Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Cow’s testicles flour as the natural hormone masculinization of Siamese fighting fish, Betta splendens Regan, 1910 Andi Aliah Hidayani; Yushinta Fujaya; Dody Dharmawan Trijuno; Siti Aslamyah
Jurnal Iktiologi Indonesia Vol 16 No 1 (2016): February 2016
Publisher : Masyarakat Iktiologi Indonesia (Indonesian Ichthyological Society)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32491/jii.v16i1.52

Abstract

Siamese fighting fish, Betta splendens male is a lovely color ornamental fish with unique shape fins that make it highly demand by the ornamental fish lovers. This study aims to perform sex reversal with masculinization fish production. The study was carried out in two stages i.e.: stage 1 by soaking the 4 days old fish larvae into a solution of cow testicles flour with different doses, stage 2 with different soaking time. Testicular dose tested consists of five levels i.e.: 0 mg L', 20 mg L-1, 40 mg L-1, 60 mg L-1, and 80 mg L-1. Time immersions tested were: 0 hours, 24 hours, 36 hours, 48 hours and 60 hours. The measured parameter was the percentage of male fish produced. The results showed the highest per-centtage of male fish obtained at a dose of 60 mg L-1 and a 24-hour soaking time with a percentage value respectively 88.5% and 87.5%. The study provided information that masculinization technology in a solution of cow testicles applicable for fish larvae. This technology is easy to do so that farmers can use cow's testicles flour for masculinization for their fish production. Abstrak Ikan Cupang, Betta splendens jantan merupakan ikan hias yang memiliki keindahan warna tubuh serta keunikan bentuk sirip sehingga sangat diminati oleh pecinta ikan hias. Penelitian ini bertujuan melakukan pembalikan kelamin dengan menjantankan ikan cupang yang diproduksi. Penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu: tahap pertama dengan meren-dam larva ikan cupang berumur empat hari ke dalam larutan tepung testis sapi dengan dosis berbeda, dan tahap ke dua dengan lama perendaman berbeda. Dosis testis yang diuji terdiri atas lima tingkatan yaitu 0 mg L-1, 20 mg L-1, 40 mgL-1 60 mg L-1, dan 80 mg L-1. Lama perendaman yang diuji adalah: 0 jam, 24 jam, 36 jam, 48 jam, dan 60 jam. Parameter yang diukur adalah persentase ikan jantan yang dihasilkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase ikan berke-lamin jantan tertinggi diperoleh pada dosis 60 mg L-1 dan lama waktu perendaman 24 jam dengan nilai persentasi ber-turut-turut 88,5% dan 87,5%. Hasil penelitian ini memberikan informasi bahwa teknologi penjantanan melalui perendaman dalam larutan testis sapi dapat dilakukan pada larva ikan cupang. Teknologi ini mudah dilakukan sehingga pembudidaya dapat menggunakan tepung testis sapi untuk menjantankan ikan cupang produksinya.
Teknologi Aquaponik Tanaman Tomat dan Ikan Nila pada Tiga Jenis Media Tanam dan Frekuensi Pemupukan Ria Megasari; Dody D. Trijuno
Perbal : Jurnal Pertanian Berkelanjutan Vol 8, No 2 (2020)
Publisher : Universitas Cokroaminoto Palopo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30605/perbal.v8i2.1534

Abstract

Kebutuhan akan sayur dan ikan yang aman dan sehat untuk dikonsumsi oleh masyarakat meningkat seiring dengan meningkatnya pertambahan penduduk sedangkan produksi produk pertanian semakin rendah karena keterbatasan lahan, tingginya biaya produksi, dan kurangnya tenaga kerja di bidang pertanian. Makanya penggunaan lahan terbatas masih diupayakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, salah satunya adalah teknik aquaponik yang merupakan sistem terpadu yang memadukan sayur dan ikan di lahan terbatas yang ramah lingkungan. Penelitian ini, bertujuan untuk mengetahui jenis media tanam dan frekuensi pemupukkan yang terbaik bagi pertumbuhan dan hasil tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) dan ikan nila (Oreochromis sp). Penelitian ini menggunakan Rancangan Petak Terpisah (RPT). Petak utama yaitu jenis media tanam terdiri atas 3 taraf: krikil ; arang dan krikil + arang. Anak petak yaitu frekuensi pemupukan terdiri dari 3 taraf yaitu :tanpa nutrisi (Nutrisi dari kolam ikan); pemberian nutrisi per 3 hari dan pemberian nutrisi per 5 hari dengan 3 kali ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis media tanam arang dengan pemberian nutrisi per 3 hari memberikan hasil terbaik terhadap parameter bobot buah pertanaman yaitu 125,56; dan perlakuan media arang tanpa nutrisi (m2p0) pada parameter tingkat kelangsungan hidup ikan sebesar 99,11%. Perlakuan jenis media arang menghasilkan jumlah buah tanaman sebesar 20,67. Frekuensi pemupukan dengan pemberian nutrisi per 3 hari, memberikan tanaman tertinggi yaitu 100, 49 cm. Kata kunci: akuaponik, tomat, media tanam, pemupukan, ikan nila
PENGARUH HORMON ECDYSON TERHADAP SINTASAN DAN PERIODE MOULTING PADA LARVA KEPITING BAKAU Scylla olivacea Sutia Budi; M. Yusri Karim; Dody D. Trijuno; M. Natsir Nessa; Herlinah Herlinah
Jurnal Riset Akuakultur Vol 12, No 4 (2017): (Desember 2017)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (482.831 KB) | DOI: 10.15578/jra.12.4.2017.335-339

