Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search
Journal : Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni

PENGUJIAN CONFIRMATORY FACTOR ANAYSIS ALAT UKUR UWESSS VERSI INDONESIA Yudhistira, Santi Yudhistira; Tiatri, Sri; Mularsih, Heni
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 1, No 2 (2017): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v1i2.970

Abstract

Penelitian ini merupakan pengujian confirmatory factor analysis alat ukur academic engagement yaitu Utrecht Work Engagement Scale Student Survey (UWES-SS) 17 ke dalam versi Indonesia. Academic engagement merupakan sikap positif dan fulfilling dalam pekerjaan yang kaitan dengan pikiran mahasiswa yang dikarakteristikan oleh vigor, dedication, dan absorption. Data diambil pada 164 orang mahasiswa Fakultas Psikologi disalah satu universitas negeri di Tangerang Selatan dengan sampel acak. Academic engagement merupakan materi pengembangan dari work engagement yang telah diadaptasi ke dalam berbagai bahasa dari berbagai negara dan diukur dengan grup sample yang berbeda pula. Proses adaptasi dan pengembangan alat ukur UWES-SS 17 terdiri dari tahapan: 1) translation, 2) back translation, 3) adaptasi bahasa sesuai dengan kesesuaian bahasa Indonesia yang baik dan benar, 4) face validity, 5) content validity, 6) pengumpulan data, 7) pengolahan data berupa Uji Model CFA dengan menggunakan software M-Plus 7, dan 8) melakukan analisis data. Berdasarkan uji CFA model I (first order) didapatkan hasil vigor (P.value 0.2728, CFI 0.993, TLI 0.985, RMSEA 0.039), dedication (P.value 0.7781, CFI 1.000, TLI 1.014 RMSEA 0.000), absorption (P.value 0.9216, CFI 1.000, TLI 1.057, RMSEA 0.000) dan hasil uji model 2 (second order) terhadap alat ukur UWES-SS 17. Kedua model dan ketiga dimensi dikatakan fit dan bekerja sesuai dengan teori academic engagement. maka didapatkan hasil P.value 0.0737, CFI 0.982, TLI 0.977, RMSEA 0.035. Berdasarkan hasil uji CFA tersebut dapat disimpulkan bahwa dari 17 butir pernyataan yang diajukan kepada partisipan, maka 16 butir dinyatakan signifikan, dan satu butir yang tidak signifikan. Dengan demikian, UWES-SS merupakan alat ukur yang representatif dan efisien untuk mengukur academic engagement pada kalangan mahasiswa.
PERAN REGULASI DIRI DAN KECERDASAN INTELEKTUAL (IQ) TERHADAP PRESTASI AKADEMIK (STUDI PADA MAHASISWA PROGRAM MENTORING DI UNIVERSITAS X TANGERANG) Tarigan, Julia Rostaulina; Tiatri, Sri; Mularsih, Heni
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 2, No 2 (2018): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v2i2.2281

