Claim Missing Document
Check
Articles

Found 25 Documents
Search

ANALISIS YURIDIS PEMBATALAN PERJANJIAN PERDAMAIAN PADA KASUS KEPAILITAN KOPERASI SIMPAN PINJAM INTIDANA: Studi Putusan Nomor 1/Pdt. Sus-Pembatalan Perdamaian/2022/PN Niaga Smg Jo. Nomor 10/Pdt. Sus-PKPU/2015/PN Niaga Smg Jo.Nomor 874K/Pdt. Sus-Pailit/2022 Jo. Nomor 43PK/Pdt. Sus-Pailit/2022 Michelle Lucky Madelene. S; Sunarmi; Burhan Sidabariba; Robert
Jurnal Media Akademik (JMA) Vol. 2 No. 7 (2024): JURNAL MEDIA AKADEMIK Edisi Juli
Publisher : PT. Media Akademik Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62281/v2i7.683

Abstract

Para pemohon mengajukan permohonan pembatalan perjanjian, dengan alasan KSP Intidana tidak memenuhi isi akta perdamaian yang dihomologasi oleh Putusan Perdamaian Nomor 10/Pdt/Sus-PKPU/2015/Pn. Niaga tanggal 17 Desember 2015. Meskipun putusan kasasi mengabulkan permohonan tersebut, putusan peninjauan kembali membatalkan putusan kasasi. Penelitian ini akan membahas tiga permasalahan: (1) Ketentuan hukum pembatalan homologasi dalam hukum kepailitan di Indonesia; (2) Akibat hukum pembatalan perjanjian perdamaian penundaan kewajiban pembayaran utang KSP Intidana; dan (3) Kesesuaian proses pembatalan perjanjian perdamaian KSP Intidana dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif dan pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Penelitian ini menegaskan bahwa pembatalan homologasi dalam hukum kepailitan Indonesia diatur oleh Pasal 170 dan Pasal 291 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU KPKPU). Kegagalan debitur memenuhi perjanjian perdamaian dapat mengakibatkan pailitnya KSP Intidana, menimbulkan ketidakpastian hukum bagi anggota koperasi yang tidak setuju dengan pembatalan. Proses ini dianggap tidak sesuai dengan UU KPKPU dan prinsip perkoperasian karena pemohon belum mengadakan Rapat Anggota. Meskipun demikian, KSP Intidana telah sebagian melunasi skema pembayaran, dengan skema 5 jatuh tempo pada Januari 2026. Saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut, Pertama, penting bagi para pihak untuk mengklarifikasi isi perjanjian perdamaian secara jelas guna menghindari perbedaan penafsiran. Kedua, penting bagi pihak-pihak terlibat untuk memahami konsekuensi hukum dari pembatalan perjanjian perdamaian, yang dapat menimbulkan ketidakpastian hukum bagi anggota yang tidak terlibat dalam persetujuan pembatalan tersebut. Ketiga, perlunya amandemen KPKPU karena proses pailit dan PKPU dalam terhadap koperasi masih ambigu, terutama terkait syarat kepailitan dan subjek hukum yang dapat mengajukan pailit dan PKPU.
ANALISIS YURIDIS ATAS VONIS BEBAS PELAKU YANG MEMINJAMKAN PERUSAHAAN DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA YANG TERSANGKUT TINDAK PIDANA KORUPSI: Studi Kasus Putusan Nomor 23/PID.SUS-TPK/2020/PNBNA M. Nur Hidayat Manurung; Sunarmi; Maria; Mahmud Mulyadi
Jurnal Media Akademik (JMA) Vol. 2 No. 8 (2024): JURNAL MEDIA AKADEMIK Edisi Agustus
Publisher : PT. Media Akademik Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62281/v2i8.729

