Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

Molecular Genotyping of HBV by using Nested PCR-RFLP among Hepatitis B Patients in Daerah Istimewa Yogyakarta Province and Surrounding Area Aris Haryanto; Nenny Sri Mulyani; Titis Widowati; Nastiti Wijayanti; Purnomo Hadi
Indonesian Journal of Biotechnology Vol 13, No 2 (2008)
Publisher : Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (233.942 KB) | DOI: 10.22146/ijbiotech.7801

Abstract

Hepatitis B virus (HBV) can be classified into 8 genotypes, genotype A to H. Genotype of HBV is important for clinical and etiological investigations. Research for HBV genotyping, HBV transmission study using nested PCR and HBV genotyping based on RFLP using restriction enzymes have been reported. However, both of those methods have been not applied for HBV genotyping study among hepatitis B patients in endemic area, like Indonesia yet. Molecular genotyping of HBV will describe epidemiology, pathogenesis and clinical implication of HBV. Combination of nested PCR and RFLP (nested PCR-RFLP) method to determine HBV genotype in Indonesia is still less information. The objectives of study were to develop a system for HBV genotyping by nested PCR combined with RFLP (nested PCR-RFLP) method based on nucleotide sequence of surface protein encoding</div><div>gene (S gene) in HBV genome and to confirm HBV genotypes which predominantly found among hepatitis B patients in Daerah Istimewa Yogyakarta Province and surrounding area. Total of 149 sera from chronic hepatitis B patients from Daerah Istimewa Yogyakarta and surrounding areas were collected for in this work. Viral DNA were extracted from sera of hepatitis B patients and used as template for first round nested PCR amplification using outer primers set. Amplicons of first round PCR were used as template for second round amplification using inner primers set. Then, amplicons of second round nested PCR were restriction digested by Sty I and Bsr I enzymes. For HBV genotyping then the restriction products were analyzed by RFLP based on restriction pattern. Results showed that the first round nested PCR amplification generated DNA fragments of whole S gene in length 1.233 bp, and in second round nested PCR amplification using inner primer set generated DNA fragments 585 bp in length. Genotype analysis for all samples using nested PCR-RFLP methods by restriction digested of Sty I and Bsr I enzymes found only 2 HBV genotypes among hepatitis B patients, namely genotype B and C. Quantification</div><div>data showed that most of hepatitis B patients found infected by HBV genotype B (92,8%), genotype C (3,6%) and unidentified genotype (3,6%). Nested PCR-RFLP methods for HBV genotyping is simple and inexpensive for clinical diagnostic in large scale.
PERBANDINGAN EFEKTIVITAS AIR PERASAN JERUK NIPIS (CITRUS AURANTIFOLIA SWINGLE) DENGAN KETOKONAZOL 2% SEBAGAI ANTIJAMUR MALASSEZIA FURFUR SECARA IN VITRO Yosia Iskandar; Budhi Surastri Soejoto; Purnomo Hadi
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 6, No 2 (2017): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (310.845 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v6i2.18651