Abstract

Self-regulation and intellectual intelligence in previous studies indicate that these two variables influence academic achievement. However, most studies of the three variables were carried out on subjects in the middle school category, and research using self-regulation and intellectual intelligence variables carried out on university students is very rare, therefore, this fact piqued the researchers‟ interest in conducting this research. The study was conducted to determine the extent to which self-regulation and intellectual intelligence play a role in the academic achievement of university students who took part in the mentoring program at X University Tangerang. This research uses quantitative methods. The sampling technique was carried out by purposive sampling technique, and participants were obtained with the criteria as such: university students participating in the mentoring program, acting as mentees with <2.00 GPA, with a total of 47 mentees obtained as participants. The measurement of the self- regulation variable is done using an adaptation of the self-regulation questionnaire developed by Brown and Miller (1991), while the measurement of intellectual intelligence uses the CFIT test tool. The variable of academic achievement is measured using the participant GPA in the odd semester of 2017/2018. Data analysis was performed using multiple linear regression tests on SPSS version 17. The result of the study indicates that self-regulation and intellectual intelligence do not play a role in gaining academic achievement for students who acted as mentees in the mentoring program at X University Tangerang. This shows that low academic achievement among the participants of this study was caused by other factors not examined in this study.  Kemampuan regulasi diri dan kecerdasan intelektual pada penelitian terdahulu menunjukkan bahwa kedua variabel ini berpengaruh terhadap prestasi akademik. Namun, kebanyakan penelitian terhadap ketiga variabel tersebut dilakukan pada subyek dengan kategori siswa sekolah menengah, dan masih sangat jarang penelitian dengan menggunakan variabel regulasi diri dan kecerdasan intelektual dilakukan pada mahasiswa, sehingga hal ini juga turut membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini. Penelitian dilakukan untuk mengetahui sejauhmana regulasi diri dan kecerdasan intelektual berperan terhadap prestasi akademik mahasiswa yang mengikuti program mentoring di Universitas X Tangerang. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling, sehingga diperoleh partisipan dengan kriteria mahasiswa yang mengikuti program mentoring, berperan sebagai mentee dan IPK <2.00, dengan total 47 orang mentee yang diperoleh sebagai partisipan. Pengukuran variabel regulasi diri dilakukan dengan menggunakan adaptasi kuesioner regulasi diri yang dikembangkan oleh Brown and Miller (1991), sementara pengukuran kecerdasan intelektual menggunakan alat tes CFIT. Variabel prestasi akademik diukur menggunakan IPK partisipan pada semester ganjil 2017/2018. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji regresi linier berganda pada program SPSS versi 17. Hasil penelitian menemukan bahwa kemampuan regulasi diri dan kecerdasan intelektual tidak berperan terhadap pencapaian prestasi akademik mahasiswa yang berperan sebagai mentee pada program mentoring di Universitas X Tangerang. Hal ini menunjukkan bahwa pada pencapaian prestasi akademik yang rendah pada partisipan penelitian ini disebabkan oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
PERAN EFIKASI DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP REGULASI DIRI BELAJAR PADA WARGA BELAJAR KEJAR PAKET C Nugraheni, Angelia Prasastha Widi; Tiatri, Sri; Mularsih, Heni
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 2, No 2 (2018): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v2i2.2867

Abstract

Non-formal education is one of many complementary, substitutes, and enhancers of formal education to achieve equal education in Indonesia. One form of implementing non-formal high school equivalent education is called C Package. The implementation of the C package is centralized at  Community Learning Activity Center (PKBM), which is currently increasingly in demand by the community. Flexible lessons is one of many unique appeal to those interested in C package. Even though it is flexible in conducting lessons, the demand for mastery of the material and C package exam requirements is the same as formal education. This is a challenge for residents studying for C package, whom on average, are dropouts, are working and are married, or have limited study time. Therefore, it is necessary to possess the skill of self-regulation of studying for residents studying the C package. Self-regulation of studying is influenced by internal factors namely self-efficacy and external factors, namely social support. This study aims to determine and examine the role of self-efficacy and social support in self-regulation of studying. This research used correlational method with 83 participants participating in the C package program at X PKBM, aged 16 to 37 years. Participants were selected using purposive sampling technique. Instruments measuring the three research variables were adapted from Learning Strategies Scales, Self Efficacy Learning and Performance Scales and Multidimensional Scale of Perceived Social Support. Research data were analyzed using multiple regression. The results show that specifically, self-efficacy plays a role in self-regulation of studying (R2 = 0.245, p <0.05). Social support plays a role in self-regulation of studying (R2 = 0.210, p <0.05). Simultaneously, self-efficacy and social support contribute to self-regulation of studying (R2 = 0.359, p <0.05). Pendidikan nonformal merupakan salah satu pelengkap, pengganti, dan penambah pendidikan formal untuk mencapai pemerataan pendidikan di Indonesia. Salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan nonformal setara MA/SMA disebut dengan paket C. Pelaksanaan paket C terpusat di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), yang saat ini semakin diminati oleh masyarakat. Pembelajaran yang fleksibel menjadi salah satu daya tarik tersendiri bagi peminat paket C. Meskipun fleksibel dalam pembelajaran, tuntutan penguasaan materi dan persyaratan ujian paket C sama dengan pendidikan formal. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi warga belajar paket C yang rata-rata merupakan warga putus sekolah, sudah bekerja dan berkeluarga, atau memiliki keterbatasan waktu belajar. Oleh karena itu, dibutuhkan kemampuan regulasi diri belajar pada warga belajar paket C. Regulasi diri belajar dipengaruhi oleh faktor internal yaitu efikasi diri dan faktor eksternal yaitu dukungan sosial. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menguji peran efikasi diri dan dukungan sosial terhadap regulasi diri belajar. Metode penelitian adalah korelasional dengan partisipan berjumlah 83 orang warga belajar program paket C di PKBM X, berusia 16 hingga 37 tahun. Pemilihan partisipan menggunakan teknik purposive sampling. Instrumen yang mengukur ketiga variabel penelitian diadaptasi dari Learning Strategies Scales, Self Efficacy Learning and Performance Scales dan Multidimensional Scale of Perceived Social Support. Data penelitian dianalisis menggunakan regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara spesifik, efikasi diri berperan terhadap regulasi diri belajar (R2 = 0.245, p < 0.05). Dukungan sosial berperan terhadap regulasi diri belajar (R2 = 0.210, p < 0.05). Secara simultan, efikasi diri dan dukungan sosial berperan terhadap regulasi diri belajar (R2 = 0.359, p < 0.05).
PERAN SELF-ESTEEM DAN SCHOOL WELL-BEING PADA RESILIENSI SISWA SMK PARIWISATA A Saraswati, Laksmiari; Tiatri, Sri; Sahrani, Riana
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 1, No 2 (2017): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v1i2.1472