Abstract

Perbuatan meminjam bendera mengandung potensi pelanggaran hukum, salah satunya yaitu melanggar prinsip dan etika pengadaan sebagaimana diatur dalam Pasal 6-7 Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa mengenai akibat hukum pinjam perusahaan menurut hukum perdata di Indonesia, pertanggungjawaban pidana akibat penyalahgunaan wewenang terhadap pemilik perusahaan dalam pelaksanaan tender pengadaan barang dan jasa dan pertimbangan hakim dalam memutus vonis bebas terhadap terdakwa dalam perkara No. 23/ Pid.Sus-TPK/2020/PNBna. Penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif dengan sifat penelitian deskriptif analitis. Data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Teknik dan alat pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan. Analisis data dilakukan dengan metode analisis kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa praktik pinjam perusahaan pada pengadaan barang dan jasa berpotensi melanggar hokum baik secara perdata, pidana maupun administratif. Apabila terdapat penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan tender pengadaan barang dan jasa yang mengakibatkan tindak pidana korupsi, pemilik perusahaan dapat turut dimintakan pertanggungjawaban secara pidana, meskipun dalam perkara ini, pemilik perusahaan di vonis bebas oleh hakim. Kesimpulan penelitian ini adalah akibat hukum pinjam perusahaan menurut hukum perdata adalah pemilik perusahaan yang meminjamkan perusahaan kepada pihak lain bertanggungjawab jika adanya kerugian selama proses pengadaan barang dan jasa, termasuk pelanggaran prosedur pelelangan yang dapat mengakibatkan persaingan tidak sehat dalam proses lelang. Pertanggungjawaban pidana akibat penyahgunaan wewenang terhadap pemilik perusahaan dalam pelaksanaan tender pengadaan barang dan jasa diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pertimbangan hakim dalam memutus vonis bebas terhadap terdakwa dalam perkara No. 23/ Pid.Sus-TPK/2020/PNBna adalah Terdakwa dilepaskan dari segala tuntutan, dalam hal ini majelis hakim berbeda pendapat, sehingga menghasilkan vonis bebas terhadap Terdakwa. Untuk itu, diharapkan kepada setiap orang untuk lebih mempertimbangkan praktik pinjam bendera perusahaan dalam pengadaan barang/jasa pemerintah, guna mempersempit celah praktik korupsi dilingkungan pemerintah serta perlu adanya obyektivitas dalam penerapan sanksi pidana kepada pelaku tindak pidana korupsi dalam pengadaan barang/jasa, sehingga sanksi pidananya dapat diterapkan dengan baik.
PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM DALAM GUGATAN LAIN-LAIN TERKAIT PENOLAKAN PENGAKUAN TAGIHAN HUTANG OLEH KURATOR: Studi Kasus Putusan PN Niaga Mdn Jo. Putusan Nomor 08/PDT-SUS.Pailit/2015/Pengadilan Niaga MDN Christopher Gustikho; Sunarmi; Robert
Jurnal Media Akademik (JMA) Vol. 2 No. 9 (2024): JURNAL MEDIA AKADEMIK Edisi September
Publisher : PT. Media Akademik Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62281/v2i9.779

