Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search
Journal : Jurnal Media Akademik (JMA)

ANALISIS YURIDIS TITEL EKSEKUTORIAL ATAS HAK TANGGUNGAN (Studi Putusan Nomor 13/PDT.PLW/2016/PN.BKT) Popy Roza; Sunarmi; T. Keizerina Devi Azwar; Dedi Harianto
Jurnal Media Akademik (JMA) Vol. 2 No. 1 (2024): JURNAL MEDIA AKADEMIK Edisi Januari
Publisher : PT. Media Akademik Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62281/v2i1.81

Abstract

Titel eksekutorial tertuang pada Pasal 14 ayat (3) UUHT yang berbunyi “Sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti grosse acte Hypotheek sepanjang mengenai hak atas tanah. Tetapi kekuatan titel eksekutorial terkesan tidak dapat diaksekusi serta merta, frasa “cidera janji” oleh debitur yang ada di peraturan perundang-undangan masih abstrak dan tidak jelas. Pada putusan 13/Pdt.Plw/2016/PN.Bkt pengumuman lelang sudah diumumkan oleh KPKNL tanpa mematuhi tata cara pelelangan yang berlaku. Metode Penelitian ini merupakan penelitian normatif-empiris menggunakan sumber data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Analisis data digunakan analisis kualitatif berupa uraian-uraian kalimat agar mudah dipahami oleh para pembaca. Hasil penelitian ini memberi kesimpulan bahwa Titel eksekutorial tertuang pada Pasal 14 ayat (3) UUHT yang berbunyi “Sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan. Bahwa Keputusan hakim pada perkara Nomor 13/Pdt.Plw/2016/PN.Bkt dengan membatalkan pengumuman lelang atas objek hak tanggungan jika dilihat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah benar, seperti yang tertera pada Pasal 20 ayat (3) UUHT yang menyatakan bahwa “Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau pemegang Hak Tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikit-dikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan dan/atau media massa setempat, serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan”. Terkait dengan putusan nomor 13/Pdt.Plw/2016/PN.Bkt bahwa debitur mengakui bahwa telah melakukan kemacetan pembayaran angsuran kepada kreditor karena penurunan keuntungan pada usaha dagang yang dilakukan debitur, oleh karena itu kreditor ingin melakukan pelelangan terhadap jaminan hak tanggungan milik dibitur.
PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM PADA KOPERASI (Studi Putusan Nomor 105/Pdt.G/2021/PN.Mdn) Elysia Zaneta Sinaga; Sunarmi; T. Keizerina Devi Azwar; Detania Sukarja
Jurnal Media Akademik (JMA) Vol. 2 No. 1 (2024): JURNAL MEDIA AKADEMIK Edisi Januari
Publisher : PT. Media Akademik Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62281/v2i1.83

