Claim Missing Document
Check
Articles

Found 21 Documents
Search

Kedudukan Advokat Terhadap Klien Dalam Mendampingi Pemeriksaan Perkara Pidana Di Tingkat Penyidikan Danialsyah Danialsyah; Dhina Syahfira
Jurnal Hukum dan Kemasyarakatan Al-Hikmah Vol 2, No 1 (2021): Edisi Maret 2021
Publisher : Fakultas Hukum universitas Islam Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (384.009 KB) | DOI: 10.30743/jhah.v2i1.3638

Abstract

 Abstract The position of an advocate in assisting clients in criminal cases at the investigation level is very urgent because providing legal assistance to suspects is an advocate's obligation to uphold justice and protect human rights, including the rights of perpetrators of criminal acts which are constitutional rights. Advocates play a role at all levels of examination, namely that at the investigative level, advocates have started to provide assistance and follow the course of investigations so that the rights of suspects can be fulfilled and there is no pressure or coercion from the investigators. Providing legal assistance to perpetrators of criminal acts is important in relation to the principle of equality before the law (everyone is the same before the law). This principle demands the right to legal aid, through the provision of legal assistance to the accused / suspected perpetrator of a criminal act.  Keywords: Advocates, Clients, Investigators  Abstrak Kedudukan advokat dalam mendampingi klien pada perkara pidana di tingkat penyidikan sangatlah urgen karena pemberian bantuan hukum terhadap tersangka merupakan kewajiban Advokat untuk menegakkan keadilan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia, termasuk juga hak asasi pelaku tindak pidana yang merupakan hak konstitusional. Advokat memberikan perannya dalam semua tingkat pemeriksaan yakni peran di tingkat penyidikan advokat sudah mulai melakukan pendampingan dan mengikut jalannya penyidikan agar hak-hak tersangka bisa terpenuhi dan tidak ada tekanan maupun paksaan dari penyidik. Pemberian bantuan hukum terhadap pelaku tindak pidana menjadi penting terkait dengan prinsip equality before the law (setiap orang sama dipandang dihadapan hukum) asas ini menuntut adanya hak bantuan hukum, melalui penyediaan bantuan hukum terdakwa/tersangka pelaku tindak pidana. Kata Kunci : Advokat, Klien, Penyidikan
SANKSI PIDANA TIDAK MELAKUKAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA Nicolas Hutagalung; Nelvitia Purba; Danialsyah
Jurnal Ilmiah METADATA Vol. 4 No. 2 (2022): Edisi Bulan Mei 2022
Publisher : LPPM YPITI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Wajib lapor pecandu narkotika sebagai sebuah upaya untuk memenuhi hak pecandu narkotika dalam mendapatkan pengobatan atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Rumusan masalah adalah bagaimana pengaturan hukum pidana bagi pecandu dan penyalahguna narkotika, bagaimana ketentuan sanksi pidana terhadap pecandu narkotika menurut Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 Tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika, bagaimana peran Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) dalam melaksanakan kewajibannya dalam menerima laporan pecandu narkotika berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 Tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika. Jenis penelitian ini adalah penelitian dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui studi pustaka, dimana bahan atau data yang diperoleh akan disusun secara sistematis dan dianalisa dengan menggunakan prosedur logika ilmiah yang sifatnya kualitatis. Pengaturan hukum pidana bagi pecandu dan penyalahguna narkotika dalam Undang-Undang Nomor 35Tahun 2009 Tentang Narkotika dan wajib lapor pecandu narkotika berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 Tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika adalah kegiatan melaporkan diri yang dilakukan oleh pecandu narkotika yang sudah cukup umur atau keluarganya atau orang tua atau wali dari pecandu narkotika yang belum cukup umur kepada institusi penerima wajib lapor untuk mendapatkan pengobatan atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan hukum pidana terhadap tindak pidana memperdagangkan peran Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) dalam melaksanakan kewajibannya dalam menerima laporan pecandu narkotika berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 Tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika adalah menerima laporan pecandu narkotika sebagai wajib lapor untuk memberikan pelayanan perawatan dan pengobatan.
KEDUDUKAN REKAMAN CCTV SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN PASCA KELUARNYA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 20/PUUXIV/2016 (Studi Putusan Nomor 3398/Pid.B/2017/PN.Mdn) Sisworo; Marlina; Danialsyah
Jurnal Ilmiah METADATA Vol. 4 No. 2 (2022): Edisi Bulan Mei 2022