Abstract

Kurator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004 tentang K-PKPU menyebutkan tugas Kurator yaitu melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit, ditilik dari penjelasan tersebut dapat dipahami tugas utama dilakukan kurator sejak pengangkatannya adalah melakukan pengamanan harta pailit. PT Jasa Marine Enginering memiliki utang kepada PT. Kundur Prima Jaya dan CV. Cipta Karya Mandiri dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan. Dalam penyelesaian perkara pailit, terdapat pihak yang mengajukan penagihan utang kepada PT Jasa Marine Engineering. Akantetapi penagih dalam hal ini bukanlah kreditur yang terdaftar dalam perkara pailit. Kemudian penagihan hutang yang diajukan oleh kreditor tersebut dilakukan penolakan oleh kurator. Pengakuan utang sangat menentukan tugas pemberesan harta pailit, maka dari itu kurator tidak boleh sembarangan menerima atau mengakui utang debitur Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah kepastian hukum terhadap hak tagih kreditor yang ditolak oleh kurator dalam hal pemberesan harta pailit, tanggung jawab kurator dengan menolak tagihan yang diajukan oleh kreditur, analisis pertimbangan hakim hukum terhadap Putusan Nomor 08/Pdt/.Sus-Lain-lain/2015/Pengadilan Niaga. Mdn. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan normatif dan bersifat deskriptif. Bahan penelitian yang digunakan dari bahan hukum primer, badan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan. Analisis data yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah analisis data kualitatif. Hasil penelitian yaitu Kepastian hukum terhadap hak tagih kreditor yang ditolak oleh kurator dalam hal pemberesan harta pailit, maka dalam hal ini yang memiliki peranan penting adalau Hakim Pengawas. Hakim Pengawas memiliki kewenangan untuk mendamaikan para pihak yang saling membantah. Apabila tidak dapat didamaikan maka hakim pengawas dapat memutuskan berdasarkan Pasal 229 (2) jo. Pasal 278 ayat (6) UU No. 37 Tahun 2004 tentang K-PKPU, Tanggung jawab kurator dengan menolak tagihan yang diajukan oleh kreditur dilakukan dengan mengadakan koordinasi dengan Hakim Pengawas, Penetapan Hakim Pengawas mengenai Rapat Kreditor Pertama, Batas Pengajuan Tagihan dan Rapat Verifikasi, serta Mengumumkan keadaan pailit dalam surat kabar dan harian berita Negara Republik Indonesia. Kurator juga harus memberitahukan putusan pailit dan mengadakan pertemuan dengan Direksi Perusahaan, meminta dokumen-dokumen yang harus diserahkan debitor, penetapan penyegelan harta pailit, memberikan pengarahan kepada direksi tentang kosekuensi kepailitan, mengirimkan undangan rapat kreditor pertama kepada debitor pailitan dan para kreditor, serta menerima pendab kreditor dan daftar kreditor sementara. Pertimbangan hakim dalam Putusan Nomor 08/Pdt/.Sus-Lain-lain/2015/Pengadilan. Niaga. Mdn, hakim mengabulkan gugatan penggugat, putusan tersebut dinilai sesuai, dengan memasukan tagihan Kreditor ke dalam daftar kreditor konkuren yang memiliki piutang kepada debitor.
Penerapan Prinsip Kehati-Hatian Direksi Pada Kegagalan Pengelolaan Investasi PT. ASABRI Isnaini, Maulida; Sunarmi; Siregar, Mahmul; Lisa Andriati, Syarifah
UNES Law Review Vol. 6 No. 4 (2024): UNES LAW REVIEW (Juni 2024)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v6i4.2128

Abstract

The law gives great authority to directors so that directors have freedom in running the company in order to achieve the company's goals and objectives. For this reason, when running a company, directors are required to always be careful in making decisions. The principle of prudence is part of the board of directors' fiduciary duty which must be implemented by every member of the board of directors. This research is aimed at analyzing the limits of prudence of insurance company directors in placing investments in company funds, as well as the legal consequences and responsibilities of company directors for violating the precautionary principle by making the case of PT. ASABRI as an object of study. This research is descriptive normative legal research with a statutory approach and a case approach. Data sources were obtained from primary and secondary legal materials collected using literature study techniques and analyzed using qualitative analysis methods. The results of this research found and concluded that legislation does not regulate in detail the limits of the prudential principle of directors in managing investments. However, directors are required to prepare an investment management plan that reflects investment policies and strategies, through a careful and accountable risk analysis and feasibility study process. In the case of the decision of the directors of PT. ASABRI which resulted in losses to PT. ASABRI, can be qualified as an unlawful act because it violates the precautionary principle, which is indicated by the actions of the directors who knew and approved the placement of PT investment funds. ASABRI in a number of companies without going through a risk analysis process and feasibility study. As a result of this violation of the precautionary principle, the directors of PT. ASABRI is personally and jointly responsible for the company's losses.
Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Pengguna Layanan Branchless Banking Adi Gunawan; Nasution, Bismar; Sunarmi; Siregar, Mahmul
Locus: Jurnal Konsep Ilmu Hukum Vol 1 No 1 (2021): Desember
Publisher : LOCUS MEDIA PUBLISHING

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (268.527 KB) | DOI: 10.56128/jkih.v1i1.11