Abstract

Pinjam meminjam dapat dilaksanakan melalui Koperasi. Kian hari Koperasi semakin dibutuhkan oleh masyarakat untuk melakukan simpan pinjam. Koperasi memberikan kemudahan kepada debitur untuk melakukan pinjaman dengan memberikan syarat-syarat pengajuan pinjaman yang mudah. Pinjaman ini harus dibayarkan sesuai dengan isi Perjanjian Pinjam Meminjam yang telah disepakati. Debitur harus mampu untuk melaksanakan klausul-klausul yang dimuat dalam perjanjian tersebut karena Koperasi sebagai kreditur telah memberikan kemudahan bagi debitur untuk mendapatkan modal pinjaman. Kelalaian debitur dengan tidak melaksanakan kewajiban khususnya dalam hal pembayaran merupakan suatu etikad buruk terhadap pelaksanaan perjanjian. Lalainya debitur dalam melaksanakan isi perjanjian merupakan suatu bentuk perbuatan wanprestasi. Adapun permasalahan yang diteliti dalam penulisan ini adalah Bagaimana pemenuhan syarat sahnya perjanjian dalam perjanjian pinjam meminjam pada Koperasi Simpan Pinjam di Kota Medan, bagaimana penyebab terjadinya wanprestasi dalam perjanjian pinjam meminjam pada koperasi simpan pinjam, dan bagaimana penyelesaian sengketa akibat wanprestasi dalam perjanjian simpan pinjam pada koperasi simpan pinjam. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yurids normatif dan empiris. Pengumpulan data menggunakan Teknik studi pustaka yang dilakukan dengan mempelajari bahan-bahan tertulis yang berkaitan dengan penelitian ini dan Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data, yaitu dokumen dan pedoman wawancara. Wawancara dilakukan untuk untuk melengkapi data penelitian. Analisis data dilakukan dengan metode analisis kualitatif yaitu dengan mengelompokkan dan menyeleksi data yang diperoleh melalui studi kepustakaan sehingga dapat menjawab permasalahan. Hasil penelitian ini memiliki kesimpulan bahwa Dalam memberikan pinjaman, koperasi simpan pinjam melakukannya secara sederhana dengan tetap memenuhi persyaratan dan prinsip pemberian kredit yang dilakukan dengan memenuhi aspek syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dibuatlah suatu perjanjian pinjam meminjam secara tertulis yang mana hal ini dilakukan untuk menjamin kepastian hukum di antara para pihak yang terikat. Perjanjian tersebutlah yang akan dijadikan sebagai alat bukti tertulis untuk membuktikan kebenaran dari adanya suatu perjanjian pinjam meminjam yang juga memuat hak dan kewajiban dari masing-masing pihak.Sepertiperjanjian pada umumnya, dalam perjanjian pinjaman di Koperasi Simpan Pinjam, dalam pelaksanaannya selalu ada potensi untuk timbul wanprestasi. Bentuk wanprestasi yang muncul adalah seringnya anggota koperasi terlambat membayar angsuran atau sampai jatuh tempo tidak dapat melunasi peminjamannya atau dalam membayar angsuran tidak sebagaimana mestinya. Dalam penyelesaian sengketa apabila terjadi wanprestasi atau masalah maka diselesaikan dengan cara kekeluargaan sesuai dengan prinsip koperasi Indonesia. Asas kekeluargaan pada Pasal 24 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian menempatkan pengambilan keputusan dilakukan dengan sistem musyawarah. Sistem musyawarah ini lebih menempatkan kepentingan bersama disbanding kepentingan individu. Sistem musyawarah yang bersumber dari asas kekeluargaan menjadi alternatif dalam penyelesaian sengketa wanprestasi pinjam-meminjam.
PERTANGGUNG JAWABAN BANK SYARIAH INDONESIA ATAS PENGGABUNGAN DAN PERUBAHAN NAMA PERUSAHAAN TERHADAP PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN ATAS JAMINAN DEBITUR PADA PT. BANK SYARIAH INDONESIA CABANG MEDAN Oemar Abdallah; Sunarmi; T. Keizerina Devi Azwar; Utary Maharany Barus
Jurnal Media Akademik (JMA) Vol. 2 No. 1 (2024): JURNAL MEDIA AKADEMIK Edisi Januari
Publisher : PT. Media Akademik Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62281/v2i1.115

