Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

DAMPAK REVITALISASI KAWASAN TRADISIONAL PADA SISTEM SOSIAL BUDAYA SUKU DANI DI KABUPATEN JAYAWIJAYA, PROVINSI PAPUA Salipu, Amir
Jurnal Ilmiah Desain & Konstruksi Vol 11, No 2 (2012)
Publisher : Universitas Gunadarma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perkembangan pembangunan yang telah terjadi selama dua dekade lalu sering dilaksanakan hanya didasarkan atas pertimbangan ekonomi dan fungsi kawasan. Kecenderungan yang lebih dominan yaitu mengabaikan pertimbangan nilai tradisi dan sejarah. Terjadinya pergeseran terhadap nilai-nilai sosial dan budaya seiring dengan fenomena global yaitu lebih mengedepankan nilai manfaat ekonomi/finansial. Revitalisasi yang dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum melalui Satker Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) Papua pada Kawasan Permukiman Tradisional di Kampung Waisaput Distrik Wamena, Kabupaten Jayawijaya Provinsi Papua pada tahun 2010, merupakan upaya merubah tempat agar dapat digunakan untuk fungsi yang lebih sesuai. Yang dimaksud dengan fungsi yang lebih sesuai adalah kegunaan yang tidak menuntut perubahan drastis, atau yang hanya memerlukan sedikit dampak minimal. Dampak revitalisasi pada sistem sosial budaya suku Dani akan dikaji dengan menggunakan teori fungsionalisme Malinowski untuk melihat fungsi kebudayaan terhadap kebutuhan manusia. Penggunaan teori rumah tradisional untuk memberi gambaran bagaimana bentuk rumah tradisional disatu kawasan dan budaya bisa berbeda. Bila dilakukan revitalisasi apakah dapat meningkatkan nilai sosial budaya penghuninya, bila ya, maka apa langkah yang perlu diperhatikan agar dapat diterapkan pada kegiatan lain untuk meningkatkan mutu pembangunan masyarakat tradisional dalam bermukim. Penelitian ini bertujuan memberi gambaran apa dampak program pemerintah (dalam hal ini revitalisasi kawasan tradisional oleh Kementrian Pekerjaan Umum) terhadap perubahan pada sistem kebudayaan orang Dani dilihat dari perspektif teori fungsionalisme dan teori rumah tradisional.
REVITALISASI SEBAGAI UPAYA PELESTARIAN KEARIFAN LOKAL PADA LINGKUNGAN PERMUKIMAN TRADISIONAL DI ASEI BESAR DANAU SENTANI, JAYAPURA Salipu, M. Amir; Angreni, Ida Ayu Ari
Jurnal Ilmiah Desain & Konstruksi Vol 8, No 1 (2009)
Publisher : Universitas Gunadarma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Permukiman tradisional Asei Besar, Sentani Timur, Kabupaten Jayapura sudah mengalamipenurunan kualitas baik dari penghuninya maupun kualitas lingkungan permukiman itusendiri. Perlu dilakukan suatu langkah untuk menghidupkan atau menemukan kembalipotensi yang dimiliki atau yang seharusnya dimiliki sebuah lingkungan permukiman.Melalui revitalisasi diharapkan hal ini dapat terwujud. Sehingga tujuan penelitian adalahmerencanakan revitalisasi permukiman tradisional Asei Besar,Sentani Timur, KabupatenJayapura. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Data yang diperoleh diidentifikasidan dianalisis. Produk yang diinginkan adalah tersusunnya rencana dan programpembangunan fisik bagi pemerintah di Kabupaten Jayapura dalam penanganan tatabangunan dan lingkungan kawasan permukiman tradisional.AbstractThe traditional residence of Asei Besar, East Sentani, Jayapura District has experienceddegradation in quality both from its occupants and residence environment quality itself. It isnecessary to undergo a step which aimed to revitalize or to refind the nature potential orwhat a residence environment supposed to have. By revitalizing, this issue is hoped to beobtained. Hence, this research is aimed to plan a revitalization on traditional environmenton Asei Besar, Sentani Timur, Jayapura District. This research uses Descriptive Method.The data gained is identified and analyzed. The product which is the main goal to beachieved is structurized plan and pshycal development program for a local government inJayapura District in managing the building regulation and traditonal residenceenvironment.
Revitalisation of Traditional Settlement Impact on Social and Cultural System Dani Tribe in Jayawijaya District Papua Indonesia M. Amir Salipu
JURNAL EKOLOGI BIROKRASI Vol 1, No 1 (2015)
Publisher : Program Doktor Ilmu Sosial Universitas Cenderawasih

