Claim Missing Document
Check
Articles

Found 16 Documents
Search

STUDI OF LOCAL CAPACITY IN DISASTER MANAGEMENT IN TOLIKARA REGENCY Sitorus, Yannice Luma Marnala; Nurmaningtyas, Anggia Riani; Usman, Syamsuddin; Yanthy, Normalia Ode
PEDULI: Jurnal Ilmiah Pengabdian Pada Masyarakat Vol 5 No 2 (2021)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37303/peduli.v5i2.246

Abstract

Disaster events that have often occurred recently in Indonesia reminded us of the importance of disaster mitigation that must be carried out by all stakeholders to avoid greater casualties. Local governments are representatives of the state who must be present when their citizens need assistance when a disaster occurs and must play a more dominant role in disaster mitigation, especially in relatively isolated areas with limited stakeholders, both in terms of number and type of organization. The local capacity of Tolikara Regency, one of the regencies in the Central Highlands region of Papua, is at a low level and needs to increase the capacity index with the initial step of increasing the capacity of local governments. The preparation of a disaster risk assessment document and outreach activities are an effort to increase the capacity of the area. The results of this document review serve as input for the local government to determine further policies. The FTSP-USTJ Study Center Team from Jayapura City was involved in this activity because there was no higher education institution in Tolikara Regency that could play a role as a stakeholder in disaster mitigation there.
STUDI PERENCANAAN BANGUNAN TUGU DI KABUPATEN YALIMO DENGAN PENDEKATAN BUDAYA SUKU YALI Anggia Riani Nurmaningtyas
DINAMIS Vol 2 No 12 (2018): Dinamis
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Sains dan Teknologi Jayapura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Peranan ruang publik sebagai salah satu elemen kota dapat memberikan karakter tersendiri, dan pada umumnya memiliki fungsi interaksi sosial bagi masyarakat, kegiatan ekonomi masyarakat dan tempat apresiasi budaya. Ruang publik yang menarik akan selalu dikunjungi oleh masyarakat luas dengan berbagai tingkat kehidupan sosial, ekonomi, pendidikan, perbedaan umur dan motivasi yang berlainan. Menurut Stephen Carr (1992) tipe dan karakter ruang publik salah satunya adalah memorial atau peringatan, yang digunakan untuk memperingati atau kejadian penting bagi masyarakat ditingkat lokal ataupun nasional,. Bangunan Tugu didefinisikan sebagai bangunan ruang publik yang didirikan sebagai tanda untuk mengingat peristiwa penting, peristiwa bersejarah atau untuk menghormati orang atau kelompok yang berjasa (KBBI). Bangunan Tugu juga merupakan node (simpul) dan dapat sekaligus sebagai landmark yang merupakan elemen pembentuk citra kota sebagai gambaran mental dari sebuah kota sesuai dengan rata-rata pandangan masyarakatnya. Studi Desain Bangunan Bangunan Tugu Kota Yalimo adalah bagian dari Rencana Detail Tata Ruang Kota yang merupakan penjabaran dari Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 serta merupakan program pemerintah daerah untuk mengangkat harkat dan martabat suku Yali, sebagai salah satu suku besar di Wilayah Pengunungan Tengah Papua. kegiatan Studi Desain Bangunan Tugu Kota Kabupaten Yalimo adalah untuk mendapatkan informasi ilmiah mengenai etnik suku Yali yang dikaji sebagai pendekatan suatu konsep dasar atau gagasan awal perencanaan Bangunan Tugu kota. Konsep dasar atau gagasan awal perencanaan Bangunan Tugu tersebut selanjutnya akan di pergunaan sebagai acuan Desain Bangunan Tugu Kota di Kabupaten Yalimo dan kedepannya diharapkan dapat menjadi pedoman dalam pembangunan Bangunan Tugu yang akan menjadi titik nol di Distrik Elelim, Ibukota Kabupaten Yalimo.
STUDI PERENCANAAN PERMUKIMAN DI JAYAWIJAYA PAPUA DENGAN PENDEKATAN BUDAYA SUKU DANI Anggia Riani Nurmaningtyas; Boxcel Haluk
DINAMIS Vol 16 No 1 (2019): Dinamis