Abstract

Kewajiban untuk mendaftarkan “Penggantian Nama Pemegang Hak Tanggungan” seharusanya menjadi tanggungan jawab pihak Bank atau Kreditur, namun pada implementasinya pihak bank melemparkan tanggungan jawab tersebut kepada pihak debitur. Sehingga Debitur melakukan sendiri pendaftaran “Penggantian Nama Pemegang Hak Tanggungan”. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana akibat hukum penggabungan dan perubahan nama pada perbankan syariah terhadap pembebanan hak tanggungan atas jaminan debitur, bagaimana hambatan perbankan syariah dalam pemenuhan tanggungjawab atas peralihan hak tanggungan terkait penggabungan dan perubahan nama perusahaan, bagaimana pelindungan hukum terhadap nasabah atas penggabungan dan perubahan nama perusahaan terhadap pembebanan hak tanggungan atas jaminan debitur pada PT.Bank Syariah Indonesia Cabang Medan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian Yuridis Sosiologis, yaitu menekankan penelitian yang bertujuan memperoleh pengetahuan hukum secara empiris dengan jalan terjun langsung ke objeknya. Sifat penelitian dalam tesis ini adalah bersifat deskriptif analisis yaitu penelitian yang menggambarkan, menelaah, dan menjelaskan serta menganalisa suatu peraturan hokum. Peneliti menggunakan alat pengumpulan data berupa studi kepustakaan (documentary study), wawancara, dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan metode kualitatif yaitu menarik kesimpulan dari ketentuan umum menjadi kesimpulan yang lebih khusus dengan pembuktian yang logis dan ilmiah. Berdasarkan hasil penelitian ini, diperoleh bahwa Bank dinilai masih memiliki kekurangan untuk pemenuhan pertanggung jawaban. Pemenuhan kewajiban Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, Beralihnya Hak Tanggungan wajib didaftarkan oleh kreditor yang baru kepada Kantor Pertanahan. Hambatan yang ditemui yaitu Hambatan Substansi seperti di pihak bank, pihak Notaris Rekanan Bank dan Badan Pertanahan Nasional. Hambatan Prosedural seperti mengikuti aturan yang menjadi persyaratan dan menyiapkan dokumen dalam melakukan perubahan nama di kantor pertanahan, sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk mendaftarakan perubahan pemilik hak tanggungan atas seluruh jaminan nasabah bank. Hambatan culture yaitu kebiasaan masyarakat yang pinjaman kreditnya di bank sudah lunas, dan ingin mengambil jaminannya namun pihak bank belum mendaftarkan perubahan nama pemegang hak tanggungan, Pelindungan Hukum dapat dilakukan dengan cara pelindungan hukum preventif tujuannya adalah mencegah terjadinya sengketa. Dan Pelindungan Hukum Represif, pelindungan hukum represif bertujuan menyelesaikan sengketa. Pelindungan yang diberikan kepada masyarakat yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pelindungan Konsumen. Sedangkan di bidang perbankan adalah Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
ANALISIS YURIDIS PEMBATALAN PERJANJIAN PERDAMAIAN PADA KASUS KEPAILITAN KOPERASI SIMPAN PINJAM INTIDANA: Studi Putusan Nomor 1/Pdt. Sus-Pembatalan Perdamaian/2022/PN Niaga Smg Jo. Nomor 10/Pdt. Sus-PKPU/2015/PN Niaga Smg Jo.Nomor 874K/Pdt. Sus-Pailit/2022 Jo. Nomor 43PK/Pdt. Sus-Pailit/2022 Michelle Lucky Madelene. S; Sunarmi; Burhan Sidabariba; Robert
Jurnal Media Akademik (JMA) Vol. 2 No. 7 (2024): JURNAL MEDIA AKADEMIK Edisi Juli
Publisher : PT. Media Akademik Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62281/v2i7.683