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1105.678 KB) | DOI: 10.31957/jeb.v1i1.489

Abstract

Abstract: The processes of buildings and environments arrangement consist of development activities that are technical planning and construction, utilization, conservation, buildings and the environment demolition. Heritage area / building can be defined as the area that has connection with the past life more than 50 years, which may be buildings, settlements or other public facilities that are used collectively. The development progresses that have occurred over two decades ago are often implemented only based on economic considerations and the function of the area. The tendency is to ignore the considerations of tradition and history. The change of social and culture values happen as a global phenomenon which tend to emphasize the value of the economic benefit / financial.Revitalization undertaken by the Ministry of Public Works through the PIU Building Planning and Environment (PBL) in the Papua Traditional Settlement Region in Kampung Waisaput Distric Wamena, Jayawijaya, Papua in 2009, is an attempt to change the place to be used for a more appropriate function. The meaning of appropriate function here is the uses that do not require drastic changes, or just bring minimal impact.How the revitalization impact on the Dani socio-cultural systems will be assessed using Malinowski's theory of functionalism to understand the function of culture to human needs. And the use of the theory of traditional houses is to illustrate how the traditional house shape in one region and culture can be different. If the revitalization can increase the social and cultural value of the occupants, then what steps that need to be considered that are applicable in other activities to improve the quality of development in the traditional societies live.Therefore, this study seeks to give an idea, what the impact of government programs (in this case the traditional neighborhood revitalization by the Ministry of Public Works) to change the culture of the Dani system from the perspective of functionalism and traditional houses theory are. The study of traditional settlements equipped with description and view from architectureal theory as a foundation for the theory of residential areas revitalization in architectural research.Keywords: Social and cultural, government programs, study
Study of Theory Based on Security at Silimo Settlement in The Baliem Valley of Papua Muhammad Amir Salipu; Anggia Riani Nurmaningtyas; Mercyana Trianne Zebua; Imam Santoso
Local Wisdom : Jurnal Ilmiah Kajian Kearifan Lokal Vol 14, No 2 (2022): July 2022
Publisher : University of Merdeka Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26905/lw.v14i2.7594

Abstract

In the Baliem Valley, Papua, the tradition of tribal wars in the culture of the Hubula tribe in the past is related to the concept of site selection, spatial planning, and building form in the Silimo settlement. The problem in this study is how the selection of location, spatial planning, building form, and territoriality become the concept of security in a traditional settlement. The purpose of the study was to determine the security concept in traditional Silimo settlement that consists of site selection, spatial planning, building form, and territoriality based on security theory in settlements. In answering the problem of this research, the researchers use qualitative research methods. The researchers also use a phenomenological approach to explain or reveal the meaning of concepts or phenomena of experience based on the awareness that occurs in several individuals related to security in the Silimo settlement. The theories used in this research are the security theory in crime prevention and the theory of defensible space. The result of this research is that security theory can explain that the selection of location, spatial planning, and building form in the Silimo settlement of the Hubula Tribe in the Baliem Jayawijaya Valley was built based on the traditional conception of security. The concept of security in the Silimo settlement can be realized by: 1) The concept of territory as a defense space and territory as a territory of power; 2) The concept of space as a personal space and a public space: 3) The concept of Kinship, confederation, norms, customary rituals, which become the Patterns and Concepts of Space and Building Forms and Constructions are forms of Social Relations, Natural Relations and Ancestral Relations, to actualize a security system in Silimo settlement.
KAJIAN PERUBAHAN PERMUKIMAN SUKU BAJO BERDASARKAN KONSEP TRANSFORMASI KEBUDAYAAN IGNAS KLEDEN Muhammad Amir Salipu; Ahda Mulyati; Anggia Riani Nurmaningtyas; Imam Santoso
Mintakat: Jurnal Arsitektur Vol 23, No 2 (2022): September 2022
Publisher : Architecture Department University of Merdeka Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26905/jam.v23i2.7830