Publisher : LPPM YPITI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tindak pidana pencurian sampai saat ini masih dilematis dan menjadi masalah yang cukup serius serta memerlukan pemecahan. Permasalahan dalam ini adalah bagaimana pengaturan alat bukti elektronik dalam hukum acara pidana di Indonesia, bagaimana kekuatan pembuktian rekaman CCTV dalam penyelesaian tindak pidana pencurian dengan pemberatan, bagaimana kedudukan hukum rekaman CCTV sebagai alat bukti dalam tindak pidana pencurian dengan pemberatan berdasarkan Putusan Nomor 3398/Pid.B/2017/PN.Mdn. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian normatif, yaitu penelitian yang menggunakan peraturan perundang-undangan sebagai dasar pemecahan permasalahan yang dikemukakan. Data yang dipergunakan adalah data sekunder dan metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian kepustakaan (library research). Analisis data yang digunakan adalah data kualitatif. Pengaturan alat bukti elektronik berupa CCTV sebagai alat bukti dalam proses peradilan pidana sebagai Alat bukti diatur dalam Pasal 188 ayat (1), (2), (3) Undang-Undang No 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan pasal 5 ayat (2) UU ITE mengatur bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan perluasan dari alat bukti hukum yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia oleh UU ITE Kekuatan pembuktian rekaman CCTV dalam penyelesaian tindak pidana pencurian dengan pemberatan sebagai alat bukti dalam proses peradilan pidana CCTV dapat dipergunakan sebagai alat bukti petunjuk, jika CCTV tersebut mempunyai keterkaitan antara keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa sebagaimana dinyatakan oleh Pasal 188 Ayat (2) KUHAP. Berdasarkan hasil penelitian dipahami bahwa Kedudukan hukum rekaman CCTV sebagai alat bukti dalam tindak pidana pencurian dengan pemberatan berdasarkan Putusan Nomor 3398/Pid.B/2017/PN.Mdn menurut Majelis Hakim menjadikan Rekaman CCTV sebagai penguat dari keterangan saksi-saksi yang dihadirkan dalam penyelidikan.
KEBIJAKAN PENEGAK HUKUM DALAM PENERAPAN RESTORATIF JUSTICE TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA Muhammad Ilman Dani Lubis; Marlina Marlina; Danialsyah Danialsyah
Jurnal Ilmiah METADATA Vol. 4 No. 3 (2022): Edisi Bulan September 2022
Publisher : LPPM YPITI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penerapan prinsip restoratif justice dalam menangani tindak pidana yang dilakukan oleh anak secara yuridis formil telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriftif analisis yang mengarah pada penelitian hukum yuridis normatif dan yuridis empiris yakni penelitian yang dilakukan dengan cara mengacu pada norma-norma hukum yaitu meneliti terhadap bahan pustaka atau bahan sekunder dan penelitian lapangan. Data primer dansekunder dengan mengolah data dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hambatan dalam penerapan restoratif justice terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana kekerasan adalah masih sangat terbatasnya baik sarana fisik bangunan tempat pelaksanaan restorative justice, maupun non fisik yaitu belum tersedianya tenaga-tenaga professional seperti dokter, psikolog, tenaga instruktur ketrampilan dan tenaga pendidik di berbagai tempat dimana anak di tempatkan selama dalam penanganan proses hukum.
KEDUDUKAN ANAK ANGKAT SEBAGAI AHLI WARIS MENURUT HUKUM PERDATA DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM Krisman Napitupulu; Mustamam Mustamam; Danialsyah Danialsyah
Jurnal Ilmiah METADATA Vol. 4 No. 3 (2022): Edisi Bulan September 2022
Publisher : LPPM YPITI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pengadilan memiliki kewenangan mengadili terhadap perkara warisan yang salah satu wewenangnya adalah mengeluarkan penetapan ahli waris. Jenis penelitian ini adalah penelitian dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui studi pustaka, dimana bahan atau data yang diperoleh akan disusun secara sistematis dan dianalisa dengan menggunakan prosedur logika ilmiah yang sifatnya kualitatis. Hasil penelitian diharapkan akan dapat menjawab permasalahan yang diteliti, dan pada akhirnya akan dapat memberikan saran dan solusi terhadap permasalahan tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hak mewaris anak angkat tidak diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sedangkan dalam hukum Islam anak angkat tidak dapat memiliki hubungan darah dengan orang tua angkatnya namun ia berhak untuk mendapat kasih sayang seperti anak kandung, mendapatkan nafkah, mendapatkan pendidikan yang layak dan hak untuk mendapatkan pemenuhan kebutuhan kehidupan, dikarenakan tidak adanya hubungan darah antara anak angkat dengan orang tua angkatnya maka anak angkat tidak berhak menjadi ahli waris harta orang tua angkatnya.
KEBIJAKAN HUKUM DISPARITAS DALAM PEMIDANAAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA (Studi Putusan Pengadilan Nomor 1284/Pid.Sus/2021/PN Mdn dan Putusan Pengadilan Nomor 323/Pid.Sus/2021/PN Mdn) Doli Suryanto Silaban; Danialsyah Danialsyah; Nelvitia Purba
Jurnal Ilmiah METADATA Vol. 4 No. 2 (2022): Edisi Bulan Mei 2022
Publisher : LPPM YPITI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Disparitas pidana membawa problematika tersendiri dalam penagakan hukum di Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analisis yang mengarah kepada penelitian yuridis normatif. Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder. Alat pengumpul data adalah penelitian kepustakaan. Kesimpulan bahwa analisis hukum disparitas pemidanaan putusan hakim terhadap terdakwa tindak pidana narkotika dalam Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 1284/Pid.Sus/2021/PN Mdn dan Putusan Nomor 323/Pid.Sus/2021/PN Mdn adalah bahwasanya lamanya putusannya tidak memenuhi rasa keadilan sebab dengan dakwaan yang sama tetapi hukuman yang dijatuhkan berbeda demikian juga pengenaan denda kepada terdakwa juga kurang memenuhi rasa keadilan, sebab terdakwa pada kedua kasus tersebut merupakan sama-sama pengguna, sehingga tidak layak untuk dijatuhi hukuman denda
Analysis of Libles Obscuur in Civil Suits in Medan State Court Danial Syah
International Journal of Science, Technology & Management Vol. 2 No. 1 (2021): January 2021
Publisher : Publisher Cv. Inara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46729/ijstm.v2i1.110