Abstract

Branchless Banking dalam penelitian ini akan berfokus pada layanan keuangan tanpa kantor dalam rangka keuangan inklusif (Laku Pandai) Versi OJK. Tujuannya untuk mengetahui hubungan hukum dan tanggung jawab BRI dan agen, perlindungan hukum terhadap agen dan nasabah. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif analitis. Data menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tertier serta didukung oleh data primer. Tehnik pengumpulan data menggunakan teknik studi pustaka dan studi lapangan dengan alat berupa pedoman wawancara. Analisis data menggunakan metode analisis data kualitatif. POJK No. 19/POJK.03/2014 telah memberikan perlindungan hukum terhadap nasabah branchless banking. Namun POJK tersebut belum efektif dinilai berdasarkan substansi hukum, struktur hukum, sarana dan prasarana serta budaya masyarakat yang belum mendukung. Praktik Laku Pandai di BRILink pada Bank BRI Unit Gebang Kabupaten Langkat menunjukkan bahwa masyarakat ataupun agen tidak mengetahui tentang perlindungan hukum yang mereka dapatkan melalui POJK tersebut, sehingga tidak pernah ada laporan yang diterima Otoritas Jasa Keuangan terkait keluhan nasabah atas layanan branchless banking. Kata Kunci: branchless banking, nasabah, keuangan inklusif , perlindungan hukum Abstract Branchless banking in this research will focusing for branchless banking of Otoritas Jasa Keuangan (Laku Pandai) from OJK. Purpose are for knowing about legal relations and responsibility of the parties, legal protection. This research using methods of normative law that are descriptive analytical. Data consist of secondary data consisting of primary, secondary and tetrtier legal materials and supported by secondary data. Data collection techniques using library study technique and field studies. Collected data is analyzed by qualitative data analysis methods. POJK No. 19/POJK.03/2014 about branchless banking for financial inclusion has provided legal protection for customers of branchless banking. But the POJK is not yet effective assessed based legal substance, legal structure, facilities and infrastructure as well as the culture of society that does not support. Research on practice branchless banking (Laku Pandai) of BRILink at BRI Unit Gebang, show that people or agents do not know about the legal protections they have through the POJK. So there is never a report received by the financial services authority regarding customer complaints of branchless banking services. Keywords: branchless banking, customer, financial inclusion, legal protection
Penerapan Prinsip Business Judgment Rule Terhadap Pertanggungjawaban Perdata Direksi Perseroan: Analisis Putusan No.915 K/Pdt/2017 dan No.83/Pdt.G/2016/PN.Sby Silitonga, Elia Fransisco; Sunarmi; Siregar, Mahmul
Locus: Jurnal Konsep Ilmu Hukum Vol 2 No 2 (2022): Juni
Publisher : LOCUS MEDIA PUBLISHING