Abstract

Permukiman suku Bajo yang dikenal dengan permukiman di atas laut tersebar di beberapa wilayah perairan di Indonesia, salah satunya di wilayah pantai BajoE, Kabupaten Bone Sulawesi Selatan. Awalnya mereka tinggal di atas perahu, kemudian mengalami perubahan, mulai membuat rumah di atas alr, lalu berangsur-angsur bergeser membangun rumah di daratan. Perubahan permukiman dari laut ke daratan merupakan proses yang cukup lama dan dipengaruhi oleh lingkungan sekitar baik faktor fisik (alam) maupun non fisik (kebudayaan). Menurut Kleden, (1987), perubahan kebudayaan sebagai sebuah proses merupakan gerakan tiga langkah sesuai arah pandang perubahan yang dapat disebut sebagai proses transformasi kebudayaan. Transformasi kebudayaan, adalah perubahan pada sistem nilai (value system), kerangka pengetahuan dan makna (system meaning), tingkah laku, interaksi dan pelembagaan bentuk-bentuk interaksi. Konsep transformasi kebudayaan tersebut dapat dipergunakan untuk mengkaji transformasi permukiman suku Bajo di BajoE dari arah pandang perubahan fisik permukiman, sosial dan ekonomi. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kepustakaan, wawancara dan tinjauan lapangan untuk mendeskripsikan perubahan yang terjadi baik fisik maupun non fisik dari permukiman suku Bajo. Metode kepustakaan dipergunakan karena data yang berkaitan dengan masa lalu tidak dapat diamati secara empiris seperti pemahaman terhadap peristiwa masa lalu yang berkaitan dengan sejarah, persepsi dan sistem nilai budaya.  Berdasakan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa konsep trasnformasi kebudayaan Ignas Kleden dapat menjelaskan proses transformasi permukiman suku Bajo yang terdiri atas tiga langkah yaitu: integrasi, desintegrasi, reintegrasi (value system) dan orientasi, disorientasi, reorientasi (system of meaning). Di samping itu, perubahan kebudayaan akan merubah: Tingkah laku dari penerimaan pola, adakalanya melalui penolakan pola menjadi penerimaan pola-pola baru. Orang yang berinteraksi dari sosilisasi, melalui disosialisasi menjadi resosialisasi. Serta pemantapan bentuk-bentuk interaksi dari organisasi, melalui disorganisasi menjadi reorganisasi. Dampak dari perubahan lokasi tersebut terhadap aspek fisik adalah terjadinya perubahan pada: lokasi rumah (di atas laut ke daratan), bentuk, luas, dan tampilan rumah. Dampak pada aspek non fisik yaitu peningkatan aspek sosial ekonomi masyarakat suku Bajo di BajoE Kabupaten Bone.---------------------------------------------------------------------------The settlements of the Bajo tribe, which are known as settlements on the sea, are scattered in several water areas in Indonesia, one of which is in the BajoE coastal area, Bone Regency, South Sulawesi. At first they lived on a boat, then underwent changes, began to build houses on the river, then gradually shifted to building houses on land. Changes in settlements from sea to land is a long process and is influenced by the surrounding environment, both physical (natural) and non-physical (cultural) factors. According to Kleden, (1987), cultural change as a process is a three-step movement according to the direction of change which can be called a process of cultural transformation. Cultural transformation, is a change in the value system, the framework of knowledge and meaning (system meaning), behavior, interaction and institutionalization of forms of interaction. The concept of cultural transformation can be used to examine the transformation of Bajo tribal settlements in BajoE from the perspective of physical, social and economic changes in settlements. This research was conducted using literature, interviews and field reviews to describe changes that occurred both physically and non-physically from the Bajo tribal settlements. The library method is used because data related to the past cannot be observed empirically such as understanding past events related to history, perceptions and cultural value systems. Based on the results of the study, it was concluded that the concept of cultural transformation of Ignas Kleden can explain the transformation process of the Bajo tribal settlements which consists of three steps, namely: integration, disintegration, reintegration (value system) and orientation, disorientation, reorientation (system of meaning). In addition, cultural change will change: Behavior from acceptance of patterns, sometimes through rejection of patterns to acceptance of new patterns. People who interact from socialization, through being socialized into resocialization. As well as strengthening the forms of interaction from the organization, through disorganization into reorganization. The impact of the change in location on the physical aspect is a change in: the location of the house (above the sea to the mainland), the shape, area, and appearance of the house. The impact on non-physical aspects is an increase in the socio-economic aspects of the Bajo tribal community in BajoE, Bone Regency.
ANALISIS HEMAT ENERGI PADA SELUBUNG BANGUNAN BIRO LAYANAN PENGADAAN BARANG DAN JASA DINAS PUPR PROVINSI PAPUA DENGAN OTTV Indah Sari Zulfiana; Bernard Harianja; Muhammad Amir Salipu; Mercyana t. Zebua
Jurnal Teknologi Terpadu Vol 10, No 2 (2022): JTT (Jurnal Teknologi Terpadu)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32487/jtt.v10i2.1542