Abstract

Para pemohon mengajukan permohonan pembatalan perjanjian, dengan alasan KSP Intidana tidak memenuhi isi akta perdamaian yang dihomologasi oleh Putusan Perdamaian Nomor 10/Pdt/Sus-PKPU/2015/Pn. Niaga tanggal 17 Desember 2015. Meskipun putusan kasasi mengabulkan permohonan tersebut, putusan peninjauan kembali membatalkan putusan kasasi. Penelitian ini akan membahas tiga permasalahan: (1) Ketentuan hukum pembatalan homologasi dalam hukum kepailitan di Indonesia; (2) Akibat hukum pembatalan perjanjian perdamaian penundaan kewajiban pembayaran utang KSP Intidana; dan (3) Kesesuaian proses pembatalan perjanjian perdamaian KSP Intidana dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif dan pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Penelitian ini menegaskan bahwa pembatalan homologasi dalam hukum kepailitan Indonesia diatur oleh Pasal 170 dan Pasal 291 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU KPKPU). Kegagalan debitur memenuhi perjanjian perdamaian dapat mengakibatkan pailitnya KSP Intidana, menimbulkan ketidakpastian hukum bagi anggota koperasi yang tidak setuju dengan pembatalan. Proses ini dianggap tidak sesuai dengan UU KPKPU dan prinsip perkoperasian karena pemohon belum mengadakan Rapat Anggota. Meskipun demikian, KSP Intidana telah sebagian melunasi skema pembayaran, dengan skema 5 jatuh tempo pada Januari 2026. Saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut, Pertama, penting bagi para pihak untuk mengklarifikasi isi perjanjian perdamaian secara jelas guna menghindari perbedaan penafsiran. Kedua, penting bagi pihak-pihak terlibat untuk memahami konsekuensi hukum dari pembatalan perjanjian perdamaian, yang dapat menimbulkan ketidakpastian hukum bagi anggota yang tidak terlibat dalam persetujuan pembatalan tersebut. Ketiga, perlunya amandemen KPKPU karena proses pailit dan PKPU dalam terhadap koperasi masih ambigu, terutama terkait syarat kepailitan dan subjek hukum yang dapat mengajukan pailit dan PKPU.
ANALISIS YURIDIS ATAS VONIS BEBAS PELAKU YANG MEMINJAMKAN PERUSAHAAN DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA YANG TERSANGKUT TINDAK PIDANA KORUPSI: Studi Kasus Putusan Nomor 23/PID.SUS-TPK/2020/PNBNA M. Nur Hidayat Manurung; Sunarmi; Maria; Mahmud Mulyadi
Jurnal Media Akademik (JMA) Vol. 2 No. 8 (2024): JURNAL MEDIA AKADEMIK Edisi Agustus
Publisher : PT. Media Akademik Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62281/v2i8.729

Abstract

Perbuatan meminjam bendera mengandung potensi pelanggaran hukum, salah satunya yaitu melanggar prinsip dan etika pengadaan sebagaimana diatur dalam Pasal 6-7 Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa mengenai akibat hukum pinjam perusahaan menurut hukum perdata di Indonesia, pertanggungjawaban pidana akibat penyalahgunaan wewenang terhadap pemilik perusahaan dalam pelaksanaan tender pengadaan barang dan jasa dan pertimbangan hakim dalam memutus vonis bebas terhadap terdakwa dalam perkara No. 23/ Pid.Sus-TPK/2020/PNBna. Penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif dengan sifat penelitian deskriptif analitis. Data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Teknik dan alat pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan. Analisis data dilakukan dengan metode analisis kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa praktik pinjam perusahaan pada pengadaan barang dan jasa berpotensi melanggar hokum baik secara perdata, pidana maupun administratif. Apabila terdapat penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan tender pengadaan barang dan jasa yang mengakibatkan tindak pidana korupsi, pemilik perusahaan dapat turut dimintakan pertanggungjawaban secara pidana, meskipun dalam perkara ini, pemilik perusahaan di vonis bebas oleh hakim. Kesimpulan penelitian ini adalah akibat hukum pinjam perusahaan menurut hukum perdata adalah pemilik perusahaan yang meminjamkan perusahaan kepada pihak lain bertanggungjawab jika adanya kerugian selama proses pengadaan barang dan jasa, termasuk pelanggaran prosedur pelelangan yang dapat mengakibatkan persaingan tidak sehat dalam proses lelang. Pertanggungjawaban pidana akibat penyahgunaan wewenang terhadap pemilik perusahaan dalam pelaksanaan tender pengadaan barang dan jasa diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pertimbangan hakim dalam memutus vonis bebas terhadap terdakwa dalam perkara No. 23/ Pid.Sus-TPK/2020/PNBna adalah Terdakwa dilepaskan dari segala tuntutan, dalam hal ini majelis hakim berbeda pendapat, sehingga menghasilkan vonis bebas terhadap Terdakwa. Untuk itu, diharapkan kepada setiap orang untuk lebih mempertimbangkan praktik pinjam bendera perusahaan dalam pengadaan barang/jasa pemerintah, guna mempersempit celah praktik korupsi dilingkungan pemerintah serta perlu adanya obyektivitas dalam penerapan sanksi pidana kepada pelaku tindak pidana korupsi dalam pengadaan barang/jasa, sehingga sanksi pidananya dapat diterapkan dengan baik.
PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM DALAM GUGATAN LAIN-LAIN TERKAIT PENOLAKAN PENGAKUAN TAGIHAN HUTANG OLEH KURATOR: Studi Kasus Putusan PN Niaga Mdn Jo. Putusan Nomor 08/PDT-SUS.Pailit/2015/Pengadilan Niaga MDN Christopher Gustikho; Sunarmi; Robert
Jurnal Media Akademik (JMA) Vol. 2 No. 9 (2024): JURNAL MEDIA AKADEMIK Edisi September
Publisher : PT. Media Akademik Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62281/v2i9.779