Abstract

Pekerjaan dalam bidang pariwisata menuntut pekerja memiliki kompetensi utama hospitality, termasuk menerima komplain pelanggan dengan positif. Komplain pelanggan berpotensi menimbulkan tekanan emosional. Lulusan SMK Pariwisata A yang masih remaja perlu tangguh dalam menghadapi tekanan dan mampu bangkit kembali dari kegagalan dan memperoleh makna (resiliensi). Resiliensi merupakan inner strength, dapat dipelajari dan dibangun di sekolah. Penelitian ini bertujuan mengkaji peran self-esteem dan school well-being terhadap resiliensi. Partisipan adalah 73 siswa dari SMK Pariwisata A. Data dikumpulkan melalui kuisioner. Hasil penelitian menyatakan bahwa secara bersamaan self-esteem dan school well-being berperan pada resiliensi siswa. Secara terpisah hanya selfesteem yg berperan signifikan pada resiliensi. Artinya dalam membangun resiliensi dibutuhkan peran dari selfesteem dan school well-being secara bersamaan. Kedua hal ini harus difasilitasi oleh pihak sekolah secara keseluruhan sehingga siswa SMK Pariwisata A setelah lulus sudah memiliki ketrampilan untuk menghadapi tantangan pekerjaan.
THE UNHEALTHY DELIGHTS: ONLINE GAMES – DOES PERSONALITY TRAITS AND NEEDS SATISFACTION PLAYS A ROLE? Liesera, Novita; Tiatri, Sri; Widiastuti, Niken
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 3, No 2 (2019): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v3i2.3368

Abstract

Playing too many online games could harm the player both physically and mentally. Online game engagement is a generic indicator of one’s involvement in online game playing (Brockmyer, Fox, Curtiss, McBroom, Burkhart, & Pidruzny, 2009). The previous study found that three out of five traits from the Five Factor Model correlates with psychological needs fulfillment (Teng, 2009). Online games serve as a mean to fulfill these psychological needs (Przybylski, Rigby, & Ryan, 2010). This study attempts to understand the correlation between personality traits and the online game engagement of adolescents in Jakarta with basic psychological needs satisfaction as a mediator. The participants of this study are adolescent gamers age between 15 to 18 years (n = 333). Quantitative methods and questionnaires are used to gather information from participants. Regression result shows that basic psychological needs satisfaction mediates personality traits and online game engagement. Out of five traits, basic psychological needs satisfaction only mediates for conscientiousness (r2 = 0.050, p < 0.01) and neuroticism (r2 = 0.051, p < 0.01).
PENERAPAN GRATITUDE JOURNAL UNTUK MENURUNKAN GEJALA DEPRESIF PADA PENDERITA KANKER: STUDI DENGAN ECOLOGICAL MOMENTARY ASSESSMENT Sucitra, Eric; Mar’at, Samsunuwijati; Tiatri, Sri
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 3, No 1 (2019): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v3i1.3466