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Sains dan Teknologi Jayapura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kabupaten Jayawijaya adalah salah satu kabupaten di provinsi Papua, Indonesia. Ibu kota kabupaten initerletak di Wamena pada sebuah lembah yang bernama Lembah Baliem yang sering disebut juga LembahAgung. Lembah Baliem lebih lebih banyak dikenal masyarakat sehingga identik dengan KabupatenJayawijaya atau Wamena. Kelompok masyarakat yang mendiami Lembah Baliem yaitu suku Dani denganbudaya dan adat istiadat yang hingga saat ini masih dijunjung tinggi.Berdasarkan data yang diperoleh dari Bagian Tata Pemerintahan Pemerintah Kabupaten Jayawijaya,tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan Tahun 2015 bahwa jumlah pendudukKabupaten Jayawijaya pada tahun 2015 berjumlah 270.990 jiwa yang tersebar di 40 distrik, sehinggaterjadi peningkatan jumlah penduduk yang cukup tinggi dibandingkan pada tahun 2010 yang berjumlahsebesar 212.362 jiwa. Jumlah penduduk yang terus berkembang di kabupaten tersebut dibutuhkan suatustudi perencanaan kawasan permukiman yang mampu menjawab kebutuhan masyarakat terhadap tempattinggal yang sesuai dengan adat istiadat atau budaya lokal yang telah dianut dan tidak terlepas darikehidupan masyarakat di Kabupaten Jayawijaya.Tujuan dari pada penulisan ini adalah untuk menggali nilai-nilai budaya dan adat-istiadat suku DaniJayawijaya kedalam konsep Perencanaan Permukiman di Kabupaten Jayawijaya serta membuat konsepPerencanaan Permukiman Masyarakat di Jayawijaya dengan menerapkan nilai-nilai budaya dan adatistiadat suku Dani.Metode penelitian yang digunakan yaitu berupa metode deskripif, yaitu menguraikan permasalahan yangada meliputi tahap awal dengan melakukan observasi yakni pengumpulan data dan informasi yangditeruskan dengan tahap pengolahan data, kemudian merumuskan permasalahan. Analisis data yaitudengan menggali permasalahan dan kebutuhan pelaku aktifitas sebagai sasaran obyek penggunaKawasan Permukiman, menganalisa pendekatan konsep perancangan yaitu berupa analisa kondisi danpotensi lingkungan, analisa pendekatan ruang serta tampilan perancangan yang dilakukan mengacu padahasil studi budaya dan adat istiadat suku Dani, Jayawijaya.
ARSITEKTUR VERNAKULAR RUMAH SUKU YALI KABUPATEN YALIMO PAPUA Anggia Riani Nurmaningtyas; Sugito Utomo
DINAMIS Vol 2 No 12 (2015): DINAMIS
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Sains dan Teknologi Jayapura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Vernacular constructions can be regarded as folk architecture, the architecture is the resultof a vernacular culture and particular communities (civilization). Architecture (house)vernacular has a hereditary trait to several generations. Its construction is based on theknowledge of traditional techniques and experiences; typically built their own (possiblyassisted by family, relatives or artisan in his tribe).Yali tribe in Yalimo, Papua, is one of the 250 tribes in Papua, which has customs andtraditional culture are rooted in their lifestyle everyday, but not much to dig up informationon the relationship between their culture with the architecture of the house they inhabit.The problem studied is how the relationship between culture Yali with process and productarchitecture of the house that they built. The aim of this study is to dig up information onthe relationship with the community culture house architecture Yali Yali tribe physical(layout, layout, construction, structure, and ornaments) that deserve to be called vernaculararchitecture. Qualitative analysis is used to examine the relationship between the layoutand space houses Yali tribe, the concept and philosophy of spiritual values Yali tribe.
The Resilience of the Indigenous People Towards Natural Disasters: Case of Central Mountains of Papua Normalia Ode Yanthy; Yannice Luma Marnala Sitorus; Anggia Riani Nurmaningtyas
Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya Vol 24, No 2 (2022): (December)
Publisher : Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jantro.v24.n2.p177-186.2022

