat penelitian yang digunakan adalah deskriptif dan jenis penelitian yang dipergunakan adalah penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang menggunakan peraturan perundang-undangan sebagai dasar pemecahan permasalahan yang dikemukakan. Data yang dipergunakan adalah data sekunder dan metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian kepustakaan (Library Research). Analisis data yang digunakan adalah data kualitatif. Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan kewenangan lembaga perlindungan saksi dan korban (LPSK) terdapat dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan  atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang  Perlindungan Saksi dan Korban, Peraturan Lembaga Perlindungan Saksi Dan Korban Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pelayanan Permohonan Perlindungan Pada Lembaga Perlindungan Saksi Dan Korban, dan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi dan Bantuan Kepada Saksi dan Korban. Sebelum LPSK memberikan perlindungannya, saksi dan/atau korban haruslah mengajukan permohonan memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh LPSK, yang terkadang dirasakan berat oleh saksi dan korban untuk melakukannya. Diberikannya jaminan keamanan dan keselamatan bagi saksi dan/atau korban, dapat membuat rasa aman dan nyaman bagi mereka sehingga mereka dapat bersaksi dan memberikan keterangan-keterangan yang dapat membantu apgakum membongkar suatu tindak pidana kejahatan yang terorganisir. Saksi dan/atau korban berhak mendapat perlindungan baik pribadi, keluarga maupun harta bendanya. Saksi dan/atau korban juga berhak mendapat bantuan medis dan psikologis serta dapat mengajukan restitusi (ganti rugi). Selain hak-hak di atas, para saksi dan/atau korban juga akan didampingi oleh LPSK disetiap pemeriksaan di Kepolisian maupun saat di Pengadilan. Hal ini dilakukan untuk memberikan rasa aman dan nyaman kepada saksi dan/atau korban. Sehingga mereka dapat bersaksi dengan perasaan yang nyaman.   Kata Kunci : Kewenangan, LPSK, Peradilan Pidana *Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara **Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. *** Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utararhak mendapat bantuan medis dan psikologis serta dapat mengajukan restitusi (ganti rugi). Selain hak-hak di atas, para saksi dan/atau korban juga akan didampingi oleh LPSK disetiap pemeriksaan di Kepolisian maupun saat di Pengadilan. Hal ini dilakukan untuk memberikan rasa aman dan nyaman kepada saksi dan/atau korban. Sehingga mereka dapat bersaksi dengan perasaan yang nyaman.   Kata Kunci : Kewenangan, LPSK, Peradilan Pidana *Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara **Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. *** Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
MOTIF KESENGAJAAN DAN PERENCANAAN YANG MENGAKIBATKAN HILANGNYA NYAWA ORANG LAIN (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 777/Pid.B/2016/PN. Jkt.Pst atas nama Terdakwa Jessica Kumala Wongso) Maher Syalal Gultom; Madiasa Ablisar; Nurmalawaty Nurmalawaty
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 1 (2018)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (439.415 KB)

Abstract

MOTIF KESENGAJAAN DAN PERENCANAAN YANG MENGAKIBATKAN HILANGNYA NYAWA ORANG LAIN (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 777/Pid.B/2016/PN. Jkt.Pst atas nama Terdakwa Jessica Kumala Wongso) ABSTRAKSI Maher Syalal H. Gultom* Madiasa Ablizar** Nurmalawaty***   Motif adalah hal yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan atau alasan seseorang untuk melakukan suatu perbuatan. Motif dalam  kaitannya dengan Kejahatan berarti dorongan yang terdapat dalam sikap batin pelaku untuk melakukan kejahatan. Dalam sudut pandang kriminologi, pelaku kejahatan dalam melakukan perbuatan jahatnya selalu disertai dengan motif, selalu ada alasan mengapa pelaku melakukan kejahatan. Penelitian dalam penulisan skripsi ini diarahkan kepada penelitian hukum normatif dengan mengkaji asas-asas hukum dan peraturan perundang-undangan. Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum doctrinal. Penelitian hukum jenis ini mengkonsepsikan hukum sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (Law in books) atau hukum dikonsepsikan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas. Adapun metode penelitian  yang digunakan dalam penulisan skirpsi ini adalah dilaksanakan dengan cara penelitian kepustakaan (library research) atau disebut juga dengan studi dokumen yang meliputi bahan hukum primer, sekunder, tersier agar dapat menjawab setiap permasalahan. Motif seseorang melakukan tindak pidana yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain didasarkan atas faktor internal dan eksternal. Dalam kajian kriminologi, seseorang melakukan tindak pidana didasarkan atas beberapa teori yakni, Teori klasik, Teori neo klasik, Teori kartografi/geografi, Teori sosialis, Teori tipologis, Teori lambroso, Teori mental tester, Teori psikiatrik, Teori sosiologis dan Teori bio sosiologis. Dalam perspektif hukum, kesengajaan dalam hukum pidana merupakan bagian dari kesalahan. Kesengajaan pelaku mempunyai hubungan kejiwaan yang lebih erat terhadap suatu tindakan (yang terlarang) dibanding dengan kealpaan (culpa). Dalam kaitannya terhadap perencanaan, suatu tindak pidana dengan perencanaan harus memenuhi unsur dan syarat suatu perencanaan. Dalam menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana dengan unsur perencanaan dan kesengajaan, keyakinan Hakim amatlah penting. Hakim berhak untuk menerima atau mengesampingkan pendapat dari keterangan ahli  namun haruslah berdasarkan alasan yang tepat, karena dalam mempergunakan kewenangannya hakim harus benar-benar bertanggungjawab demi terwujudnya kebenaran dankepastian hukum.                                            *Mahasiswa Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU **Dosen Pembimbing I, Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU ***Dosen Pembimbing II, Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU
PERAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM ASOSIASI PEREMPUAN INDONESIA UNTUK KEADILAN (APIK) MEDAN DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUAN SEBAGAI KORBAN KDRT Andana Zwari Limbeng; Edy Yunara; Nurmalawaty Nurmalawaty
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 2 (2018)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (437.529 KB)

