Claim Missing Document
Check
Articles

Found 38 Documents
Search

Program Kemitraan Universitas Bagi FKPM untuk Mereduksi Gangguan Kamtibmas 
Melalui Mediasi Sulistyaningsih, Puji; Heniyatun, Heniyatun; Kurniaty, Yulia
Community Empowerment Vol 3 No 1 (2018)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (169.156 KB) | DOI: 10.31603/ce.v3i1.2445

Abstract

Pemahaman hukum Anggota FKPM (Forum Kemitraan Perpolisian Masyarakat) (FKPM) Rejowinangun Selatan dalam menyelesaikan persoalan-persoalan masih sangat kurang. Penyelesaian sengketa yang dilakukan dengan musyawarah mufakat masih belum optimal, jikalau ada tanpa diikuti dengan kesepakatan yang tertulis. Hal ini berdampak pada penyelesaian sengketa yang dapat diselesaikan secara musyawarah mufakat melalui mediasi kurang optimal, juga tidak adanya kesepakatan mediasi yang dibuat secara tertulis. Dalam jangka panjang menyebabkan tidak optimalnya peran FKPM Rejowinangun Selatan dalam mereduksi gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) di Kelurahan Rejowinangun Selatan. Tujuan dari kegiatan ini untuk meningkatkan pemahaman hukum dan keterampilan anggota FKPM Rejowinangun Selatan dalam menyelesaikan sengketa melalui mediasi, tujuan jangka Panjang pengabdian masyarakat ini yaitu untuk optimalisasi fungsi dan peran FKPM dalam mereduksi gangguan kamtibmas di Rejowinangun Selatan. Metode pelaksanaan: metode yang digunakan adalah sosialisasi dan penyuluhan hukum serta pelatihan teknik mediasi melalui simulasi kasus. Hasil dari program kemitraan universitas ini adalah meningkatnya pemahaman di bidang hukum baik hukum materiil maupun hukum formil yaitu tentang Alternatif Dispute Resolution (ADR), dan meningkatnya keterampilan anggota Forum Kemitraan Perpolisian Masyarakat (FKPM) terkait teknik penyelesaian sengketa melalui metode mediasi serta mampu merancang kesepakatan mediasi dalam tertulis
PEMBERIAN MUT’AH DAN NAFKAH IDDAH DALAM PERKARA CERAI GUGAT Heniyatun, Heniyatun; Sulistyaningsih, puji; Anisah, Siti
Profetika: Jurnal Studi Islam Vol. 21, No. 1, Special Issue 2020
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23917/profetika.v21i1.11647