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56128/jkih.v2i2.25

Abstract

Abstrak Peranan Direksi sangat dibutuhkan untuk meningkatkan penghasilan perusahaan sesuai tujuan dan maksud perusahaan. Sebagai organ Perusahaan, direksi dalam menjalankan tugasnya seringkali mengambil keputusan bisnis yang tidak sesuai dengan tugas dan fungsinya. Hal ini dapat dikualifikasikan sebagai pelanggaran yang dapat terjadi sebagai akibat dari adanya kelalaian dan/atau kesengajaan. Hal ini membawa dampak kepada pertanggungjawaban perdata direksi. Penerapan business judgment rule terhadap putusan Mahkamah Agung RI Nomor 915K/Pdt/2017 terhadap Direksi PT Pegadaian tidak dapat diterima sebab Direksi PT. Pegadaian tidak melaksanakan prinsip good corporate governance yang baik kepada pegawainya sehingga direksi PT Pegadaian wajib memberikan hak pegawainya atas pemutusan hubungan kerja dan melakukan pertanggungjawaban perdata dengan mengganti kerugian pegawainya. Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 83/Pdt.G/2016/PN.Sby menjadi legitimasi terhadap penerapan business judgment rule terhadap Direksi PT Santos Sanjaya, dimana penerapan prinsip ini juga tidak dapat diterima oleh pemegang saham minoritas disebabkan Direksi telah melanggar prinsip kepercayaan (fiduciary duty) yang diberikan padanya dan tidak bertindak dengan hati-hati. Kata kunci: Direksi, Business Judgment Rule, Perusahaan, Pertanggungjawaban. Abstract Director plays a very necessary role to improve the company’s profit related to the company purpose and objective. As a company organ, a director might conduct decisions which is not in accordance with its task and function. It could be qualified as a violation which is possibly happen as a result of intentionality and/or negligence. It subsequently would lead the director to personal liability. The application of Business Judgment Rule to the Supreme Court of Indonesian Repubic Decision No. 915K / Pdt / 2017 against the Director of PT Pegadaian is unacceptable because he did not implement the Principles of Good Corporate Governance to his employees so that the Director of PT Pegadaian was obliged to give their employees right as the consequence of the unemployment and to perform civil liability by indemnifying their employees. The District Court of Surabaya Decision No. 83/Pdt.G/2016/PN. Sby became a legitimacy to the application of the Business Judgment Rule against the Director of PT Santos Sanjaya, where the application of this principle was also unaccepted by the minority shareholders because the Director violated the principle of trust (fiduciary duty) given to him and did not act with caution. Keywords: Director, Business Judgement Rule, Company, Liability.
Penerapan Pasal 112 Dan Pasal 127 Ayat 1 Huruf A Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika: Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Rantau Prapat Nomor 1023/Pid.Sus/2018/PN.RAP; 762/Pid.Sus/2017/PN.Rap; 712/Pid.Sus/2017/PN.Rap Rambe, Naharuddin; Alvi Syahrin; Sunarmi; Mahmud Mulyadi
Locus: Jurnal Konsep Ilmu Hukum Vol 2 No 4 (2022): Desember
Publisher : LOCUS MEDIA PUBLISHING

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56128/jkih.v2i4.34

Abstract

Peredaran dan penyalahgunaan narkotika merupakan salah satu permasalahan nasional yang dipandang serius oleh pemerintah, karena dapat menyebabkan rusaknya moral bangsa, Pelaku tindak pidana narkotika tidak jarang mendapatkan hukuman berdasarkan putusan pengadilan yang kurang memenuhi rasa keadilan dan kepastian hukum. Pada kasus-kasus narkotika, terdapat beberapa pasal yang sering digunakan untuk menjerat pelaku ialah Pasal 114, Pasal 112, dan Pasal 127 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Ketiga pasal tersebut, terdapat dua pasal yang multitafsir dan ketidak jelasan rumusan yaitu pada Pasal 112 dan Pasal 127 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Pasal multitafsir tersebut akan mengakibatkan para pelaku kejahatan narkotika (pengedar) akan berlindung seolah-olah dia korban kejahatan narkotika. Bahwa hal tersebut akan berdampak pada penjatuhan hukuman dengan hukuman yang singkat sehingga menimbulkan ketidakadilan pada proses pelaksanaannya. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini untuk menganalisa, mengidentifikasi formulasi dan perbedaan kualifikasi Pasal 112 dan Pasal 127 Ayat 1 huruf a Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika serta mengkaji dasar pertimbangan Hakim dalam menerapkan Pasal 112 dan Pasal 127 Ayat 1 huruf a Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dalam Putusan Nomor 1023/Pid.Sus/2018/PN.Rap Nomor 762/Pid.Sus/2017/PN.Rap, dan Nomor 712/Pid.Sus/2017/PN.Rap. Kata kunci: Formulasi, Kualifikasi, Pengeder dan Penyalahguna Narkoba. Abstract Drug traffic and drug abuse are one of the main national and serious problem because they can mar the people's morality. However, the perpetrators of drug criminal offense are treated unfairly in court for justice and legal certainty. In the cases of narcotics, the articles imposed on the perpetrators are Article 114, , Article 112, and Article 127 of Law No. 35/2009 on Narcotics. Of the three Articles above, two of them (Article 112 and Article 127) have multi-interpretation and unclearness of formula about narcotics which can cause the perpetrators (drug dealers) to get the alibi as if he were the victim. That it will cause the sentence will be reduced so that there will be injustice in its implementation. The objective of the research is to analyze and to identify the formulation and the difference of the qualification of Article 112 and Article 127, paragraph 1 letter a of Law No. 35/2009 on Narcotics and analyzed the judges' consideration in implementing of these two Articles in the Verdicts Number 1023/Pd.Sus/2018/PN.Rap, Number 762/Pid.Sus/2017/PN.Rap, and Number 712/Pid.Sus/ Pid.Sus/2017/PN.Rap. Keywords: Drag Dealers and Abuser, Formulation, Qualification.
Tanggungjawab Produsen Terhadap Kerugian Atas Produk Yang Dijual Melalui Sistem Penjualan Langsung (Direct Selling) Secara Multi Level Hutagalung, Gomgomie Andrew; Sunarmi; Devi, T. Keizerina; Dedi Harianto
Locus: Jurnal Konsep Ilmu Hukum Vol 3 No 1 (2023): Maret
Publisher : LOCUS MEDIA PUBLISHING