Abstract

ABSTRAKSI Andana Zwari Limbeng[1]) Edy Yunara **) Nurmalawaty ***) Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) merupakan suatu masalah yang sangat khas karena kekerasan dalam rumah tangga terjadi pada semua lapisan masyarakat mulai dari masyarakat berstatus sosial rendah sampai masyarakat berstatus sosial tinggi. Peran Lembaga Bantuan Hukum Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan Sebagai Korban KDRT (Studi Di LBH APIK MEDAN) berupaya untuk  mengetahui keterangan bagaimana peran aktif Lembaga Bantuan Hukum untuk memberikan perlindungan kepada para wanita khususnya korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga. LBH APIK secara penuh memberikan bantuan baik dari awal hingga sampai pada proses pengadilan dan putusan di jatuhkan. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah : Pertama, Bagaimana ruang lingkup Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan pengaturan hukumnya di dalam UU No 23 Tahun 2004. Kedua, Bagaimana peranan Lembaga Bantuan Hukum dalam sistem peradilan hukum di Indonesia. Ketiga, Bagaimana upaya Lembaga Bantuan Hukum APIK dalam mengatasi kendala yang dihadapi dalam memberikan perlindungan kepada perempuan sebagai korban KDRT. Penelitian yang dilakukan penulis menggunakan tipe/jenis penelitian eksploratis yaitu penelitian yang dilakukan untuk memperoleh keterangan, penjelasan dan data mengenai Peran Lembaga Bantuan Hukum Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan Sebagai Korban KDRT (Studi Di LBH APIK MEDAN). KDRT mencakup seluruh pihak yang berada di dalam lingkungan suatu rumah tangga, akan tetapi wanita lebih sering mendapatkan masalah KDRT. Maka dari itu LBH APIK memberikan perlindungan hukum terhadap para wanita sebagai upaya untuk menegakkan keadilan kepada wanita sesuai dengan UU no 23 Tahun 2004 tentang PKDRT. LBH APIK melakukan upaya-upaya untuk mengatasi kendala yang ada, diantaranya dengan melakukan pendekatan kepada setiap mitra yang datang. Pemberian kata mitra juga merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh LBH Apik agar lebih mendekatkan diri kepada klien-klien mereka. Karena dengan kata mitra mereka beranggapan akan lebih terjalin hubungan yang lebih akrab sehingga membuat si korban KDRT lebih bisa terbuka dalam menceritakan masalahnya.   * ) Andana Zwari Limbeng, Mahasiswa Fakultas Hukum USU **) Dr. Edy Yunara, S.H., M.Hum, Dosen Pembimbing I ***)Nurmalawaty, S.H., M.Hum, Dosen Pembimbing II
UPAYA YANG DILAKUKAN OLEH PENYIDIK DALAM PENANGANAN KASUS KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI POLDA SUMUT DILIHAT DARI PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NO.23 TAHUN 2004 Joshua Pangestu; Liza Erwina; Nurmalawaty Nurmalawaty
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 4 (2018)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (543.58 KB)