Abstract

The resilience of the indigenous people of Papua towards natural disasters has been questioned because of the large number of casualties post disasters deaths which should have been handled differently considering their knowledge and closeness to nature; thus, it should be easy for them to adapt in times of natural changes. This study is aimed at investigating the resilience of the indigenous people of Papua in the central mountains of Papua towards disasters based on secondary data. Study results showed that the resilience of indigenous people of the central mountains of Papua towards disasters is more influenced by social factors than ecology since, generally, the ecological system in the disaster area in the central mountains of  Papua has not experienced much change. The social factors are, among others, the impact of modern civilization, which has not been well adapted by the indigenous people, and the lack of skills of local stakeholders in disaster mitigation. Disaster mitigation should be in the form of improvement of the social condition of indigenous people of the central mountains area of Papua to perfect their civilization towards a more prosperous life
KAJIAN PERUBAHAN PERMUKIMAN SUKU BAJO BERDASARKAN KONSEP TRANSFORMASI KEBUDAYAAN IGNAS KLEDEN Muhammad Amir Salipu; Ahda Mulyati; Anggia Riani Nurmaningtyas; Imam Santoso
Mintakat: Jurnal Arsitektur Vol 23, No 2 (2022): September 2022
Publisher : Architecture Department University of Merdeka Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26905/jam.v23i2.7830

Abstract

Permukiman suku Bajo yang dikenal dengan permukiman di atas laut tersebar di beberapa wilayah perairan di Indonesia, salah satunya di wilayah pantai BajoE, Kabupaten Bone Sulawesi Selatan. Awalnya mereka tinggal di atas perahu, kemudian mengalami perubahan, mulai membuat rumah di atas alr, lalu berangsur-angsur bergeser membangun rumah di daratan. Perubahan permukiman dari laut ke daratan merupakan proses yang cukup lama dan dipengaruhi oleh lingkungan sekitar baik faktor fisik (alam) maupun non fisik (kebudayaan). Menurut Kleden, (1987), perubahan kebudayaan sebagai sebuah proses merupakan gerakan tiga langkah sesuai arah pandang perubahan yang dapat disebut sebagai proses transformasi kebudayaan. Transformasi kebudayaan, adalah perubahan pada sistem nilai (value system), kerangka pengetahuan dan makna (system meaning), tingkah laku, interaksi dan pelembagaan bentuk-bentuk interaksi. Konsep transformasi kebudayaan tersebut dapat dipergunakan untuk mengkaji transformasi permukiman suku Bajo di BajoE dari arah pandang perubahan fisik permukiman, sosial dan ekonomi. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kepustakaan, wawancara dan tinjauan lapangan untuk mendeskripsikan perubahan yang terjadi baik fisik maupun non fisik dari permukiman suku Bajo. Metode kepustakaan dipergunakan karena data yang berkaitan dengan masa lalu tidak dapat diamati secara empiris seperti pemahaman terhadap peristiwa masa lalu yang berkaitan dengan sejarah, persepsi dan sistem nilai budaya.  Berdasakan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa konsep trasnformasi kebudayaan Ignas Kleden dapat menjelaskan proses transformasi permukiman suku Bajo yang terdiri atas tiga langkah yaitu: integrasi, desintegrasi, reintegrasi (value system) dan orientasi, disorientasi, reorientasi (system of meaning). Di samping itu, perubahan kebudayaan akan merubah: Tingkah laku dari penerimaan pola, adakalanya melalui penolakan pola menjadi penerimaan pola-pola baru. Orang yang berinteraksi dari sosilisasi, melalui disosialisasi menjadi resosialisasi. Serta pemantapan bentuk-bentuk interaksi dari organisasi, melalui disorganisasi menjadi reorganisasi. Dampak dari perubahan lokasi tersebut terhadap aspek fisik adalah terjadinya perubahan pada: lokasi rumah (di atas laut ke daratan), bentuk, luas, dan tampilan rumah. Dampak pada aspek non fisik yaitu peningkatan aspek sosial ekonomi masyarakat suku Bajo di BajoE Kabupaten Bone.---------------------------------------------------------------------------The settlements of the Bajo tribe, which are known as settlements on the sea, are scattered in several water areas in Indonesia, one of which is in the BajoE coastal area, Bone Regency, South Sulawesi. At first they lived on a boat, then underwent changes, began to build houses on the river, then gradually shifted to building houses on land. Changes in settlements from sea to land is a long process and is influenced by the surrounding environment, both physical (natural) and non-physical (cultural) factors. According to Kleden, (1987), cultural change as a process is a three-step movement according to the direction of change which can be called a process of cultural transformation. Cultural transformation, is a change in the value system, the framework of knowledge and meaning (system meaning), behavior, interaction and institutionalization of forms of interaction. The concept of cultural transformation can be used to examine the transformation of Bajo tribal settlements in BajoE from the perspective of physical, social and economic changes in settlements. This research was conducted using literature, interviews and field reviews to describe changes that occurred both physically and non-physically from the Bajo tribal settlements. The library method is used because data related to the past cannot be observed empirically such as understanding past events related to history, perceptions and cultural value systems. Based on the results of the study, it was concluded that the concept of cultural transformation of Ignas Kleden can explain the transformation process of the Bajo tribal settlements which consists of three steps, namely: integration, disintegration, reintegration (value system) and orientation, disorientation, reorientation (system of meaning). In addition, cultural change will change: Behavior from acceptance of patterns, sometimes through rejection of patterns to acceptance of new patterns. People who interact from socialization, through being socialized into resocialization. As well as strengthening the forms of interaction from the organization, through disorganization into reorganization. The impact of the change in location on the physical aspect is a change in: the location of the house (above the sea to the mainland), the shape, area, and appearance of the house. The impact on non-physical aspects is an increase in the socio-economic aspects of the Bajo tribal community in BajoE, Bone Regency.
Study of Theory Based on Security at Silimo Settlement in The Baliem Valley of Papua Muhammad Amir Salipu; Anggia Riani Nurmaningtyas; Mercyana Trianne Zebua; Imam Santoso
Local Wisdom : Jurnal Ilmiah Kajian Kearifan Lokal Vol 14, No 2 (2022): July 2022
Publisher : University of Merdeka Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26905/lw.v14i2.7594