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56128/jkih.v3i1.37

Abstract

Sejalan dengan bervariasinya barang dan/atau jasa yang ada, kegiatan pemasaran barang dan/atau jasa tersebut menjadi suatu kegiatan yang penting dari keseluruhan kegiatan pelaku usaha. Ada beragam bentuk metode pemasaran barang dan/atau jasa, salah satunya adalah bentuk multi level marketing yang merupakan bentuk pemasaran dengan sistem penjualan langsung (direct selling). Faktanya sistem penjualan multi level marketing dapat menimbulkan permasalahan hukum terkait perlindungan konsumen terhadap kerugian atas barang atau jasa yang diproduksi oleh perusahaan. Untuk itu penelitian ini berujuan untuk menganalisis mengenai tanggung jawab produsen terhadap produk yang dijual dengan sistem penjualan langsung secara MLM. Berdasarkan hasil penelitian tanggung jawab produsen terhadap produk yang dijual dengan sistem penjualan langsung secara multi level marketing memberikan tenggang waktu selama 7 (tujuh) hari kerja kepada mitra usaha dan konsumen untuk mengembalikan barang dan memberi kompensasi berupa ganti rugi, kemudian perusahaan dalam memasarkan produknya mengikuti peraturan perundang-undang yang berlaku yaitu peraturan tentang sistem penjualan langsung dan undang-undang perlindungan konsumen. Kata kunci: Kerugian atas produk, multi level marketing, sistem penjualan langsung, Tanggung jawab produsen. Abstract In line with the variety of existing goods and/or services, the marketing of these goods and/or services becomes an important activity of the overall activities of business actors. There are various forms of marketing methods for goods and/or services, one of which is a form of multi-level marketing which is a form of marketing with a direct selling system. In fact, the multi-level marketing sales system can cause legal problems related to consumer protection against losses for goods or services produced by the company. For this reason, this study aims to analyze the producer's responsibility for products sold with an MLM direct selling system. Based on the results of the research, the producer's responsibility for products sold with a direct selling system in multi-level marketing provides a grace period of 7 (seven) working days for business partners and consumers to return goods and provide compensation in the form of compensation, then the company in marketing its products follows the regulations. the applicable laws are regulations on direct sales systems and consumer protection laws. Keywords: direct sales system, multi level marketing, Producer responsibility, Product loss.
Transparansi Dan Akuntabilitas Dalam Kebijakan Penentuan Tarif Biaya Transportasi Dan Akomodasi Dalam Pendaftaran Tanah Pertama Kali Di Kantor Pertanahan Kabupaten Toba Samosir Butarbutar, Amudi H.; Lubis, M. Yamin; Syafruddin Kalo; Sunarmi
Locus: Jurnal Konsep Ilmu Hukum Vol 3 No 1 (2023): Maret
Publisher : LOCUS MEDIA PUBLISHING