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam pemberian mut’ah dan nafkah iddah dalam perkara cerai gugat dan bagaimana pelaksanaan isi putusan atas pemberian mut’ah dan nafkah iddah dalam perkara cerai gugat. Metode penelitian pustaka (library research) dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Teknik pengelolahan data yang digunakan yaitu teknik analisis data deskriptif normatif, dan penarikan kesimpulan dilakukan secara deduktif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: 1) Pertimbangan hukum hakim dalam pemberian mut’ah dan nafkah iddah dalam perkara cerai gugat nomor 0076/Pdt.G/2017/PA.Mgl yaitu mendasarkan pada Pasal 41 huruf (c) UU Nomor 1 Tahun 1974 jo Pasal 149 huruf (a) dan (b) KHI serta Yurisprudensi Mahkamah Nomor 137 K/AG/2007 tanggal 6 Februari 2008 dan Nomor 02 K/AG/2002 tanggal 6 Desember 2003. Putusan tersebut menyimpangi ketentuan Pasal 149 KHI, namun demikian pertimbangan hukum hakim dalam perkara tersebut mengandung terobosan hukum dengan metode penemuan hukum dan berpedoman pada Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dalam memberikan putusan berkaitan dengan nusyuz, sehingga meskipun perceraian diajukan oleh isteri (cerai gugat) tetapi isteri tidak terbukti nusyuz maka secara ex officio suami dapat dihukum untuk memberikan nafkah iddah kepada bekas isterinya. Putusan hakim tersebut mengakodomasi pendapat madzhab Hanafi. Penerapan hak ex officio hakim tersebut juga menyimpangi ketentuan Pasal 178 ayat (3) HIR/ Pasal 189 ayat (3) RBG yang menyatakan bahwa hakim dilarang menjatuhkan keputusan atas perkara yang tidak dituntut, atau memberikan  lebih daripada yang dituntut, namun demikian putusan tersebut tidak melanggar asas ultra petita.  2) Pelaksanaan isi putusan perkara nomor 0076/Pdt.G/2017/PA.Mgl adalah secara sukarela di luar persidangan, apabila tergugat tidak melaksanakan isi putusan secara sukarela maka penggugat dapat mengajukan permohonan eksekusi terhadap putusan tersebut dengan mengajukan permohonan eksekusi sejumlah uang. Kelemahan putusan ini yaitu tidak ada instrumen yang dapat memaksa tergugat untuk membayar mut’ah dan nafkah iddah yang telah diputuskan sebagaimana pada perkara cerai talak, instrumen pelaksanaan putusan dalam cerai talak dapat dilaksanakan melalui sidang ikrar talak.
Kajian Yuridis Perlindungan Merek Terhadap Gugatan Merek Nama Orang Terkenal Heniyatun, Heniyatun; Sulistyaningsih, Puji; Iswanto, Bambang Tjatur; Asiyah, Yeni; Praja, Chrisna Bagus Edhita
Borobudur Law Review Vol 2 No 2 (2020): Vol 2 No 2 (2020)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31603/burrev.4648

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlindungan merek terdaftar dan pertimbangan hakim dalam memutus Niet Ontvankelijke Verklaard (NO) Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dengan nomor perkara 48/PDT.SUS/Merek/2018/PN.Niaga.Jkt.Pst. Di dalam posita menyebutkan bahwa singkatan nama “Bensu” merupakan singkatan nama orang terkenal, dan bahwa ayam Geprek Bensu milik penggugat merupakan merek terkenal, oleh karenanya penggugat mohon agar majelis hakim membatalkan merek Bensu milik Jessy. Namun perkara tersebut oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga diputus NO (Niet Ontvankelijke Verklaard) dengan mengabulkan eksepsi tergugat. Metode pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normative melauli pendekatan Undang-Undang dan pendekatan kasus. Hasil penelitian menunjukan bahwa perlindungan merek di Indonesia mengacu pada asas first to file, yaitu bahwa merek yang sudah didaftarkan memiliki perlindungan dan hak eksklusif, hanya dapat dibatalkan jika terbukti melanggar Undang-Undang. Putusan NO oleh Majelis Hakim dalam sengketa merek tersebut mengacu pada Pasal 28 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis (UU MIG) bahwa seharusnya penggugat mengajukan banding ke Komisi Banding Merek (KBM) lebih dahulu, karena merek milik penggugat belum terdaftar di DJKI. Hal ini sesuai Pasal 76 ayat 2 UU MIG bahwa merek yang belum terdaftar harus mengajukan gugatan kepada Menteri, selanjutnya Pasal 30 UU MIG menjelaskan bahwa keputusan KBM diberikan dalam jangka waktu tiga bulan. Namun Penggugat tidak menunggu tiga bulan sebagaimana putusan yang diberikan oleh KBM, akan tetapi langsung mengajukan gugatan ke Pengadiilan Niaga sehingga gugatan ditolak oleh Pengadilan Niaga dan dinyatakan cacat formil.
Penerapan asas timbal balik (Reciprocal) terhadap hubungan persahabatan antara Indonesia dan Vanuatu Persada, Bangun Bela; Sulistyaningsih, Puji; Kuniaty, Yulia; Basri, Basri
Borobudur Law Review Vol 3 No 2 (2021): Vol 3 No 2 (2021)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31603/burrev.5552