Abstract

Building performance is a necessity in the context of a sustainable built environment. The design of buildings that involve the study of building performance has been contained in Law Number 30 of 2007 concerning Energy and Government Regulation Number 70 of 2009 concerning Energy Conservation. The purpose of this energy-efficient building analysis is to determine the level of energy savings of the Papua Province Procurement Services Bureau building that uses a shading device as a control for excess solar radiation intensity by using the Overall Thermal Transmitte Value (OTTV) calculation using the energy saving rate parameter based on SNI 6389:2011, where the building is said to be energy efficient if the OTTV shows a figure of less than 45 W/m2. The results show the number 34.02 W/m2, which means the building can be said to be an energy-efficient building.
KEARIFAN LOKAL DALAM PEMBANGUNAN STUDI KASUS: REVITALISASI BANGUNAN TRADISIONAL DI ILAGA, KABUPATEN PUNCAK - PAPUA Mercyana Trianne Zebua; M Amir Salipu; Sugito Utomo
DINAMIS Vol 19 No 2 (2022): Dinamis
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Sains dan Teknologi Jayapura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58839/jd.v19i2.1111

Abstract

Development activities including structuring traditional areas that have been going on for the past two decades are often carried out only based on economic considerations and area functions. The more dominant tendency is to ignore considerations of traditional and historical values. There is a shift towards social and cultural values along with a global phenomenon, namely the absorption of economic or financial benefits. This shift in values has an impact on changes in the built environment, such as changes in the face of the environment, both from the environmental and building aspects. Therefore this revitalization activity aims to revive the traditional values and history of the area in the form of traditional building arrangements. The method used is the literary method by conducting a study on several literary sources in the form of reports on revitalization activities and articles related to local wisdom and revitalization of traditional areas. The results obtained show that there are changes in the area that tend to bring out traditional values in the buildings resulting from the revitalization of the area which are appreciated by the people who observe the results of this revitalization activity. The conclusion that can be seen is that visible efforts to revive traditional and historic values in the form of traditional buildings in the development area are enough to give the area an image as a traditional area.
ARSITEKTUR VERNAKULAR PAPUA DALAM RANCANGAN PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA DANAU SENTANI KABUPATEN JAYAPURA M. Amir Salipu; Hasrul Hasrul; Sugito Utomo
Jurnal MEDIAN Arsitektur dan Planologi Vol 10 No 2 (2020): Jurnal Median
Publisher : Universitas Sains dan Teknologi Jayapura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (498.048 KB)

Abstract

Vernacular berasal dari kata ‘verna‘ yang artinya adalah tenaga kerja setempat. Nilai-nilai vernacular justru terkandung tidak pada apa yang nampak tetapi hubungan yang terjalin antara penghuni dengan bangunan, bangunan dengan lingkungan dan site, serta antara bangunan dengan bangunan lain membentuk sebuah permukiman. Bangunan vernacular merupakan contoh yang sempurna, bagaimana sebuah lingkungan dibangun selaras dengan lingkungan sekitarnya, menyelesaikan persoalan-persoalan kebutuhan ruang, pemilihan bahan, teknik konstruksi serta mampu bertahan selama bertahun tahun. Pariwisata merupakan sektor yang potensial dan berperan penting dalam pembangunan suatu wilayah. Permintaan pariwisata terus meningkat secara signifikan dari tahun ke tahun sejak decade 1970-an. Dampak positif dari pembangunan pariwisata dapat meningkatkan pendapatan daerah, menciptakan lapangan pekerjaan serta dapat memunculkan kegiatan ekonomi di daerah. Hal ini menunjukan bahwa industri pariwisata memiliki hubungan erat dan kuat dengan lingkungan fisik. Hubungan dengan lingkungan fisik terkait dengan Arsitektur vernacular dapat menjadi salah satu faktor yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan wisata di Danau Sentani, dengan tujuan meningkatkan pengenalan budaya lokal kepada wisatawan. Danau Sentani dihuni oleh masyarakat asli sentani, yang bermukim di dalam danau/ pulau – pulau maupun di pesisir dan daratan. Masyarakat sekitar danau hidup dengan cara memanfaatkan alam, kehidupan masyarakat sekitar yang khas juga dapat menjadi atraksi wisata bagi wisatawan. Potensi yang dimiliki belum dimanfaatkan secara maksimal, hal tersebut terlihat dari kurangnya sarana dan fasilitas pendukung wisata serta kurangnya atraksi wisata, sehingga Kawasan Danau Sentani belum menjadi daerah tujuan wisata bagi wisatawan domistik maupun internasional. Penelitian ini bertujuan untuk memberi usulan tentang pengembangan potensi Danau Sentani sebagai destinasi wisata, yakni memberikan kontribusi pengetahuan dengan mengeksplorasi Arsitektur Vernakular Papua yang di wujudkan dalam sebuah rancangan pengembangan kawasan wisata danau Sentani. Dari hasil penelitian ini diperoleh beberapa usulan bentuk saran wista Danau Sentani yang dapat dipergunakan untuk menjadi dasar dalam desain fasilitas wisata.
SIMBOL KEAMANAN DALAM PERMUKIMAN SUKU HUBULA DI LEMBAH BALIEM, PAPUA M Amir Salipu; Mercyana T Zebua
Jurnal MEDIAN Arsitektur dan Planologi Vol 11 No 2 (2021): Jurnal Median
Publisher : Universitas Sains dan Teknologi Jayapura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (561.313 KB) | DOI: 10.58839/jmap.v11i2.931