Abstract

Latar belakang: Malassezia furfur adalah salah satu jamur yang menjadi penyebab penyakit-penyakit yang tersebar di seluruh dunia. Ketokonazol 2% merupakan salah satu obat imidazol antifungal sintetik yang ditetapkan untuk penyakit infeksi kulit termasuk penyakit dengan penyebab Malassezia furfur.  Air perasan jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle) memiliki kandungan limonen yang sudah diteliti sebelumnya memiliki efek penghambatan pertumbuhan pada Malassezia furfur. Tujuan: Mengetahui perbandingan efektivitas air perasan jeruk nipis dengan ketokonazol 2% sebagai antijamur Malassezia furfur secara in vitro.Metode: Penelitian ini adalah eksperimental dengan Post test  only  control group design. Sampel penelitian adalah biakan jamur Malassezia furfur pada media Sabouraud Dextrose Agar olive oil dengan jumlah sampel 5 untuk setiap perlakuan. Terdapat 8 kelompok perlakuan dan 2 kelompok kontrol. Pertumbuhan koloni Malassezia furfur dinilai selama 2-5 hari setelah  penanaman pada suhu 25°C dilanjutkan pemeriksaan mikroskopik. Hasil data penelitian dilakukan uji hipotesis penelitian dengan uji Kruskal-Wallis dan dilanjutkan uji Mann-Whitney.Hasil: Uji Kruskal-Wallis seluruh perlakuan didapatkan p=0,00. Dari uji Mann-Whitney didapatkan perbedaan tidak bermakna antara perlakuan ketokonazol dengan air perasan jeruk nipis 100% (p=1,00) dan perbedaan bermakna antara ketokonazol 2% dengan air perasan jeruk nipis konsentrasi yang lain (p=0,008)Kesimpulan: Air perasan jeruk nipis (konsentrasi 100%) dan ketokonazol memiliki efek sebagai antijamur Malassezia furfur yang setara.
FAKTOR RISIKO KOLONISASI STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO Gaza Muhammad Anjartama; Purnomo Hadi; Helmia Farida
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 6, No 3 (2017): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (298.591 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v6i3.18390

Abstract

Latar Belakang: Staphylococcus aureus adalah organisme komensal di manusia. Paling banyak berada di nares anterior. Mahasiswa fakultas kedokteran merupakan salah satu kelompok yang rentan terhadap kolonisasi S aureus. Penelitian ini bertujuan untuk mencari faktor risiko kolonisasi S. aureus pada mahasiswa fakultas kedokteran Universitas Diponegoro.Metode: Desain penelitian ini adalah observasional dengan pendekatan cross-sectional. Sebanyak 50 mahasiswa mengisi kuesioner dan swab hidung. Identifikasi koloni S. aureus dilakukan di laboratorium mikrobiologi. Data diolah menggunakan uji chi-square kemudian dilakukan uji regresi logistic.Hasil: Prevalensi kolonisasi S. aureus dalam penelitian ini adalah 32%. Tempat tinggal bukan kost merupakan faktor risiko kolonisasi S. aureus pada mahasiswa fakultas kedokteran Universitas Diponegoro (p = 0,012). Sedangkan usia (p = 0,159), jenis kelamin (p = 0,057), frekuensi membersihkan tempat tinggal (p = 0,824), kepadatan tempat tinggal (p = 0,362), kebiasaan mencuci tangan (p = 0,320) dan kebiasaan mengorek hidung (p = 0,398) tidak berpengaruh terhadap kolonisasi S. aureus pada mahasiswa fakultas kedokteran Universitas Diponegoro.Simpulan: Prevalensi S, aureus pada mahasiswa fakultas kedokteran Universitas Diponegoro dalam penelitian ini sebesar 32%. Faktor tempat tinggal bukan kost merupakan faktor risiko kolonisasi S. aureus pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, sedangkan usia, jenis kelamin, kebiasaan mencuci tangan, kebiasaan mengorek hidung, kepadatan tempat tinggal, dan frekuensi membersihkan tempat tinggal tidak memiliki kemaknaan terhadap kolonisasi S. aureus pada mahasiswa fakultas kedokteran Universitas Diponegoro.
EFEKTIVITAS MINYAK ATSIRI DAUN KEMANGI (OCIMUM BASILICUM) SEBAGAI ANTISEPTIK UNTUK HIGIENE TANGAN Amalia An Nidha; Purnomo Hadi; Helmia Farida
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 6, No 2 (2017): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (365.008 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v6i2.18540