Abstract

The research study about first to find out the reasons for the judge declaring a lawsuit unclear or obscure (obscuur libel) and second is to find out the consequences of an unclear or obscure lawsuit (obscuur libel). In this study using qualitative data analysis. The approach method in this research is to use a normative juridical approach, namely an approach that is carried out by collecting secondary data.The results of this study were (1) The reason the judge stated that a lawsuit was unclear or obscure (obscuur libel) were nine factors that caused the claim submitted by the plaintiff to be unacceptable. The nine factors are: (a) The identity of the parties (Plaintiff and Defendant). (b) The object of the lawsuit being litigated is unclear. (c) Petitum lawsuit exceeds the claim posita. (d) Power of attorney does not meet the requirements. (e) The lawsuit is filed by an underage / incapable person. (f) Claims are not filed on time. (g) Incomplete parties. (h) The court is not competent to hear the claim that is submitted. (i) The grounds of the plaintiff's rights are not clear. (2) As a result of a lawsuit is unclear or obscure (obscuur libel), then the person concerned does not accept such a decision, because the decision does not give satisfaction to what he wants from the claim as stated in the lawsuit. Because the verdict cannot be accepted in practice in the District Court based on the consideration that the plaintiff's claim is unacceptable, in fact it is a consideration regarding the subject matter of the case, namely whether the plaintiff is the owner or entitled to the suspect land, it is more appropriate to declare the claim rejected. Therefore, the plaintiff's unclear rights to the object of the lawsuit in dispute are not appropriate to be used as legal considerations to declare the claim unacceptable.
Tahapan Pengajuan Gugatan di Pengadilan Negeri Maria Rosalina; Danialsyah Danialsyah; Zulkifli AR
Jurnal Hukum Al-Hikmah: Media Komunikasi dan Informasi Hukum dan Masyarakat Vol 3, No 3 (2022): Edisi September 2022
Publisher : Fakultas Hukum universitas Islam Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30743/jhah.v3i3.5954