Abstract

Kepiting Bakau Scylla olivacea merupakan salah satu komoditas perikanan yang memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi. Kendala yang dihadapi dalam kegiatan perbenihan kepiting bakau adalah masih tingginya tingkat mortalitas. Tujuan penelitan untuk mengevaluasi pengaruh hormon ecdyson terhadap sintasan dan periode moulting pada larva kepiting bakau Scylla olivacea. Penelitian dilakukan di Unit Stasiun Pembenihan Kepiting Maranak Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau dan Penyuluhan Perikanan (BRPBAP3) Maros, Provinsi Sulawesi Selatan. Hewan uji berupa larva kepiting bakau Scylla spp. stadia zoea. Pakan uji dalam penelitian berupa rotifer dan Artemia yang dilakukan pengkayaan dengan hormon ecdyson. Wadah penelitian berupa akuarium 110 L berjumlah 12 buah yang diisi dengan air sebanyak 100 L, air bersalinitas 28-30 ppt dengan kepadatan larva sebanyak 50 ekor/L. Perlakuan yang diuji adalah berbagai dosis hormon ecdyson dalam pakan, yakni A= 0 mg/L; B= 0,5 mg/L; C= 1 mg/L; dan D= 1,5 mg/L; dengan tiga kali ulangan. Parameter yang diukur adalah sintasan dan periode moulting. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan dosis hormon ecdyson memberikan pengaruh yang baik terhadap sintasan dan periode moulting larva kepiting bakau.Mud crab, Scylla olivacea is one of highly valued and sought-after fishery commodities. Despite its high economic value, mud crab culture still faces a problem in producing high-quality seed which is high mortality rate post-spawning. The study aim was to evaluate the effect of the Ecdyson hormone on the survival rate and molting period of the mud crab larvae. The study was conducted at the Maranak Crab Seedling, BRPBAP3 Maros, South Sulawesi Province. The trial used mud crabs larvae that were in zoea stage. The trial feed was given in the form of Rotifer and Artemia enriched with the Ecdyson hormone. Twelve 110-liter aquaria were filled with 100 L of 28-30 ppt of seawater. The stocking density of mud crab seed was 50 larvae/L. The treatments consisted different doses of Ecdyson hormone in the feed, i.e. A= 0 mg/L, B= 0.5 mg/L, C= 1 mg/L, and D= 1.5 mg/L, with three replications for each treatment. The parameters measured were survival rate and molting period. The results showed that the treatment of Ecdyson hormone doses gave a good effect on the survival rate and molting period of mud crab larvae.
PENAMBAHAN DOSIS TRYPTOPHAN DALAM PAKAN UNTUK MENGURANGI SIFAT KANIBALISME PADA LARVA KERAPU MACAN ( Epinephelus fuscoguttatus ) Muslimin Muslimin; Haryati Haryati; Dody Dh Trijuno
Jurnal Riset Akuakultur Vol 6, No 2 (2011): (Agustus 2011)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (97.466 KB) | DOI: 10.15578/jra.6.2.2011.271-279