Abstract

Latar Belakang: Tangan yang bersih merupakan salah satu faktor paling penting dalam pencegahan penyebaran penyakit karena cuci tangan dapat menurunkan jumlah kuman pada telapak tangan. Oleh karena itu, higiene tangan tidak hanya menjaga tubuh tetap sehat tetapi juga memutus rantai penyebaran penyakit. Minyak atsiri daun kemangi memiliki kandungan utama linalool yang berpotensi sebagai antibakteri dan termasuk golongan turunan senyawa fenol yang bekerja merusak membran sel.Tujuan: Menguji efektivitas minyak atsiri daun kemangi (Ocimum basilicum) sebagai antiseptik untuk higiene tangan.Metode: Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental dengan rancangan pre test and post test control group design. Penelitian ini menggunakan 5 kelompok, yaitu 3 kelompok eksperimental, 1 kontrol positif, dan 1 kontrol negatif. Penelitian dilakukan dengan menghitung penurunan jumlah bakteri dari pre test dan post test kemudian membandingkan dengan kontrol.Hasil: Setelah dilakukan uji hipotesis didapatkan adanya perbedaan bermakna dalam prosentase penurunan jumlah bakteri antara minyak atsiri pada semua konsentrasi yang diuji dengan kontrol negatif (alcohol handrub) yaitu p=0,008 (0,5% v/v), p=0,005 (0,25% v/v), dan p=0,005 (0,125% v/v). Sedangkan perbedaan tidak bermakna (p=>0,05) ditunjukkan pada prosentase penurunan bakteri antara kontrol positif dengan semua konsentrasi minyak atsiri dan antara setiap peningkatan konsentrasi yang diuji.Kesimpulan: Efektivitas minyak atsiri daun kemangi sampai dengan konsentrasi 0,5% v/v sebagai antiseptik untuk higiene tangan tidak memiliki aktivitas antibakteri sebaik alcohol handrub dalam mengurangi jumlah bakteri di tangan. Peningkatan konsentrasi minyak atsiri yang lebih tinggi sampai dengan 0,5% v/v tidak memberikan efek yang lebih baik dalam mengurangi jumlah bakteri di tangan.
UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KEMANGI (OCIMUM SANCTUM L.) DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN NEISSERIA GONORRHOEAE SECARA IN VITRO Tiffanny Nur Shabrina; Widyawati Widyawati; Purnomo Hadi
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 6, No 2 (2017): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (409.27 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v6i2.18642

Abstract

Latar belakang: Angka resistensi antibiotik dalam pengobatan penyakit gonore semakin meningkat. Hal itu mengharuskan paramedis untuk mencari pengobatan alternatif baru untuk pengobatan gonore. Salah satu alternatif yang dapat digunakan adalah tanaman obat atau herbal. Daun kemangi (Ocimum sanctum L.) memiliki efek antimikroba yang berpotensi menjadi alternatif pengobatan gonore.Tujuan: Mengetahui efektivitas ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum L.) dalam menghambat pertumbuhan Neisseria gonorrhoeae secara in vitroMetode: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan post-test only control group design. Sampel adalah biakan bakteri Neisseria gonorrhoeae yang didapatkan dari hasil swab endoserviks penderita yang dikonfirmasi melalui pengecatan gram, tes oksidase, uji gula-gula, dan kultur pada media Thayer-Martin (TM). Biakan bakteri kemudian ditanam di media kontrol positif (K1), kontrol negatif (K2), media TM yang mengandung ekstrak daun kemangi konsentrasi 60% (P1), konsentrasi 80% (P2), dan konsentrasi 100% (P3). Masing-masing kelompok penelitian terdiri dari 15 sampel. Uji hipotesis menggunakan uji Chi-Square.Hasil: Analisis perbandingan kelompok perlakuan terhadap acuan kontrol positif (K1), didapatkan P1 tidak memiliki perbedaan bermakna (p=0,224), sedangkan P2 dan P3 keduanya memiliki perbedaan bermakna (p=0,000) terhadap K1 dalam menghambat pertumbuhan Neisseria gonorrhoeae.Simpulan: Ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum L.) memiliki efektivitas dalam menghambat pertumbuhan Neisseria gonorrhoeae secara in vitro pada konsentrasi 80% dan 100% dengan konsentrasi paling efektif yaitu 80%
PERBANDINGAN PERTUMBUHAN STREPTOCOCCUS PNEUMONIAE PADA MEDIA AGAR DARAH DOMBA DENGAN AGAR DARAH MANUSIA PENGARUH PREINKUBASI DALAM SUPLEMENTED TODD HEWITT BROTH (STHB) Nabila Fawzia; Purnomo Hadi; Helmia Farida
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 7, No 2 (2018): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (466.195 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v7i2.20720