Abstract

Tuduhan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan dukungan terhadap kelompok separatis Papua yang dilakukan Vanuatu dinilai telah melanggar prinsip timbal balik (resiprositas) dalam hubungan persahabatan dengan Indonesia. Sehingga untuk mengidentifikasi tindakan yang dilakukan oleh Vanuatu yang melanggar hubungan persahabatan antara Indonesia dan Vanuatu dan mengidentifikasi upaya yang dilakukan untuk menjaga agar hubungan persahabatan antara Indonesia dan Vanuatu tetap baik diperlukan kajian akademik. Penelitian ini merupakan penelitian normatif dengan pendekatan Undang-Undang (statute Approach). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan mengkaji dan menelaah berbagai literature dan bahan pustaka lainnya yang relevan dengan permasalahan. Data dianalisis secara kualitatif dan dikaji dengan metode berfikir secara deduktif dihubungkan dengan teori yang ada dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukan bahwa penerapan asas timbal balik dalam hubungan persahabatan antara Indonesia dengan Vanuatu tidak dilakukan Vanuatu sebagaimana mestinya. Tindakan tuduhan pelanggaran HAM di Papua dan dukungan Vanuatu terhadap kelompok separatis Papua dinilai telah melanggar prinsip-prinsip dalam Piagam PBB dan Statuta Mahkamah Internasional, Resolusi PBB 2625 Deklarasi mengenai Prinsip- Prinsip Hukum Internasional dalam Hubungan Persahabatan dan Kerjasama Internasional, dan Konvensi Montevideo 1933 yaitu prinsip menahan diri dari tindakan yang mengancam integritas teritorial dan prinsip intervensi. Upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia terhadap tuduhan pelanggaran HAM di Papua adalah dengan menggunakan hak jawab ketika mengikuti Sidang Majelis Umum PBB, manajemen berita, komunikasi strategis, serta membangun relasi. Hal ini sekaligus untuk memperkuat hubungan persahabatan diantara Indonesia dengan Vanuatu. Cara penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan perundingan, pencarian fakta (inquiry), atau melalui badan-badan PBB.
Kajian Yuridis Peralihan Hak Cipta Sebagai Objek Wakaf Heniyatun Heniyatun; Puji Sulistyaningsih; Heni Hendrawati
Jurnal Hukum Novelty Vol 8, No 1 (2017)
Publisher : Universitas Ahmad Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (780.039 KB) | DOI: 10.26555/novelty.v8i1.a5529

