Rainy Umbas
Sub Bagian Urologi/Bagian Bedah, FK Universitas Indonesia/RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Published : 30 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 30 Documents
Search

Ability of prostate specific antigen to predict bone scan result in prostate cancer patients Tenggara, Taufan; Umbas, Rainy
Medical Journal of Indonesia Vol 13, No 3 (2004): July-September
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (175.457 KB) | DOI: 10.13181/mji.v13i3.144

Abstract

The objective of this study is to assess the relation between serum prostate specific antigen (PSA), clinical tumor stage, tumor grade, and bone scan result in an attempt to seek the ability of serum PSA to predict bone metastases in newly diagnosed prostate cancer patients. A retrospective analysis was conducted on clinical files of prostate cancer patients which were diagnosed in our institutions between January 1995 and December 2003. Patients on which initial serum PSA were obtained after urethral manipulation or after receiving therapy were excluded. The results of bone scans were related to levels of serum PSA, clinical tumor stage, and tumor grade. Of 103 patients who were included in this investigation, 61 patients (59.2%) had a positive bone scan and 42 patients (40.8%) had a negative bone scan with mean PSA value 471.13 ± 853.34 ng/ml and 61.00 ± 124.47 ng/ml respectively (p < 0.05). The risk of having a positive bone scan increased with advancing serum PSA levels, clinical tumor stage, and tumor grade (p < 0.05). Using receiver operating characteristic curves, PSA had the best correlation with bone scan results (the area under curve was 0.812). Bone scan results were predicted best by the combination of serum PSA, clinical tumor stage, and tumor grade. Bone scans were positive in 5 of 19 patients with PSA level < 10 ng/ml. None of 8 patients with PSA levels < 10 ng/ml, clinical tumor stage T1 or 2 and tumor grade 1 or 2 had a positive bone scan. In conclusion, we suggest that routine bone scan examination may not be necessary in patients with newly diagnosed, untreated prostate cancer, who have serum PSA level < 10 ng/ml with clinical tumor stage T1 or 2 and tumor grade 1 or 2. (Med J Indones 2004; 13: 151-5)Keywords: prostate cancer, bone metastases, tumor grade, tumor stage
Karakteristik dan Terapi Penderita Keganasan Penis di RS Cipto Mangunkusumo dan RS Kanker “Dharmais” Tranggono, Untung; Umbas, Rainy
Indonesian Journal of Cancer Vol 2, No 2 (2008): Apr - Jun 2008
Publisher : "Dharmais" Cancer Center Hospital

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2176.624 KB)

Abstract

Untuk mengetahui karakteristik dan terapi penderita keganasan penis. Data dikumpulkan dari rekam medik di Klinik Khusus Urologi RSCM dan RSKD, Jakarta, mulai Oktober 1994 sampai dengan September 2005. Faktor-faktor klinis yang diteliti adalah umur, suku, sirkumsisi, dan lesi primer. Faktor-faktor patologis yang diteliti adalah grade histologis, dan staging. Terapi meliputi tindakan terhadap lesi primer, diseksi kelenjar getah bening, radioterapi, dan kemoterapi. Hubungan antara umur dengan stadium penyakit, dan hubungan antara grade dengan stage T dan stage N dianalisis menggunakan Chi-Square Test.Dalam perioda Oktober 1994 sampai dengan September 2005, di RSCM dan RSKD dijumpai 69 orang penderita keganasan penis. Umur tersering pada perioda 40-50 tahun. Suku tersering pada Tionghoa, Betawi, dan Batak. Sedikit lebih banyak pada yang tidak sirkumsisi. Letak lesi primer tersering pada glans dan shaft, dan terjarang pada sulcus coronarius. Penektomi parsial dilakukan pada 33,3 %, penektomi total pada 49,3 %, dan 14,5 % nanya biopsi. Jenis histologis terbanyak aoalah squamous cell carcinoma, diikuti oleh verrucous carcinoma dan leiomyosarcoma. Grade histologis terbanyak adalah grade 1. Sebagian besar penderita dijumpai dalam stage T1 dan T2 (63,9 %), stage N2-3 sebanyak 47,8 %, dan hanya 6,3 % dalam stage Ml. Tidak dijumpai perbedaan grade yang bermakna menurut stage T dan stage N (p>0,05). Tersering penderita dijumpai dalam stadium 4, dan tidak dijumpai perbedaan stadium yang bermakna menurut kelompok umur (p>0,05). Diseksi KGB yang dilakukan sebanyak 36,2 % bilateral dan 5,8 % unilateral.Kasus-kasus keganasan penis di RSCM dan RSKD mempunyai lesi primer terbanyak di glans dan shaft, dengan jenis histologis terbanyak squamous cell carcinoma dalam grade 1. Pada penelitian ini, grade tidak berhubungan dengan staging T dan N walaupun grade 2 dan 3 lebih sering ditemukan pada penderita T2-4 dan N+, dan usia tidak berhubungan dengan staaium penyakit.
Terapi Hormonal Primer pada Penderita Kanker Prostat: Evaluasi Survival dan Faktor Prediksinya -, Johan; Mochtar, Chaidir Arif; Umbas, Rainy
Indonesian Journal of Cancer Vol 5, No 3 (2011): Jul - Sep 2011
Publisher : "Dharmais" Cancer Center Hospital