Abstract

Kurator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004 tentang K-PKPU menyebutkan tugas Kurator yaitu melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit, ditilik dari penjelasan tersebut dapat dipahami tugas utama dilakukan kurator sejak pengangkatannya adalah melakukan pengamanan harta pailit. PT Jasa Marine Enginering memiliki utang kepada PT. Kundur Prima Jaya dan CV. Cipta Karya Mandiri dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan. Dalam penyelesaian perkara pailit, terdapat pihak yang mengajukan penagihan utang kepada PT Jasa Marine Engineering. Akantetapi penagih dalam hal ini bukanlah kreditur yang terdaftar dalam perkara pailit. Kemudian penagihan hutang yang diajukan oleh kreditor tersebut dilakukan penolakan oleh kurator. Pengakuan utang sangat menentukan tugas pemberesan harta pailit, maka dari itu kurator tidak boleh sembarangan menerima atau mengakui utang debitur Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah kepastian hukum terhadap hak tagih kreditor yang ditolak oleh kurator dalam hal pemberesan harta pailit, tanggung jawab kurator dengan menolak tagihan yang diajukan oleh kreditur, analisis pertimbangan hakim hukum terhadap Putusan Nomor 08/Pdt/.Sus-Lain-lain/2015/Pengadilan Niaga. Mdn. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan normatif dan bersifat deskriptif. Bahan penelitian yang digunakan dari bahan hukum primer, badan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan. Analisis data yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah analisis data kualitatif. Hasil penelitian yaitu Kepastian hukum terhadap hak tagih kreditor yang ditolak oleh kurator dalam hal pemberesan harta pailit, maka dalam hal ini yang memiliki peranan penting adalau Hakim Pengawas. Hakim Pengawas memiliki kewenangan untuk mendamaikan para pihak yang saling membantah. Apabila tidak dapat didamaikan maka hakim pengawas dapat memutuskan berdasarkan Pasal 229 (2) jo. Pasal 278 ayat (6) UU No. 37 Tahun 2004 tentang K-PKPU, Tanggung jawab kurator dengan menolak tagihan yang diajukan oleh kreditur dilakukan dengan mengadakan koordinasi dengan Hakim Pengawas, Penetapan Hakim Pengawas mengenai Rapat Kreditor Pertama, Batas Pengajuan Tagihan dan Rapat Verifikasi, serta Mengumumkan keadaan pailit dalam surat kabar dan harian berita Negara Republik Indonesia. Kurator juga harus memberitahukan putusan pailit dan mengadakan pertemuan dengan Direksi Perusahaan, meminta dokumen-dokumen yang harus diserahkan debitor, penetapan penyegelan harta pailit, memberikan pengarahan kepada direksi tentang kosekuensi kepailitan, mengirimkan undangan rapat kreditor pertama kepada debitor pailitan dan para kreditor, serta menerima pendab kreditor dan daftar kreditor sementara. Pertimbangan hakim dalam Putusan Nomor 08/Pdt/.Sus-Lain-lain/2015/Pengadilan. Niaga. Mdn, hakim mengabulkan gugatan penggugat, putusan tersebut dinilai sesuai, dengan memasukan tagihan Kreditor ke dalam daftar kreditor konkuren yang memiliki piutang kepada debitor.