Abstract

Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, berpengauh terhadap fiqih muamalah khusususnya yang menyangkut objek wakaf, yaitu  objek wakaf tidak hanya berupa benda tetap, tetapi dapat berupa Kekayaan Intelektual (KI), hal ini sesuai yang diatur dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004, Pasal 16 ayat (3). Hak Cipta merupakan salah satu lingkup KI, yang dapat menjadi objek wakaf. Disebutkan di dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014, bahwa salah satu peralihan Hak Cipta adalah dengan diwakafkan. Perlu dipahami ketika akan mewakafkan hak cipta apakah yang akan diwakafkan hak ekonominya atau hak moralnya saja, atau keduanya, karena hak moral melekat pada diri pencipta, apakah dapat dialihkan? Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui prosedur peralihan hak cipta sebagai objek wakaf. Jika hak cipta dialihkan melalui wakaf bagaimana akibat hukumnya. karena terkait dengan hak moral yang melekat pada pencipta. Selain itu juga untuk mengetahui bagaimana keabsahan wakaf hak cipta tersebut, mengingat di dalam hak cipta ada batasan waktu kepemilikan hak. Untuk mencapai tujuan tersebut, dalam penelitian ini menggunakan  metode pendekatan yuridis normatif. Selanjutnya dianalisa dengan menggunakan metode deskriptif analitis, dan diolah dengan metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa prosedur peralihan hak cipta sebagai objek wakaf secara teknis sama dengan objek wakaf yang lain, yang membedakan hanya ikrar wakafnya saja, selain itu juga disyaratkan adanya surat pendaftaran ciptaan dari Dirjen KI Kementerian Hukum dan HAM. Akibat hukumnya adalah ketika wakif sudah mewakafkan maka haknya sudah beralih pada penerima wakaf. Namun hak yang dapat beralih hanya hak ekonominya saja, sedangkan hak moral tetap melekat pada diri pencipta (wakif), perlindungan hukum untuk hak cipta sesuai yang diberikan oleh Undang-undang Hak Cipta (sesuai dengan hasil ciptaannya), sehingga wakaf hak cipta ini sifatnya sementara. Mengenai keabsahan batasan waktu wakaf dengan objek hak cipta, para ulama (responden) membolehkan wakaf dengan batasan waktu. Hal ini sesuai dengan kemanfaatan dari wakaf tersebut.
Sistem Bagi Hasil Dalam Perjanjian Waralaba (“Franschise”) Perspektif Hukum Islam Puji Sulistyaningsih; Heniyatun Heniyatun; Heni Hendrawati
Jurnal Hukum Novelty Vol 8, No 1 (2017)
Publisher : Universitas Ahmad Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (817.049 KB) | DOI: 10.26555/novelty.v8i1.a5530

Abstract

Franchise (waralaba) merupakan suatu bisnis yang telah teruji keberhasilannya, sehingga banyak usaha yang kemudian diwaralabakan. Hal ini tak terkecuali mulai dikenal dan digunakan oleh para pengusaha yang menjalankan bisnisnya menggunakan prinsip Syariah. Walaupun waralaba dalam hukum ekonomi Islam masih dianggap suatu hal baru namun sudah banyak menarik perhatian para pengusaha untuk menekuninya, dengan alasan bahwa waralaba lebih menguntungkan dan tidak bertentangan dengan konsep Syariah. Salah satu ciri khas waralaba adalah adanya royalty, yaitu pembagian keuntungan antar franchisor dan franchisee dengan ketentuan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Adapun  waralaba Syariah, sistim pembagian keuntungannya menggunakan sistim bagi hasil. Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana sistim bagi hasil dalam perjanjian waralaba perspektif hukum Islam, dan bagaimana cara mengatasi kendala dalam sistim bagi hasil dalam perjanjian waralaba perspektif hukum Islam. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan  metode pendekatan yuridis normatif, dan menggunakan spesifikasi penelitian deskriptif analitis. Adapun penarikan sampelnya menggunakan purposive sampling. Alat penelitian meliputi studi kepustakaan dan wawancara. Selanjutnya dianalisis dengan metode kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian pembagian keuntungan dalam perjanjian waralaba perspektif hukum Islam menggunakan sistim bagi hasil, dengan prosentase yang bervariatif yaitu: 50:50 atau 60:40 tergantung kesepakatan para pihak (franchisor dan franchisee). Kendala yang sering terjadi dalam perjanjian waralaba, yaitu ketika terjadi kerugian, ketidakseimbangan antara prestasi yang diberikan dengan keuntungan (bagi hasil), dan adanya pembagian keuntungan yang kurang transparan. Penyelesaian kendala-kendala tersebut terutama dalam pembagian keuntungan biasanya diselesaikan secara musyawarah mufakat, pembayaran ganti rugi, atau jika tidak tercapai dapat melalui arbitrase.
PEMBERIAN MUT’AH DAN NAFKAH IDDAH DALAM PERKARA CERAI GUGAT Heniyatun Heniyatun; puji Sulistyaningsih; Siti Anisah
Profetika: Jurnal Studi Islam Vol. 21, No. 1, Special Issue 2020
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23917/profetika.v21i1.11647