Abstract

In the Baliem Valley, Papua, the tradition of tribal wars in the culture of the Hubula tribe in the past is related to the concept of site selection, spatial planning, and building form in the Silimo settlement. The problem in this study is how the selection of location, spatial planning, building form, and territoriality become the concept of security in a traditional settlement. The purpose of the study was to determine the security concept in traditional Silimo settlement that consists of site selection, spatial planning, building form, and territoriality based on security theory in settlements. In answering the problem of this research, the researchers use qualitative research methods. The researchers also use a phenomenological approach to explain or reveal the meaning of concepts or phenomena of experience based on the awareness that occurs in several individuals related to security in the Silimo settlement. The theories used in this research are the security theory in crime prevention and the theory of defensible space. The result of this research is that security theory can explain that the selection of location, spatial planning, and building form in the Silimo settlement of the Hubula Tribe in the Baliem Jayawijaya Valley was built based on the traditional conception of security. The concept of security in the Silimo settlement can be realized by: 1) The concept of territory as a defense space and territory as a territory of power; 2) The concept of space as a personal space and a public space: 3) The concept of Kinship, confederation, norms, customary rituals, which become the Patterns and Concepts of Space and Building Forms and Constructions are forms of Social Relations, Natural Relations and Ancestral Relations, to actualize a security system in Silimo settlement.
PENATAAN PEMUKIMAN KAMPUNG TOBATI DI KOTA JAYAPURA DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR TRADISIONAL SUKU TOBATI, PAPUA Chalfred Wenda; Anggia R Nurmaningtyas; M Amir Salipu; Inayatul Ilah Nashruddin
Jurnal MEDIAN Arsitektur dan Planologi Vol 11 No 2 (2021): Jurnal Median
Publisher : Universitas Sains dan Teknologi Jayapura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1733.091 KB) | DOI: 10.58839/jmap.v11i2.935

Abstract

Pemukiman di Kampung Tobati merupakan pemukiman yang unik karena struktur dan penggunaan bahan kayu pada bangunannya yang berada di atas air laut. Bangunan pada perkampungan Tobati dahulu dan sekarang telah banyak berubah, dan yang dulunya pembangunan dilakukan secara gotong royong, tidak dilakukan lagi pada saat ini. Pemerintah sering memberi bantuan pembangunan rumah sehat kepada masyarakat Kampung Tobati maka kemudian bangunan yang dahulu memiliki nilai tradisional menjadi hilang karena membangun rumah harus sesuai dengan rancangan rumah sehat menurut konsep pemerintah. Penggunaan bahan pada konstruksi juga perlahan-lahan mulai berganti menjadi beton. Dahulu menggunakan kayu sowang dan kayu tor untuk membuat pondasi tapi tidak lagi digunakan saat ini karena pemerintah melarang penebangan kayu sowang dengan alasan populasi pohon yang sudah hampir punah.Tujuan dari penelitian ini adalah menata pemukiman masyarakat Kampung Tobati di Kota Jayapura agar dapat menampilkan kembali nilai-nilai budaya Suku Tobati. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif, yaitu dengan melakukan observasi untuk mengumpulkan data dan informasi yang dilanjutkan dengan tahap pengolahan data dan kemudian merumuskan penataan pemukiman.
KAJIAN TEORI TURNER: PRIORITAS KEBUTUHAN PERMUKIMAN DAN TINGKAT PENDAPATAN Studi Kasus: Permukiman Bajo, Kelurahan Bajoe, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan M Amir Salipu; Anggia R Nurmaningtyas; Inayatul Ilah Nashruddin
Jurnal MEDIAN Arsitektur dan Planologi Vol 8 No 02 (2018): Jurnal Median
Publisher : Universitas Sains dan Teknologi Jayapura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (324.039 KB)