Abstract

Kanker adalah sebuah masalah medis serius yang memiliki dampak yang signifikan terhadap kualitas hidup penderita secara holistik, termasuk masalah kejiwaan yang mengarah pada gejala depresif. Negative inferential style, yakni sebuah gaya pikir yang cenderung memproses peristiwa hidup secara lebih negatif dari biasanya, diduga sebagai salah satu faktor yang memicu penderita kanker untuk mengembangkan gejala depresif. Studi ini bertujuan untuk memeriksa penerapan intervensi yang berfokus pada aspek kognitif individu dalam bentuk aktivitas gratitude journal untuk mengurangi gejala depresif partisipan. Penelitian ini juga menggunakan ecological momentary assessment untuk memeriksa fluktuasi mood depresif dalam partisipan. Enam partisipan wanita dengan berusia antara 35 sampai 56 tahun (x̅ = 44.83) dengan diagnosis kanker dan gejala depresif (skor BDI-II > 0) direkrut dan menyelesaikan aktivitas gratitude journal selama dua minggu. Uji statistik non-parametrik Wilcoxon Signed Rank Test dan Kruskall-Wallis Test dilakukan untuk menganalisis data. Studi ini juga melakukan analisis tematik dalam bentuk coding untuk menemukan protective factors terhadap depresi yang terkandung dalam gratitude journal. Studi ini tidak menemukan perbedaan bermakna pada skor pretest-posttest trait gratitude, namun menemukan penurunan skor yang signifikan pada gejala depresif. Terakhir, peneliti tidak menemukan adanya perbedaan bermakna dalam gejala depresif pada tiga kondisi waktu yang berbeda. Studi ini menunjukkan bahwa gratitude journal dapat digunakan sebagai jenis intervensi yang dapat mendampingi intervensi lain karena karakteristik aktivitasnya yang sederhana. Akan tetapi, masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut yang memeriksa penerapan gratitude journal terhadap penderita depresi klinis sebelum konklusi mengenai efektivitas dari aktivitas gratitude journal dapat ditegakkan. Cancer is a group of medical diseases that has detrimental impacts on the sufferers’ quality of life holistically, which includes psychological issues that may lead them to heightened depressive symptoms. Negative inferential style, defined as the tendency to interpret or attribute negative life events in maladaptive ways, has been suggested to be a risk factor contributing to the development of depressive symptoms. The current study aimed to investigate the application of cognitive-based intervention in the form of gratitude journal to reduce depressive symptoms. In addition, the study was designed to explore the fluctuative depressive mood among cancer sufferers by utilizing ecological momentary assessment. Six partisipants with age range from 35 to 56 years old (x̅ = 44.83), with cancer diagnosis and depressive symptoms (BDI-II > 0) were recruited and completed gratitude journal activity for two weeks. Non-parametric statistical analyses in the form of Wilcoxon Signed Rank Test and Kruskall-Wallis Test were conducted to analyse the data. Findings showed no significant differences between gratitude trait pretest-posttest scores. In contrast, there were significant differences among depressive scores, indicating that the intervention helps to reduce depressive symptoms among cancer sufferers. It was further revealed that the analyses failed to find significant depressive symptoms’ differences among three different time points. The findings suggest that gratitude journal can be used as an effective side-intervention that complements other type of intervention to reduce depressive symptoms due to its “easy-to-do” nature. However, future research is necessary to establish its efficacy to treat individuals with more serious depressive symptoms. 
PERANAN COGNITIVE FLEXIBILITY, SELF-ESTEEM, DAN LONELINESS TERHADAP CELEBRITY WORSHIP PADA REMAJA Aufa, Rahmatul; Mar'at, Samsunuwiyati; Tiatri, Sri
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 3, No 2 (2019): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v3i2.3483.2019