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam pemberian mut’ah dan nafkah iddah dalam perkara cerai gugat dan bagaimana pelaksanaan isi putusan atas pemberian mut’ah dan nafkah iddah dalam perkara cerai gugat. Metode penelitian pustaka (library research) dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Teknik pengelolahan data yang digunakan yaitu teknik analisis data deskriptif normatif, dan penarikan kesimpulan dilakukan secara deduktif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: 1) Pertimbangan hukum hakim dalam pemberian mut’ah dan nafkah iddah dalam perkara cerai gugat nomor 0076/Pdt.G/2017/PA.Mgl yaitu mendasarkan pada Pasal 41 huruf (c) UU Nomor 1 Tahun 1974 jo Pasal 149 huruf (a) dan (b) KHI serta Yurisprudensi Mahkamah Nomor 137 K/AG/2007 tanggal 6 Februari 2008 dan Nomor 02 K/AG/2002 tanggal 6 Desember 2003. Putusan tersebut menyimpangi ketentuan Pasal 149 KHI, namun demikian pertimbangan hukum hakim dalam perkara tersebut mengandung terobosan hukum dengan metode penemuan hukum dan berpedoman pada Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dalam memberikan putusan berkaitan dengan nusyuz, sehingga meskipun perceraian diajukan oleh isteri (cerai gugat) tetapi isteri tidak terbukti nusyuz maka secara ex officio suami dapat dihukum untuk memberikan nafkah iddah kepada bekas isterinya. Putusan hakim tersebut mengakodomasi pendapat madzhab Hanafi. Penerapan hak ex officio hakim tersebut juga menyimpangi ketentuan Pasal 178 ayat (3) HIR/ Pasal 189 ayat (3) RBG yang menyatakan bahwa hakim dilarang menjatuhkan keputusan atas perkara yang tidak dituntut, atau memberikan  lebih daripada yang dituntut, namun demikian putusan tersebut tidak melanggar asas ultra petita.  2) Pelaksanaan isi putusan perkara nomor 0076/Pdt.G/2017/PA.Mgl adalah secara sukarela di luar persidangan, apabila tergugat tidak melaksanakan isi putusan secara sukarela maka penggugat dapat mengajukan permohonan eksekusi terhadap putusan tersebut dengan mengajukan permohonan eksekusi sejumlah uang. Kelemahan putusan ini yaitu tidak ada instrumen yang dapat memaksa tergugat untuk membayar mut’ah dan nafkah iddah yang telah diputuskan sebagaimana pada perkara cerai talak, instrumen pelaksanaan putusan dalam cerai talak dapat dilaksanakan melalui sidang ikrar talak.
Tinjauan Maqashid Al-Syariah Terhadap Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Muhammad Habibi Miftakhul Marwa; Puji Sulistyaningsih
Jurnal Hukum Ekonomi Islam Vol. 4 No. 2 (2020): Jurnal Hukum Ekonomi Islam (JHEI)
Publisher : Asosiasi Pengajar dan Peneliti Hukum Ekonomi Islam Indonesia (APPHEISI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (371.807 KB)