Abstract

Latar Belakang Agar darah yang umum digunakan saat ini dan menjadi standar adalah dengan agar darah domba (ADD) sebagai media selektif untuk kultur Streptococcus pneumoniae. Namun di negara berkembang, penggunaan agar darah domba kurang ekonomis. ADM terdapat kekurangan dalam menumbuhkan bakteri karena adanya perbedaan morfologi dan komposisi darah. Penambahan prosedur kultur dengan preinkubasi dalam STHB (Suplemented Todd Hewitt Broth) diharapkan dapat meningkatkan jumlah bakteri yang tumbuh pada media kulturTujuan Menguji efektifitas ADMG dan preinkubasi dalam STHB sebagai media untuk menumbuhkan Streptococcus pneumoniae dibandingkan dengan ADDG. Metode Penelitian ini menggunakan desain true experimental-post test only. Sampel penelitian adalah 16 swab nasofaring dari subjek sehat yang disimpan dalam media STGG pada temperatur -80OC (n=16). Pengamatan meliputi kuantitas koloni,diameter koloni,diameter zona hemolisis,dan karakteristik koloni. Uji yang digunakan adalah uji Student –T atau uji Mann Whitney dan uji Chi Square. Hasil Pada penelitian didapatkan perbedaan namun tidak bermakna pada kuantitas koloni (p=0,590; 0,590; 0,590), diameter koloni (p=0,985;0,809;0,985), dan karakteristik koloni (p=0,446; 1,000; 1,000). Pada diameter zona hemolisis ditemukan perbedaan bermakna antar kedua media (p=0,014;0,002;0,002).Kesimpulan Pertumbuhan S.pneumoniae pada Media Agar Darah Manusia dan Preinkubasi dalam STHB tidak lebih baik dibandingkan pada Media Agar Darah Domba.
KEPATUHAN CUCI TANGAN PETUGAS RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT NASIONAL DIPONEGORO SEMARANG Rahma Athifah Amelia; Winarto Winarto; Purnomo Hadi; Endang Sri Lestari
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 9, No 3 (2020): DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL ( Jurnal Kedokteran Diponegoro )
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (467.495 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v9i3.27512

Abstract

Latar belakang : Cuci tangan merupakan tindakan efektif untuk mencegah transmisi patogen dari petugas medis ke pasien maupun sebaliknya, untuk pencegahan infeksi nosokomial, namun tidak fokus pada kegiatan cuci tangannya saja, tetapi juga tingkat kepatuhan pelaksanaan cuci tangan itu sendiri. Perlu dilakukan penelitian tentang tingkat kepatuhan pelaksanaan cuci tangan tersebut. Tujuan : Mengetahui kepatuhan cuci tangan petugas rawat inap Rumah Sakit Nasional Diponegoro Semarang. Metode :  Desain penelitian ini adalah cross sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah petugas rawat inap di ruang Lavender, Chrysant, Gladiol, dan ICU. Penelitian dilakukan selama periode Mei-Juni 2018. Alat yang digunakan adalah lembar observasi indikasi 5 momen WHO dan lembar kuesioner menilai karakteristik sampel. Data yang didapatkan dianalisa menggunakan analisa univariat. Hasil : Dari 441 indikasi 5 momen cuci tangan didapatkan kepatuhan cuci tangan sebanyak 221 (50.1%). Ruang dengan kepatuhan tertinggi adalah Lavender (84.1%) diikuti ruang ICU (60.9%), ruang Chrysant (42.9%), dan ruang Galdiol (36.8%). Profesi dengan kepatuhan tertinggi adalah dokter (60%). Pendidikan terakhir terbanyak adalah D3 (40.5%). Sebanyak 72.6% petugas rawat inap sudah bekerja selama 1-4 tahun. Beberapa faktor potensial yang berpengaruh terhadap angka kepatuhan cuci tangan adalah pengetahuan, persepsi tentang pentingnya cuci tangan, keuntungan cuci tangan, hambatan cuci tangan, motivasi cuci tangan dan sikap. Simpulan : Kepatuhan cuci tangan petugas rawat inap Rumah sakit Nasional Diponegoro Semarang adalah 50.1%.
KUALITAS BAKTERIOLOGI PERALATAN MASAK DAN MAKAN DI RUMAH SAKIT NASIONAL DIPONEGORO Averina Sutoko; Rebriarina Hapsari; Purnomo Hadi
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 8, No 4 (2019): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (378.807 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v8i4.25777