Abstract

Saat ini fenomena demam idola kian menyemarak di Indonesia. Semakin tinggi tingkat pengidolaan seseorang, maka semakin tinggi juga tingkat keterlibatan dengan sosok yang di idolakan. Semakin individu mengidolakan atau terlibat dengan sosok yang di idolakan maka semakin besar pula keintiman (intimacy) yang diimajinasikan terhadap sosok idola tersebut. Ketika individu menjadikan selebriti fokus utama hidupnya, maka disfungsi akan terbentuk. Beberapa individu akan membentuk hubungan khayalan dengan selebriti idola mereka dan akhirnya mengarah ke obsesi virtual terhadap selebriti idola. Obsesi inilah yang akhirnya dikenal dengan istilah celebrity worship (McCutcheon,Maltby, & Houran, 2003). Beberapa penelitian menunjukkan celebrity worship dikaitkan dengan traits para penggemar yang patologis, negatif dan menyimpang, kinerja dan keterampilan belajar yang rendah, self-esteem yang rendah dan memiliki kesulitan dalam membentuk identitasnya, psyhological well-being yang rendah.  Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peranan cognitive flexibility, self-esteem, loneliness, terhadap celebrity worship pada remaja. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan analisis multiple regresi. Sampel penelitian ini remaja berjumlah 630 orang dengan usia 10-24 tahun yang memiliki tokoh selebriti idola. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik non-probability sampling, yakni purposive sampling. Penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif. yaitu dengan cara menyebar kuesioner penelitian kepada partisipan yang memenuhi kriteria. Dalam penelitian ini, peneliti mengadaptasi instrument pengumpulan data, yaitu celebrity attitude scale (CAS) 22 item, cognitive flexibility scale 12 item, Rosenberg Self Esteem Scale (RSES)10 item dan UCLA loneliness scale 20 item. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peranan dari cognitive flexibility, self-esteem, loneliness, usia dan jenis kelamin sebagai data  demografi terhadap celebrity worship pada remaja dengan nilai R2 sebesar 12,1%. Secara parsial, terdapat dua variabel yang berperan positif terhadap celebrity worship, yaitu variabel cognitive flexibility, dan variabel loneliness. The idol fever phenomenon is increasingly popular in Indonesia. The higher the level of one's idolization, the higher the level of involvement with the idol. The more individuals idolize or engage with idolized figures, the greater the intimacy imagined against the idol figure. When an individual makes a celebrity the main focus of his/her life, then dysfunction will form. Some individuals will form imaginary relationships with their idol celebrities which will eventually lead to virtual obsession with idol celebrities. This obsession is also known as celebrity worship (McCutcheon, Maltby, & Houran, 2003). Several studies show celebrity worship is associated with fans' pathological, negative, and distorted traits, low performance and learning skills, low self-esteem and difficulty in forming their identities, along with low psyhological well-being. This research was conducted to determine the role of cognitive flexibility, self-esteem, and loneliness, against celebrity worship in adolescents. This research uses quantitative approach with multiple regression analysis. The sample of this study were 630 teenagers aged 10-24 years who had idols. The sampling technique uses non-probability sampling technique, namely purposive sampling. This research was conducted using quantitative methods by distributing research questionnaires to participants who meet the criteria. In this study, researchers adapted data collection instruments, which are 22 items celebrity attitude scale (CAS), 12 items cognitive flexibility scale, 10 items Rosenberg Self Esteem Scale (RSES) and UCLA loneliness scale of 20 items. The results of this study indicate the role of cognitive flexibility, self-esteem, loneliness, age and gender as demographic data on celebrity worship in adolescents with an R2 of 12.1%. Partially, there are two variables that have a positive role in celebrity worship, namely the cognitive flexibility variable, and the loneliness variable.
SELF-EFFICACY SISWA SD YANG MENGHADAPI SOAL CERITA MATEMATIKA: DAMPAK PENGAJARAN STRATEGI METAKOGNITIF IDEA Darmawan, Natalia W.; Tiatri, Sri; Mularsih, Heni
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 3, No 2 (2019): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v3i2.3487.2019