Abstract

Permukiman adalah sekumpulan rumah yang mencakup aspek fisik dan non fisik. Aspek fisik yaitu: lokasi, lingkungan dan sarana prasarana, sedangkan aspek non fisik yaitu: politik, ekonomi, sosial dan budaya. Menurut Turner, perumahan bukan kata benda tetapi kata kerja tentang proses berlanjut dan terkait dengan mobilitas sosial-ekonomi penghuninya. Perubahan pola lokasi perumahan pada golongan tertentu merupakan konsepsi segregasi (pemisahan) tingkat sosial yang dapat diukur pada perubahan lokasi. Hal ini terutama dilakukan oleh penduduk yang mempunyai tingkat ekonomi tinggi, yang memilih lokasi rumah dengan standar modern dan memberikan identitas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan Teori Turner tentang prioritas kebutuhan perumahan terkait dengan tingkat pendapatan masyarakat di kawasan permukiman Suku Bajo di Pantai Bajoe, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Teori Turner tentang prioritas kebutuhan perumahan yaitu bagi masyarakat berpenghasilan rendah, yang mana lokasi di sekitar tempat pekerjaan sangat penting, namun bagi Suku Bajo di Pantai Bajoe walaupun level income mereka sudah berubah dari sangat rendah menjadi rendah dan rendah-menengah, lokasi permukiman mereka tetap diprioritaskan dekat dengan tempat kerja. Hal ini tidak bisa dipisahkan dari budaya Suku Bajo yang dikenal dengan manusia bahari. Teori Turner lebih cocok diterapkan pada masyarakat di perkotaan padat dengan harga lahan yang mahal serta kondisi masyarakat yang memiliki pekerjaan yang berbeda-beda. .
PERENCANAAN YOUTH CENTER DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR HIGH-TECH DI KOTA JAYAPURA Indra Simon Sampe; Anggia R Nurmaningtyas; Indah Sari Zulfiana
Jurnal MEDIAN Arsitektur dan Planologi Vol 12 No 2 (2022): Jurnal Median
Publisher : Universitas Sains dan Teknologi Jayapura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1664.545 KB) | DOI: 10.58839/jmap.v12i2.1095

Abstract

Pemuda atau lebih khususnya remaja adalah suatu periode transisi/peralihan dari masa anak-anakhingga masa awal dewasa. Pada masa-masa tersebut, remaja biasanya mulai memiliki pemikiranyang kritis dan mudah terpengaruh pada lingkungan yang ada di sekitar mereka. Untuk itu akandiperlukan suatu wadah bagi generasi muda ini untuk mengembangkan eksistensi diri mereka.Jumlah warga usia muda di Kota Jayapura menurut BPS Kota Jayapura pada tahun 2021 sebanyak224.143 jiwa dari 330.760 jiwa penduduk Kota Jayapura. Melihat jumlah dan potensi yang ada, KotaJayapura membutuhkan sarana Youth Center untuk dapat mewadahi aktivitas serta pengembanganpotensi para remaja yang ada di kota ini. Sarana Youth Center merupakan fasilitas yang akandikelola oleh Dinas Pendidikan dan Olahraga (DISPORA) setempat demi kepentingan para remajayang memerlukan tempat untuk berkegiatan, baik di dalam maupun di luar bangunan. Penelitian inibertujuan untuk membuat konsep desain sarana Youth Center di Kota Jayapura sebagai tempat bagiaktivitas remaja di bidang olahraga, seni, sosial/bisnis, dan teknologi, dengan menggunakanpendekatan Arsitektur High-Tech yang mencerminkan karakteristik generasi muda. Hasil penelitianditampilkan dalam bentuk gambar-gambar rancangan, antara lain berupa desain struktur, desaininterior hingga eksterior.