Abstract

Latar Belakang: Salah satu metode penularan mikroorganisme dari sumber infeksi ke penjamu ialah melalui vehikulum (makanan, minuman). Higiene dapur memiliki peran penting dalam proses terjadinya intoksikasi dan atau penularan infeksi gastrointestinal. Pertumbuhan bakteri yang  mengontaminasi makanan tidak hanya menyebabkan penurunan kualitas dari produk makanan tersebut namun juga dapat menyebabkan penyakit terutama pada pasien immunocompromised. Tujuan: Mengkaji jumlah koloni kuman aerob mesofilik dalam CFU/cm2 dengan  membandingkan peralatan penyaji dan pengolah makanan serta mengidentifikasi keberadaan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli pada peralatan masak dan makan di RSND. Metode: Sampel diambil dengan menggunakan swab steril yang telah dibasahi dengan NaCl 0,9% steril kemudian swab permukaan peralatan masak dan makan yang selanjutnya diguratkan merata pada media blood agar dan MacConkey agar. Identifikasi Staphylococcus aureus dilihat dari pengecatan Gram serta test katalase dan koagulase. Identifikasi Escherichia coli dilihat dari pertumbuhan pada media MacConkey agar dan tes Indol. Hasil: Koloni kuman tumbuh bervariasi dengan urutan yang paling banyak setelah penggiling daging yaitu talenan, mangkuk, blender, garpu, piring, dan sendok. Jumlah koloni kuman yang paling sedikit ditemukan pada gelas. Dengan uji Mann Whitney menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna jumlah koloni kuman pada jenis peralatan masak dan makan (p<0,001) serta perbedaan bermakna pada jumlah koloni kuman peralatan penyajian dan peralatan pengolahan makanan (p=0,004). Tidak ditemukan pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli pada seluruh sampel peralatan masak dan makan yang diambil di RSND. Kesimpulan: Jumlah koloni kuman paling banyak ditemukan pada penggiling daging dan telenan, serta paling sedikit pada gelas. Peralatan pengolahan makanan memiliki jumlah koloni kuman yang lebih banyak dibandingkan dengan peralatan penyajian makanan. Staphylococcus aureus dan Escherichia coli tidak ditemukan pada peralatan masak dan makan di RSND.Kata kunci: Kualitas bakteriologi, peralatan masak dan makan, jumlah koloni kuman, Staphylococcus aureus, Escherichia coli
UJI BEDA SENSITIVITAS BAKTERI NEISSERIA GONORRHOEAE TERHADAP LEVOFLOKSASIN DAN KANAMISIN SECARA IN VITRO Lydia Eryna Triastuti; Muslimin Muslimin; Purnomo Hadi
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 6, No 2 (2017): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (458.946 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v6i2.18595