Abstract

RESTORATIVE JUSTICE SEBAGAI BAGIAN DARI PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN ANAK Muhammad Aldwi Ashary; Danialsyah; Ibnu Affan
Jurnal Meta Hukum Vol. 1 No. 3 (2022): Edisi November 2022
Publisher : LPPM YPITI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (213.828 KB)

Abstract

Penerapan prinsip restoratif justice dalam menangani tindak pidana yang dilakukan oleh anak secara yuridis formil telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Rumusan masalah ini adalah bagaimana pengaturan pelaksanaan Restorative Justice terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana, bagaimana implementasi Restorative Justice sebagai perlindungan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana, bagaimana hambatan pelaksanaan Restorative Justice dalam pelaksanaan peradilan anak di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hambatan dalam penerapan restoratif justice terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana kekerasan adalah masih sangat terbatasnya baik sarana fisik bangunan tempat pelaksanaan restorative justice, maupun non fisik yaitu belum tersedianya tenaga-tenaga professional seperti dokter, psikolog, tenaga instruktur ketrampilan dan tenaga pendidik di berbagai tempat dimana anak di tempatkan selama dalam penanganan proses hukum.
PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA KECELAKAAN LALU LINTAS AKIBAT KELALAIAN PENGEMUDI YANG MENYEBABKAN KORBAN MENINGGAL DUNIA (Studi Kasus Di Kepolisian Resor Serdang Bedagai) Ramadhan Helmi; Danialsyah; Mukidi
Jurnal Meta Hukum Vol. 1 No. 3 (2022): Edisi November 2022
Publisher : LPPM YPITI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (154.627 KB)

Abstract

Terjadinya kecelakaan lalu lintas banyak menimbulkan korban, meninggal dunia karena kealpaan atau kelalaian dalam mengemudikan kendaraan bermotor. Penerapan tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Rumusan masalah ini adalah bagaimana pengaturan hukum tentang kecelakaan lalu lintas di Indonesia, bagaimana faktor-faktor penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas di jalan raya yang menyebabkan kematian, bagaimana solusi untuk mengatasi hambatan dalam penegakan hukum dalam tindak pidana kecelakaan lalu lintas di jalan raya meurut perundang-undangan yang beraku di Polres Serdang Bedagai yang menyebabkan korban meninggal dunia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fktor-faktor penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan kematian adalah adanya unsur kesengajaan yaitu dengan sengaja mengendarai kendaraan bermotor dengan cara berbahaya dan mengancam keselamatan pengguna jalan dapat diterapkan Pasal 311 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dibuktikan apakah mengendarai dengan baik atau tidak. Upaya penanggulangan yang dilakukan satuan lalu lintas polres Serdang Bedagai terhadap pelanggaran lalu lintas melalui dengan dua cara yaitu preventif dan refresif, upaya preventif dengan melakukan penegakan hukum terhadap tindak pidana lalu lintas yang menyebabkan korban meninggal dunia, tetap konsisten dengan ketentuan Pasal 76 s.d. Pasal 85 KUHP dan Pasal 109 ayat (2) KUHAP serta Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.