Abstract

Maqashid al-sharia aims to create benefit and prevent loss in fulfilling basic human needs, namely by protecting religion, soul, mind, descent and property. Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection (UUPK) is expected to be able to develop a complete human being by creating fair trading business activities for consumers and business actors, so that basic human needs are met. Maqashid al-sharia and UUPK both have the goal of benefit and aspects of protection of fundamental human rights. The concept of maqashid al-sharia has indirectly been realized in the articles of the UUPK in the form of fulfilling rights and obligations as a manifestation of attracting benefit for consumers and business actors, while actions that are prohibited by business actors are to prevent consumer losses. Keywords: maqashid al-syariah, consumer protection. Abstrak Maqashid al-syariah bertujuan mewujudkan kemashlahatan dan mencegah kerugian dalam pemenuhan kebutuhan pokok manusia yaitu dengan melindungi agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) diharapkan mampu membangun manusia seutuhnya dengan menciptakan kegiatan usaha perdagangan yang fair bagi konsumen dan pelaku usaha, sehingga kebutuhan pokok manusia terpenuhi. Maqashid al-syariah dan UUPK sama-sama memiliki tujuan kemashlahatan dan aspek perlindungan terhadap hak-hak fundamental manusia. Konsep maqashid al-syariah secara tidak langsung telah direalisasikan dalam pasal-pasal UUPK berupa pemenuhan hak dan kewajiban sebagai perwujudan menarik kemashlahatan bagi konsumen dan pelaku usaha, sedangkan perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha untuk mencegah kerugian konsumen. Kata kunci: maqashid al-syariah, perlindungan konsumen,
Pelaksanaan Hak Kekayaan Intelektual Sebagai Objek Wakaf Puji Sulistyaningsih; Heniyatun Heniyatun; Chrisna Bagus Edhita Praja; Dasep Nurjaman
JIPRO: Journal of Intellectual Property JIPRO, Vol. 2. No. 2, 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/jipro.vol2.iss2.art2

Abstract

This study aims to determine the Islamic view of IPR as a waqf object, and procedures for implementing waqf with IPR objects. This study uses a normative juridical method with an approach to the Law and conceptual approach. The results showed that IPR was seen as one of the wealth rights (Huquq Maliyyah) in the view of Islam that received legal protection as other assets, so that IPR could be used as an object of waqf (al-mauqud 'alaih) both exchange contracts, commercial (Mu'awadhah ) and non-commercial contracts (tabarru'at). IPR as a waqf object is permitted by Islamic law as long as it fulfills the requirements as an object of waqf, as well as positive Indonesian law, this is reinforced by Law No. 41 of 2004 concerning Endowments; Government Regulation No. 42 of 2006; The decision of the Indonesian Ulema Council (MUI) No. 1 MUNAS / VII / 5/2005, allows IPR as an object of waqf. The HKI waqf procedure, in general, is not much different from the waqf procedure with objects of immovable objects such as land or other immovable objects but the difference is that there must be authentic evidence from the Directorate General of Islamic Education and the establishment of court states that the waqf object is not in dispute. Before the waqf pledge was made the Acting Actor of the Pledge of Endowments (PPAIW) consulted the Ministry of Religion in advance to get recommendations.
Aktualisasi Sistem Pemutusan Hubungan Kerja Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja Elok Dwi Kusumastuti; Puji Sulistyaningsih; Heniyatun Heniyatun
Borobudur Law and Society Journal Vol 1 No 1 (2022): Vol 1 No.1 (2022)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (206.072 KB) | DOI: 10.31603/6539

Abstract

Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Sedangkan, bagi masyarakat yang tergolong tidak mampu, dapat berperkara secara prodeo yang dibiayai oleh dipa negara dengan jumalah yang terbatas. Sehingga akan diberlakukan prodeo non dipa yaitu bahwa seluruh biaya ditanggung oleh pengadilan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis prosedur dan tantangan yang dihadapi dalam penyelesaian perkara perdata secara prodeo non dipa. Metode penelitian yang digunakan penelitian yuridis normatif, dengan pendekatan yang menggunakan data primer yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan dan data sekunder yang diperoleh dari bahan kepustakaan. Kedua data tersebut kemudian dianalisis secara kualitatif yaitu menghasilkan data deskriptif analisis untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini. Hasil penelitian yang diperoleh bahwa permohonan pembebasan biaya perkara secara prodeo non dipa dalam perkara perdata yaitu prosesnya diatur dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pedoman Pemberian Layanan Hukum bagi Masyarakat Tidak Mampu di Pengadilan dengan Juklak Surat Keputusan Dirjen Badilum Nomor:52/DJU/SK/HK.006/5/Tahun 2014 maupun Surat Edaran Dirjen Badilag MA RI Nomor: 0508.a/DJA/HK.00/III/2014.