Abstract

Latar belakang : Gonore adalah infeksi menular seksual yang disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae. Kasus resistensi antibiotik yang menjadi pilihan untuk pengobatan gonore saat ini kian meningkat. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat resistensi bakteri  Neisseria gonorrhoeae adalah dengan melakukan uji sensitivitas antibiotik. Obat lini pertama yang saat ini digunakan adalah levofloksasin, namun pendataan mengenai efektivitas antibiotik ini masih sangat kurang. Kanamisin merupakan pilihan obat lain yang dapat digunakan untuk pengobatan gonore.Tujuan : Menilai perbedaan sensitivitas levofloksasin dan kanamisin terhadap bakteri Neisseria gonorrhoeae secara in vitro.Metode : Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan rancangan cross sectional design. Sampel  adalah 14  biakan  bakteri Neisseria gonorrhoeae yang  didapatkan  dari  hasil  swab  endoserviks  penderita  yang dikonfirmasi melalui pengecatan gram, tes oksidase, uji fermentasi, dan kultur pada media Thayer-Martin (TM).  Biakan  bakteri  kemudian  diinokulasikan pada media Mueller Hinton-Thayer Martin untuk dilakukan uji sensitivitas antibiotik dimana pembacaan hasil uji tersebut adalah dengan mengukur diameter zona hambat yang terbentuk. Uji statistik menggunakan fisher’s exact test.Hasil : Jumlah sampel yang sensitif terhadap levofloksasin 0 (0%) sampel dan yang resisten sebesar 14 (100%) sampel. Sedangkan untuk kanamisin, jumlah sampel yang sensitif 6 (42.86%) sampel dan yang resisten 8 (57.14%) sampel.Kesimpulan : Terdapat perbedaan bermakna sensitivitas bakteri Neisseria gonorrhoeae terhadap levofloksasin dan kanamisin secara in vitro, dimana kanamisin tingkat sensitivitasnya lebih baik daripada levofloksasin.
PERBANDINGAN PERTUMBUHAN STREPTOCOCCUS PNEUMONIAE PADA MEDIA AGAR DARAH DOMBA MENGGUNAKAN TRYPTICASE SOY AGAR DENGAN COLUMBIA AGAR Afina Maulidyna; Purnomo Hadi; Helmia Farida
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 7, No 2 (2018): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (481.109 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v7i2.21196

Abstract

Latar Belakang: Columbia agar dengan suplementasi darah domba merupakan agar yang banyak digunakan sebagai media kultur S. pneumoniae. Namun kegagalan untuk menumbuhkan S. pneumoniae masih sering terjadi, karena bakteri ini hanya dapat tumbuh di lingkungan dan dengan nutrisi tertentu. Pada penelitian ini diharapkan penggunaan agar darah domba dengan Trypticase Soy Agar (TSA) dapat meningkatkan sensitivitas kultur S. pneumoniae dari spesimen klinis.Tujuan: Membandingkan pertumbuhan S. pneumoniae dari spesimen klinis yang ditanam pada media agar darah domba dengan jenis agar yang berbeda. Metode: Penelitian ini menggunakan desain true experimental-post test only. Sampel penelitian adalah 16 swab nasofaring dari subjek sehat yang disimpan dalam media Skim milk, Tryptone, Glucose, and Glycerin (STGG) pada suhu -80°C (n=16). Sampel ditanam pada media ADDG-COL dan ADDG-TSA dan dilakukan pengamatan pada 18, 24, dan 48 jam setelah inkubasi meliputi kuantitas koloni, diameter koloni, diameter zona hemolisis, dan karakteristik koloni. Uji hipotesis yang digunakan adalah uji Student –T (skala numerik, distribusi normal) atau uji Mann Whitney (skala numerik, distribusi tidak normal) dan uji Chi Square (skala nominal dan ordinal).Hasil: Pada penelitian didapatkan perbedaan namun tidak bermakna pada kuantitas koloni (p=0,238; 0,238; 0,238), diameter koloni (p=0,985; 0,497; 0,939), diameter zona hemolisis (p=0,275; 0,104; 0,109) dan karakteristik (p=0,654; 1,000; 0,685).Kesimpulan Pertumbuhan S. pneumoniae pada media agar darah domba dengan TSA tidak lebih baik dibandingkan dengan pada media agar darah domba dengan Columbia agar.