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (83.057 KB)

Abstract

Tujuan: Mengevaluasi efektivitas terapi hormonal secara orchidectomy dan medikamentosa sebagai pengobatan primer pada penderita kanker prostat dan faktor prediksi terhadap survival kedua modalitas pengobatan tersebut.Materi dan metode: Kami mengumpulkan seluruh data penderita kanker prostat yang mendapatkan terapi hormonal primer, baik berupa orchidectomy bilateral maupun medikamentosa di RSCM dan RSKD periode Januari 1995–Desember 2008. Follow up terakhir sampai Juni 2010. Data pra-terapi seperti usia, staging klinik, volume prostat, PSA, grading tumor dari WHO, serta metastasis tulang dianalisis sebagai faktor prediksi 5 tahun survival.Hasil: dalam periode empat belas tahun terdapat 693 penderita kanker prostat di RSCM dan RSKD. Sebanyak 465 di antaranya mendapatkan terapi hormonal primer, yang selanjutnya dibagi 2 kelompok, yaitu kelompok orchidectomydan medikamentosa yang berjumlah masing-masing 251 dan 214 penderita. Angka survival lima tahun secara keseluruhan adalah 51%, sedangkan pada kelompok orchidectomy dan medikamentosa masing-masing adalah 53,6% dan 48,7% (p=0,481). Faktor prediksi survival 5 tahun tidak ada yang bermakna pada kelompok orchidectomy, sedangkan pada kelompok medikamentosa PSA<20 dan grading tumor ? 2 memiliki angka survival 5 tahun lebih baik secara bermakna.Kesimpulan: angka survival lima tahun pada kelompok orchidectomy dan hormonal medikamentosa secara statistik tidak ada perbedaan yang bermakna. Pada kelompok orchidectomy, tidak ada parameter yang berhubungan secara bermakna dengan 5 tahun survival, sedangkan pada kelompok hormonal medikamentosa PSA saat diagnosis <20 ng/mL atau gradingtumor ? 2 akan mempunyai survival 5 tahun lebih baik.Katakunci: orchidectomy, hormonal medikamentosa, survival lima tahun, PSA, tumor grading.
Current Status of Prostate Cancer in Asia Umbas, Rainy; Mochtar, Chaidir Arif; Rahardjo, Harina
Indonesian Journal of Cancer Vol 5, No 1 (2011): Jan - Mar 2011
Publisher : "Dharmais" Cancer Center Hospital

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (68.806 KB)

Abstract

Kanker prostat adalah salah satu keganasan yang paling sering ditemukan pada pria di seluruh dunia, termasuk Asia. Insiden kanker prostat di Asia lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara barat, tetapi saat ini terdapat kecenderungan peningkatan insiden di negara-negara berkembang. Walaupun colok dubur, PSA, dan biopsi prostat dengan bimbingan TRUS masih merupakan metode diagnostik standar, masih banyak ahli urologi yang menggunakan TUR-P sebagai metode diagnostic, terutama di negara-negara berkembang. Pilihan terapi untuk kanker prostat stadium dini terdiri dari prostatektomi radikal, baik secara terbuka maupun robotik dan radioterapi. Kebanyakan pasien datang dengan kanker prostat stadium lanjut dan terapi yang diberikan adalah hormonal dan TUR-P. Pada beberapa kasus stadium dini, terapi radikal juga masih jarang dikerjakan. Hal ini disebabkan oleh kurangnya fasilitas (mesin radioterapi) atau tenaga ahli yang dapat mengerjakan prostatektomi radikal secara baik. Masalah-masalah ini dapat diatasi dengan memperbanyak tenaga ahli, fasilitas medic, dan edukasi pasien.Kata kunci: Prostat, kanker, asia.
Diagnosis Kanker Prostat dalam Perspektif Spesialis Urologi di Indonesia: Sebuah Survei Kuesioner MONOARFA, RICHARD; HAMID, AGUS; MOCHTAR, CHAIDIR; UMBAS, RAINY
Indonesian Journal of Cancer Vol 6, No 3 (2012): Jul - Sep 2012
Publisher : "Dharmais" Cancer Center Hospital