Abstract

Tradisi perang suku dalam masyarakat Hubula pada masa lalu memiliki kaitan dengan konsep pemilihan lokasi dan penataan ruang serta bentuk bangunan pada permukiman silimo. Masalah utama dalam penelitian ini adalah bagaimana tata ruang dan teritorialitas membentuk simbol keamanan dalam permukiman. Bagaimana proses dan faktor pendukung terbentuknya permukiman silimo ditinjau dari aspek relasi alam, relasi sosial, dan relasi leluhur. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode fenomenologi dengan pendekatan kualitatif. Metode fenomenologi digunakan untuk menjelaskan atau mengungkap makna konsep atau fenomena pengalaman yang didasari oleh kesadaran yang terjadi pada beberapa individu. Metode ini akan mempermudah untuk mendeskripsikan informasi pada tingkat abstraksi yang tinggi sehingga dapat memaknai permukiman silimo sebagai simbol keamanan dalam kebudayaan suku Hubula. Hasil yang dicapai dari penelitian ini adalah konsep keamanan permukiman, baik modern maupun tradisonal, sangat terkait dengan teritorialitas dan menghindari 3 (tiga) aspek dalam permukiman yaitu: 1). Stranger Danger (tidak saja kepada manusia, ketakutan juga kepada hantu), 2). Risk (batasan-batasan ruang yang nyata maupun simbolik), 3). Affect effect (ruang-ruang yang terbentuk merupakan countersites sebagai sistem keamanan).
PENATAAN PEMUKIMAN KAMPUNG TOBATI DI KOTA JAYAPURA DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR TRADISIONAL SUKU TOBATI, PAPUA Chalfred Wenda; Anggia R Nurmaningtyas; M Amir Salipu; Inayatul Ilah Nashruddin
Jurnal MEDIAN Arsitektur dan Planologi Vol 11 No 2 (2021): Jurnal Median
Publisher : Universitas Sains dan Teknologi Jayapura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1733.091 KB) | DOI: 10.58839/jmap.v11i2.935

Abstract

Pemukiman di Kampung Tobati merupakan pemukiman yang unik karena struktur dan penggunaan bahan kayu pada bangunannya yang berada di atas air laut. Bangunan pada perkampungan Tobati dahulu dan sekarang telah banyak berubah, dan yang dulunya pembangunan dilakukan secara gotong royong, tidak dilakukan lagi pada saat ini. Pemerintah sering memberi bantuan pembangunan rumah sehat kepada masyarakat Kampung Tobati maka kemudian bangunan yang dahulu memiliki nilai tradisional menjadi hilang karena membangun rumah harus sesuai dengan rancangan rumah sehat menurut konsep pemerintah. Penggunaan bahan pada konstruksi juga perlahan-lahan mulai berganti menjadi beton. Dahulu menggunakan kayu sowang dan kayu tor untuk membuat pondasi tapi tidak lagi digunakan saat ini karena pemerintah melarang penebangan kayu sowang dengan alasan populasi pohon yang sudah hampir punah.Tujuan dari penelitian ini adalah menata pemukiman masyarakat Kampung Tobati di Kota Jayapura agar dapat menampilkan kembali nilai-nilai budaya Suku Tobati. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif, yaitu dengan melakukan observasi untuk mengumpulkan data dan informasi yang dilanjutkan dengan tahap pengolahan data dan kemudian merumuskan penataan pemukiman.