Abstract

Performa pemecahan soal cerita matematika pada siswa SD di Indonesia masih rendah. Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya performa pemecahan soal cerita matematika adalah self-efficacy rendah pada siswa. Untuk mengembangkan self-efficacy siswa diperlukan penguasaan strategi belajar yang efektif. Beberapa penelitian yang menguji keterkaitan antara strategi metakognitif dan pemecahan masalah matematika telah banyak dilakukan, namun di Indonesia menunjukkan hasil yang berbeda. Penelitian ini bertujuan melihat pengaruh pengajaran strategi metakognitif IDEA terhadap peningkatan self-efficacy soal cerita matematika pada siswa kelas 5 SD. Strategi metakognitif IDEA merupakan metode pengajaran soal cerita matematika yang dikembangkan berdasarkan teori Polya (1973) terdiri dari empat langkah, yaitu memahami masalah, membuat rencana perhitungan, melakukan perhitungan, dan melakukan pengecekan kembali. Self-efficacy pemecahan soal cerita matematika merupakan suatu keyakinan individu atas kemampuannya dalam mengatur diri dan menyelesaikan tugas pemecahan soal cerita matematika. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas 5 SD X Jakarta Barat berjumlah 6 siswa. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling. Pengukuran self-efficacy soal cerita matematika menggunakan kuesioner self-efficacy yang disusun berdasarkan teori Bandura (1997) meliputi dimensi level, generality, dan strength. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif, dengan desain penelitian quasi experiment, one group pretest-posttest. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji statistik paired sample T-test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada self-efficacy pemecahan soal cerita matematika sebelum dan sesudah pengajaran strategi metakognitif (t = -1.535, ρ > 0.05). Berdasarkan hasil analisis, disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh pengajaran strategi metakognitif terhadap peningkatan self-efficacy soal cerita matematika pada siswa kelas 5 SD.    Elementary school students in Indonesia still struggle to solve mathematical word problems. One factor that causes this is low self-efficacy among students. To develop self-efficacy, students need mastery of effective learning strategies. Several studies examining the link between metacognitive strategies and mathematical problem solving have been carried out, however in Indonesia they show varied results. This study aims to examine the effect of teaching IDEA metacognitive strategies on increasing self-efficacy of 5th grade students in doing mathematical word problems. IDEA metacognitive strategy is a method of teaching mathematical world problems developed based on Polya's (1973)  theory consisting of four steps, namely understanding the problem, making a calculation plan, doing the calculation, and re-checking. Self-efficacy in solving mathematical word problems is an individual's belief in his/her ability to organize themselves and complete the task of solving mathematical word problems. The samples in this study were six 5th grade students of SD X West Jakarta. The sampling technique is purposive sampling. Measurement of self-efficacy in solving mathematical word problems used a self-efficacy questionnaire that was compiled based on Bandura's (1997)  theory which includes levels, generality, and strength dimensions. The research method is quantitative, with a quasi-experimental research design, one group pretest-posttest. Data analysis was performed using paired sample T-test statistical test. The result shows that there is no significant differences in the self-efficacy in solving mathematical word problems before and after teaching metacognitive strategies (t = -1.535, ρ > 0.05). Based on the results of the analysis, it was concluded that teaching metacognitive strategies has no effect on increasing self-efficacy in solving math word problems among 5th grade students.     
FAKTOR YANG MEMENGARUHI EKSPRESI EMOSI ANAK DENGAN INDIKASI DISLEKSIA YANG MENJALANI TERAPI SENI EKSPRESIF Irene, Joe; Mar’at, Samsunuwiyati; Tiatri, Sri
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 4, No 1 (2020): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v4i1.7541.2020

Abstract

Limited reading and writing abilities in children with dyslexia make it difficult for them to succeed academically when given a typical learning method. In addition to difficulties in the academic field, children with dyslexia also experience difficulties in their psychosocial functioning. Emotional problems become "secondary handicaps" which often occur in children with dyslexia and will cause psychological disorders if not treated early. Children who show indications of dyslexia need to be given appropriate emotional guidance to obtain the emotional competence needed to enable them to express emotions in a healthy manner. Interventions in the form of expressive art therapy were given to six participants; children aged 8 to 9 years who were diagnosed with dyslexia. Each participant has received six art therapy sessions and completed the Emotion Expression Scale for Children (EESC) measuring instrument as the pretest and posttest. The purpose of this study is to explore factors that influenced the effectiveness of expressive art therapy results on emotional expression in children with dyslexia. This paper will focus on analyzing the interview results from six participants and their main caregiver. Data collection was carried out qualitatively through individual interviews. The results of the qualitative thematic analysis showed that increasing EESC scores on participants can be explained by two main factors. First, emotion coaching received from the environment. Second, the social judgement perceived by the participants. Differences in comorbidities, cultures, and conditions of participants during interventions might influence the results of this study. Keterbatasan kemampuan membaca dan menulis pada anak dengan disleksia membuat mereka sulit untuk berhasil secara akademis ketika diberikan metode belajar yang tipikal. Selain kesulitan di bidang akademik, anak-anak dengan disleksia juga mengalami kesulitan dalam fungsi psikososial mereka. Permasalahan emosional menjadi “secondary handicap” yang seringkali muncul pada anak dengan disleksia dan akan menyebabkan gangguan psikologis jika tidak ditangani sejak dini. Anak disleksia perlu diberikan bimbingan emosional yang tepat untuk memperoleh kompetensi emosional yang diperlukan agar mereka mampu mengekspresikan emosi dengan cara yang sehat. Dalam riset ini, intervensi berupa terapi seni ekspresif telah diberikan terhadap enam partisipan, yaitu anak berusia 8 hingga 9 tahun yang terdiagnosis disleksia. Setiap partisipan telah melakukan enam sesi terapi seni dan menyelesaikan alat ukur Emotion Expression Scale for Children (EESC) sebagai pretest, juga posttest. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi faktor yang memengaruhi efektivitas terapi seni ekspresif terhadap ekspresi emosi pada anak dengan disleksia. Penelitian ini akan berfokus menganalisis hasil wawancara dengan keenam partisipan dan pengasuh utama mereka. Pengambilan data dilakukan secara kualitatif melalui metode wawancara individual. Hasil analisis tematik kualitatif menunjukkan bahwa peningkatan skor EESC pada partisipan dapat dipengaruhi oleh dua faktor utama. Pertama, pengajaran emosi yang diterima dari lingkungan. Kedua, penilaian lingkungan sosial yang dipersepsikan oleh partisipan. Perbedaan dalam komorbiditas, budaya, dan kondisi partisipan selama intervensi juga dapat menjadi faktor yang memengaruhi hasil penelitian ini.
PERAN PENGETAHUAN AWAL TENTANG ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DAN EFIKASI GURU TERHADAP SIKAP GURU PADA PENDIDIKAN INKLUSIF Dewi, Tita Tri Utami; Tiatri, Sri; Mularsih, Heni
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 4, No 2 (2020): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v4i2.2972.2021