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (13.115 KB)

Abstract

Tujuan: untuk mengetahui upaya diagnosis kanker prostat yang dilakukan oleh spesialis urologi di Indonesia. Metode: Dilakukan pembagian kuesioner yang dirancang sendiri kepada Spesialis Urologi di Indonesia. Kuesioner berisi 11 pertanyaan tentang jenis dan indikasi pemeriksaan yang dilakukan, serta fasilitas yang tersedia di tempat responden dalam penegakan diagnosis kanker prostat.Hasil: Sebanyak 65 (36%) dari 182 (saat penelitian ini dilakukan) spesialis urologi di Indonesia mengembalikan formulir kuesioner. Dari jenis RS primer tempat bekerja terbanyak berasal dari RS swasta (35%), disusul RS pendidikan utama Fakultas Kedokteran (32%). Seluruh responden menjadikan lower urinary tract symptoms (LUTS) sebagai indikasi untuk melakukan pemeriksaan colok dubur. Selain itu, 83% responden juga menjawab bahwa peningkatan PSA sebagai salah satu indikasi pemeriksaan colok dubur. Pemeriksaan PSA dilakukan oleh 72% responden terhadap penderita dengan kecurigaan kanker prostat tanpa melihat usia. Sebanyak 66% responden mengerjakan sendiri pemeriksaan transrektal ultrasonografi (TRUS) dan biopsi, 18% merujuk pada sejawat lain di provinsi yang sama, dan 15% tidak memiliki fasilitas TRUS dan biopsi di provinsi tempat bekerja. Sebanyak 75% responden memiliki fasilitas bone scan di Rumah Sakit primer, atau tersedia di RS pada provinsi yang sama. Indikasi tersering melakukan biopsi prostat adalah pada PSA lebih dari 10 ng/ml tanpa melihat usia. Sebanyak 86% responden melakukan biopsi pada kecurigaan kanker prostat melalui colok dubur tanpa melihat usia. Sembilan puluh persen responden menggunakan antibiotik profilaksis golongan Kuinolon untuk biopsi prostat. Sebanyak 46% menggunakan analgesia oral atau suppositoria atau kombinasi keduanya sebagai analgesia dalam biopsi prostat.Kesimpulan: Dalam mendiagnosis kanker prostat, spesialis urologi di Indonesia melakukan pemeriksaan colok dubur, PSA, dan TRUS biopsi prostat. Namun, masih terdapat perbedaan pendapat tentang indikasi dan waktu dilakukannya masing-masing pemeriksaan. Ketersediaan fasilitas diagnostik juga berpengaruh terhadap diagnostik kanker prostat di Indonesia. Belum tersedianya guideline Nasional pada saat penelitian ini dilakukan, diduga menyebabkan perbedaan pendapat tersebut.Kata kunci: biopsi, diagnosis, kanker prostat, spesialis urologi, TRUS
Penanganan Kanker Prostat saat ini dan Beberapa Perkembangan Baru Umbas, Rainy
Indonesian Journal of Cancer Vol 2, No 3 (2008): Jul - Sep 2008
Publisher : "Dharmais" Cancer Center Hospital

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2394.365 KB)