Abstract

ABSTRAK Joshua Pangestu* Liza Erwina ** Nurmalawaty *** Skripsi ini mengenai tentang bagaimana upaya seorang penyidik dalam penanganan kasus kekerasan yang terjadi di dalam ruang lingkup keluarga. Dalam rangka penanganan terhadap kekerasan yang kerab sekali terjadi di dalam ruang lingkup keluarga ini, terdapat aturan perundang-undangan untuk dapat menjadi payung hukum dan sumber keadilan bagi masyarakat dalam menjalani kehidupannya sehari-hari. Adapun Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian hukum deskriptif dan normative, yaitu penelitian yang mempelajari berbagai aturan-aturan hukum maupun norma hukum. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder yang diperoleh dari berbagai literature dan peraturan yang berkaitan dengan permasalahan di dalam skripsi. Dengan lahirnya Undang-undang No 23 Tahun 2004 membuat masyarakat semakin antusias untuk melaporkan suatu tindak pidana kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga. Undang-undang No 23 Tahun 2004 ini juga mempermudah masyarakat untuk mendapatkan penanganan dari pihak kepolisian maupun pelayan public lainnya yang sesuai dengan harkat martabat manusia. Pihak kepolisian sebagai pelayan publik menjadi sorotan utama dalam undang-undang KDRT, karena itu kepolisian membentuk suatu tim yang dinamakan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak yang saat ini sudah ada di setiap kantor kepolisian baik itu berdasarkan provinsi,kota,maupun resort. Untuk daerah Sumatera Utara, Polda Sumatera Utara telah menambah personil mereka yaitu teruntuk khusus kepada polisi wanita menempati posisi lebih dominan dalam melakukan penanganan terhadap kasus kekerasan dalam rumah tangga ini. Dengan argumentasi oleh Polda Sumatera Utara bahwa Polwan dapat lebih sabar dalam menangani kasus KDRT yang semakin meningkat setiap tahunnya. Karena itu Penyidik Polda Sumatera Utara ketika menangani kasus kekerasan dalam rumah tangga ini, akan selalu diupayakan dengan cara Mediasi, dengan harapan agar para korban dan pelaku dapat kembali rujuk dan membangun sebuah keluarga yang lebih harmonis,dan bahagia tanpa harus melalui jalur Persidangan yang akan membawa dampak lebih buruk terhadap keutuhan sebuah keluarga.       *MahasiswaDepartemenHukumPidanaFakultasHukumUniversitas Sumatera Utara ** Pembimbing I, StafPengajarDepartemenPidanaFakultasHukumUniversitas SumateraUtara ***Pembimbing II, StafPengajarDepartemenPidanaFakultasHukumUniversitas Sumatera Utara            
Institutional Function Regional Finances In Managing Regional Assets In Indonesia Nurmalawaty Nurmalawaty
NOMOI Law Review Vol 1, No 1 (2020): May Edition
Publisher : NOMOI Law Review

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30596/nomoi.v1i1.4303

Abstract

Regional autonomy as the beginning of decentralization has the urgency to be implemented for the progress of the State. Regional financial institutions often occur collusion triangles with regional heads so that they do not guarantee the implementation of good regional government because of the management of sub-optimal regional assets. The need for maximizing the functions of regional institutions so that regional assets can be managed for regional progress evenly. The absence of special regulations regarding the management of regional finance is a problem because it still uses state financial laws so that the recommendations that the authors recommend in the form of optimizing regional financial institutions in managing regional assets and the existence of special regulations that regulate in detail the management of regional assets. The method used in this study is a normative juridical legal research method.Keywords: Institutional Function, Regional Finances, Regional Assets
Fungsi Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika ( Studi Pada Kasus Pengadilan Negeri Medan) Nurmalawaty Nurmalawaty
DE LEGA LATA: JURNAL ILMU HUKUM Vol 3, No 1 (2018): Januari - Juni
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (296.042 KB) | DOI: 10.30596/dll.v3i1.3148

Abstract

Narcotics crime in Indonesia is still something urgent and complex. From the disclosure of narcotics crime cases which increasingly have various patterns and distribution networks, narcotics abuse also increases significantly both in terms of quantity and quality. Law Number 35 of 2009 concerning Narcotics is a criminal law policy which regulates acts and criminal sanctions that can be imposed on the perpetrators. The many cases of narcotics crimes whose perpetrators were sentenced, did not affect the decrease in crime rates. Even what happens to narcotics prisoners who are undergoing prison sentences are still able to control the circulation of narcotics from prison. This research focuses on judicial study, to find out how the implementation of judicial policies in deciding cases of Narcotics Crimes in the Medan District Court. This type of research is normative juridical research in a judicial policy order with a descriptive approach. The application of criminal sanctions with imprisonment and fines for narcotics crimes have not yet reached the goal of criminal prosecution, this can be seen from the lightness of court decisions and the existence of criminal disparities from court decisions against narcotics offenders.