Abstract

In inclusive education, children with special needs (ABK) should get educational services together with normal children. However, inclusive education services that occur in Indonesia are still experiencing obstacles. Previous research has found that the problems are the lack of knowledge of teachers about children with special needs, the lack of teacher skills in dealing with children with special needs, and teachers' attitudes towards children with special needs. Current research intended to analyse the attitude of inclusive education teachers. The measurement of knowledge is developed by researchers using prior knowledge theory. In measuring teacher efficacy, we use the Teacher Efficacy for Inclusive Practices (TEIP) measurement. Teacher attitudes towards inclusive education was measured by the Multidimensional Attitudes Toward Inclusive Education Scale (MATIES). The participants were 60 teachers from state primary school, and incusive private primary school in Bogor Regency. Participants were recruited by convenience sampling technique. The research method uses correlational quantitative methods. The results showed that the knowledge and efficacy of teachers together did not provide a significant contribution to the attitude of teachers in inclusive education. Partially, knowledge about children with special needs has no effect on teachers' attitudes on inclusive education. However, independently, only teacher efficacy contributed significantly to teachers' attitudes regarding inclusive education. bersama dengan anak yang normal. Namun, pelayanan pendidikan inklusif yang terjadi di Indonesia masih mengalami hambatan. Penelitian terdahulu menemukan bahwa hambatan yang terjadi selama ini adalah kurangnya pengetahuan guru tentang anak berkebutuhan khusus, minimnya keterampilan guru dalam menangani ABK, dan sikap guru terhadap ABK yang dilihat masih memandang sebelah mata. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran pengetahuan awal tentang ABK dan efikasi guru terhadap sikap guru pendidikan inklusif. Pengukuran pengetahuan dikembangkan oleh peneliti dengan menggunakan teori prior knowledge. Untuk pengukuran efikasi guru, digunakan alat ukur The Teacher Efficacy for Inclusive Practices (TEIP). Pengukuran sikap guru terhadap pendidikan inklusif menggunakan alat ukur The Multidimensional attitudes toward inclusive education scale (MATIES). Partisipan berjumlah 60 guru dari SDN dan SD Swasta Inklusi di Kabupaten Bogor, yang terpilih dengan teknik sampling convenience. Metode penelitian menggunakan metode kuantitatif korelasional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan dan efikasi guru secara bersama-sama tidak memberikan sumbangan yang signifikan terhadap sikap guru pendidikan inklusif. Secara parsial, pengetahuan mengenai anak berkebutuhan khusus tidak memberikan pengaruh terhadap sikap guru pada pendidikan inklusi. Namun secara independen hanya efikasi guru yang memberikan sumbangan yang signifikan terhadap sikap guru mengenai pendidikan inklusif.