Abstract

Dalam sepuluh tahun terakhir terdapat peningkatan insidens kanker prostat secara global termasuk juga di Asia. Untuk mendapat hasil terbaik, seharusnya pengobatan dilakukan pada stadium dini. Diagnosis dini dapat dikerjakan dengan melakukan pemeriksaan colok dubur, prostate specific antigen darah, dan biopsi prostat pada penderita dengan kecurigaan kanker prostat. Penentuan stadium dilakukan dengan pemeriksaan fisik dan bone scan, dan bila perlu CT-scan atau magnetic resonance imaging.Pemilihan pengobatan kanker prostat bergantung pada beberapa hal seperti: usia harapan hidup saat diagnosis, stadium, derajat tumor, nilai prostate specific antigen darah, ko-morbiditas, dan juga memperhatikan keinginan penderita. Modalitas pengobatan pada stadium dini adalah terapi radikal baik secara operasi atau radiasi definitif, sedangkan bila sudah terjadi penyebaran maka diberikan terapi hormonal dan selanjutnya dapat dipertimbangkan pemberian terapi sitostatika pada keadaan hormone-refractory prostate cancer. Selain itu perlu dipikirkan pemberian terapi paliatif Khususnya terhadap nyeri dan pencegahan terjadinya fraktur patologis pada penderita dengan staaium lanjut.Kata Kunci: pengobatan, kanker prostat, deteksi dini
Peran Volume Prostat dan PSA Serum untuk Deteksi Kanker Prostat pada Penderita LUTS Dengan Colok Dubur Normal Ariani, Devinta Tirza; Umbas, Rainy
Indonesian Journal of Cancer Vol 5, No 2 (2011): Apr - Jun 2011
Publisher : "Dharmais" Cancer Center Hospital

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (73.367 KB)

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran volume prostat dan prostate specific antigen (PSA) serum > 4 ng/ml untuk mendeteksi angka kejadian dan grading kanker prostat pada penderita Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS) dengan colok dubur normal yang dilakukan biopsi. Data yang dikumpulkan dari rekam medik penderita benign prostate hyperplasia (BPH) dan kanker prostat di Klinik Khusus Urologi periode Januari 1995 sampai dengan Desember 2009 di departemen urologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dan Rumah Sakit Kanker "Dharmais". Faktor klinis yang diteliti adalah penderita LUTS dengan colok dubur normal dan nilai PSA > 4 ng/ml yang memiliki data usia, volume prostat, nilai PSA serum, hasil histopatologi biopsi prostat, dan grading kanker prostat menurut WHO.Terdapat 275 penderita selama periode 15 tahun, dengan rerata usia 66,15 tahun (range 45-86). Hasil biopsi prostat didapatkan 82 penderita dengan hasil histopatologi kanker prostat. Dari 108 penderita dengan volume prostat kurang dari 40 cc, hampir 50% memiliki hasil histopatologis kanker prostat dan didapatkan hubungan semakin kecil volume prostat semakin tinggi hasil biopsi kanker prostat. Uji ini bermakna secara statistik. Terdapat 31 penderita dengan PSA lebih dari 50 ng/ml dan 80% dengan hasil biopsi kanker prostat. Diperoleh hubungan bermakna secara statistik, yaitu semakin tinggi nilai PSA maka semakin tinggi hasil biopsi kanker prostat.Penderita kanker prostat yang memiliki volume prostat kurang dari 40 cc berjumlah 52 penderita dan 89% masuk dalam derajat keganasan sedang dan buruk. Tetapi, tidak ditemukan hubungan bermakna antara volume prostat dengan derajat grading kanker prostat. Pada kelompok pasien dengan hasil biopsi kanker prostat dengan nilai PSA > 50 ng/ml didapatkan sebagian besar dengan derajat keganasan sedang (43,9%) dan buruk (46,34%). Secara statistik uji ini bermakna semakin tinggi nilai PSA serum semakin buruk grading kanker prostat. Pada umumnya, penderita LUTS dengan colok dubur normal dan PSA >4 ng/ml di Jakarta memiliki angka kejadian yang cukup tinggi di Asia. Semakin kecil volume prostat maka kemungkinan terjadi kanker prostat semakin besar dan progresivitas kanker prostat semakin tinggi. Semakin tinggi nilai PSA maka semakin tinggi hasil biopsi kanker prostat dan semakin tinggigrading kanker prostat.Kata kunci: Kanker prostat, lower urinary tract symptoms, prostate specific antigen, colok dubur normal.
Optimalisasi Penatalaksanaan Kanker Buli-Buli Superfisial UMBAS, RAINY
Indonesian Journal of Cancer Vol 4, No 1 (2010): Jan - Mar 2010
Publisher : "Dharmais" Cancer Center Hospital