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56128/jkih.v3i1.40

Abstract

Peraturan Pemerintah RI No. 128 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Tarif atas biaya pelayanan survei, pemeriksaan, pengukuran, serta pemetaan dibebankan kepada pemohon/wajib bayar. Dalam praktek, biaya tersebut hanya tertera dalam peraturan, sebab selalu saja ada dana tambahan yang dikutip oleh oknum petugas dengan dalih memperlancar urusan, yang nilainya bisa berlipat ganda dan tarif yang ditentukan dalam peraturan. Pemohon/wajib bayar juga dibebankan biaya akomodasi dan transportasi atas pelayanan survei, pemeriksaan, pengukuran, serta pemetaan yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Toba Samosir. Hal ini menjadi persoalan bagi pemohon sebagai pihak yang wajib membayar. Padahal, transparansi dalam kebijakan penentuan biaya akomodasi dan transportasi pendaftaran tanah untuk pertama kali diperlukan agar masyarakat dapat mengetahui lebih jelas, transparan, akurat, cepat dan pasti dengan biaya yang sesuai dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Dengan demikian, penelitian berjudul: “Transparansi dan Akuntabilitas Dalam Kebijakan Penentuan Tarif Biaya Transportasi dan Akomodasi Dalam Pendaftaran Tanah Untuk Pertama Kali di Kantor Pertanahan Kabupaten Toba Samosir)”, layak untuk dikaji dan dianalisis lebih lanjut. Kata kunci: Transparansi dan Akuntabilitas, Pendaftaran Tanah Pertama Kali, Kabupaten Toba Samosir. Abstract The Government Regulation of Republic Indonesia No. 128 of 2015 concerning Types and Rates of Non-Tax State Revenues Applicable in the Ministry of Agrarian Affairs and Spatial Planning/National Land Agency. Tariffs for a survey, inspection, measurement, and mapping service fees are borne by the applicant / must pay. In practice, these costs are only stated in the regulations, because there are always additional funds quoted by the officers on the pretext of expediting matters, the value of which can be doubled and the rates specified in the regulations. The applicant/obliger to pay is also charged accommodation and transportation costs for the survey, inspection, measurement, and mapping services carried out by the Land Office of Toba Samosir Regency. This is a problem for the applicant as the party who is obliged to pay. In fact, transparency in the policy for determining accommodation and transportation costs for land registration for the first time is needed so that the public can know more clearly, transparently, accurately, quickly, and with certainty at a cost that is by the principles of transparency and accountability. Thus, the study entitled: "Transparency and Accountability in the Policy for Determining Transportation and Accommodation Costs in Land Registration for the First Time (Study at the Land Office of Toba Samosir Regency)", deserves further study and analysis. Keywords: Transparency and Accountability; First Time Land Registration; Toba Samosir Regency.
Eksplorasi Media Sosial Sebagai Sarana Komunikasi Kerajaan Sumedang Larang: Analisis Konten Berbasis Visual Ari, Gema; Sunarmi
CITRAWIRA : Journal of Advertising and Visual Communication Vol. 5 No. 1 (2024)
Publisher : ISI Press Institut Seni Indonesia Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33153/citrawira.v5i1.5730

Abstract

                                                                                                              Kerajaan Sumedang Larang menggunakan media sosial Instagram sebagai media informasi dan wawasan eksistensinya kepada masyarakat Indonesia, khususnya Jawa Barat. Namun, konten yang disajikan di dalam Instagram Kerajaan Sumedang Larang cenderung bersifat satu arah, menekankan pada profil kerajaan, acara keraton, dan peringatan tahunan. Maka, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji peran media sosial Instagram melalui analisis visual konten gambar, foto, dan video yang diterbitkan di Instagram Kerajaan Sumedang. Fokus penelitian ini adalah untuk menggamrbakan bagaimana kerajaan menggunakan media sosial sebagai alat untuk membangun citra dan eksistensi di ranah digital. Penelitian ini juga menjelaskan tentang dampak penggunaan Instagram terhadap interaksi antara masyarakat umum dan adat, serta sejauh mana hubungan antar keduanya. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengeksplorasi potensi pengembangan konten yang lebih interaktif untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam upaya melestarikan dan menghargai warisan budaya Kerajaan Sumedang Larang.