Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : Buletin Penelitian Kesehatan

Analisis Spasial Karakteristik Habitat Perkembangbiakan Anopheles Spp di Desa Lifuleo Kecamatan Kupang Barat Hanani Melangwala Laumalay; Tri Baskoro Tunggul Satoto; Anis Fuad
Buletin Penelitian Kesehatan Vol 47 No 3 (2019)
Publisher : Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (459.451 KB) | DOI: 10.22435/bpk.v47i3.1451

Abstract

Anopheles barbirostris and Anopheles subpictus are the primary vectors of malaria in East Nusa Tenggara. Anopheles mosquitoes generally breed at similar environment, including water streams, irrigation passages, water containers, paddy fields, impermanent ponds, water puddles, marsh, and brackish water. Modelling and spatial analysis play a role in identifying factors associated with potential breeding places for Anopheles mosquitoes, hence comprehension of breeding place characteristics and effective malaria control. The cross-sectional study used an observational-analytic approach. Study samples were identified larvae and breeding places of Anopheles spp. in Lifuleo village in West Kupang. We measured water salinity and pH, and we recorded coordinates of breeding places. Data analysis was performed by using Moran I index and spatial error model to identify factors associated with potential breeding places for Anopheles mosquitoes. Anopheles species found were An. barbirostris, An. subpictus, An. vagus, An. vagus var limosus, and An. indefinitus. All identified Anopheles larvae were found in brackish water, and in breeding places with high water salinity, with An. subpictus being able to survive the highest salinity (48‰). Univariate analysis demonstrated Io value of 0.00926, coefficient constant of 0.693868, and probability of 0.02252. The presence of Anopheles spp. was associated with breeding place habitat, daytime feeding, and presence of vegetations surrounding breeding places. Keywords: Anopheles spp, Lifuleo village, habitat characteristics, spatial. Abstrak Anopheles barbirostris dan Anopheles subpictus merupakan vektor primer malaria di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Spesies Anopheles mempunyai habitat perkembangbiakan yang tidak sama yaitu aliran air, batas tangki, saluran irigiasi, sawah, kolam sementara, genangan air dekat pantai, genangan air di sungai, mata air, kolam ikan terlantar, rawa dan genangan air payau. Pemodelan dan analisis spasial dapat menjelaskan faktor-faktor yang memengaruhi habitat perkembangbiakan potensial bagi jentik Anopheles spp. Pengendalian malaria akan efektif apabila pengetahuan tentang karakteristik habitat perkembangbiakan dipelajari secara komprehensif. Metode penelitian menggunakan observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian adalah seluruh habitat perkembangbiakan dan jentik Anopheles spp di Desa Lifuleo, Kecamatan Kupang Barat. Jentik diambil menggunakan pipet, kadar garam diukur menggunakan refractometer, pH diukur menggunakan pH meter dan koordinat diambil menggunakan aplikasi Avenza Maps yang terinstal pada Hand Phone android. Analisis data menggunakan Indeks Moran I dan Spatial Error Model untuk mencari faktor-faktor yang memengaruhi keberadaan jentik Anopheles spp. Spesies Anopheles yang ditemukan diantaranya; An. barbirostris, An. subpictus, An. vagus, An. vagus var limosus, dan An. indefinitus. Seluruh spesies Anopheles hidup pada habitat yang mengandung kadar garam tetapi An. subpictus mampu beradaptasi pada kadar garam tertinggi (48‰). Analisis univariat diperoleh Io sebesar 0.00926. Nilai Coefficient Constant sebesar 0,693868 dengan probability sebesar 0,02252. Spesies Anopheles yang hidup pada air payau yaitu An. barbirostris, An. subpictus, An. indefinitus, An. vagus, An. vagus varietas limosus. Keberadaan jentik Anopheles spp dipengaruhi oleh tipe habitat perkembangbiakan, Anopheles mengisap siang hari, dan adanya tanaman di habitat perkembangbiakan. Kata kunci: Anopheles spp, Desa Lifuleo, karakteristik habitat, spasial
Distribusi Kasus Demam Berdarah Dengue dan Habitat Perkembangbiakan Nyamuk Aedes aegypti serta Indeks Pupa pada Daerah Endemis dan Non Endemis di Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur Ruben Wadu Wila; Tri Baskoro Tunggul Satoto; Mujiyanto Mujiyanto
Buletin Penelitian Kesehatan Vol 48 No 3 (2020)
Publisher : Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/bpk.v48i3.2900

Abstract

Abstract Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) in Indonesia has spread in 34 provinces and 463 districts/cities. The Incidence Rate (IR) of DHF in East Sumba Regency in 2016 was 28.84 and 2017 increased to 55.28/100,000 population. The descriptive research was to describe the pattern of the spread of DHF cases and the habitat for the proliferation of DHF vectors and index pupae in the DHF endemic and non-endemic areas.The results showed that the Nearest Neighbor Ratio value in endemic areas was 0.292003 and in non-endemic areas was 0.718375. Moreover, the house pupae index was 53.3% and 41.0%, respectively The number of pupae/houses in endemic areas was 16.9 pupae/house, and in non-endemic areas was 11.9 pupae per house. The average pupae in each container in endemic areas were 3.6 pupae/container and sporadic areas were 2.2 pupae/container. The pupae/person value in endemic areas was 3.5 pupae/person and non-endemic areas was 2.2 pupae/person. The study concluded that there was a spatial relationship between DHF cases and DHF vector habitat with cluster distribution patterns. The number of pupae per house and pupae per person is still above the threshold value for DHF transmission in both endemic and non endemic areas. Keywords: DHF, endemicity, habitat, pupae index, East Sumba Abstrak DBD di Indonesia telah menyebar di 34 provinsi dan 463 kabupaten/Kota. Incidence Rate (IR) DBD pada tahun 2015 sebesar 89,37/100.000 penduduk dan menurun pada tahun 2016 menjadi 78,85/100.000 penduduk. Incidence Rate (IR) DBD di Kabupaten Sumba Timur tahun 2016 sebesar 28,84 dan 2017 meningkat menjadi 55,28/100.000 penduduk. Tujuan penelitian deskriptif ini adalah untuk menggambarkan pola penyebaran kasus DBD dan habitat perkembangbiakan vektor DBD serta pupa indeks di daerah endemis dan non endemis DBD, Kabupaten Sumba Timur, NTT. Hasil penelitian menunjukkan nilai Nearest Neighbour Ratio daerah endemis sebesar 0,292003, dan pada daerah non endemis sebesar 0,718375. House pupae index pada daerah endemis sebesar 53,3 % dan daerah non endemis 41,0%. Jumlah pupae/rumah pada daerah endemis lebih besar yaitu 16,9 pupae/rumah dan daerah non endemis sebanyak 11,9 pupae per rumah. Rata-rata pupae pada setiap container pada daerah endemis sebanyak 3,6 pupae/container dan daerah sporadis sebesar 2,2 pupae/container. Nilai pupae/person pada daerah endemis sebesar 3,5 pupae/person dan daerah non endemis 2,2 pupae/person. Kesimpulan penelitian yaitu terdapat hubungan spasial antara kasus DBD dan habitat vektor DBD dengan pola penyebaran cluster. Jumlah pupa per rumah dan pupa per orang masih di atas nilai ambang batas penularan DBD baik pada daerah endemis maupun non endemis. Kata kunci: DBD endemisitas, habitat, pupa indeks, Sumba Timur