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Diagnosis dini dengan optimalisasi penggunaan pemeriksaan sitologi urin, penanda biologi molekuler, dan sistoskopi merupakan langkah penting dalam penanganan kanker buli-buli superfisial. Penentuan derajat dan stadium tumor sebaiknya dilakukan dengan bekerjasama antar-spesialis terkait mengingat hal ini diperlukan untuk menentukan risiko rekurensi dan progresi penyakit. Optimalisasi cara pengobatan antara lain berupa pemberian instilasi kemoterapi intravesika segera pasca-TUR, persiapan penderita, jumlah dan dosis terapi induksi, serta lama pemberian terapi pemeliharaan akan meningkatkan keberhasilan pengobatan. Mengingat kecenderungan rekurensi dan progresi maka jadwal tindak lanjut berupa sistoskopi harus dilakukan secara ketat sesuai dengan tingkat risiko terhadap kedua hal tersebut.Kata kunci: Sistoskopi, instilasi intravesika, kemoterapi, imunoterapi BCG.
Terapi Radikal pada Penderita Kanker Prostat: Tindak Lanjut Jangka Panjang dan Faktor Prediksi Survival UMBAS, RAINY; MOCHTAR, CHAIDIR A; HAMID, RIZAL A
Indonesian Journal of Cancer Vol 4, No 2 (2010): Apr - Jun 2010
Publisher : "Dharmais" Cancer Center Hospital

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Radical treatment in the form of radical prostatectomy (PR) or external beam radiotherapy (EBRT) considered as gold standard in the management of localized and in some selected cases of locally advanced prostate cancer patients. Aim of this study is to know the treatment results of RP and EBRT in prostate cancer patients with T1-3 at “Cipto Mangunkusumo” Hospital and “Dharmais” Cancer Hospital, Jakarta. Analysis to the prediction factors in those two treatment modalities was also done. There were 110 patients among 610 prostate cancer patients in those two hospitals between January 1995 and December 2007 who received radical treatment. Radical prostatectomy was done to 43 patients with median age of 63 years (range: 50-74 years), and the other 67 patients with median age of 70 years (range: 50-82 years) were treated by EBRT. Median survival was 101 months and 85 months for patients treated with RP and EBRT respectively while 5-year survival rate was 68.4% and 69.2% for those respective groups. There was no clinical parameter in the group of patients who underwent PR which significantly correlated with survival. In the EBRT group, low grade tumor was significantly correlated with better survival. In conclussion, less than 20% of prostate cancer patients in those two hospitals underwent radical treatment in form of PR or EBRT. Median survival for patients treated with PR was better than those who received EBRT. Tumor grade was the only survival predictor factor in the EBRT group.
Terapi Sistemik Terkini pada Karsinoma Sel Ginjal Metastatik Seno, Dodi Hami; Mochtar, Chaidir Arif; Umbas, Rainy
Indonesian Journal of Cancer Vol 5, No 3 (2011): Jul - Sep 2011
Publisher : "Dharmais" Cancer Center Hospital

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (899.73 KB)

Abstract

Kurang lebih sepertiga pasien dengan karsinoma sel ginjal (KSG) telah mengalami metastasis pada saat pertama kali didiagnosis dan 40-50% akan mengalami metastasis jauh setelah diagnosis awal. Karsinoma sel ginjal resistan terhadap sebagian besar kemoterapi dan obat sitotoksik konvensional. Namun demikian, selama beberapa tahun terakhir pengobatan kanker ini menunjukkan kemajuan yang spektakuler karena berkembangnya targeted therapybagi karsinoma sel ginjal metastatik (KSGm). Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menelaah tata laksana terkini KSGm. Hingga saat ini, terdapat enam obat yang telah disetujui oleh FDA dan beberapa asosiasi urologi internasional untuk digunakan sebagai terapi KSGm lini pertama dan kedua. Lini pertama terdiri dari sunitinib (progression-free survival, PFS, 11 bulan dibandingkan dengan 5 bulan pada IFN-?, dan overall survival, OS, 26,4 bulan dibandingkan dengan 21,8 bulan pada IFN-?), kombinasi bevacizumab dan IFN-? (PFS 10,2 bulan dibandingkan dengan 5,4 bulan pada kombinasi plasebo dan IFN-?, OS 23,3 bulan dibandingkan dengan 21,3 bulan pada kombinasi plasebo dan IFN- ?), pazopanib (PFS 9,2 bulan dibandingkan dengan 4,2 bulan pada plasebo), serta temsirolimus (OS 10,9 bulan dibandingkan dengan 7,3 bulan pada IFN-?), sedangkan lini kedua terdiri dari sorafenib (PFS 5,5 bulan dibandingkan dengan 2,8 bulan pada plasebo) dan everolimus (PFS 4,0 bulan dibandingkan dengan 1,9 bulan pada plasebo).Katakunci: Karsinoma sel ginjal metastatik terapi target, terapi sistemik