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis tryptophan dalam pakan, yang dapat meningkatkan kandungan tryptophan dalam otak, sehingga dapat menghambat sifat kanibalisme pada larva kerapu macan. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga minggu dari tanggal 23 Juli sampai 25 Agustus 2007 di Balai Budidaya Air Payau (BBAP), Takalar. Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah larva ikan kerapu macan yang berasal dari induk yang sama pada umur 36 hari sebanyak 1.600 ekor dengan bobot awal 0,13±0,05 g dan panjang awal 1,92±0,05 cm. Wadah percobaan yang digunakan dalam penelitian ini, berupa gentong plastik volume 130 L dengan padat penebaran 1 ekor/L, di mana jumlah gentong yang digunakan 12 unit dan tiap-tiap unit perlakuan ditambahkan masing-masing satu gentong cadangan untuk pengambilan sampel. Dosis tryptophan yang digunakan dalam penelitian berbentuk tepung halus berwarna putih ditambahkan ke dalam pakan pada masing-masing perlakuan adalah A (0%); B (0,5%); C (1%); dan D (1,5%). Dalam penelitian ini digunakan pakan basah (moist pellet). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), di mana masing-masing perlakuan diulang tiga kali. Data kualitas air seperti suhu, salinitas, pH, DO, amonia, dan nitrit dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, penambahan dosis tryptophan ke dalam pakan sebesar 0,5% sudah dapat mengurangi tingkat kanibalisme pada larva kerapu macan.
PEUBAH KUALITAS AIR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN RUMPUT LAUT (Gracilaria verrucosa) DI TAMBAK TANAH SULFAT MASAM KECAMATAN ANGKONA KABUPATEN LUWU TIMUR PROVINSI SULAWESI SELATAN Akhmad Mustafa; Rachmansyah Rachmansyah; Dody Dharmawan Trijuno; Ruslaini Ruslaini
Jurnal Riset Akuakultur Vol 4, No 1 (2009): (April 2009)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (122.251 KB) | DOI: 10.15578/jra.4.1.2009.125-138

Abstract

Rumput laut (Gracilaria verrucosa) telah dibudidayakan di tambak tanah sulfat masam dengan kualitas dan kuantitas produksi yang relatif tinggi. Oleh karena itu, dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui peubah kualitas air yang mempengaruhi laju pertumbuhan rumput laut di tambak tanah sulfat masam Kecamatan Angkona Kabupaten Luwu Timur Provinsi Sulawesi Selatan. Pemeliharaan rumput laut dilakukan di 30 petak tambak  terpilih selama 6 minggu. Bibit rumput laut dengan bobot 100 g basah ditebar dalam hapa berukuran 1,0 m x 1,0 m x 1,2 m. Peubah tidak bebas yang diamati adalah laju pertumbuhan relatif, sedangkan peubah bebas adalah peubah kualitas air yang meliputi: intensitas cahaya, salinitas, suhu, pH, karbondioksida, nitrat, amonium, fosfat, dan besi. Analisis regresi berganda digunakan untuk menentukan peubah bebas yang dapat digunakan untuk memprediksi peubah tidak bebas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju pertumbuhan relatif rumput laut di tambak tanah sulfat masam berkisar antara 1,52% dan 3,63%/hari dengan rata-rata 2,88% ± 0,56%/hari. Di antara 9 peubah kualitas air yang diamati ternyata hanya 5 peubah kualitas air yaitu: nitrat, salinitas, amonium, besi, dan fosfat yang mempengaruhi pertumbuhan rumput laut secara nyata. Untuk meningkatkan pertumbuhan rumput laut di tambak tanah sulfat masam Kecamatan Angkona Kabupaten Luwu Timur dapat dilakukan dengan pemberian pupuk yang mengandung nitrogen untuk meningkatkan kandungan amonium dan nitrat serta pemberian pupuk yang mengandung fosfor untuk meningkatkan kandungan fosfat sampai pada nilai tertentu, melakukan remediasi untuk menurunkan kandungan besi serta memelihara rumput laut pada salinitas air yang lebih tinggi, tetapi tidak melebihi 30 ppt.Seaweed (Gracilaria verrucosa) has been cultivated in acid sulfate soil-affected ponds with relatively high quality and quantity of seaweed production. A research has been conducted to study water quality variables that influence the growth of seaweed in acid sulfate soil-affected ponds of Angkona Sub-district East Luwu Regency South Sulawesi Province. Cultivation of seaweed was done for six weeks in 30 selected brackishwater ponds. Seeds of seaweed with weight of 100 g were stocked in hapa sized 1.0 m x 1.0 m x 1.2 m. Dependent variable that was observed was specific growth rate, whereas independent variables were water quality variables including light intensity, salinity, temperature, pH, carbondioxide, nitrate, ammonium, phosphate, and iron. Analyses of multiple regressions were used to determine the independent variables which could be used to predict the dependent variable. Research result indicated that relative growth rate of seaweed in acid sulfate soils-affected brackishwater ponds ranged from 1.52% to 3.63%/day with 2.88% ± 0.56%/day in average. Among nine observed water quality variables, only five variables namely: nitrate, salinity, ammonium, phosphate and iron influence significantly on the growth of seaweed in acid sulfate soils-affected brackishwater ponds. The growth of seaweed in acid sulfate soils-affected brackishwater ponds of Angkona District East Luwu Regency, can be improved by using nitrogen-based fertilizers to increase ammonium and nitrate contents and also fertilizers which contain phosphorus to improve phosphate content to a certain level. Pond remediation to decrease iron content and also rearing seaweed at higher salinity (but less than 30 ppt) can also be alternatives to increase the growth of seaweed.
Pengaruh Tingkat Subsitusi Pakan Alami dengan Pakan Buatan terhadap Tingkat Konsumsi Pakan dan Komposisi Asam Amino Ikan Gabus (Channa striata) Haryati; Dody Dh. Trijuno; Edison Saade
Prosiding Simposium Nasional Kelautan dan Perikanan Vol. 7 (2020): PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL VII KELAUTAN DAN PERIKANAN UNHAS
Publisher : Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FIKP), Universitas Hasanuddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Ikan gabus (Channa striata) saat ini tidak hanya sebagai sumber protein hewani, tetapi komoditas tersebut juga dimanfaatkan untuk industri farmasi yaitu sebagi sumber albumin. Selama ini pakan yang digunakan untuk pemeliharaan ikan gabus adalah pakan alami, namun pakan alami mempunyai beberapa kelemahan, oleh karena itu perannya perlu digantikan oleh pakan buatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh tingkat subsitusi pakan alami dengan pakan buatan terhadap tingkat konsumsi pakan, komposisi asam amino pakan dan komposisi asam amino pada ikan gabus. Perlakuan dalam penelitian ini yaitu: A) 100% pakan pakan alami, B) 75% pakan alami dan 25% pakan buatan, C) 50% pakan alami dan 50% pakan buatan, D) 25% pakan alami dan 75% pakan buatan dan E) 100% pakan buatan. Parameter yang di evaluasi yaitu (1) tingkat konsumsi pakan, (2) komposisi asam amino pakan dan (3) komposisi asam amino ikan gabus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan tingkat substitusi pakan alami dengan pakan buatan tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap tingkat konsumsi pakan. Kandungan asam amino pada pakan alami lebih tinggi dibandingkan pada pakan buatan. Kandungan total asam amino ikan gabus paling tinggi pada perlakuan A (75.08%), kemudian diikuti perlakuan B (69,56%), sedangkan pada perlakuan C, D dan E berturut-turut 49,29%, 45,65% dan 41,96%.Kata kunci: asam amino, ikan gabus (Channa striata), pakan alami, pakan buatan, tingkat konsumsi pakan, substitusi
Studi penggunaan zat pengatur tumbuh BAP terhadap pembentukan tunas dan pertumbuhan mutlak rumput laut (Kappaphycus alvarezii, Doty.) Rustam1 Rustam1; Rajuddin Syamsuddin; Eddy Soekandarsih; Dody Dh. Trijuno
Prosiding Simposium Nasional Kelautan dan Perikanan Vol. 7 (2020): PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL VII KELAUTAN DAN PERIKANAN UNHAS
Publisher : Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FIKP), Universitas Hasanuddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kekurangan bibit dan rendahnya kualitas produksi rumput laut K. alvarezii merupakan persoalan klasik yang terjadi pada setiap sentra pengembangan budidaya. Oleh sebab itu perlu dilakukan penggunaan hormon tumbuh BAP untuk merangsang pembentukan tunas dan pertumbuhan mutlak K. alvarezii untuk memecahkan persoalan tersebut. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi optimum hormon tumbuh BAP yang merangsang pembentukan tunas pada talli dan pertumbuhan mutlak rumput laut K. alvarezii. Penelitian terdiri atas dua tahap. Pertama dilakukan laboratorium selama 3 hari dengan merendaman talli rumput laut ke dalam larutan hormon tumbuh BAP dengan konsentrasi 0,0 mg/L (kontrol); 1,0 mg/L; 2,0 mg/L; 3,0 mg/L dan 4,0 mg/L. Kedalam semua wadah ditambah pupuk Conway 1,0 mg/L untuk meningkatkan nutrisi pada media pemeliharan. Kedua rumput laut dibudidayakan di laut selama 4 minggu. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan analisis regresi nonlinier model polynomial kuadratik. Hasil menunjukkan bahwa pembentukan tunas tertinggi pada konsentrasi 2,0 mg/L dengan jumlah 387,33 ± 2,52 tunas pada minggu ke 4. Sedangkan pertumbuhan berat mutlak tertinggi pada konsentrasi 2,0 mg/L sebanyak 176,63 ± 6,81 g dan terenda pada konsentrasi 4,0 mg/L sebanyak 125,77 ± 5,57 g. Konsentrasi optimum hormon tumbuh BAP untuk merangsang pembentukan tunas pada talli dan pertumbuhan berat mutlak K. alvarezii adalah 1,82 mg/L.Kata kunci: 6-Benzylaminopurine (BAP); pembentukan tunas; pertumbuhan mutlak, K. alvarezii.